Beranda / Fantasi / Mendadak Jadi Ratu / Bab 1 - Motel Harapan dan Pantai Nasuga

Share

Mendadak Jadi Ratu
Mendadak Jadi Ratu
Penulis: akufannitalita

Bab 1 - Motel Harapan dan Pantai Nasuga

Penulis: akufannitalita
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-03 22:46:32

Aneska baru saja mengakhiri sesi mengajar taekwondo sekitar pukul sembilan malam. Ia berencana mampir ke apartemen Ildo sebelum pulang ke rumah. Kebetulan sekali apartemen tunangannya cukup dekat dengan Dojang tempat Aneska mengajar. Hanya berkisar dua menit berjalan kaki.

Sekitar lima menit kemudian, Aneska tiba di depan unit Ildo. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana, lalu menghubungi nomor tunangannya. Meski tahu kode unit apartemen Ildo, Aneska tetap memperingati diri sendiri supaya tidak lancang masuk tanpa seizin pemiliknya. Bagaimanapun Aneska masih berstatus tunangan. Ia merasa tidak berhak masuk terlalu jauh pada wilayah privasi seseorang.

Panggilan pertama tidak terjawab. Aneska mencoba menghubungi nomor Ildo lagi. Ia berpikir, mungkin Ildo sedang sibuk. Namun, sampai panggilan telepon ke lima, Ildo tak kunjung menjawab panggilannya.

“Dia kemana?” Aneska bermonolog seorang diri.

“Aku masuk aja, deh. Do, sorry aku masuk tanpa ijin kamu.”

Aneska menekan kombinasi angka kode unit Ildo sembari terus mengucapkan maaf dalam hati. Sejujurnya ia merasa bersalah karena sudah lancang. Tetapi disisi lain, ia khawatir sesuatu terjadi pada Ildo—mengingat pria itu kerap lupa waktu kalau sudah berkutat dengan kerjaan.

Aneska langsung masuk ketika pintu unit sudah terbuka. Namun baru menginjak area rak sepatu, Aneska mendengar suara desahan juga erangan tak tertahankan dari arah kamar. Jantung Aneska seketika berdebar kencang, pikiran buruk mulai memenuhi kepalanya. Dadanya terasa sesak, seolah ada sebuah tali raksasa membelit sekujur tubuh.

“Ah—you are so f*ckin sexy, Beb.”

Air mata sudah lolos dari kedua pelupuk mata Aneska. Ia mengenali suara itu. Suara yang menemani Aneska Prameswari sejak tujuh tahun terakhir dalam hidupnya. Kali ini bukan hanya sesak yang Aneska rasa, melainkan sakit teramat dalam. Semakin melangkah lebih jauh, kedua kaki Aneska semakin berat. 

“Gak. Gak mungkin.”

Aneska menggeleng kuat sembari memukul kepalanya sendiri. Berharap suara – suara laknat dalam unit Ildo bisa segera enyah. Namun, semakin Aneska menolak percaya, suara desahan, rayuan, juga erangan itu semakin terdengar jelas.

“Aku … keluar, Beb!

Aneska berdiri kaku di ambang pintu kamar. Buliran air mata kian deras membasahi pipi ketika pemandangan paling menjijikan terpampang nyata. Disana—tepatnya di atas kasur, Ildo dan seorang wanita berambut pirang baru saja mencapai sebuah pelepasan hasrat duniawi. Tubuh mereka masih menyatu, dilanjut saling bercumbu mesra. Sesekali saling menatap dan menggoda satu sama lain.

“Udah berapa lama?” ucap Aneska dengan suara bergetar.

Kedua manusia tanpa busana itu menoleh cepat. Mereka sukses dibuat kaget setelah melihat kehadiran Aneska di ambang pintu. Ildo langsung beranjak dari kasur, memakai celana kolor, dan menghampiri calon istrinya.

“Nes, aku bisa jelasin,” ucap Ildo. Raut panik tergambar jelas di wajahnya. Pria itu juga berusaha menggenggam telapak tangan Aneska.

“Sejak kapan?” tanya Aneska sekali lagi. Mengabaikan ucapan sampah kekasihnya.

Ildo diam.

“Gue tanya sekali lagi. Dari kapan lo berdua main di belakang gue?!” Aneska menatap Ildo, juga wanita yang sangat dikenalinya. Glica Asmara, sahabatnya sendiri. Sialan bukan?

Keduanya bungkam. Ildo berlutut di hadapan Aneska, sedang Glica bertahan di kasur sembari menunduk ketakutan.

