Share

Mendarat di Pelukan CEO Dingin
Mendarat di Pelukan CEO Dingin
Author: Tiwie Sizo

Bab 1

Author: Tiwie Sizo
last update Last Updated: 2025-02-27 09:11:10

"Rania, kenalkan ini Windi. Dia sahabatku sejak kecil dan sudah kuanggap seperti saudara." Rangga memperkenalkan seorang wanita asing kepada Riana, istrinya.

"Oh, hai ...." Rania terlihat menanggapi sembari tersenyum canggung. Dia menatap ke arah wanita itu tanpa tahu harus bereaksi seperti apa.

Sore itu, Rania agak terkejut saat sang suami pulang dengan membawa serta seorang wanita yang tak pernah dia lihat sebelumnya. Rangga dan wanita itu terlihat begitu akrab. Agak janggal rasanya karena yang Rania tahu, Rangga bukanlah tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Bahkan, terhadap istrinya sendiri pun Rangga tak pernah bersikap secair itu.

"Halo, Rania. Senang akhirnya bisa bertemu dengan kamu." Wanita bernama Windi itu mengulurkan tangannya. "Saya dan Rangga sudah berteman bahkan sejak kami belum sekolah."

"Ah, iya." Mau tak mau Rania pun menyambutnya. "Senang juga bertemu denganmu," sahutnya.

"Silakan masuk." Rania akhirnya mempersilakan tamu tak terduga tersebut untuk masuk ke rumahnya.

"Terima kasih." Windi melenggang masuk, dikuti oleh Rangga. Kedua orang itu kembali mengobrol dengan begitu hangat, sesekali diselingi dengan candaan, membuat Rania yang melihat hal itu hanya bisa mematung dengan raut wajah yang tak dapat dijabarkan.

Rania sedikit tercenung untuk sesaat. Ada perasaan tak nyaman yang saat ini menyusup di hatinya. Apalagi saat kemudian Rangga menghampirinya dan meminta untuk merapikan kamar tamu, sedangkan Windi dia lihat sudah duduk di ruang keluarga.

"Dia mau menginap?" tanya Rania memastikan.

"Iya, makanya cepat rapikan segera kamar tamu, lalu siapkan makan malam. Windi pasti sudah lapar. Dia juga pasti lelah dan harus segera beristirahat." Rangga menyahut, sebelum kemudian berlalu dari hadapan Rania dan kembali bergabung bersama Windi.

Kening Rania tampak mengernyit. Ada yang tak wajar terdengar dari ucapan Rangga barusan. Kenapa lelaki itu seperti sedang memperlakukan dirinya seperti seorang pelayan yang harus memberikan pelayanan terbaik untuk wanita bernama Windi itu?

'Rania, cepatlah! Jangan hanya bengong di sana.' Rangga bahkan mengirimkan pesan singkat pada Rania karena melihat istrinya itu masih berdiri mematung.

Kali ini, Rania akhirnya beranjak dan melakukan apa yang Rangga perintahkan, meskipun hatinya kini diliputi oleh ketidaknyamanan.

"Makan malamnya sudah siap. Mari kita makan," ajak Rania kemudian pada Rangga dan Windi setelah dirinya selesai memasak.

Rangga menoleh sekilas, lalu beralih pada Windi. "Ayo, Win. Kamu pasti sudah lapar sekali. Sejak tadi perutmu sudah bunyi keroncongan."

"Ya ampun, aku jadi tidak enak karena sudah merepotkan kamu dan Rania," sahut Windi.

"Tidak merepotkan sama sekali. Malah aku seneng karena kamu bisa mencicipi masakan istriku." Rangga menyahut. Cara bicaranya terdengar begitu hangat.

Untuk ke sekian kalinya Rania dibuat tertegun dengan sikap yang ditunjukkan Rangga pada Windi. Dia sungguh tak menyangka jika suaminya itu rupanya bisa berbicara selembut itu.

