Share

Bab 4

Penulis: Tiwie Sizo
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-27 09:13:15

Riana merasakan kepalanya berat dan pusing saat ia bangkit dari tempat tidur. Jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi, yang artinya saat ini Rangga dan Windi telah berangkat bekerja.

Untuk sesaat, Rania termenung. Bahkan suaminya tak berusaha untuk mambangunkan atau memeriksa keadaan dirinya, mengingat bukan kebiasaannya bangun terlambat seperti ini.

"Apa Mas Rangga benar-benar sudah tidak peduli padaku?" Rania bergumam dengan nada miris.

Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Rania pun beranjak dan membersihkan diri di kamar mandi. Setelah berganti pakaian, dia memutuskan untuk berbelanja kebutuhan dapur di toko swalayan yang berada tak jauh dari komplek perumahan tempat tinggalnya. Hari ini memang jadwal Rania berbelanja mingguan, sekaligus belanja bulanan. Akan tetapi, saat memeriksa saldo rekeningnya, rupanya Rangga belum mengirin uang bulanan untuk kebutuhan mereka.

Rania tersenyum kecut. Alih-alih merasa bersalah karena telah menampar Rania tempo hari, Rangga justru masih marah sampai menahan uang bulanan yang seharusnya sudah dikirim sejak dua hari lalu. Mungkin itu adalah cara Rangga untuk membuat Rania mau meminta maaf pada Windi, tetapi kali ini Rania tak berniat untuk melakukan hal itu.

Beruntung Rania masih memiliki sisa dari uang bulanan sebelumnya, sehingga dirinya masih tetap bisa berbelanja, minimal untuk kebutuhannya sendiri.

Sambil memilih bahan belanjaan, pikiran Rania melayang entah kemana. Dia benar-benar merasa tertekan jika mengingat nasib rumah tangganya yang semakin hari terasa semakin tak jelas. Jika harus mengalah dan membiarkan dirinya terus ditindas oleh Windi agar Rangga merasa senang dan rumah tangganya bertahan, akan sampai kapan dia kuat melakukan hal itu?

"Hei, Nona!"

Suara herdikan seorang lelaki mengejutkan Rania, membuat lamunannya buyar.

"Saya?" Rania menoleh. Tampak seorang lelaki berperawakan tinggi besar dengan jaket hoddie hitam berjalan menghampirinya.

"Kamu membawa troli belanjaan saya," ujar lelaki itu dengan nada dingin.

"Ya?" Rania langsung melihat ke arah troli belanjaan yang didorongnya. Rupanya barang-barang yang ada di dalam troli tersebut bukanlah barang-barang belanjaan yang sebelumnya dia pilih.

"Troli belanjaanmu yang itu," ujar lelaki itu lagi sembari mengambil alih troli belanjaan di hadapan Rania.

"Ah, iya. Maaf." Rania tampak sedikit membungkukkan badannya untuk meminta maaf. Dia merasa kikuk dan malu dengan kecerobohannya itu.

Rania pun langsung beralih pada troli belanjaan miliknya dan memastikan jika belanjaan didalamnya memang benar barang-barang yang dia pilih.

"Lain kali hati-hati, Nona. Masih untung kamu hanya salah mendorong troli belanjaan. Bagaimana kalau kamu salah menggadeng lelaki, kamu kira pasanganmu padahal bukan," ujar lelaki itu lagi masih dengan nada dingin seperti sebelumnya.

"Hah?" Rania sedikit melongo mendengar ucapan lelaki itu. Sedangkan yang bersangkutan sendiri telah berlalu dari hadapan Rania.

Setelah lelaki tadi menghilang dari pandangannya, barulah Rania kembali memilih barang belanjaan yang akan ia beli. Entah mungkin karena sambil melamun, tanpa dia sadari troli miliknya telah penuh.

