Suara cempreng tapi cukup membuat orang orang disekitarnya bahagia. Suara itu adalah milik laki laki bertubuh tegap tinggi dengan ketampanan yang tak kalah saing dari yang lain, Varon Septiaway.
"Ngawur lo!" Seperti biasa, ketiga orang bersahabat itu tertawa dan dua orang diantaranya memukul kepala Varon."Sakit woi!"
"Siapa suruh stres," ujar Devin, Devin Alfreza Agitama, sahabat karib Alvan, menoyor kepala Varon.
"Eh, tapi gue serius da-"Belum selesai Varon mengucapkan kata-kata mutiaranya, lagi-lagi Devin menoyor kepala Varon. "Sejak kapan kamu bisa serius mas," ucap Devin dengan gelagat menjijik kannya. "Diem kenapa! Gue satein juga lo lama lama! Al, lo kenapa sih? galau mulu dah," tanya Varon pada Alvan yang sejak tadi diam menyaksikan Drakor atau lebih tepat nya hiburan gratis dari teman-temannya walaupun yah, Unfaedah, menatap malas kedua teman nya, lalu menghela nafas gusar. "Sasya koma," ujar Alvan kembali menghela nafas, terlihat di matanya tersimpan beribu kesedihan. Alay memang, tapi bagaimana jika kalian berada di posisi Alvan sekarang? Mungkin menyakitkan. "Hah! Kok bisa?!" pekik kedua manusia tak jelas itu melontarkan pertanyaan yang sama dan pada waktu yang sama. "Ikut aja lo rujak komodo!" pungkas Devin menyenggol lengan Varon yang menyender di sudut meja. "Jadi bebeb Tasya gue menyendiri dong?" tanya Varon yang memang mempunyai gebetan atau masih dalam tahap PDKT. Tasya Ramadhani. Gadis cantik bersuara merdu, tubuh mungil, gigi kelinci, rambut panjang, pipi tembem adalah teman sekelas Sasya. Lebih tepatnya teman sebangku ditambah sahabat dekat Sasya. "Dih, Masih sempat pikirin cewek-cewek aja lo!" sindir Devin, cowok bertubuh tinggi semampai dengan gaya yang mantap dan dingin dengan yang namanya cewek, kaum hawa, perempuan dan sejenisnya. Entah pernah trauma dengan ciptaan Tuhan yang satu itu. "Makanya, bro. Cepat-cepat cari cewek! Lo mah jomblo karatan!" balas Varon lebih tajam dan penuh penekanan pada kata karatan. "Lah emang apa kabar sama si Tasya? Emang pacaran? Apalagi lo doang yang berjuang hidup-hidupan, dianya mah bodo amat sama lo. Kasian gue kadang sama lo, bro," ujar Devin menepuk bahu Varon seakan menyuruhnya untuk bersabar. "Ngomong apa lo barusan?" "Berisik! Pusing tahu nggak!" ujar Alvan kesal, ia menggebrak cukup kuat mejanya. Tapi tak cukup untuk di dengar oleh orang lain. "Enggak, mas," ujar Varon lagi-lagi mencairkan suasana. "Stres! Kantin Dev!," ajak Alvan kepada Devin tanpa menghiraukan kicauan tak jelas dari Varon. "Gak ah, Gue lagi miskin." "Gue traktir," jawab Alvan, Devin langsung beranjak dari kursinya menyelonong meninggalkan Alvan dan Varon."Siapa yang traktirin siapa yang ninggalin," ucap Varon menatap temannya yang baru saja keluar dari kelas. Ia kembali menatap Alvan yang ingin beranjak menyusul Devin.
"Lah gue? Gak diajak?" tanya Varon."Tasya."