"Mari, Windi. Mumpung masakannya masih hangat," ujar Riana kemudian, berusaha untuk bersikap sewajarnya.

Windi akhirnya beranjak menuju meja makan bersama Rangga, sedangkan Rania menyusul dari belakang. Lagi-lagi, perhatian yang diberikan Rangga pada Windi membuat perasaan Riana menjadi agak tercubit. Rangga bahkan sampai mengambilkan nasi dan lauk ke piring Windi. Sesuatu yang agak berlebihan untuk dilakukan, mengingat hal itu tidak pernah Rangga lakukan pada istrinya.

Demi agar suasana makan malam tetap damai, Rania tak berkomentar apapun. Dia masih berusaha untuk berpikir positif. Akan tetapi, saat makan malam selesai, Riana kembali dibuat terkejut oleh ucapan suaminya.

"Rania, mulai hari ini, Windi akan tinggal di sini. Dia sudah tidak punya keluarga dan juga tempat tinggal, jadi lebih baik dia tinggal bersama kita," ujar Rangga.

"Apa?" Rania tak bisa menutupi keterkejutannya. Bisa-bisanya suaminya itu hendak menempatkan seorang wanita asing di dalam rumah mereka.

"Rangga, sudah aku bilang kalau itu terlalu berlebihan. Biar aku cari kost-kostan saja. Pasti istri kamu tidak nyaman kalau aku tinggal di sini." Windi menyela sambil memperlihatkan raut wajah bersalah.

"Tidak, Win. Aku tidak tenang kalau kamu tinggal di luaran sana. Aku sudah berjanji buat menjaga kamu. Tidak ada tempat paling aman untuk jadi tempat tinggalmu selain rumah ini."

Lagi-lagi Rania dibuat terperangah dengan ucapan sang suami. Bagaimana mungkin hal sebesar ini Rangga putuskan seorang diri, tanpa meminta pendapat dari dirinya terlebih dahulu.

"Mas, maaf, bukannya aku tidak menyukai temanmu, tetapi saudara ipar berlawanan jenis saja tidak boleh tinggal serumah, apalagi hanya teman," ujar Rania tidak setuju.

Mendengar ucapan Rania, Windi tampak menunduk sedih. "Istri kamu benar, Ngga. Tidak baik kalau aku tinggal di sini. Pasti Rania juga merasa tidak nyaman."

"Tidak, bukan seperti itu ...." Rania jadi serba salah karena seolah dirinya tak mau membantu teman sang suami.

"Rania, Windi itu baru saja mendapatkan musibah. Orang tuanya meninggal secara bersamaan karena kecelakaan, dia juga kehilangan semua aset, termasuk tempat tinggalnya. Sekarang ini dia tidak punya siapa-siapa. Windi bukan hanya teman buatku, tetapi kami sudah seperti saudara. Kamu tega kalau saudaraku terlunta-lunta di luaran sana?" Rangga bertanya pada Riana dengan penuh penekanan.

"Sudahlah, Ngga. Tidak apa-apa aku ngekost saja. Sekarang banyak kok kost-kostan yang aman buat perempuan," ujar Windi lagi. "Lagipula, sekarang aku sudah mulai terbiasa kok apa-apa sendiri."

"Tidak, kamu tinggal di sini saja. Rania pasti mengerti keadaanmu."

Rania hendak kembali menolak, tetapi mulutnya seakan terkatup rapat. Lidahnya terasa kelu sehingga tak mampu lagi mendebat.

"Tapi, Ngga ...."

"Mulai sekarang, kamu tinggal di sini." Rangga kembali berujar dengan lebih tegas.

Tak ada yang bisa Rania katakan lagi. Jika Rangga telah memutuskan sesuatu, maka Rania hanya bisa patuh.