Saat mengantri di kasir, Rania merasa khawatir jika sisa uang belanja yang ia miliki tak akan cukup untuk membayar semua belanjaannya. Dia pun lalu menyingkir sejenak dari antrian dan mengeluarkan ponselnya. Mengabaikan perselisihan antara dirinya dan Rangga, Rania menelepon suaminya itu. Dia hendak meminta Rangga mengirimkan uang ke saldo rekeningnya. Mengingat Rangga tak pernah memberikannya fasilitas kartu kredit, maka Rania tak bisa apa-apa jika lelaki itu tak memberikan uang.

"Halo." Suara perempuan langsung menyambut panggilan Rania. Suara menyebalkan milik Windi yang kini sangat familiar di telinga Rania.

"Kenapa kamu yang menjawab panggilanku? Di mana Mas Rangga?" tanya Rania. Sebisa mungkin dia menahan agar nada bicaranya tak terdengar kasar. Dia butuh uang dari Rangga dan akan kacau kalau Windi sampai membuat drama kembali.

"Rangga sedang meeting bersama klien," sahut Windi.

"Lalu kenapa ponselnya ada padamu?" tanya Rania lagi.

"Kamu lupa kalau sekarang aku sekretaris pribadinya Rangga?" Windi balik bertanya. Ada nada mengejek dari ucapannya barusan, seolah posisinya sebagai sekretaris pribadi lebih tinggi ketimbang posisi Rania sebagai istri.

Rania membuang napas kasar. Sekarang bukan saatnya berdebat dengan Windi meski dia merasa kesal.

"Tolong berikan ponselnya kepada Mas Rangga. Aku mau bicara penting," pinta Riana.

"Sudah kubilang Rangga sedang meeting bersama klien. Tidak bisa diganggu."

"Tapi ini penting, Windi."

"Katakan saja padaku, nanti akan aku sampaikan pada Rangga," sahut Windi.

Riana kembali membuang napas kasar. Yang benar saja, masa dia harus bilang pada Windi jika dia mau minta uang pada Rangga sekarang.

"Kalau tidak mau ya sudah. Aku tutup teleponnya," ujar Windi seolah sedang mengancam.

"Tunggu!" Riana tak punya pilihan. Belanjaanya harus segera dibayar.

"Tolong sampaikan pada Mas Rangga untuk segera mentransfer uang belanja. Aku membutuhkannya sekarang juga," ujar Riana kemudian.

Tak ada jawaban dari Windi, tetapi beberapa saat kemudian terdengar wanita itu tertawa terbahak-bahak. Tentu saja kening Riana langsung mengernyit dibuatnya.

"Ya ampun, Riana. Aku pikir hal penting apa. Sudahlah, tidak perlu mengatakannya pada Rangga. Kirim saja nomor rekeningmu padaku. Aku akan mengirim uangnya," ujar Windi setelah puas tertawa.

"Kasihan sekali Rangga, dia sudah capek dan pusing memikirkan banyak hal selain pekerjaan, eh malah harus memikirkan hal receh juga. Ya makanya, kita sebagai perempuan itu mestinya juga harus pandai menghasilkan uang, bukan hanya bisa menadahkan tangan pada suami. Kalau suami sedang lupa memberikan uang belanja, jadinya tidak bingung sendiri. Haduh, jaman sekarang ternyata masih ada perempuan yang tidak mandiri." Windi kembali menambahkan.

Riana terkesiap mendengar ucapan Windi. Harga dirinya benar-benar terhempas hingga hancur tak bersisa. Baginya sangat wajar jika seorang istri bergantung pada suami sepenuhnya, tetapi kenapa Windi membuatnya seolah hal tersebut sangatlah hina?

Tanpa mengatakan apapun lagi, Rania mengakhiri panggilan teleponnya. Dia mendorong troli kembali ke arah rak-rak barang, lalu mengembalikan sebagian barang yang sebelumnya sudah dia ambil. menyisakan beberapa barang saja yang sekiranya bisa dia bayar.

