Dua bulan sudah Sasya koma
dan entah kapan akan sadar. Dalam dua bulan itu, banyak hal yang dilewatkan oleh Sasya. Mulai dari reuni SMPnya, berkemahdengan teman-temannya, termasuk ujian kenaikan kelas.Hari ini, hari pertama MOS di SMA Cakrawala, sekolah baru bagi seorang gadis mungil, setelah ia lulus dari masa SMP yang terasa bucin bucin tolol yang membosankan level tiga itu.
SMA Cakrawala sendiri adalah sekolah yang sangat amat bagus. Tak sedikit orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk sekolah di Cakrawala. Dengan alasan sudah banyak siswa siswi berbakat yang lulus dari sekolah ini termasuk fasilitas yang juga sangat memadai.
Berhubung dengan kata MOS, semua anak baru diperintahkan untuk berbaris di lapangan yang lumayan luas. Satu per satu anak osis memperkenalkan diri mulai dari nama, kelas, dan jabatannya di organisasi tersebut.
"Untuk adik-adik kami murid baru, Saya Dimas, sebagai ketua osis di SMA Cakrawala ini akan menyampaikan beberapa hal yang harus kalian lakukan selama tiga hari masa orientasi."
Terik matahari menyengat permukaan kulit gadis mungil itu. Megatha Ziverlodie, gadis yang kerap disapa Atha, gadis yang dikenal banyak kalangan dengan kata Badgirl dan perusahaan mamanya yang bercabang di mana-mana, begitu juga dengan sang papa, dokter yang sudah memiliki rumah sakit dengan namanya sendiri.
Hampir dua jam Atha di sekolah ini, dan jangan berpikir bahwa Atha sudah mempunyai teman. Atha adalah tipe gadis yang tidak suka menyapa duluan, selama tidak ada sapaan Atha hanya perlu diam.
Sekarang, semua siswa-siswi baru disuruh mencari tanda tangan semua anggota osis. Bukankah itu sebuah petaka bagi seorang Megatha?
Tatapan dari deretan murid yang sedang berada di koridor menatap Atha dengan kagum. Seorang gadis cantik bening bak bidadari itu berjalan menuju dimana kelas sebelas ipa dua berada, guna meminta tanda tangan dari beberapa anggota osis lain.
Kakinya melangkah memasuki kelas yang dituju, semua mata seakan terhipnotis dengan satu makhluk yang baru saja memasuki kelas tersebut.
"Permisi, di kelas ini ada yang anak osis nggak?" tanya Atha.
"Eh ada kak, itu orang nya," jawabnya menunjuk laki-laki yang tengah tertawa dengan teman-temannya. Atha tersenyum pada wanita yang menjawabnya barusan, lalu melangkah menemui senior dengan notabe osis itu.
"Permisi, kak," sapa Atha, karena dia anak osis tidak apa sopan sedikit, begitulah pemikiran Atha. Dengan sesaat semua laki-laki yang berkerumun itu melihat Atha dengan tajam.
"Kakak anggota osis, bukan?"
"Iya. Kenapa?" sahut salah satu di antara mereka yang duduk di tengah.
"Mau minta tanda tangan." Atha menyodorkan kertas yang perlu satu tanda tangan lagi, dan itu dia.
"Sefamous itu ya gue sekarang? cewek cantik lagi yang nge fans sama gue," ucapnya sambil terkekeh menatap Atha dan teman-temannya bergantian.
"Gue kasih tanda tangan gue, asalkan lo jadi pacar gue!"
Anak-anak yang lain malah tertawa dan bersorak-sorak tak jelas. Meneriaki kata terima, tak sedikit di antara mereka yang merasa jijik dengan sikap laki-laki tersebut.
"Ogah! Mending gue jadian sama sapi!"
"Wah wah ngajak berantem?"
"Baru pulang dimarahin, ngajak berantem?" sahut salah satu teman pria itu.
Senior osis itu berdiri melangkahkan kakinya dan menyudutkan Atha di sudut depan kelas. Anak gengnya juga tidak tinggal diam, mereka juga ikut mengelilingi Atha.