Aneska mengusap bekas air mata di pipi dengan kasar. Semuanya sudah terjadi. Kemarahan Aneska tidak akan mengembalikan fakta bahwa Ildo sudah berhianat.  Matanya terpejam beberapa saat, sebelum akhirnya menarik napas dalam. Aneska perlu menetralkan emosi sebelum menghadapi manusia sampah seperti mereka. Gue gak boleh kelihatan lemah. Bisa – bisa mereka malah kasihan lihat gue.

“Gak bisa jawab ya? Oke. Silahkan dilanjutin lagi,” Aneska menipiskan bibir, menahan sesak di dada, “Sorry gue ganggu. Sok, dilanjut.”

Aneska berbalik badan. Segera pergi dari unit Ildo merupakan solusi paling baik untuk saat ini. Ketika berhasil keluar dari neraka, pertahanan Aneska langsung luruh di dalam elevator. Ia terduduk di lantai sembari menangis kencang. Kotak besi menjadi saksi bisu betapa hancurnya perasaan Aneska Prameswari. Dikhianati calon suami dan sahabatnya sekaligus. Dua manusia paling ia percayai setelah keluarganya.

Dentingan elevator terdengar. Tidak lama setelahnya, pintu besi dihadapan Aneska terbuka. Seorang wanita tua masuk dan berdiri di sebelah Aneska.

“Namanya hidup pasti penuh ujian, Mbak. Tapi tenang aja. Saya lihat Mbaknya dapat kesempatan buat bahagia kok.” Wanita tua itu menyeletuk.

Aneska tidak merespon. Ia terlalu malas menanggapi seseorang yang suka ikut campur urusan orang lain. Aneska menunduk guna menyembunyikan wajah diantara lipatan tangan.

Suara dentingan elevator terdengar lagi, disusul dengan pintu besi kembali terbuka. Aneska beranjak dari duduknya ketika menyadari elevator sudah tiba di lantai dasar. Tanpa kalimat basa – basi atau permisi, Aneska meninggalkan wanita tua itu. Berjalan cepat sembari menunduk, lalu menaiki ke bus kota yang kebetulan berhenti di halte depan apartemen. Kemudian bus melaju dengan kecepatan sedang, sesuai rute biasanya.

Waktu terus berjalan, bus yang ditumpangi Aneska baru saja memasuki kawasan terminal sekaligus tempat pemberhentian terakhir. Sayangnya, Aneska belum menyadari hal itu. Ia terlalu larut dalam tangisan.  

"Ini gue dimana?" lirih Aneska. 

“Mbaknya gak tau daerah sini?” Sang supir bus muncul dari pintu di belakang Aneska. “Saran saya, mending Mbak cari penginapan aja. Ini sudah malam, besok aja baru dilanjut lagi. Satu menit dari sini ada motel murah tapi bersi, kok.”

Seolah paham dengan ekspresi Aneska, si supir langsung menyeletuk lagi. “Saya cuma mau ngasih tau, Mbak. Kalau Mbak takut dan mau cari hotel sendiri, silahkan. Saya pergi dulu.”

Aneska melihat supir bus itu pergi. Meninggalkan Aneska seorang diri di pemberhentian bus terakhir. Aneska mengambil ponsel, lalu membuka fitur maps. Ia merasa perlu tahu dimana posisinya sekarang.

Sh*t!

Aneska berteriak kencang, lalu menyugar rambut panjangnya menggunakan ruas jari. Frustrasi. Aneska melangkah keluar area pemberhentian bus, lalu menyusuri pinggir trotorar. Suasana jalanan tidak terlalu sepi. Masih ada beberapa motor berseliweran. Beberapa warung tenda juga masih buka.

“Motel Harapan?” Aneska mengernyit ketika membaca plang nama hotel. Kemudian tertawa pelan. Tepatnya, menertawakan nasibnya sendiri. Lucu sekali. Kurang dari dua jam lalu Aneska kehilangan harapan tentang cinta. Sekarang, ia justru menginap di hotel Harapan?

Sesampainya di meja resepsionis, Aneska disambut oleh wanita tua berusia enam puluh tahunan. Wanita tua itu berdiri dengan postur tubuh yang tidak lagi tegak. Meski begitu, beliau tetap berusaha menyambut baik kedatangan Aneska.

Wanita tua itu tersenyum hangat sebagai balasan. Kemudian mengulurkan kunci stainless berbandol tulisan “101” pada Aneska.