Setelah selesai melakukan transaksi, Rania memilih untuk duduk di sebuah bangku halte, tanpa berniat untuk masuk ke dalam setiap bus yang berhenti. Kata-kata Windi tadi terus saja terngiang di telinganya, membuat dadanya bergemuruh hebat dan kepalanya menjadi berat. Apa yang Windi ucapkan tadi membuat Rania merasa dirinya tak memiliki arti lagi. Untuk pertama kalinya dalam hidup, Rania menjadi rendah diri dan merasa putus asa.

"Kenapa aku menjadi seperti ini?" gumam Rania dengan suara yang agak bergetar. "Memangnya siapa dia, berani berbicara seperti itu padaku? Apa masalahnya jika istri bergantung pada suaminya sendiri?"

Tanpa terasa air mata Rania kembali menggenang dan tumpah di sudut matanya. Dadanya semakin terasa sesak tatkala teringat pada perlakuan Rangga akhir-akhir ini padanya.

Puas menangis, Rania menyeka air matanya dan bangkit. Tetapi, tiba-tiba saja dia merasa pusing dan pandangannya berputar. Detik berikutnya, ia merasakan sekelilingnya menjadi gelap.

"Hei, Nona!" Sebelum benar-benar hilang kesadaran, Riana masih sempat melihat seorang lelaki berlari ke arahnya.

Bab terkait

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 5

    Rania meringis tertahan sebelum akhirmya membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit sebuah ruangan yang sangat asing. Seketika dia teringat jika sebelumnya tak sadarkan diri saat berada di sebuah halte bus."Sudah sadar?" Sebuah suara berat dan dingin terdengar di telinga Rania, membuatnya sontak menoleh. Seorang lelaki mengenakan hoddie hitam tampak duduk sambil bersedekap. Riana langsung ingat jika lelaki itu adalah lelaki yang troli belanjaannya tak sengaja ia bawa di swalayan tadi. Sepertinya, lelaki itu yang telah menolongnyaLelaki itu bangkit dari duduknya. "Saya akan memanggil dokter dulu," ujarnya sembari keluar dari ruangan tersebut, tanpa memberikan kesempatan pada Rania untuk mengatakan apapun.Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dengan seorang perawat datang untuk memeriksa kondisi Rania."Asam lambung Anda naik dan sepertinya Anda kurang istirahat," ujar dokter itu setelah menyelesaikan pemeriksaannya.Rania hanya mengangguk. Belakangan dirinya m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 1

    "Rania, kenalkan ini Windi. Dia sahabatku sejak kecil dan sudah kuanggap seperti saudara." Rangga memperkenalkan seorang wanita asing kepada Riana, istrinya. "Oh, hai ...." Rania terlihat menanggapi sembari tersenyum canggung. Dia menatap ke arah wanita itu tanpa tahu harus bereaksi seperti apa. Sore itu, Rania agak terkejut saat sang suami pulang dengan membawa serta seorang wanita yang tak pernah dia lihat sebelumnya. Rangga dan wanita itu terlihat begitu akrab. Agak janggal rasanya karena yang Rania tahu, Rangga bukanlah tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Bahkan, terhadap istrinya sendiri pun Rangga tak pernah bersikap secair itu. "Halo, Rania. Senang akhirnya bisa bertemu dengan kamu." Wanita bernama Windi itu mengulurkan tangannya. "Saya dan Rangga sudah berteman bahkan sejak kami belum sekolah." "Ah, iya." Mau tak mau Rania pun menyambutnya. "Senang juga bertemu denganmu," sahutnya. "Silakan masuk." Rania akhirnya mempersilakan tamu tak terduga tersebut untu