"Lah bener juga lo, makasih, bro!" jawab Varon langsung berlari keluar kelas, mungkin ke kelas Tasya. "MAS OTW MAI BEBY HANI!! TASYA LOPE LOPE NYA MAS VARON!" teriak Varon. Mendengar teriakan yang tak asing lagi bagi dirinya, Tasya mendengus malas. Tasya duduk termenung memikirkan teman sebangku ditambah sahabatnya yang sedang terkapar lemah di rumah sakit. Varon memasuki kelas Tasya yang lumayan sepi dan duduk disamping Tasya, lebih tepatnya bangku milik Sasya. "Lo nggak apa-apa?" tanya Varon menatap Tasya. "Nggak," jawab Tasya. Inilah Tasya, selalu cuek dengan sang pangerannya. Bukannya benci atau bagaimana, tapi Tasya terlalu malas menanggapi ucapan tak ber-faedah dari Varon. Menurutnya, Varon terlalu banyak omong seperti wanita. Bukan Varon namanya jika tidak bisa melihat kebohongan dalam manik mata seseorang. "Serius nggak apa-apa?" "Nggak apa-apa, Varon." "Serius gak apa-apa?" tanya Varon memastikan, raut Wajah Tasya kini memperlihatkan rasa khawatir. Pikirannya mulai berputar putar menghasilkan pikiran negatif yang akan terjadi pada sahabatnya. "Gue takut Sasya kenapa-kenapa. Gue takut dia pergi," ujar Tasya lirih, akhirnya ia mau terbuka kepada Varon yang selalu mendesaknya. "Lo yakin deh Sasya pasti bakal sembuh. Sasya pasti bakal ngumpul bareng kita lagi kaya biasa. Dan satu lagi, tenang aja selama doi-nya si Alvan nggak di sini, mas Varon yang ganteng membahana ini selalu ada buat ayang beb Tasya," ujar Varon bangga. Kalimat terakhir membuat siapa saja yang mendengarnya merasa geli atau bahkan muntah muntah."Ihh lo ya masih sempet nge gombal! By the way doi nya si Alvan maksud lo? Sasya jadian sama Alvan?"
"Nggak, eh iya eh gatau. Gak peduli juga gue," jawab Varon, sebenarnya ia juga tidak tahu pasti akan hubungan antara Alvan dan Sasya. Yang dia tahu Alvan akan menyatakan perasaan nya pada Sasya, hanya itu.
"Terserah lo deh!"
***
Dua bulan sudah Sasya komadan entah kapan akan sadar. Dalam dua bulan itu,banyak hal yang dilewatkan oleh Sasya. Mulai dari reuni SMPnya, berkemahdengan teman-temannya, termasuk ujian kenaikan kelas.Hari ini,hari pertama MOS di SMA Cakrawala, sekolah baru bagi seorang gadis mungil, setelah ia lulus dari masa SMP yang terasa bucin bucin tolol yang membosankan level tiga itu.SMA Cakrawala sendiri adalah sekolah yang sangat amat bagus. Tak sedikit orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk sekolah di Cakrawala. Dengan alasan sudah banyak siswa siswi berbakat yang lulus dari sekolah ini termasuk fasilitas yang juga sangat memadai.Berhubung dengan kata MOS, semua anak baru diperintahkan untuk berbaris di lapangan yang lumayan luas. Satu per satu anak osis memperkenalkan d
"Jaga mulut lo!" bentak pria di depan Atha, tangannya melayang dan hendak menampar Atha. Beruntung ada tangan lain yang menahan tangan itu."Harus cewek?"Dengan emosi ia menghempaskan tangan yang menahan tangannya barusan."Urusan lo apa?""Jaga image lo sebagai cowok!"Tak sengaja Atha melihat name tag nya, Alvantheo Secolf , sebelas ipa dua, lalu matanya juga ikut menatap name tag yang melekat di depan dada baju dinas pria yang baru saja hendak menampar dirinya."Oh nama lo daki? Jadi karena itu lo suruh gue sujud-sujud? Bersihin daki yang ada di kaki lo? Ogah yah," sewot Atha sembari memasang wajah jijik menatap Dhika, nama pria yang hendak menampar Atha adalah Dhika."Ngapain lo