"Lo bilang apa tadi? Mending lo jadian sama sapi? Lo nggak lihat di depan lo udah ganteng gini? Kaya, famous, anak motor."
"Lo kirain gue cewek matre yang gila harta? Gue juga kaya, gue juga famous, dan gue juga anak motor tapi gue nggak pernah umbar-umbar cuman buat dapetin seseorang. Cuih norak tahu nggak!"
Bukan Megatha Ziverlodie namanya jika menunduk dan merasa takut ketika berhadapan dengan seseorang.
"Wah, besar juga nyali lo," ujarnya sambil bertepuk tangan.
Laki-laki itu maju beberapa langkah, dua langkah lagi, dia benar-benar ada di depan Atha dengan tanpa batas sedikit pun.
"Mau lo apa hah?!" Atha berucap lantang, Atha bukanlah gadis penakut atau bahkan teriak-teriak tidak jelas minta tolong kepada laki-laki selayaknya gadis yang lain.
"Mau gue? Lo minta maaf sujud di kaki gue, terus lo jadi cewek gue! just simple right," ujarnya dengan senyum miring yang mana membuat Atha ingin muntah.
"Minta maaf? Emang gue salah apa?Gak sopan sama senior? Ya bodo amat. Lagian siapa juga yang bisa sopan sama senior banci kaya lo! Terus gue harus jadi cewek lo? Semurahan itu ya lo? Gak dapet cewek ya? haha udah gue bilang bagus gue jadian sama kecoa yang ada dibawah kasur gue dari pada sama sampah kaya lo!"
"Jaga mulut lo!" bentak pria di depan Atha, tangannya melayang dan hendak menampar Atha. Beruntung ada tangan lain yang menahan tangan itu."Harus cewek?"Dengan emosi ia menghempaskan tangan yang menahan tangannya barusan."Urusan lo apa?""Jaga image lo sebagai cowok!"Tak sengaja Atha melihat name tag nya, Alvantheo Secolf , sebelas ipa dua, lalu matanya juga ikut menatap name tag yang melekat di depan dada baju dinas pria yang baru saja hendak menampar dirinya."Oh nama lo daki? Jadi karena itu lo suruh gue sujud-sujud? Bersihin daki yang ada di kaki lo? Ogah yah," sewot Atha sembari memasang wajah jijik menatap Dhika, nama pria yang hendak menampar Atha adalah Dhika."Ngapain lo
Alvan berbicara dengan Dewi, entah apa yang mereka bicarakan. Yang Atha lihat hanya tatapan kesal dari gadis bernama Dewi, gadis itu manatap Atha tak suka."Sini kertas lo! Makanya ngomong dari tadi!" "Emang gue bilang apa tadi? Gue bilang gue mau ngasih kertas ini! Lo aja yang marah-marah! " "Gue udah berusaha sabar ya gak usah cari masalah sama gue!" "Makanya korek tuh telinga lo pake garpu! Biar gak budeg!" "Mulut lo tuh lem pakai lakban!" Dewi salah orang. Jika dia mancari masalahdengan- ralat, lebih tepatnya jika dia bermasalah dengan yang namanya Megatha Ziverlodie, masalah nya tidak akan selesai secepat itu."Udah 'kan? Gue pergi," kata Alva
Atha sangat hobby dengan yang namanya bunga. Belakang, depan, samping kanan atau kiri, bahkan atap atau balkon rumahnya di isi dengan bunga yang bervariasi. Jadi jangan tanya, apa Atha bisa membentuk bunga pangkas dengan benar. Jauh dari kata benar, bahkan sangat sempurna.Atha membentuk bunga tersebut berbentuk doll bear atau boneka beruang. Dengan setiap lekukan dan bentuk yang sangat detail. Mulai dari mata, hidung, telinga, bahkan gigi kecil yang memperlihatkan beruang tersebut tengah tersenyum."Pa, Ada gunting yang lebih kecil?""Ada sayang." Dehan, papa Atha, mencari small scissor yang diminta Atha barusan. "Nih.""Ini gigi beruangnya kebesaran sebelah nih." dengan telaten Atha membenarkan gigi beruang. "Nah selesai.""Wah bagus banget, Tha, anak papa pinter banget ya, pantes papa gak niat cari anak baru." Atha hanya mendelik sinis mendengar ucapan sang ayah perihal anak baru."Tadi papa lihat Atha di rumah sakit sama cowok, cowok Atha