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 2

    "Mas, kita perlu bicara." Rania berucap dengan hati-hati pada Rangga yang hendak bersiap tidur. Nada bicaranya ia buat sehalus mungkin agar enak didengar oleh sang suami. Belakangan Rangga memang sangat gampang tersulut emosi setiap kali Rania mengatakan sesuatu, terutama saat Rania protes tentang sikap Windi. Bukannya mendengarkan keluhan sang istri, Rangga malah menuduh Riana sengaja menjelek-jelekkan Windi karena sudah merasa tak suka dengan kehadiran Windi sejak awal."Besok saja, sekarang aku lelah sekali," sahut Rangga. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu memunggungi Rania.Rania tampak menghela napasnya dengan agak tertahan. Sejak kedatangan Windi, sikap Rangga padanya menjadi semakin dingin saja. Lelaki itu seakan stak memiliki waktu lagi untuk Rania, bahkan hanya untuk sekedar saling mengobrol."Besok kamu pasti akan bilang sibuk, lalu malamnya kamu kembali bilang lelah." Rania akhirnya protes, meski dengan nada yang masih terdengar rendah."Itu karena

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27
  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 3

    Setelah Windi menjadi sekretaris Rangga, tingkahnya semakin menjadi. Wanita itu bahkan tak segan melakukan kontak fisik dengan Rangga di hadapan Rania, tetapi justru Rangga tak keberatan dengan hal itu. Bahkan, jika Rania meminta pada Rangga untuk sedikit menjaga jarak dengan Windi, yang ada Rania malah akan mendapatkan kemarahan dari Rangga. Katanya Rania terlalu mengedepankan perasaan dan berpikiran sempit.Tak hanya sampai di sana, selanjutnya Windi bahkan dengan sengaja mengirimkan foto-fotonya bersama Rangga di kantor kepada Rania. Meski tanpa keterangan apapun, tetapi Rania tahu jika Windi ingin memamerkan kedekatannya bersama Rangga. Lalu saat Rania merasa kesal dan meminta penjalasan akan hal itu pada Rangga, Windi pun mulai mengeluarkan jurus andalannya, yaitu berakting polos dengan memasang raut wajah bersalah."Maafin aku, Rania. Aku mengirim foto-foto bersama Rangga di kantor sama sekali bukan bermaksud mau membuat kamu cemburu. Aku hanya mau memperlihatkan kegiatanku bers

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-27

Bab terbaru

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 5

    Rania meringis tertahan sebelum akhirmya membuka mata. Hal pertama yang dia lihat adalah langit-langit sebuah ruangan yang sangat asing. Seketika dia teringat jika sebelumnya tak sadarkan diri saat berada di sebuah halte bus."Sudah sadar?" Sebuah suara berat dan dingin terdengar di telinga Rania, membuatnya sontak menoleh. Seorang lelaki mengenakan hoddie hitam tampak duduk sambil bersedekap. Riana langsung ingat jika lelaki itu adalah lelaki yang troli belanjaannya tak sengaja ia bawa di swalayan tadi. Sepertinya, lelaki itu yang telah menolongnyaLelaki itu bangkit dari duduknya. "Saya akan memanggil dokter dulu," ujarnya sembari keluar dari ruangan tersebut, tanpa memberikan kesempatan pada Rania untuk mengatakan apapun.Tak lama kemudian, seorang dokter bersama dengan seorang perawat datang untuk memeriksa kondisi Rania."Asam lambung Anda naik dan sepertinya Anda kurang istirahat," ujar dokter itu setelah menyelesaikan pemeriksaannya.Rania hanya mengangguk. Belakangan dirinya m

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 4

    Riana merasakan kepalanya berat dan pusing saat ia bangkit dari tempat tidur. Jam sudah menunjukan pukul sembilan pagi, yang artinya saat ini Rangga dan Windi telah berangkat bekerja.Untuk sesaat, Rania termenung. Bahkan suaminya tak berusaha untuk mambangunkan atau memeriksa keadaan dirinya, mengingat bukan kebiasaannya bangun terlambat seperti ini."Apa Mas Rangga benar-benar sudah tidak peduli padaku?" Rania bergumam dengan nada miris.Tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, Rania pun beranjak dan membersihkan diri di kamar mandi. Setelah berganti pakaian, dia memutuskan untuk berbelanja kebutuhan dapur di toko swalayan yang berada tak jauh dari komplek perumahan tempat tinggalnya. Hari ini memang jadwal Rania berbelanja mingguan, sekaligus belanja bulanan. Akan tetapi, saat memeriksa saldo rekeningnya, rupanya Rangga belum mengirin uang bulanan untuk kebutuhan mereka. Rania tersenyum kecut. Alih-alih merasa bersalah karena telah menampar Rania tempo hari, Rangga justru masih