Alvan berbicara dengan Dewi, entah apa yang mereka bicarakan. Yang Atha lihat hanya tatapan kesal dari gadis bernama Dewi, gadis itu manatap Atha tak suka."Sini kertas lo! Makanya ngomong dari tadi!" "Emang gue bilang apa tadi? Gue bilang gue mau ngasih kertas ini! Lo aja yang marah-marah! " "Gue udah berusaha sabar ya gak usah cari masalah sama gue!" "Makanya korek tuh telinga lo pake garpu! Biar gak budeg!" "Mulut lo tuh lem pakai lakban!" Dewi salah orang. Jika dia mancari masalahdengan- ralat, lebih tepatnya jika dia bermasalah dengan yang namanya Megatha Ziverlodie, masalah nya tidak akan selesai secepat itu."Udah 'kan? Gue pergi," kata Alva
Atha sangat hobby dengan yang namanya bunga. Belakang, depan, samping kanan atau kiri, bahkan atap atau balkon rumahnya di isi dengan bunga yang bervariasi. Jadi jangan tanya, apa Atha bisa membentuk bunga pangkas dengan benar. Jauh dari kata benar, bahkan sangat sempurna.Atha membentuk bunga tersebut berbentuk doll bear atau boneka beruang. Dengan setiap lekukan dan bentuk yang sangat detail. Mulai dari mata, hidung, telinga, bahkan gigi kecil yang memperlihatkan beruang tersebut tengah tersenyum."Pa, Ada gunting yang lebih kecil?""Ada sayang." Dehan, papa Atha, mencari small scissor yang diminta Atha barusan. "Nih.""Ini gigi beruangnya kebesaran sebelah nih." dengan telaten Atha membenarkan gigi beruang. "Nah selesai.""Wah bagus banget, Tha, anak papa pinter banget ya, pantes papa gak niat cari anak baru." Atha hanya mendelik sinis mendengar ucapan sang ayah perihal anak baru."Tadi papa lihat Atha di rumah sakit sama cowok, cowok Atha
"Apa hak lo ketawa?" tanya Devin dengan tatapan menusuk tepat ke manik mata Anjela dan tangan yang disilangkan di depan dada."Ter-" belum lagi Anjela membalas, Devin sudah menikungnya. "Gue Devin, dia Varon, dia Tasya dan dia Alvan. Aku bukan bonekamu ... dengan seenak maumu ... bisa kau suruh suruh ...." oceh Devin dengan nadanya. "Punya dosa apa kak Alvan sampai punya teman kaya lo" timpal Atha bosan dengan pandangan di depannya. "Gue Anjela." Merasa tak diindahkan, Anjela menarik kembali tangannya yang sempat ia ulurkan ke arah Devin. "Jadi kak Alvan, ini sahabat Atha dari jaman bahorok,dari Atha masih jadi jabang bayi. Namanya Anjela, Anjela Eiril," ujar Atha memperkenalkan wanita disampingnya. "Urusan nya?" "Anjela masih sekolah, jadi belum punya urusan sama kaya Atha," ja
Semua gelap, tanpa ada setitik cahaya pun yang terlihat oleh mata. Angin sepoi-sepoi yang menerbangkan beberapa helai rambut gadis cantik ini dan pria bertubuh tegap yang ada disampingnya. Indahnya langit malam yang menemani kedua insan tersebut seakan mendukung niat seorang kaum adam yang ada di sana."Al, kita dimana sih? Ngapain lagi tutup tutup mata gini?"Alvan Secolf, pria yang memiliki tubuh tinggi tegap semampai, mata hazel kebiruan yang tajam, rambut hitam pekat, menatap intens gadis disampingnya yang sedari tadi melontarkan pertanyaan yang sama berulang-ulang."Buka aja, Sya!"Nama gadis itu adalah Sasya, gadis yang memiliki rambut panjang agak pirang dan mata kecoklatan itu membuka penutup matanya lalu mengerjap-erjap kan matanya beberapa kali."Wow! Cantik banget! Aku suka, ngapain kamu bawa aku ke sini?" tanya Sasya memandangi bulan yang dikelilingi oleh bintang-bintang kecil