Awalnya, Rania tak begitu merasa terganggu dengan kehadiran Windi di rumah mereka, terlebih Rangga selalu mengatakan jika Windi telah dia anggap sebagai saudara sendiri. Akan tetapi, tak butuh waktu lama bagi Rania untuk melihat jika Windi adalah sosok bermuka dua. Wanita itu akan berakting seolah dirinya sangat menderita dan tak berdaya di hadapan Rangga, tetapi mulai menunjukkan taringnya di hadapan Rania. Terakhir kali, wanita itu bahkan telah berani mengakui masakan Rania sebagai masakannya di hadapan Rangga.

"Windi, apa tujuanmu sebenarnya? Kenapa kamu sampai berbohong seperti itu di hadapan Mas Rangga?" Rania akhirnya tak bisa menahan diri lagi. "Apa kamu pikir, aku akan diam saja?"

"Ya sudah, kenapa kamu tidak bilang saja pada Rangga?" Bukannya gentar, Windi malah menantang. "Kita lihat, Rangga bakal lebih percaya padaku atau pada kamu."

Mata Rania sedikit melebar mendengar ucapan Windi barusan. Sekarang ketidaknyamanannya sejak awal pun terjawab. Wanita itu memiliki niat yang tidak baik.

Senyuman miring tersungging di bibir Windi, membuat Rania semakin yakin jika suaminya telah memasukkan seekor ular betina ke dalam rumah mereka.

Related chapters

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 2

    "Mas, kita perlu bicara." Rania berucap dengan hati-hati pada Rangga yang hendak bersiap tidur. Nada bicaranya ia buat sehalus mungkin agar enak didengar oleh sang suami. Belakangan Rangga memang sangat gampang tersulut emosi setiap kali Rania mengatakan sesuatu, terutama saat Rania protes tentang sikap Windi. Bukannya mendengarkan keluhan sang istri, Rangga malah menuduh Riana sengaja menjelek-jelekkan Windi karena sudah merasa tak suka dengan kehadiran Windi sejak awal."Besok saja, sekarang aku lelah sekali," sahut Rangga. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu memunggungi Rania.Rania tampak menghela napasnya dengan agak tertahan. Sejak kedatangan Windi, sikap Rangga padanya menjadi semakin dingin saja. Lelaki itu seakan stak memiliki waktu lagi untuk Rania, bahkan hanya untuk sekedar saling mengobrol."Besok kamu pasti akan bilang sibuk, lalu malamnya kamu kembali bilang lelah." Rania akhirnya protes, meski dengan nada yang masih terdengar rendah."Itu karena

    Last Updated : 2025-02-27
  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 3

    Setelah Windi menjadi sekretaris Rangga, tingkahnya semakin menjadi. Wanita itu bahkan tak segan melakukan kontak fisik dengan Rangga di hadapan Rania, tetapi justru Rangga tak keberatan dengan hal itu. Bahkan, jika Rania meminta pada Rangga untuk sedikit menjaga jarak dengan Windi, yang ada Rania malah akan mendapatkan kemarahan dari Rangga. Katanya Rania terlalu mengedepankan perasaan dan berpikiran sempit.Tak hanya sampai di sana, selanjutnya Windi bahkan dengan sengaja mengirimkan foto-fotonya bersama Rangga di kantor kepada Rania. Meski tanpa keterangan apapun, tetapi Rania tahu jika Windi ingin memamerkan kedekatannya bersama Rangga. Lalu saat Rania merasa kesal dan meminta penjalasan akan hal itu pada Rangga, Windi pun mulai mengeluarkan jurus andalannya, yaitu berakting polos dengan memasang raut wajah bersalah."Maafin aku, Rania. Aku mengirim foto-foto bersama Rangga di kantor sama sekali bukan bermaksud mau membuat kamu cemburu. Aku hanya mau memperlihatkan kegiatanku bers

    Last Updated : 2025-02-27
  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 4