“Di belakang motel ada pantai,” celetuk wanita tua.

Aneska tersenyum tipis. “Terima kasih, Nek. Tapi mungkin besok pagi saja, angin malam tidak baik untuk kesehatan.”

“Konon katanya, pantai di belakang motel bisa mengabulkan harapan seseorang.”

Aneska melihat wanita tua itu tersenyum hangat. Tetapi sesungguhnya senyuman wanita itu mengandung banyak arti. 

“Hahaha, saya tidak percaya tahayul, Nek.”

“Dicoba saja dulu.”

Aneska tidak menjawab lagi. Hanya tersenyum tipis, lalu pamit pergi ke kamar untuk beristirahat. Rangkaian kejadian hari ini membuat Aneska lelah fisik dan batin. Ia berencana langsung tidur dan kembali saat fajar tiba. Namun, sudah beberapa menit memejamkan mata, adegan panas Ildo dan Glica malah semakin berputar jelas dalam kepalanya. Aneska mengerjap. Emosi kembali menguasai hati dan pikirannya. Pada akhirnya, Aneska nekat keluar kamar, meskipun waktu sudah menunjukkan pukul dua belas malam. Sekadar berjalan santai di pinggir pantai.  

Suasana pantai sudah lumayan sepi. Aneska berjalan pelan sembari meneguk air mineral di tangan. Beberapa menit kemudian, Aneska duduk di atas hamparan pasir putih. Pandangan matanya lurus, menatap laut malam disertai gulungan ombak besar. Suara deburan ombak menjadi pengiring suara area pantai malam itu. Terdengar begitu tenang, tapi juga menyayat hati.

Tanpa sadar, sebulir air mata menetes lagi. Turun dengan begitu cepat menyusuri pipi tembam Aneska. Sial, Aneska kembali teringat penghianatan Ildo dan Glica.

“Gue benci lo berdua!” Aneska berteriak keras. Seolah dua manusia biadab itu ada di hadapannya.

Aneska merasa hidupnya hancur. Bayangan indah membina keluarga bahagia dengan Ildo sudah musnah. Menyisahkan penyesalan teramat dalam pada diri Aneska. Ia sudah tidak bisa membayangkan lagi, bagaimana reaksi kedua orangtuanya. Terlebih sang Ayah pernah menentang keras hubungan mereka.

Atau gue mati aja kali ya? dengan begitu Ayah sama Ibu bakalan lebih fokus mengurus pengajian gue. Ketimbang mendengar gosip pernikahan gue batal. Ya, gue harus mati.

“Ayah, Ibu. Maafin Anes.”

Aneska beranjak dari duduknya. Kemudian melangkah pelan, lebih dekat dengan bibir pantai. Pandangannya kosong. Dinginnya air laut mulai menusuk kulit bagian telapak kaki hingga betis Aneska. Semakin lama, tubuh Aneska semakin tenggelam. Kali ini, air laut mulai memeluk tubuh Aneska hingga leher.

Sejenak Aneska teringat dengan ucapan Nenek resepsionis tadi. Lantas ia mulai membuat permohonan. “Kalo bener pantai ini bisa mengabulkan harapan, di kehidupan gue selanjutnya, please gimme happiness. Buat gue lupa sama Ildo.”

Yang terakhir Aneska ingat, ia semakin bergerak maju hingga sekujur tubuhnya tertelan laut malam. Terombang – ambing oleh besarnya ombak Pantai Nasuga. Kesadaran Aneska pun hilang …

                           ***

“Yang Mulia sudah sadar!”

Sebuah teriakan dan suara berisik terdengar bersamaan Aneska membuka kedua kelopak mata. Yang mulia? Siapa itu?

Aneska mengernyit sembari memandangi ruangan luas bercorak putih dan emas. Seingat Aneska, terakhir kali dirinya berusaha menenggelamkan diri di pantai Nasuga. Tapi kenapa saat membuka mata yang ia lihat bukan cahaya serba putih atau alam setelah kematian? Tidak mungkin alam setelah kematian sangat mewah dan mentereng seperti ini.

“Yang Mulia, apakah Yang Mulia mendengar saya?” Seorang wanita berbadan mungil bertutur lembut.

Aneska menoleh. Matanya menemukan wanita berpakaian pelayan sedang bersimpuh di pinggir ranjang. Kepala wanita itu tertunduk dalam, seolah takut untuk melihat wajah Aneska. Pemandangan itu sontak membuat Aneska mengernyit bingung.