"TABRAK LARI TOLONG!" teriak wanita yang ditolong oleh Sasya. Dalam sesaat kemudian semuanya benar-benar gelap. Orang-orang berkerumun mendapati keadaan Sasya yang terkapar dengan darah yang mengalir dari pelipis serta belakang kepalanya yang juga mengeluarkan darah segar dengan banyak. "Sasya! Ka─kamu bangun Sasya," lirih Alvan. Mata Alvan merah menahan emosi dan gejolak tak jelas didadanya. "Ma─maaf. A─aku minta maaf. Aku nggak tau kenapa bisa gitu. A─aku cuma mau nyebrang ta─tapi dia─dia─" "DIAM!" teriak Alvan emosi, emosi Alvan kini berada diubun-ubun. Ia menatap gadis itu dengan tatapan tajam penuh kebencian. Ah tidak, Alvan tidak membenci gadis itu, Ini hanya sebuah kecelakaan. "Maaf," ucap gadis itu lagi. Air mata mulai bercucuran melewati pipinya. Gadis itu berdiri dan berlari entah kemana, langit menggelap, sahabat nya akan datang, Hujan. Sasya dilarikan kerumah sakit terd
"Apa hak lo ketawa?" tanya Devin dengan tatapan menusuk tepat ke manik mata Anjela dan tangan yang disilangkan di depan dada."Ter-" belum lagi Anjela membalas, Devin sudah menikungnya. "Gue Devin, dia Varon, dia Tasya dan dia Alvan. Aku bukan bonekamu ... dengan seenak maumu ... bisa kau suruh suruh ...." oceh Devin dengan nadanya. "Punya dosa apa kak Alvan sampai punya teman kaya lo" timpal Atha bosan dengan pandangan di depannya. "Gue Anjela." Merasa tak diindahkan, Anjela menarik kembali tangannya yang sempat ia ulurkan ke arah Devin. "Jadi kak Alvan, ini sahabat Atha dari jaman bahorok,dari Atha masih jadi jabang bayi. Namanya Anjela, Anjela Eiril," ujar Atha memperkenalkan wanita disampingnya. "Urusan nya?" "Anjela masih sekolah, jadi belum punya urusan sama kaya Atha," ja
Atha sangat hobby dengan yang namanya bunga. Belakang, depan, samping kanan atau kiri, bahkan atap atau balkon rumahnya di isi dengan bunga yang bervariasi. Jadi jangan tanya, apa Atha bisa membentuk bunga pangkas dengan benar. Jauh dari kata benar, bahkan sangat sempurna.Atha membentuk bunga tersebut berbentuk doll bear atau boneka beruang. Dengan setiap lekukan dan bentuk yang sangat detail. Mulai dari mata, hidung, telinga, bahkan gigi kecil yang memperlihatkan beruang tersebut tengah tersenyum."Pa, Ada gunting yang lebih kecil?""Ada sayang." Dehan, papa Atha, mencari small scissor yang diminta Atha barusan. "Nih.""Ini gigi beruangnya kebesaran sebelah nih." dengan telaten Atha membenarkan gigi beruang. "Nah selesai.""Wah bagus banget, Tha, anak papa pinter banget ya, pantes papa gak niat cari anak baru." Atha hanya mendelik sinis mendengar ucapan sang ayah perihal anak baru."Tadi papa lihat Atha di rumah sakit sama cowok, cowok Atha
Alvan berbicara dengan Dewi, entah apa yang mereka bicarakan. Yang Atha lihat hanya tatapan kesal dari gadis bernama Dewi, gadis itu manatap Atha tak suka."Sini kertas lo! Makanya ngomong dari tadi!" "Emang gue bilang apa tadi? Gue bilang gue mau ngasih kertas ini! Lo aja yang marah-marah! " "Gue udah berusaha sabar ya gak usah cari masalah sama gue!" "Makanya korek tuh telinga lo pake garpu! Biar gak budeg!" "Mulut lo tuh lem pakai lakban!" Dewi salah orang. Jika dia mancari masalahdengan- ralat, lebih tepatnya jika dia bermasalah dengan yang namanya Megatha Ziverlodie, masalah nya tidak akan selesai secepat itu."Udah 'kan? Gue pergi," kata Alva
"Jaga mulut lo!" bentak pria di depan Atha, tangannya melayang dan hendak menampar Atha. Beruntung ada tangan lain yang menahan tangan itu."Harus cewek?"Dengan emosi ia menghempaskan tangan yang menahan tangannya barusan."Urusan lo apa?""Jaga image lo sebagai cowok!"Tak sengaja Atha melihat name tag nya, Alvantheo Secolf , sebelas ipa dua, lalu matanya juga ikut menatap name tag yang melekat di depan dada baju dinas pria yang baru saja hendak menampar dirinya."Oh nama lo daki? Jadi karena itu lo suruh gue sujud-sujud? Bersihin daki yang ada di kaki lo? Ogah yah," sewot Atha sembari memasang wajah jijik menatap Dhika, nama pria yang hendak menampar Atha adalah Dhika."Ngapain lo