    Riana merasakan kepalanya berat dan pusing saat ia bangkit dari tempat tidur. Jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi, yang artinya saat ini Rangga dan Windi telah berangkat bekerja.Untuk sesaat, Rania termenung. Bahkan suaminya tak berusaha untuk mambangunkan atau memeriksa keadaan dirinya, mengingat bukan kebiasaannya bangun terlambat seperti ini."Apa Mas Rangga benar-benar sudah tidak peduli padaku?" Rania bergumam dengan nada miris.Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Rania pun beranjak dan membersihkan diri di kamar mandi. Setelah berganti pakaian, dia memutuskan untuk berbelanja kebutuhan dapur di toko swalayan yang berada tak jauh dari komplek perumahan tempat tinggalnya. Hari ini memang jadwal Rania berbelanja mingguan, sekaligus belanja bulanan. Akan tetapi, saat memeriksa saldo rekeningnya, rupanya Rangga belum mengirin uang bulanan untuk kebutuhan mereka. Rania tersenyum kecut. Alih-alih merasa bersalah karena telah menampar Rania tempo hari, Rangga justru masih

    Last Updated : 2025-02-27
  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 5

    Rania meringis tertahan sebelum akhirmya membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit sebuah ruangan yang sangat asing. Seketika dia teringat jika sebelumnya tak sadarkan diri saat berada di sebuah halte bus."Sudah sadar?" Sebuah suara berat dan dingin terdengar di telinga Rania, membuatnya sontak menoleh. Seorang lelaki mengenakan hoddie hitam tampak duduk sambil bersedekap. Riana langsung ingat jika lelaki itu adalah lelaki yang troli belanjaannya tak sengaja ia bawa di swalayan tadi. Sepertinya, lelaki itu yang telah menolongnyaLelaki itu bangkit dari duduknya. "Saya akan memanggil dokter dulu," ujarnya sembari keluar dari ruangan tersebut, tanpa memberikan kesempatan pada Rania untuk mengatakan apapun.Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dengan seorang perawat datang untuk memeriksa kondisi Rania."Asam lambung Anda naik dan sepertinya Anda kurang istirahat," ujar dokter itu setelah menyelesaikan pemeriksaannya.Rania hanya mengangguk. Belakangan dirinya m

    Last Updated : 2025-02-27

Latest chapter

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 5

    Rania meringis tertahan sebelum akhirmya membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit sebuah ruangan yang sangat asing. Seketika dia teringat jika sebelumnya tak sadarkan diri saat berada di sebuah halte bus."Sudah sadar?" Sebuah suara berat dan dingin terdengar di telinga Rania, membuatnya sontak menoleh. Seorang lelaki mengenakan hoddie hitam tampak duduk sambil bersedekap. Riana langsung ingat jika lelaki itu adalah lelaki yang troli belanjaannya tak sengaja ia bawa di swalayan tadi. Sepertinya, lelaki itu yang telah menolongnyaLelaki itu bangkit dari duduknya. "Saya akan memanggil dokter dulu," ujarnya sembari keluar dari ruangan tersebut, tanpa memberikan kesempatan pada Rania untuk mengatakan apapun.Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dengan seorang perawat datang untuk memeriksa kondisi Rania."Asam lambung Anda naik dan sepertinya Anda kurang istirahat," ujar dokter itu setelah menyelesaikan pemeriksaannya.Rania hanya mengangguk. Belakangan dirinya m

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 4

    Riana merasakan kepalanya berat dan pusing saat ia bangkit dari tempat tidur. Jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi, yang artinya saat ini Rangga dan Windi telah berangkat bekerja.Untuk sesaat, Rania termenung. Bahkan suaminya tak berusaha untuk mambangunkan atau memeriksa keadaan dirinya, mengingat bukan kebiasaannya bangun terlambat seperti ini."Apa Mas Rangga benar-benar sudah tidak peduli padaku?" Rania bergumam dengan nada miris.Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Rania pun beranjak dan membersihkan diri di kamar mandi. Setelah berganti pakaian, dia memutuskan untuk berbelanja kebutuhan dapur di toko swalayan yang berada tak jauh dari komplek perumahan tempat tinggalnya. Hari ini memang jadwal Rania berbelanja mingguan, sekaligus belanja bulanan. Akan tetapi, saat memeriksa saldo rekeningnya, rupanya Rangga belum mengirin uang bulanan untuk kebutuhan mereka. Rania tersenyum kecut. Alih-alih merasa bersalah karena telah menampar Rania tempo hari, Rangga justru masih

