"Jaga mulut lo!" bentak pria di depan Atha, tangannya melayang dan hendak menampar Atha. Beruntung ada tangan lain yang menahan tangan itu.
"Harus cewek?"
Dengan emosi ia menghempaskan tangan yang menahan tangannya barusan.
"Urusan lo apa?"
"Jaga image lo sebagai cowok!"
Tak sengaja Atha melihat name tag nya, Alvantheo Secolf , sebelas ipa dua, lalu matanya juga ikut menatap name tag yang melekat di depan dada baju dinas pria yang baru saja hendak menampar dirinya.
"Oh nama lo daki? Jadi karena itu lo suruh gue sujud-sujud? Bersihin daki yang ada di kaki lo? Ogah yah," sewot Atha sembari memasang wajah jijik menatap Dhika, nama pria yang hendak menampar Atha adalah Dhika.
"Ngapain lo ikut campur?" tanya Dhika sambil ngedorong bahu Alvan.
"Ngapain lo gangguin dia?"
"Dia, cewek gue."
"Enak aja lo kalau ngomong, gue kenal lo aja nggak," timpal Atha tak terima.
"Tuli?" Sarkas Alvan menaikkan sebelah alisnya.
"Calon, dia calon cewek gue."
"Gigi lo calon-calon!"
"Terserah!" ujar Alvan berlalu dari hadapan keduanya.
"Kalau lo nggak mau tanda tangan, nggak masalah sama gue!" putus Atha, ia pergi keluar dari kelas tersebut. Terlalu jengah meladeni laki-laki yang kurang ajar.
Sekarang Atha berada di deretan kelas sebelas.
"All eyes are looking at me. Why?" batin Atha saat menyadari tatapan dari orang sekitarnya.
Atha melihat lurus koridor dan mendapati laki-laki tadi, laki laki yang menolong Atha. Alvan sedang berjalan melewati anak-anak lain yang juga sedang menatapnya kagum. Atha berlari pelan menghampiri Alvan.
"Hai kak," sapa Atha mulai mensejajarkan langkahnya dengan langkah Alvan. Sesangkan yang disapa terlihat acuh dan tidak menganggap adanya Atha yang sedang berjalan bersamanya.
"Terima kasih untuk tadi." Lagi, Alvan mengabaikan Atha.
"Kak, kenalin aku Megatha," ucap Atha mengulurkan tangannya hendak berkenalan dengan Alvan.
"Alvan," balas Alvan tanpa mengindahkan uluran tangan Atha dan tetap melanjutkan langkahnya.
Entah mengapa, Atha merasa aneh pada dirinya, ada desiran tak jelas saat berada dekat dengan Alvan.
"Apa gue, jatuh cinta lagi?" monolog Atha membatin.
"Boleh minta nomor kakak?"
"Gak!" tolak Alvan mentah-mentah.
"Tapi kak, Atha kan hanya minta nomor bukan hatinya."
"Masalah tanda tangan, nanti gue bilangin ketos atau sekretaris osis," ucapnya lalu berlalu dari hadapan Atha, Atha tersenyum simpul.
Jadi ini, ini rasanya cinta pandangan pertama? Atha jadi geli sendiri.
Atha menyusuri koridor sendirian menuju ruangan osis. Langkahnya berhenti, membuka pintu cokelat yang bertuliskan ruang osis tersebut.
"Kok sepi ya? Apa gue yang kelamaan atau gue yang kecepetan?" Monolog Atha.
Kakinya melangkah lebih jauh hingga masuk kedalam ruangan. Lumayan sepi, hanya terdapat beberapa siswa yang melihat kedatangan Atha.
"Udah lengkap?" tanya seorang siswi ber name tag Dewi Anggrani. Sekretaris osis, terlihat dari Semua kertas dan alat tulis lainnya yang berserakan diatas meja kayunya.
"Hah?" tanya Atha.
"Tanda tangan yang lo cari sudah lengkap? Lo anak kelas sepuluh 'kan?"
"Eh udah, eh belom. Satu lagi."
Atha yang mengulurkan kertas itu kini membekapnya lagi. Seakan tak ingin kehilangan kertas tak berfaedah itu. Salah, Itu salah! Kertas itu penting baginya.
"Jadi ngapain lo ke sini?"
