Share

Bab 5

Penulis: Tiwie Sizo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-27 09:14:50

Rania meringis tertahan sebelum akhirmya membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit sebuah ruangan yang sangat asing. Seketika dia teringat jika sebelumnya tak sadarkan diri saat berada di sebuah halte bus.

"Sudah sadar?" Sebuah suara berat dan dingin terdengar di telinga Rania, membuatnya sontak menoleh. Seorang lelaki mengenakan hoddie hitam tampak duduk sambil bersedekap. Riana langsung ingat jika lelaki itu adalah lelaki yang troli belanjaannya tak sengaja ia bawa di swalayan tadi. Sepertinya, lelaki itu yang telah menolongnya

Lelaki itu bangkit dari duduknya. "Saya akan memanggil dokter dulu," ujarnya sembari keluar dari ruangan tersebut, tanpa memberikan kesempatan pada Rania untuk mengatakan apapun.

Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dengan seorang perawat datang untuk memeriksa kondisi Rania.

"Asam lambung Anda naik dan sepertinya Anda kurang istirahat," ujar dokter itu setelah menyelesaikan pemeriksaannya.

Rania hanya mengangguk. Belakangan dirinya memang kesulitan tidur dan tidak makan dengan benar. Semua itu karena permasalahan yang terus saja muncul semenjak kehadiran Windi di rumahnya.

"Anda harus lebih menjaga pola makan dan beristirahat dengan cukup. Jangan terlalu banyak pikiran juga. Terlalu stres bisa memicu asam lambung kembali naik," ujar dokter itu lagi.

"Baik, Dok." Riana menyahut pelan. Bagaimana dia tidak stres berat jika setiap hari terus mendapatkan tekanan. Entah bagaimana caranya untuk mengakhiri situasi yang ia hadapi saat ini.

Dokter kemudian meresepkan obat untuk Rania tebus nantinya. Dia diperbolehkan pulang karena kondisinya tidak terlalu buruk, tetapi harus menunggu cairan infus yang sudah terpasang habis terlebih dahulu.

Beberapa saat kemudian, Rania teringat pada lelaki yang tadi menungguinya. Setelah keluar sambil mengatakan akan memanggil dokter, lelaki itu tidak kembali lagi.

"Permisi, Suster. Lelaki yang tadi ada di sini saat saya tak sadarkan diri, apa dia yang membawa saya kemari?" tanya Rania pada suster yang sedang memeriksa botol infus.

"Betul, dia yang membawa Nona kemari," sahut suster itu.

"Lalu di mana dia sekarang? Saya bahkan belum sempat mengucapkan terima kasih."

"Setelah Nona siuman tadi, dia langsung pergi," sahut suster itu lagi. "Oh iya, biaya pengobatan Nona juga sudah dibayar oleh lelaki itu, jadi Nona tinggal pulang saja, tidak perlu pergi ke bagian administarsi."

Rania tertegun. Dia tak menyangka jika lelaki asing yang nada bicaranya dingin itu rupanya sangat baik. Padahal bisa saja dia hanya mengantar Rania ke klinik tanpa harus menunggui sampai siuman, apalagi sampai melunasi biaya tagihannya.

"Baiklah, terima kasih, Suster," ujar Rania kemudian sembari tersenyum tipis.

Setelah suster itu pergi, Rania baru menyadari keberadaan tas tangan dan kantong belanjaan miliknya yang ditaruh di dekat brankar. Isinya masih utuh semua. Rania benar-benar harus berterima kasih dengan benar jika bertemu lagi dengan lelaki yang menolongnya itu, andai mereka bertemu lagi nanti.

Setelah cairan infus habis, Rania diperbolehkan pulang. Dia merasa tubuhnya masih agak lemas, sehingga berpikir untuk meminta Rangga menjemputnya. Toh, sekarang masih jam makan siang, Rangga pasti bisa meninggalkan kantor. Meski hubungan mereka sedang tidak baik, tetap saja suaminya itu akan khawatir jika dirinya sakit, kan?

"Mas, aku sekarang sedang berada di klinik kesehatan. Bisa jemput aku?" tanya Rania begitu ia mendengar Rangga yang menjawab panggilan teleponnya.

"Apa kamu sudah kehabisan cara untuk mencari perhatianku setelah semua tindakan kekanakanmu itu, Rania?" Bukannya bertanya kenapa Rania sampai berada di klinik, Rangga malah mengajukan pertanyaan yang tak terduga.

"Ya?"

"Kamu pikir sekarang aku sedang bersantai, jadi kamu seenaknya meminta aku menjadi sopirmu? Aku ini sedang bekerja, Rania, bukan sedang berleha-leha sepertimu!"

Rania tampak terhenyak dengan mata yang sedikit melebar, tak menyangka akan mendengar kata-kata kasar keluar dari mulut Rangga.