"Apa hak lo ketawa?" tanya Devin dengan tatapan menusuk tepat ke manik mata Anjela dan tangan yang disilangkan di depan dada."Ter-" belum lagi Anjela membalas, Devin sudah menikungnya. "Gue Devin, dia Varon, dia Tasya dan dia Alvan. Aku bukan bonekamu ... dengan seenak maumu ... bisa kau suruh suruh ...." oceh Devin dengan nadanya. "Punya dosa apa kak Alvan sampai punya teman kaya lo" timpal Atha bosan dengan pandangan di depannya. "Gue Anjela." Merasa tak diindahkan, Anjela menarik kembali tangannya yang sempat ia ulurkan ke arah Devin. "Jadi kak Alvan, ini sahabat Atha dari jaman bahorok,dari Atha masih jadi jabang bayi. Namanya Anjela, Anjela Eiril," ujar Atha memperkenalkan wanita disampingnya. "Urusan nya?" "Anjela masih sekolah, jadi belum punya urusan sama kaya Atha," ja
Semua gelap, tanpa ada setitik cahaya pun yang terlihat oleh mata. Angin sepoi-sepoi yang menerbangkan beberapa helai rambut gadis cantik ini dan pria bertubuh tegap yang ada disampingnya. Indahnya langit malam yang menemani kedua insan tersebut seakan mendukung niat seorang kaum adam yang ada di sana."Al, kita dimana sih? Ngapain lagi tutup tutup mata gini?"Alvan Secolf, pria yang memiliki tubuh tinggi tegap semampai, mata hazel kebiruan yang tajam, rambut hitam pekat, menatap intens gadis disampingnya yang sedari tadi melontarkan pertanyaan yang sama berulang-ulang."Buka aja, Sya!"Nama gadis itu adalah Sasya, gadis yang memiliki rambut panjang agak pirang dan mata kecoklatan itu membuka penutup matanya lalu mengerjap-erjap kan matanya beberapa kali."Wow! Cantik banget! Aku suka, ngapain kamu bawa aku ke sini?" tanya Sasya memandangi bulan yang dikelilingi oleh bintang-bintang kecil
"TABRAK LARI TOLONG!" teriak wanita yang ditolong oleh Sasya. Dalam sesaat kemudian semuanya benar-benar gelap. Orang-orang berkerumun mendapati keadaan Sasya yang terkapar dengan darah yang mengalir dari pelipis serta belakang kepalanya yang juga mengeluarkan darah segar dengan banyak. "Sasya! Ka─kamu bangun Sasya," lirih Alvan. Mata Alvan merah menahan emosi dan gejolak tak jelas didadanya. "Ma─maaf. A─aku minta maaf. Aku nggak tau kenapa bisa gitu. A─aku cuma mau nyebrang ta─tapi dia─dia─" "DIAM!" teriak Alvan emosi, emosi Alvan kini berada diubun-ubun. Ia menatap gadis itu dengan tatapan tajam penuh kebencian. Ah tidak, Alvan tidak membenci gadis itu, Ini hanya sebuah kecelakaan. "Maaf," ucap gadis itu lagi. Air mata mulai bercucuran melewati pipinya. Gadis itu berdiri dan berlari entah kemana, langit menggelap, sahabat nya akan datang, Hujan. Sasya dilarikan kerumah sakit terd
Suara cempreng tapi cukup membuat orang orang disekitarnya bahagia. Suara itu adalah milik laki laki bertubuh tegap tinggi dengan ketampanan yang tak kalah saing dari yang lain, Varon Septiaway. "Ngawur lo!" Seperti biasa, ketiga orang bersahabat itu tertawa dan dua orang diantaranya memukul kepala Varon. "Sakit woi!" "Siapa suruh stres,"ujar Devin, Devin Alfreza Agitama, sahabat karib Alvan, menoyor kepala Varon. "Eh, tapi gue serius da-" Belum selesai Varon mengucapkan kata-kata mutiaranya, lagi-lagi Devin menoyor kepala Varon. "Sejak kapan kamu bisa serius mas," ucap Devin dengan gelagat menjijik kannya. "Diem kenapa! Gue satein juga lo lama lama! Al, lo kenapa sih? galau mulu dah," tanya Varon pada Alvan yang seja