"Mau ngasih ini." Atha kembali mengulurkan kertas itu.
"Katanya belum lengkap. Mau lo apa sih?" tanya Dewi sedikit meninggikan volume suaranya, Ia mulai kesal dengan Atha. Banyak yang harus Dewi urus, tapi Atha? Dia datang mengacaukan konsentrasinya, mengacaukan pekerjaannya, membuang-buang waktu berharganya.
"Ya gue mau ngasih ini! Kan sudah gue bilang tadi," jawab Atha meletakkan kertas itu dengan lembut. Salah-salah! Tidak ada kelembutan sama sekali.
"Lo bisa sopan gak? Gue senior lo di sinu" bentak Dewi yang merasa emosi menggebrak mejanya tak kalah kuat. Memancing panglihatan semua orang yang ada diruangan itu.
Lalu, bagaimana dengan Atha? Apa kalian berfikir dia akan diam? Meminta maaf pada seniornya dan bersikap sopan? Selayaknya murid baru yang ditindas oleh seniornya?
"So? Kalau gue murid baru, kenapa? Kalo lo senior gue, kenapa?"
Salah! Atha bukan gadis seperti itu. Bad girl bukan gelar yang main-main bagi Atha. Semua orang tahu bagaimana gadis ini. Tak kenal takut, semua dianggap sama. Umur bukan jadi masalah atau halangannya.
"Keluar lo! Gue gak bakal mau terima surat lo itu!"
"Lo fikir gue masuk sekolah ini karna lo? Hah! Nggak ya!"
"Lo-"
"Dewi!"
Kedua insan gadis itu memandang ke sumber suara, Alvan.
"Kenapa?"
"Al, Dia buat keributan di sini. Dia ganggu gue, Al" ucap Dewi mengadu pada pria seangkatannya itu. Centil adalah kata pertama saat Atha melihat bagaimana Dewi mengadu pada Alvan.
Alvan berbicara dengan Dewi, entah apa yang mereka bicarakan. Yang Atha lihat hanya tatapan kesal dari gadis bernama Dewi, gadis itu manatap Atha tak suka."Sini kertas lo! Makanya ngomong dari tadi!" "Emang gue bilang apa tadi? Gue bilang gue mau ngasih kertas ini! Lo aja yang marah-marah! " "Gue udah berusaha sabar ya gak usah cari masalah sama gue!" "Makanya korek tuh telinga lo pake garpu! Biar gak budeg!" "Mulut lo tuh lem pakai lakban!" Dewi salah orang. Jika dia mancari masalahdengan- ralat, lebih tepatnya jika dia bermasalah dengan yang namanya Megatha Ziverlodie, masalah nya tidak akan selesai secepat itu."Udah 'kan? Gue pergi," kata Alva
Atha sangat hobby dengan yang namanya bunga. Belakang, depan, samping kanan atau kiri, bahkan atap atau balkon rumahnya di isi dengan bunga yang bervariasi. Jadi jangan tanya, apa Atha bisa membentuk bunga pangkas dengan benar. Jauh dari kata benar, bahkan sangat sempurna.Atha membentuk bunga tersebut berbentuk doll bear atau boneka beruang. Dengan setiap lekukan dan bentuk yang sangat detail. Mulai dari mata, hidung, telinga, bahkan gigi kecil yang memperlihatkan beruang tersebut tengah tersenyum."Pa, Ada gunting yang lebih kecil?""Ada sayang." Dehan, papa Atha, mencari small scissor yang diminta Atha barusan. "Nih.""Ini gigi beruangnya kebesaran sebelah nih." dengan telaten Atha membenarkan gigi beruang. "Nah selesai.""Wah bagus banget, Tha, anak papa pinter banget ya, pantes papa gak niat cari anak baru." Atha hanya mendelik sinis mendengar ucapan sang ayah perihal anak baru."Tadi papa lihat Atha di rumah sakit sama cowok, cowok Atha