"Tadi kamu bahkan mengatakan pada Windi untuk mentransfer uang. Aku hanya sedikit terlambat memberikan uang, tetapi kamu langsung mempermalukanku di hadapan Windi, seolah aku suami yang tak bertanggung jawab. Apa kamu puas setelah melakukan itu?" cecar Rangga lagi.

"Kamu bicara apa sih, Mas? Aku sama sekali tidak ada maksud begitu. Tadi aku menghubungi kamu, tapi Windi yang menjawab telepon. Dia bilang kalau kalau tidak bisa diganggu, makanya–"

"Sudahlah, Rania! Semakin lama kamu memang semakin mengecewakan! Aku pikir, aku telah menikahi perempuan yang tepat, tetapi nyatanya malah seperti ini. Aku benar-benar tak habis pikir, memangnya apa salahku sampai mendapatkan istri sepertimu!"

"Mas!" Rania ikut menyentak dengan emosional. "Aku hanya minta dijemput karena baru saja mendapatkan perawatan di klinik. kondisi kesehatanku memburuk, tetapi kamu tidak merasa khawatir sama sekali, malah bicara yang tidak-tidak seperti itu. Di mana perasaanmu, Mas?"

"Berhentilah membuatku semakin muak, Rania! Jangan sampai aku berpikir menyesal telah menikahimu!"

Panggilan telepon itu diakhiri sepihak oleh Rangga. Bersamaan dengan itu, ponsel yang digenggam Rania lolos begitu saja dari tangannya, hingga jatuh ke lantai. Beruntung benda tersebut hanya mengalami lecet saja, tidak sampai pecah.

Rania kembali memungut ponselnya miliknya dengan napas yang agak tersengal menahan tangis. Dia sungguh tak menyangka Rangga akan tega mengatakan hal tak berperasaan seperti itu padanya. Benar-benar kejam!

Rania akhirnya meninggalkan klinik dengan menggunakan sebuah taksi, tetapi tujuannya bukan pulang ke rumah, melainkan ke sebuah tempat yang tak lain adalah kediaman sahabat yang cukup lama tak dihubunginya.

"Rania?" Seorang gadis dengan penampilan agak tomboy langsung menyambut kedatangan Rania di rumahnya. Dia terlihat agak terkejut. Selain karena kedatangan Rania yang tiba-tiba, juga karena penampilan Rania saat ini yang tampak kacau.

"Mia ...." Suara Rania serak. Sepanjang perjalanan di taksi tadi dia terus saja menangis, sehingga kini wajahnya juga terlihat sembab.

Gadis bernama Mia itu langsung menyadari jika saat ini Rania tidak sedang baik-baik saja. Dia langsung membawa Rania masuk ke dalam rumah dan memberinya segelas air hangat.

"Minum dulu, Ran," ujar Mia sambil tersenyum tipis.

Rania menerima gelas yang disodorkan oleh Mia dan meneguk isinya beberapa tegukan.

"Surprise sekali rasanya kamu datang ke rumahku. Sudah lama sekali ya kita tidak hang out. Tapi kenapa kamu kusut begini?" tanya Mia.

Rania menunduk, tak tahu harus memulai cerita dari mana. Sebenarnya dia cukup malu dan merasa bersalah pada Mia karena selama ini telah menjaga jarak dengan sahabatnya itu atas permintaan Rangga.

"Bisakah kamu membantu mencarikan pekerjaan untukku, Mi?" Setelah terdiam cukup lama, akhirnya kalimat itulah yang Rania ucapkan.

"Pekerjaan?" Mia tampak sedikit mengerutkan keningnya. "Kenapa tiba-tiba ingin bekerja? Bukankah suamimu mapan? Perusahaannya belakangan cukup berkembang, kan?"

Rania menyeka air matanya yang tiba-tiba jatuh lagi.

"Aku ... rasanya aku ingin bercerai saja, Mi ...."

Bab terkait

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 1

    "Rania, kenalkan ini Windi. Dia sahabatku sejak kecil dan sudah kuanggap seperti saudara." Rangga memperkenalkan seorang wanita asing kepada Riana, istrinya. "Oh, hai ...." Rania terlihat menanggapi sembari tersenyum canggung. Dia menatap ke arah wanita itu tanpa tahu harus bereaksi seperti apa. Sore itu, Rania agak terkejut saat sang suami pulang dengan membawa serta seorang wanita yang tak pernah dia lihat sebelumnya. Rangga dan wanita itu terlihat begitu akrab. Agak janggal rasanya karena yang Rania tahu, Rangga bukanlah tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Bahkan, terhadap istrinya sendiri pun Rangga tak pernah bersikap secair itu. "Halo, Rania. Senang akhirnya bisa bertemu dengan kamu." Wanita bernama Windi itu mengulurkan tangannya. "Saya dan Rangga sudah berteman bahkan sejak kami belum sekolah." "Ah, iya." Mau tak mau Rania pun menyambutnya. "Senang juga bertemu denganmu," sahutnya. "Silakan masuk." Rania akhirnya mempersilakan tamu tak terduga tersebut untu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 2