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 3

    Setelah Windi menjadi sekretaris Rangga, tingkahnya semakin menjadi. Wanita itu bahkan tak segan melakukan kontak fisik dengan Rangga di hadapan Rania, tetapi justru Rangga tak keberatan dengan hal itu. Bahkan, jika Rania meminta pada Rangga untuk sedikit menjaga jarak dengan Windi, yang ada Rania malah akan mendapatkan kemarahan dari Rangga. Katanya Rania terlalu mengedepankan perasaan dan berpikiran sempit.Tak hanya sampai di sana, selanjutnya Windi bahkan dengan sengaja mengirimkan foto-fotonya bersama Rangga di kantor kepada Rania. Meski tanpa keterangan apapun, tetapi Rania tahu jika Windi ingin memamerkan kedekatannya bersama Rangga. Lalu saat Rania merasa kesal dan meminta penjalasan akan hal itu pada Rangga, Windi pun mulai mengeluarkan jurus andalannya, yaitu berakting polos dengan memasang raut wajah bersalah."Maafin aku, Rania. Aku mengirim foto-foto bersama Rangga di kantor sama sekali bukan bermaksud mau membuat kamu cemburu. Aku hanya mau memperlihatkan kegiatanku bers

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 2

    "Mas, kita perlu bicara." Rania berucap dengan hati-hati pada Rangga yang hendak bersiap tidur. Nada bicaranya ia buat sehalus mungkin agar enak didengar oleh sang suami. Belakangan Rangga memang sangat gampang tersulut emosi setiap kali Rania mengatakan sesuatu, terutama saat Rania protes tentang sikap Windi. Bukannya mendengarkan keluhan sang istri, Rangga malah menuduh Riana sengaja menjelek-jelekkan Windi karena sudah merasa tak suka dengan kehadiran Windi sejak awal."Besok saja, sekarang aku lelah sekali," sahut Rangga. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu memunggungi Rania.Rania tampak menghela napasnya dengan agak tertahan. Sejak kedatangan Windi, sikap Rangga padanya menjadi semakin dingin saja. Lelaki itu seakan stak memiliki waktu lagi untuk Rania, bahkan hanya untuk sekedar saling mengobrol."Besok kamu pasti akan bilang sibuk, lalu malamnya kamu kembali bilang lelah." Rania akhirnya protes, meski dengan nada yang masih terdengar rendah."Itu karena

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 1

    "Rania, kenalkan ini Windi. Dia sahabatku sejak kecil dan sudah kuanggap seperti saudara." Rangga memperkenalkan seorang wanita asing kepada Riana, istrinya. "Oh, hai ...." Rania terlihat menanggapi sembari tersenyum canggung. Dia menatap ke arah wanita itu tanpa tahu harus bereaksi seperti apa. Sore itu, Rania agak terkejut saat sang suami pulang dengan membawa serta seorang wanita yang tak pernah dia lihat sebelumnya. Rangga dan wanita itu terlihat begitu akrab. Agak janggal rasanya karena yang Rania tahu, Rangga bukanlah tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Bahkan, terhadap istrinya sendiri pun Rangga tak pernah bersikap secair itu. "Halo, Rania. Senang akhirnya bisa bertemu dengan kamu." Wanita bernama Windi itu mengulurkan tangannya. "Saya dan Rangga sudah berteman bahkan sejak kami belum sekolah." "Ah, iya." Mau tak mau Rania pun menyambutnya. "Senang juga bertemu denganmu," sahutnya. "Silakan masuk." Rania akhirnya mempersilakan tamu tak terduga tersebut untu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status