"Apa hak lo ketawa?" tanya Devin dengan tatapan menusuk tepat ke manik mata Anjela dan tangan yang disilangkan di depan dada."Ter-" belum lagi Anjela membalas, Devin sudah menikungnya. "Gue Devin, dia Varon, dia Tasya dan dia Alvan. Aku bukan bonekamu ... dengan seenak maumu ... bisa kau suruh suruh ...." oceh Devin dengan nadanya. "Punya dosa apa kak Alvan sampai punya teman kaya lo" timpal Atha bosan dengan pandangan di depannya. "Gue Anjela." Merasa tak diindahkan, Anjela menarik kembali tangannya yang sempat ia ulurkan ke arah Devin. "Jadi kak Alvan, ini sahabat Atha dari jaman bahorok,dari Atha masih jadi jabang bayi. Namanya Anjela, Anjela Eiril," ujar Atha memperkenalkan wanita disampingnya. "Urusan nya?" "Anjela masih sekolah, jadi belum punya urusan sama kaya Atha," ja
Semua gelap, tanpa ada setitik cahaya pun yang terlihat oleh mata. Angin sepoi-sepoi yang menerbangkan beberapa helai rambut gadis cantik ini dan pria bertubuh tegap yang ada disampingnya. Indahnya langit malam yang menemani kedua insan tersebut seakan mendukung niat seorang kaum adam yang ada di sana."Al, kita dimana sih? Ngapain lagi tutup tutup mata gini?"Alvan Secolf, pria yang memiliki tubuh tinggi tegap semampai, mata hazel kebiruan yang tajam, rambut hitam pekat, menatap intens gadis disampingnya yang sedari tadi melontarkan pertanyaan yang sama berulang-ulang."Buka aja, Sya!"Nama gadis itu adalah Sasya, gadis yang memiliki rambut panjang agak pirang dan mata kecoklatan itu membuka penutup matanya lalu mengerjap-erjap kan matanya beberapa kali."Wow! Cantik banget! Aku suka, ngapain kamu bawa aku ke sini?" tanya Sasya memandangi bulan yang dikelilingi oleh bintang-bintang kecil
"TABRAK LARI TOLONG!" teriak wanita yang ditolong oleh Sasya. Dalam sesaat kemudian semuanya benar-benar gelap. Orang-orang berkerumun mendapati keadaan Sasya yang terkapar dengan darah yang mengalir dari pelipis serta belakang kepalanya yang juga mengeluarkan darah segar dengan banyak. "Sasya! Ka─kamu bangun Sasya," lirih Alvan. Mata Alvan merah menahan emosi dan gejolak tak jelas didadanya. "Ma─maaf. A─aku minta maaf. Aku nggak tau kenapa bisa gitu. A─aku cuma mau nyebrang ta─tapi dia─dia─" "DIAM!" teriak Alvan emosi, emosi Alvan kini berada diubun-ubun. Ia menatap gadis itu dengan tatapan tajam penuh kebencian. Ah tidak, Alvan tidak membenci gadis itu, Ini hanya sebuah kecelakaan. "Maaf," ucap gadis itu lagi. Air mata mulai bercucuran melewati pipinya. Gadis itu berdiri dan berlari entah kemana, langit menggelap, sahabat nya akan datang, Hujan. Sasya dilarikan kerumah sakit terd
Suara cempreng tapi cukup membuat orang orang disekitarnya bahagia. Suara itu adalah milik laki laki bertubuh tegap tinggi dengan ketampanan yang tak kalah saing dari yang lain, Varon Septiaway. "Ngawur lo!" Seperti biasa, ketiga orang bersahabat itu tertawa dan dua orang diantaranya memukul kepala Varon. "Sakit woi!" "Siapa suruh stres,"ujar Devin, Devin Alfreza Agitama, sahabat karib Alvan, menoyor kepala Varon. "Eh, tapi gue serius da-" Belum selesai Varon mengucapkan kata-kata mutiaranya, lagi-lagi Devin menoyor kepala Varon. "Sejak kapan kamu bisa serius mas," ucap Devin dengan gelagat menjijik kannya. "Diem kenapa! Gue satein juga lo lama lama! Al, lo kenapa sih? galau mulu dah," tanya Varon pada Alvan yang seja
Dua bulan sudah Sasya komadan entah kapan akan sadar. Dalam dua bulan itu,banyak hal yang dilewatkan oleh Sasya. Mulai dari reuni SMPnya, berkemahdengan teman-temannya, termasuk ujian kenaikan kelas.Hari ini,hari pertama MOS di SMA Cakrawala, sekolah baru bagi seorang gadis mungil, setelah ia lulus dari masa SMP yang terasa bucin bucin tolol yang membosankan level tiga itu.SMA Cakrawala sendiri adalah sekolah yang sangat amat bagus. Tak sedikit orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk sekolah di Cakrawala. Dengan alasan sudah banyak siswa siswi berbakat yang lulus dari sekolah ini termasuk fasilitas yang juga sangat memadai.Berhubung dengan kata MOS, semua anak baru diperintahkan untuk berbaris di lapangan yang lumayan luas. Satu per satu anak osis memperkenalkan d