“Lo siapa? Gue dimana?” tanya Aneska pada wanita itu.

Bab terkait

  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 2 - Identitas Baru

    “Maafkan saya, Yang Mulia. Saya tidak bisa memahami ucapan Yang Mulia barusan.”Aneska melihat wanita itu berkata dengan kepala tertunduk. Tanpa sadar dahi Aneska mengkerut tanda kebingungan. Ada banyak pertanyaan muncul di dalam kepalanya. Sebenarnya siapa orang - orang itu? Kenapa dirinya bisa ada di sini? batin Aneska “Sebelumnya saya mohon ijin bertanya, apakah ada keluhan yang saat ini dirasakan oleh Yang Mulia? Beberapa Dayang masih menyusul Tabib istana. Mereka akan tiba sesegera mungkin.” “Hah? Dayang? Tabib Istana? Maksudnya apa, sih? Ini gue dimana?” Aneska langsung bangkit dari posisi rebahannya dan turun dari ranjang. Ia berjongkok di depan wanita itu.“Yang Mulia jangan bersikap seperti ini. Mari, saya bantu kembali ke ranjang. Yang Mulia harus banyak beristirahat.” Wanita itu panik. Dia ingin memegang kedua sisi bahu Aneska tetapi urung, lantas yang bisa dia lakukan hanya terus memohon supaya Aneska bersedia kembali rebahan di ranjang.“Jelasin dulu, lo—maksud gue, kam

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03
  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 3 - Wajah yang Sama

    “You gotta be kidding me?!” Aneska menjambak rambutnya, “Sumpah lawak banget. Gak cukup masuk ke badan orang lain, ternyata muka kita juga sama persis? Wah, gila!” Aneska tidak menyangka wajahnya sangat mirip dengan Ratu Nadlyne. Pasalnya di masa depan, memang tidak ada yang tahu bagaimana rupa asli Ratu Nadlyne. Lukisan yang beredar hanyalah tiruan, dibuat berdasarkan arahan salah seorang rakyat yang mengaku pernah melihat kecantikan sang Ratu. Dari masa ke masa, selalu ada pembaharuan lukisan yang dianggap sebagai Ratu Nadlyne. Sedang lukisan asli justru tidak pernah keluar dari Istana. Pihak Istana maupun pihak – pihak terkait juga tidak memberikan sanggahan tentang lukisan yang beredar. Hal itu membuat banyak orang mengira, bahwa gambaran Ratu Nadlyne kurang lebih sama seperti lukisan. Hanya saja tidak seratus persen mirip. “Gue bisa beneran gila kalo lama – lama di ruangan ini.” Aneska memutuskan keluar ruangan. Akan lebih baik ia berjalan – jalan di sekitar Istana sembari meng

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03
  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 4 - Tidak Seromantis Buku Sejarah

    Aldarian di masa depan merupakan kota metropolitan dengan segala hiruk – pikuk yang melelahkan. Gedung – gedung pencakar langit memadati setiap sudut. Kendaraan umum super canggih. Aldarian semakin maju, tapi juga melelahkan disaat bersamaan. Semua orang bekerja siang dan malam demi memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat setiap harinya. Namun, semua itu tidak Aneska lihat di Aldarian era 1899.Aldarian versi 1899 jauh lebih tenang. Lingkungan di sekitar masih sangat asri dan terawat. Pohon – pohon tinggi menjulang indah. Bunga – bunga cantik bermekaran sebagai penghias hamparan lahan hijau itu. Tidak banyak juga manusia berlalu lalang di sekitarnya, membuat jalanan sangat lenggang. Kalaupun tidak sengaja bertemu, mereka akan berhenti dan menunduk hormat sampai Aneska benar – benar melewatinya. Kesenjangan antara Ratu dan rakyat sangat terasa.“Mereka kenapa nunduk terus, sih, Git?” tanya Aneska.“Karena Yang Mulia lewat.” Gita menjawab.“Kok aku?” Aneska masih belum paham. Nam

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03
  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 5 - Fakta Mengejutkan