    "Mas, kita perlu bicara." Rania berucap dengan hati-hati pada Rangga yang hendak bersiap tidur. Nada bicaranya ia buat sehalus mungkin agar enak didengar oleh sang suami. Belakangan Rangga memang sangat gampang tersulut emosi setiap kali Rania mengatakan sesuatu, terutama saat Rania protes tentang sikap Windi. Bukannya mendengarkan keluhan sang istri, Rangga malah menuduh Riana sengaja menjelek-jelekkan Windi karena sudah merasa tak suka dengan kehadiran Windi sejak awal."Besok saja, sekarang aku lelah sekali," sahut Rangga. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu memunggungi Rania.Rania tampak menghela napasnya dengan agak tertahan. Sejak kedatangan Windi, sikap Rangga padanya menjadi semakin dingin saja. Lelaki itu seakan stak memiliki waktu lagi untuk Rania, bahkan hanya untuk sekedar saling mengobrol."Besok kamu pasti akan bilang sibuk, lalu malamnya kamu kembali bilang lelah." Rania akhirnya protes, meski dengan nada yang masih terdengar rendah."Itu karena

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 3

    Setelah Windi menjadi sekretaris Rangga, tingkahnya semakin menjadi. Wanita itu bahkan tak segan melakukan kontak fisik dengan Rangga di hadapan Rania, tetapi justru Rangga tak keberatan dengan hal itu. Bahkan, jika Rania meminta pada Rangga untuk sedikit menjaga jarak dengan Windi, yang ada Rania malah akan mendapatkan kemarahan dari Rangga. Katanya Rania terlalu mengedepankan perasaan dan berpikiran sempit.Tak hanya sampai di sana, selanjutnya Windi bahkan dengan sengaja mengirimkan foto-fotonya bersama Rangga di kantor kepada Rania. Meski tanpa keterangan apapun, tetapi Rania tahu jika Windi ingin memamerkan kedekatannya bersama Rangga. Lalu saat Rania merasa kesal dan meminta penjalasan akan hal itu pada Rangga, Windi pun mulai mengeluarkan jurus andalannya, yaitu berakting polos dengan memasang raut wajah bersalah."Maafin aku, Rania. Aku mengirim foto-foto bersama Rangga di kantor sama sekali bukan bermaksud mau membuat kamu cemburu. Aku hanya mau memperlihatkan kegiatanku bers

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 4

    Riana merasakan kepalanya berat dan pusing saat ia bangkit dari tempat tidur. Jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi, yang artinya saat ini Rangga dan Windi telah berangkat bekerja.Untuk sesaat, Rania termenung. Bahkan suaminya tak berusaha untuk mambangunkan atau memeriksa keadaan dirinya, mengingat bukan kebiasaannya bangun terlambat seperti ini."Apa Mas Rangga benar-benar sudah tidak peduli padaku?" Rania bergumam dengan nada miris.Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Rania pun beranjak dan membersihkan diri di kamar mandi. Setelah berganti pakaian, dia memutuskan untuk berbelanja kebutuhan dapur di toko swalayan yang berada tak jauh dari komplek perumahan tempat tinggalnya. Hari ini memang jadwal Rania berbelanja mingguan, sekaligus belanja bulanan. Akan tetapi, saat memeriksa saldo rekeningnya, rupanya Rangga belum mengirin uang bulanan untuk kebutuhan mereka. Rania tersenyum kecut. Alih-alih merasa bersalah karena telah menampar Rania tempo hari, Rangga justru masih

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27

Bab terbaru

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 5

    Rania meringis tertahan sebelum akhirmya membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit sebuah ruangan yang sangat asing. Seketika dia teringat jika sebelumnya tak sadarkan diri saat berada di sebuah halte bus."Sudah sadar?" Sebuah suara berat dan dingin terdengar di telinga Rania, membuatnya sontak menoleh. Seorang lelaki mengenakan hoddie hitam tampak duduk sambil bersedekap. Riana langsung ingat jika lelaki itu adalah lelaki yang troli belanjaannya tak sengaja ia bawa di swalayan tadi. Sepertinya, lelaki itu yang telah menolongnyaLelaki itu bangkit dari duduknya. "Saya akan memanggil dokter dulu," ujarnya sembari keluar dari ruangan tersebut, tanpa memberikan kesempatan pada Rania untuk mengatakan apapun.Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dengan seorang perawat datang untuk memeriksa kondisi Rania."Asam lambung Anda naik dan sepertinya Anda kurang istirahat," ujar dokter itu setelah menyelesaikan pemeriksaannya.Rania hanya mengangguk. Belakangan dirinya m