"Apa hak lo ketawa?" tanya Devin dengan tatapan menusuk tepat ke manik mata Anjela dan tangan yang disilangkan di depan dada."Ter-" belum lagi Anjela membalas, Devin sudah menikungnya. "Gue Devin, dia Varon, dia Tasya dan dia Alvan. Aku bukan bonekamu ... dengan seenak maumu ... bisa kau suruh suruh ...." oceh Devin dengan nadanya. "Punya dosa apa kak Alvan sampai punya teman kaya lo" timpal Atha bosan dengan pandangan di depannya. "Gue Anjela." Merasa tak diindahkan, Anjela menarik kembali tangannya yang sempat ia ulurkan ke arah Devin. "Jadi kak Alvan, ini sahabat Atha dari jaman bahorok,dari Atha masih jadi jabang bayi. Namanya Anjela, Anjela Eiril," ujar Atha memperkenalkan wanita disampingnya. "Urusan nya?" "Anjela masih sekolah, jadi belum punya urusan sama kaya Atha," ja
Atha sangat hobby dengan yang namanya bunga. Belakang, depan, samping kanan atau kiri, bahkan atap atau balkon rumahnya di isi dengan bunga yang bervariasi. Jadi jangan tanya, apa Atha bisa membentuk bunga pangkas dengan benar. Jauh dari kata benar, bahkan sangat sempurna.Atha membentuk bunga tersebut berbentuk doll bear atau boneka beruang. Dengan setiap lekukan dan bentuk yang sangat detail. Mulai dari mata, hidung, telinga, bahkan gigi kecil yang memperlihatkan beruang tersebut tengah tersenyum."Pa, Ada gunting yang lebih kecil?""Ada sayang." Dehan, papa Atha, mencari small scissor yang diminta Atha barusan. "Nih.""Ini gigi beruangnya kebesaran sebelah nih." dengan telaten Atha membenarkan gigi beruang. "Nah selesai.""Wah bagus banget, Tha, anak papa pinter banget ya, pantes papa gak niat cari anak baru." Atha hanya mendelik sinis mendengar ucapan sang ayah perihal anak baru."Tadi papa lihat Atha di rumah sakit sama cowok, cowok Atha
Alvan berbicara dengan Dewi, entah apa yang mereka bicarakan. Yang Atha lihat hanya tatapan kesal dari gadis bernama Dewi, gadis itu manatap Atha tak suka."Sini kertas lo! Makanya ngomong dari tadi!" "Emang gue bilang apa tadi? Gue bilang gue mau ngasih kertas ini! Lo aja yang marah-marah! " "Gue udah berusaha sabar ya gak usah cari masalah sama gue!" "Makanya korek tuh telinga lo pake garpu! Biar gak budeg!" "Mulut lo tuh lem pakai lakban!" Dewi salah orang. Jika dia mancari masalahdengan- ralat, lebih tepatnya jika dia bermasalah dengan yang namanya Megatha Ziverlodie, masalah nya tidak akan selesai secepat itu."Udah 'kan? Gue pergi," kata Alva
"Jaga mulut lo!" bentak pria di depan Atha, tangannya melayang dan hendak menampar Atha. Beruntung ada tangan lain yang menahan tangan itu."Harus cewek?"Dengan emosi ia menghempaskan tangan yang menahan tangannya barusan."Urusan lo apa?""Jaga image lo sebagai cowok!"Tak sengaja Atha melihat name tag nya, Alvantheo Secolf , sebelas ipa dua, lalu matanya juga ikut menatap name tag yang melekat di depan dada baju dinas pria yang baru saja hendak menampar dirinya."Oh nama lo daki? Jadi karena itu lo suruh gue sujud-sujud? Bersihin daki yang ada di kaki lo? Ogah yah," sewot Atha sembari memasang wajah jijik menatap Dhika, nama pria yang hendak menampar Atha adalah Dhika."Ngapain lo