"Apa hak lo ketawa?" tanya Devin dengan tatapan menusuk tepat ke manik mata Anjela dan tangan yang disilangkan di depan dada."Ter-" belum lagi Anjela membalas, Devin sudah menikungnya. "Gue Devin, dia Varon, dia Tasya dan dia Alvan. Aku bukan bonekamu ... dengan seenak maumu ... bisa kau suruh suruh ...." oceh Devin dengan nadanya. "Punya dosa apa kak Alvan sampai punya teman kaya lo" timpal Atha bosan dengan pandangan di depannya. "Gue Anjela." Merasa tak diindahkan, Anjela menarik kembali tangannya yang sempat ia ulurkan ke arah Devin. "Jadi kak Alvan, ini sahabat Atha dari jaman bahorok,dari Atha masih jadi jabang bayi. Namanya Anjela, Anjela Eiril," ujar Atha memperkenalkan wanita disampingnya. "Urusan nya?" "Anjela masih sekolah, jadi belum punya urusan sama kaya Atha," ja
Atha sangat hobby dengan yang namanya bunga. Belakang, depan, samping kanan atau kiri, bahkan atap atau balkon rumahnya di isi dengan bunga yang bervariasi. Jadi jangan tanya, apa Atha bisa membentuk bunga pangkas dengan benar. Jauh dari kata benar, bahkan sangat sempurna.Atha membentuk bunga tersebut berbentuk doll bear atau boneka beruang. Dengan setiap lekukan dan bentuk yang sangat detail. Mulai dari mata, hidung, telinga, bahkan gigi kecil yang memperlihatkan beruang tersebut tengah tersenyum."Pa, Ada gunting yang lebih kecil?""Ada sayang." Dehan, papa Atha, mencari small scissor yang diminta Atha barusan. "Nih.""Ini gigi beruangnya kebesaran sebelah nih." dengan telaten Atha membenarkan gigi beruang. "Nah selesai.""Wah bagus banget, Tha, anak papa pinter banget ya, pantes papa gak niat cari anak baru." Atha hanya mendelik sinis mendengar ucapan sang ayah perihal anak baru."Tadi papa lihat Atha di rumah sakit sama cowok, cowok Atha
Alvan berbicara dengan Dewi, entah apa yang mereka bicarakan. Yang Atha lihat hanya tatapan kesal dari gadis bernama Dewi, gadis itu manatap Atha tak suka."Sini kertas lo! Makanya ngomong dari tadi!" "Emang gue bilang apa tadi? Gue bilang gue mau ngasih kertas ini! Lo aja yang marah-marah! " "Gue udah berusaha sabar ya gak usah cari masalah sama gue!" "Makanya korek tuh telinga lo pake garpu! Biar gak budeg!" "Mulut lo tuh lem pakai lakban!" Dewi salah orang. Jika dia mancari masalahdengan- ralat, lebih tepatnya jika dia bermasalah dengan yang namanya Megatha Ziverlodie, masalah nya tidak akan selesai secepat itu."Udah 'kan? Gue pergi," kata Alva
"Jaga mulut lo!" bentak pria di depan Atha, tangannya melayang dan hendak menampar Atha. Beruntung ada tangan lain yang menahan tangan itu."Harus cewek?"Dengan emosi ia menghempaskan tangan yang menahan tangannya barusan."Urusan lo apa?""Jaga image lo sebagai cowok!"Tak sengaja Atha melihat name tag nya, Alvantheo Secolf , sebelas ipa dua, lalu matanya juga ikut menatap name tag yang melekat di depan dada baju dinas pria yang baru saja hendak menampar dirinya."Oh nama lo daki? Jadi karena itu lo suruh gue sujud-sujud? Bersihin daki yang ada di kaki lo? Ogah yah," sewot Atha sembari memasang wajah jijik menatap Dhika, nama pria yang hendak menampar Atha adalah Dhika."Ngapain lo