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 3

    Setelah Windi menjadi sekretaris Rangga, tingkahnya semakin menjadi. Wanita itu bahkan tak segan melakukan kontak fisik dengan Rangga di hadapan Rania, tetapi justru Rangga tak keberatan dengan hal itu. Bahkan, jika Rania meminta pada Rangga untuk sedikit menjaga jarak dengan Windi, yang ada Rania malah akan mendapatkan kemarahan dari Rangga. Katanya Rania terlalu mengedepankan perasaan dan berpikiran sempit.Tak hanya sampai di sana, selanjutnya Windi bahkan dengan sengaja mengirimkan foto-fotonya bersama Rangga di kantor kepada Rania. Meski tanpa keterangan apapun, tetapi Rania tahu jika Windi ingin memamerkan kedekatannya bersama Rangga. Lalu saat Rania merasa kesal dan meminta penjalasan akan hal itu pada Rangga, Windi pun mulai mengeluarkan jurus andalannya, yaitu berakting polos dengan memasang raut wajah bersalah."Maafin aku, Rania. Aku mengirim foto-foto bersama Rangga di kantor sama sekali bukan bermaksud mau membuat kamu cemburu. Aku hanya mau memperlihatkan kegiatanku bers

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 2

    "Mas, kita perlu bicara." Rania berucap dengan hati-hati pada Rangga yang hendak bersiap tidur. Nada bicaranya ia buat sehalus mungkin agar enak didengar oleh sang suami. Belakangan Rangga memang sangat gampang tersulut emosi setiap kali Rania mengatakan sesuatu, terutama saat Rania protes tentang sikap Windi. Bukannya mendengarkan keluhan sang istri, Rangga malah menuduh Riana sengaja menjelek-jelekkan Windi karena sudah merasa tak suka dengan kehadiran Windi sejak awal."Besok saja, sekarang aku lelah sekali," sahut Rangga. Lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, lalu memunggungi Rania.Rania tampak menghela napasnya dengan agak tertahan. Sejak kedatangan Windi, sikap Rangga padanya menjadi semakin dingin saja. Lelaki itu seakan stak memiliki waktu lagi untuk Rania, bahkan hanya untuk sekedar saling mengobrol."Besok kamu pasti akan bilang sibuk, lalu malamnya kamu kembali bilang lelah." Rania akhirnya protes, meski dengan nada yang masih terdengar rendah."Itu karena

  • Mendarat di Pelukan CEO Dingin    Bab 1

    "Rania, kenalkan ini Windi. Dia sahabatku sejak kecil dan sudah kuanggap seperti saudara." Rangga memperkenalkan seorang wanita asing kepada Riana, istrinya. "Oh, hai ...." Rania terlihat menanggapi sembari tersenyum canggung. Dia menatap ke arah wanita itu tanpa tahu harus bereaksi seperti apa. Sore itu, Rania agak terkejut saat sang suami pulang dengan membawa serta seorang wanita yang tak pernah dia lihat sebelumnya. Rangga dan wanita itu terlihat begitu akrab. Agak janggal rasanya karena yang Rania tahu, Rangga bukanlah tipe orang yang mudah akrab dengan orang lain. Bahkan, terhadap istrinya sendiri pun Rangga tak pernah bersikap secair itu. "Halo, Rania. Senang akhirnya bisa bertemu dengan kamu." Wanita bernama Windi itu mengulurkan tangannya. "Saya dan Rangga sudah berteman bahkan sejak kami belum sekolah." "Ah, iya." Mau tak mau Rania pun menyambutnya. "Senang juga bertemu denganmu," sahutnya. "Silakan masuk." Rania akhirnya mempersilakan tamu tak terduga tersebut untu

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status