Dua bulan sudah Sasya komadan entah kapan akan sadar. Dalam dua bulan itu,banyak hal yang dilewatkan oleh Sasya. Mulai dari reuni SMPnya, berkemahdengan teman-temannya, termasuk ujian kenaikan kelas.Hari ini,hari pertama MOS di SMA Cakrawala, sekolah baru bagi seorang gadis mungil, setelah ia lulus dari masa SMP yang terasa bucin bucin tolol yang membosankan level tiga itu.SMA Cakrawala sendiri adalah sekolah yang sangat amat bagus. Tak sedikit orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk sekolah di Cakrawala. Dengan alasan sudah banyak siswa siswi berbakat yang lulus dari sekolah ini termasuk fasilitas yang juga sangat memadai.Berhubung dengan kata MOS, semua anak baru diperintahkan untuk berbaris di lapangan yang lumayan luas. Satu per satu anak osis memperkenalkan d
Suara cempreng tapi cukup membuat orang orang disekitarnya bahagia. Suara itu adalah milik laki laki bertubuh tegap tinggi dengan ketampanan yang tak kalah saing dari yang lain, Varon Septiaway. "Ngawur lo!" Seperti biasa, ketiga orang bersahabat itu tertawa dan dua orang diantaranya memukul kepala Varon. "Sakit woi!" "Siapa suruh stres,"ujar Devin, Devin Alfreza Agitama, sahabat karib Alvan, menoyor kepala Varon. "Eh, tapi gue serius da-" Belum selesai Varon mengucapkan kata-kata mutiaranya, lagi-lagi Devin menoyor kepala Varon. "Sejak kapan kamu bisa serius mas," ucap Devin dengan gelagat menjijik kannya. "Diem kenapa! Gue satein juga lo lama lama! Al, lo kenapa sih? galau mulu dah," tanya Varon pada Alvan yang seja
"TABRAK LARI TOLONG!" teriak wanita yang ditolong oleh Sasya. Dalam sesaat kemudian semuanya benar-benar gelap. Orang-orang berkerumun mendapati keadaan Sasya yang terkapar dengan darah yang mengalir dari pelipis serta belakang kepalanya yang juga mengeluarkan darah segar dengan banyak. "Sasya! Ka─kamu bangun Sasya," lirih Alvan. Mata Alvan merah menahan emosi dan gejolak tak jelas didadanya. "Ma─maaf. A─aku minta maaf. Aku nggak tau kenapa bisa gitu. A─aku cuma mau nyebrang ta─tapi dia─dia─" "DIAM!" teriak Alvan emosi, emosi Alvan kini berada diubun-ubun. Ia menatap gadis itu dengan tatapan tajam penuh kebencian. Ah tidak, Alvan tidak membenci gadis itu, Ini hanya sebuah kecelakaan. "Maaf," ucap gadis itu lagi. Air mata mulai bercucuran melewati pipinya. Gadis itu berdiri dan berlari entah kemana, langit menggelap, sahabat nya akan datang, Hujan. Sasya dilarikan kerumah sakit terd
Semua gelap, tanpa ada setitik cahaya pun yang terlihat oleh mata. Angin sepoi-sepoi yang menerbangkan beberapa helai rambut gadis cantik ini dan pria bertubuh tegap yang ada disampingnya. Indahnya langit malam yang menemani kedua insan tersebut seakan mendukung niat seorang kaum adam yang ada di sana."Al, kita dimana sih? Ngapain lagi tutup tutup mata gini?"Alvan Secolf, pria yang memiliki tubuh tinggi tegap semampai, mata hazel kebiruan yang tajam, rambut hitam pekat, menatap intens gadis disampingnya yang sedari tadi melontarkan pertanyaan yang sama berulang-ulang."Buka aja, Sya!"Nama gadis itu adalah Sasya, gadis yang memiliki rambut panjang agak pirang dan mata kecoklatan itu membuka penutup matanya lalu mengerjap-erjap kan matanya beberapa kali."Wow! Cantik banget! Aku suka, ngapain kamu bawa aku ke sini?" tanya Sasya memandangi bulan yang dikelilingi oleh bintang-bintang kecil