Dua bulan sudah Sasya komadan entah kapan akan sadar. Dalam dua bulan itu,banyak hal yang dilewatkan oleh Sasya. Mulai dari reuni SMPnya, berkemahdengan teman-temannya, termasuk ujian kenaikan kelas.Hari ini,hari pertama MOS di SMA Cakrawala, sekolah baru bagi seorang gadis mungil, setelah ia lulus dari masa SMP yang terasa bucin bucin tolol yang membosankan level tiga itu.SMA Cakrawala sendiri adalah sekolah yang sangat amat bagus. Tak sedikit orang tua yang mendaftarkan anaknya untuk sekolah di Cakrawala. Dengan alasan sudah banyak siswa siswi berbakat yang lulus dari sekolah ini termasuk fasilitas yang juga sangat memadai.Berhubung dengan kata MOS, semua anak baru diperintahkan untuk berbaris di lapangan yang lumayan luas. Satu per satu anak osis memperkenalkan d
Suara cempreng tapi cukup membuat orang orang disekitarnya bahagia. Suara itu adalah milik laki laki bertubuh tegap tinggi dengan ketampanan yang tak kalah saing dari yang lain, Varon Septiaway. "Ngawur lo!" Seperti biasa, ketiga orang bersahabat itu tertawa dan dua orang diantaranya memukul kepala Varon. "Sakit woi!" "Siapa suruh stres,"ujar Devin, Devin Alfreza Agitama, sahabat karib Alvan, menoyor kepala Varon. "Eh, tapi gue serius da-" Belum selesai Varon mengucapkan kata-kata mutiaranya, lagi-lagi Devin menoyor kepala Varon. "Sejak kapan kamu bisa serius mas," ucap Devin dengan gelagat menjijik kannya. "Diem kenapa! Gue satein juga lo lama lama! Al, lo kenapa sih? galau mulu dah," tanya Varon pada Alvan yang seja
"TABRAK LARI TOLONG!" teriak wanita yang ditolong oleh Sasya. Dalam sesaat kemudian semuanya benar-benar gelap. Orang-orang berkerumun mendapati keadaan Sasya yang terkapar dengan darah yang mengalir dari pelipis serta belakang kepalanya yang juga mengeluarkan darah segar dengan banyak. "Sasya! Ka─kamu bangun Sasya," lirih Alvan. Mata Alvan merah menahan emosi dan gejolak tak jelas didadanya. "Ma─maaf. A─aku minta maaf. Aku nggak tau kenapa bisa gitu. A─aku cuma mau nyebrang ta─tapi dia─dia─" "DIAM!" teriak Alvan emosi, emosi Alvan kini berada diubun-ubun. Ia menatap gadis itu dengan tatapan tajam penuh kebencian. Ah tidak, Alvan tidak membenci gadis itu, Ini hanya sebuah kecelakaan. "Maaf," ucap gadis itu lagi. Air mata mulai bercucuran melewati pipinya. Gadis itu berdiri dan berlari entah kemana, langit menggelap, sahabat nya akan datang, Hujan. Sasya dilarikan kerumah sakit terd
Semua gelap, tanpa ada setitik cahaya pun yang terlihat oleh mata. Angin sepoi-sepoi yang menerbangkan beberapa helai rambut gadis cantik ini dan pria bertubuh tegap yang ada disampingnya. Indahnya langit malam yang menemani kedua insan tersebut seakan mendukung niat seorang kaum adam yang ada di sana."Al, kita dimana sih? Ngapain lagi tutup tutup mata gini?"Alvan Secolf, pria yang memiliki tubuh tinggi tegap semampai, mata hazel kebiruan yang tajam, rambut hitam pekat, menatap intens gadis disampingnya yang sedari tadi melontarkan pertanyaan yang sama berulang-ulang."Buka aja, Sya!"Nama gadis itu adalah Sasya, gadis yang memiliki rambut panjang agak pirang dan mata kecoklatan itu membuka penutup matanya lalu mengerjap-erjap kan matanya beberapa kali."Wow! Cantik banget! Aku suka, ngapain kamu bawa aku ke sini?" tanya Sasya memandangi bulan yang dikelilingi oleh bintang-bintang kecil