    “Yang Mulia harus segera kembali,” ucap Gita.Aneska yang saat itu mengamati bunga bermekaran, langsung menoleh. Ia mendapati Gita bersimpuh di hadapannya. Seperti biasa, kepala wanita itu tertunduk dalam. Kemudian Aneska mengedarkan pandangan ke sekitar pondok. Pendar jingga keorenan masih terlihat, artinya belum terlalu malam untuk kembali ke Istana.“Haruskah kita kembali sekarang?” tanya Aneska.Gita mengangguk. “Masih ada cukup waktu bagi Yang Mulia membersihkan diri dan bersolek, sebelum bertemu Baginda Raja saat makan malam.”“Aku? Bersolek? Untuk Galen?” Kemudian Aneska tertawa keras. Kedua bola matanya mengerling malas. Mungkin Nadlyne yang asli akan melakukannya, tetapi tidak untuk dirinya. Aneska tidak akan merepotkan diri untuk pria tidak tahu terima kasih seperti Galen.“Yang Mulia—” Gita kembali dibuat kaget dengan perubahan sikap sang Ratu.“Ah, maksudku, aku tidak perlu bersolek malam ini. Sampaikan saja kepada Baginda Raja kalau aku tidak bisa menemuinya nanti malam.”

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-03
  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 6 - Perang Urat

    Di tempat lain yang tak kalah luas dari ruangan Nadlyne, seorang pria muda nan tampan terlihat menikmati jamuan makan malam dalam diam. Seolah ketidak-hadiran istrinya bukan suatu hal penting untuk dia pikirkan. Ada atau tidaknya Nadlyne, tetap tidak merubah kenyataan bahwa wanita itu telah membunuh kekasihnya. “Sebelumnya maafkan kelancangan saya, Baginda Raja. Tujuan saya kemari, lantaran ingin menyampaikan pesan Yang Mulia Ratu, bahwasannya malam ini Yang Mulia Ratu tidak bisa bergabung dalam jamuan makan malam.” Gerakan tangan Galen terhenti seiring dengan kunyahan di mulutnya. Kerutan tipis tercetak jelas di dahinya, namun tidak satu orang pun menyadari hal itu. Tidak biasanya wanita itu absen dari jamuan makan malam? batinnya sedikit penasaran. Meski begitu, Galen tetap memberi anggukan singkat pada Gita. “Terima kasih, Baginda Raja.” Gita mengangguk sopan, lalu perlahan mundur sebelum akhirnya berbalik arah. Kembali ke kamar Nadlyne, ratunya. Sepeninggal Gita, Galen langsung

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-08
  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 7 - Nadlyne yang Baru

    Tiga hari berlalu sejak pertama kali Aneska terbangun sebagai Nadlyne Aurora. Artinya, Aneska mau tidak mau harus kembali ke pemerintahan untuk menjalankan tanggung jawabnya sebagai Ratu Aldarian. Ya, Aneska sudah bertekad menjalani hidup sebagai Nadlyne sembari mencaritahu kebenaran dibalik tertukarnya jiwa mereka. Alasan lain, Aneska tidak terima Nadlyne disengsarakan oleh suami menyebalkan seperti Galen. “Jangan terlalu kencang, Git.” “Harus banget pakai korset? Sumpah, ini nyiksa banget.” “Petticoatnya pakai satu lapis aja, Git. Gerah.” Nadlyne terus mendumel sepanjang Gita membantunya berpakaian. Jangan ini, jangan itu. Tidak usah pakai ini, tidak usah pakai itu. Beruntung Gita tahan mendengarkan semua omelan Nadlyne. Sesi berpakaian selesai, Gita keluar ruangan untuk memanggil para dayang kecantikan. “Entah perasaan aku saja, atau memang riasan di wajahku terlalu tebal?” celetuk Nadlyne setelah sesi berhias selesai. “Ma – maafkan saya, Yang Mulia.” Nadlyne menghembuskan n

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-12
  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 8 - Balasan Nadlyne

    Tubuh Nadlyne yang berisi jiwa Aneska langsung menerobos masuk kamar Galen begitu kedua penjaga membukanya. Ia menjinjing gaun bawahnya supaya lebih lega dalam melangkah. Ekspresinya terlihat sangat kesal;tatapan matanya menajam, kedua alisnya menukik, dahinya mengkerut, juga rahang mengeras.Sepertinya Nadlyne bisa menebak tujuan Galen memanggilnya masih berkaitan dengan cerita Gita tadi."Kenapa?!" sembur Nadlyne begitu berdiri di depan suaminya. Galen yang saat itu berdiri membelakangi pintu seketika menoleh. Melihat Nadlyne berdiri sembari melipat kedua tangan di dada, juga dagu yang terangkat angkuh. "Tidakkah Anda lupa melakukan tugas, Yang Mulia Ratu?" Galen bertanya penuh nada sindiran."Maksudmu ... tugas dalam melayanimu setiap pagi?" Nadlyne tersenyum remeh, "Jika benar tugas itu yang kamu maksud, tidak. Mulai saat ini, detik ini, tugas itu bukan lagi tanggung jawabku."Nadlyne berdecih, "Cih, emang gue cewek apaan."Tanpa bisa Nadlyne prediksi, tiba - tiba saja Galen ber