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 4

    Riana merasakan kepalanya berat dan pusing saat ia bangkit dari tempat tidur. Jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi, yang artinya saat ini Rangga dan Windi telah berangkat bekerja.Untuk sesaat, Rania termenung. Bahkan suaminya tak berusaha untuk mambangunkan atau memeriksa keadaan dirinya, mengingat bukan kebiasaannya bangun terlambat seperti ini."Apa Mas Rangga benar-benar sudah tidak peduli padaku?" Rania bergumam dengan nada miris.Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Rania pun beranjak dan membersihkan diri di kamar mandi. Setelah berganti pakaian, dia memutuskan untuk berbelanja kebutuhan dapur di toko swalayan yang berada tak jauh dari komplek perumahan tempat tinggalnya. Hari ini memang jadwal Rania berbelanja mingguan, sekaligus belanja bulanan. Akan tetapi, saat memeriksa saldo rekeningnya, rupanya Rangga belum mengirin uang bulanan untuk kebutuhan mereka. Rania tersenyum kecut. Alih-alih merasa bersalah karena telah menampar Rania tempo hari, Rangga justru masih

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 3

    Setelah Windi menjadi sekretaris Rangga, tingkahnya semakin menjadi. Wanita itu bahkan tak segan melakukan kontak fisik dengan Rangga di hadapan Rania, tetapi justru Rangga tak keberatan dengan hal itu. Bahkan, jika Rania meminta pada Rangga untuk sedikit menjaga jarak dengan Windi, yang ada Rania malah akan mendapatkan kemarahan dari Rangga. Katanya Rania terlalu mengedepankan perasaan dan berpikiran sempit.Tak hanya sampai di sana, selanjutnya Windi bahkan dengan sengaja mengirimkan foto-fotonya bersama Rangga di kantor kepada Rania. Meski tanpa keterangan apapun, tetapi Rania tahu jika Windi ingin memamerkan kedekatannya bersama Rangga. Lalu saat Rania merasa kesal dan meminta penjalasan akan hal itu pada Rangga, Windi pun mulai mengeluarkan jurus andalannya, yaitu berakting polos dengan memasang raut wajah bersalah."Maafin aku, Rania. Aku mengirim foto-foto bersama Rangga di kantor sama sekali bukan bermaksud mau membuat kamu cemburu. Aku hanya mau memperlihatkan kegiatanku bers

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 2

    "Mas, kita perlu bicara." Rania berucap dengan hati-hati pada Rangga yang hendak bersiap tidur. Nada bicaranya ia buat sehalus mungkin agar enak didengar oleh sang suami. Belakangan Rangga memang sangat gampang tersulut emosi setiap kali Rania mengatakan sesuatu, terutama saat Rania protes tentang sikap Windi. Bukannya mendengarkan keluhan sang istri, Rangga malah menuduh Riana sengaja menjelek-jelekkan Windi karena sudah merasa tak suka dengan kehadiran Windi sejak awal."Besok saja, sekarang aku lelah sekali," sahut Rangga. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu memunggungi Rania.Rania tampak menghela napasnya dengan agak tertahan. Sejak kedatangan Windi, sikap Rangga padanya menjadi semakin dingin saja. Lelaki itu seakan stak memiliki waktu lagi untuk Rania, bahkan hanya untuk sekedar saling mengobrol."Besok kamu pasti akan bilang sibuk, lalu malamnya kamu kembali bilang lelah." Rania akhirnya protes, meski dengan nada yang masih terdengar rendah."Itu karena

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 1

    "Rania, kenalkan ini Windi. Dia sahabatku sejak kecil dan sudah kuanggap seperti saudara." Rangga memperkenalkan seorang wanita asing kepada Riana, istrinya. "Oh, hai ...." Rania terlihat menanggapi sembari tersenyum canggung. Dia menatap ke arah wanita itu tanpa tahu harus bereaksi seperti apa. Sore itu, Rania agak terkejut saat sang suami pulang dengan membawa serta seorang wanita yang tak pernah dia lihat sebelumnya. Rangga dan wanita itu terlihat begitu akrab. Agak janggal rasanya karena yang Rania tahu, Rangga bukanlah tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Bahkan, terhadap istrinya sendiri pun Rangga tak pernah bersikap secair itu. "Halo, Rania. Senang akhirnya bisa bertemu dengan kamu." Wanita bernama Windi itu mengulurkan tangannya. "Saya dan Rangga sudah berteman bahkan sejak kami belum sekolah." "Ah, iya." Mau tak mau Rania pun menyambutnya. "Senang juga bertemu denganmu," sahutnya. "Silakan masuk." Rania akhirnya mempersilakan tamu tak terduga tersebut untu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status