Dua bulan sudah Sasya komadan entah kapan akan sadar. Dalam dua bulan itu,banyak hal yang dilewatkan oleh Sasya. Mulai dari reuni SMPnya, berkemahdengan teman-temannya, termasuk ujian kenaikan kelas.Hari ini,hari pertama MOS di SMA Cakrawala, sekolah baru bagi seorang gadis mungil, setelah ia lulus dari masa SMP yang terasa bucin bucin tolol yang membosankan level tiga itu.SMA Cakrawala sendiri adalah sekolah yang sangat amat bagus. Tak sedikit orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk sekolah di Cakrawala. Dengan alasan sudah banyak siswa siswi berbakat yang lulus dari sekolah ini termasuk fasilitas yang juga sangat memadai.Berhubung dengan kata MOS, semua anak baru diperintahkan untuk berbaris di lapangan yang lumayan luas. Satu per satu anak osis memperkenalkan d
Suara cempreng tapi cukup membuat orang orang disekitarnya bahagia. Suara itu adalah milik laki laki bertubuh tegap tinggi dengan ketampanan yang tak kalah saing dari yang lain, Varon Septiaway. "Ngawur lo!" Seperti biasa, ketiga orang bersahabat itu tertawa dan dua orang diantaranya memukul kepala Varon. "Sakit woi!" "Siapa suruh stres,"ujar Devin, Devin Alfreza Agitama, sahabat karib Alvan, menoyor kepala Varon. "Eh, tapi gue serius da-" Belum selesai Varon mengucapkan kata-kata mutiaranya, lagi-lagi Devin menoyor kepala Varon. "Sejak kapan kamu bisa serius mas," ucap Devin dengan gelagat menjijik kannya. "Diem kenapa! Gue satein juga lo lama lama! Al, lo kenapa sih? galau mulu dah," tanya Varon pada Alvan yang seja
"TABRAK LARI TOLONG!" teriak wanita yang ditolong oleh Sasya. Dalam sesaat kemudian semuanya benar-benar gelap. Orang-orang berkerumun mendapati keadaan Sasya yang terkapar dengan darah yang mengalir dari pelipis serta belakang kepalanya yang juga mengeluarkan darah segar dengan banyak. "Sasya! Ka─kamu bangun Sasya," lirih Alvan. Mata Alvan merah menahan emosi dan gejolak tak jelas didadanya. "Ma─maaf. A─aku minta maaf. Aku nggak tau kenapa bisa gitu. A─aku cuma mau nyebrang ta─tapi dia─dia─" "DIAM!" teriak Alvan emosi, emosi Alvan kini berada diubun-ubun. Ia menatap gadis itu dengan tatapan tajam penuh kebencian. Ah tidak, Alvan tidak membenci gadis itu, Ini hanya sebuah kecelakaan. "Maaf," ucap gadis itu lagi. Air mata mulai bercucuran melewati pipinya. Gadis itu berdiri dan berlari entah kemana, langit menggelap, sahabat nya akan datang, Hujan. Sasya dilarikan kerumah sakit terd
Semua gelap, tanpa ada setitik cahaya pun yang terlihat oleh mata. Angin sepoi-sepoi yang menerbangkan beberapa helai rambut gadis cantik ini dan pria bertubuh tegap yang ada disampingnya. Indahnya langit malam yang menemani kedua insan tersebut seakan mendukung niat seorang kaum adam yang ada di sana."Al, kita dimana sih? Ngapain lagi tutup tutup mata gini?"Alvan Secolf, pria yang memiliki tubuh tinggi tegap semampai, mata hazel kebiruan yang tajam, rambut hitam pekat, menatap intens gadis disampingnya yang sedari tadi melontarkan pertanyaan yang sama berulang-ulang."Buka aja, Sya!"Nama gadis itu adalah Sasya, gadis yang memiliki rambut panjang agak pirang dan mata kecoklatan itu membuka penutup matanya lalu mengerjap-erjap kan matanya beberapa kali."Wow! Cantik banget! Aku suka, ngapain kamu bawa aku ke sini?" tanya Sasya memandangi bulan yang dikelilingi oleh bintang-bintang kecil