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-04

Bab terbaru

  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 8 - Balasan Nadlyne

    Tubuh Nadlyne yang berisi jiwa Aneska langsung menerobos masuk kamar Galen begitu kedua penjaga membukanya. Ia menjinjing gaun bawahnya supaya lebih lega dalam melangkah. Ekspresinya terlihat sangat kesal;tatapan matanya menajam, kedua alisnya menukik, dahinya mengkerut, juga rahang mengeras.Sepertinya Nadlyne bisa menebak tujuan Galen memanggilnya masih berkaitan dengan cerita Gita tadi."Kenapa?!" sembur Nadlyne begitu berdiri di depan suaminya. Galen yang saat itu berdiri membelakangi pintu seketika menoleh. Melihat Nadlyne berdiri sembari melipat kedua tangan di dada, juga dagu yang terangkat angkuh. "Tidakkah Anda lupa melakukan tugas, Yang Mulia Ratu?" Galen bertanya penuh nada sindiran."Maksudmu ... tugas dalam melayanimu setiap pagi?" Nadlyne tersenyum remeh, "Jika benar tugas itu yang kamu maksud, tidak. Mulai saat ini, detik ini, tugas itu bukan lagi tanggung jawabku."Nadlyne berdecih, "Cih, emang gue cewek apaan."Tanpa bisa Nadlyne prediksi, tiba - tiba saja Galen ber

  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 7 - Nadlyne yang Baru

    Tiga hari berlalu sejak pertama kali Aneska terbangun sebagai Nadlyne Aurora. Artinya, Aneska mau tidak mau harus kembali ke pemerintahan untuk menjalankan tanggung jawabnya sebagai Ratu Aldarian. Ya, Aneska sudah bertekad menjalani hidup sebagai Nadlyne sembari mencaritahu kebenaran dibalik tertukarnya jiwa mereka. Alasan lain, Aneska tidak terima Nadlyne disengsarakan oleh suami menyebalkan seperti Galen. “Jangan terlalu kencang, Git.” “Harus banget pakai korset? Sumpah, ini nyiksa banget.” “Petticoatnya pakai satu lapis aja, Git. Gerah.” Nadlyne terus mendumel sepanjang Gita membantunya berpakaian. Jangan ini, jangan itu. Tidak usah pakai ini, tidak usah pakai itu. Beruntung Gita tahan mendengarkan semua omelan Nadlyne. Sesi berpakaian selesai, Gita keluar ruangan untuk memanggil para dayang kecantikan. “Entah perasaan aku saja, atau memang riasan di wajahku terlalu tebal?” celetuk Nadlyne setelah sesi berhias selesai. “Ma – maafkan saya, Yang Mulia.” Nadlyne menghembuskan n

  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 6 - Perang Urat

    Di tempat lain yang tak kalah luas dari ruangan Nadlyne, seorang pria muda nan tampan terlihat menikmati jamuan makan malam dalam diam. Seolah ketidak-hadiran istrinya bukan suatu hal penting untuk dia pikirkan. Ada atau tidaknya Nadlyne, tetap tidak merubah kenyataan bahwa wanita itu telah membunuh kekasihnya. “Sebelumnya maafkan kelancangan saya, Baginda Raja. Tujuan saya kemari, lantaran ingin menyampaikan pesan Yang Mulia Ratu, bahwasannya malam ini Yang Mulia Ratu tidak bisa bergabung dalam jamuan makan malam.” Gerakan tangan Galen terhenti seiring dengan kunyahan di mulutnya. Kerutan tipis tercetak jelas di dahinya, namun tidak satu orang pun menyadari hal itu. Tidak biasanya wanita itu absen dari jamuan makan malam? batinnya sedikit penasaran. Meski begitu, Galen tetap memberi anggukan singkat pada Gita. “Terima kasih, Baginda Raja.” Gita mengangguk sopan, lalu perlahan mundur sebelum akhirnya berbalik arah. Kembali ke kamar Nadlyne, ratunya. Sepeninggal Gita, Galen langsung

  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 5 - Fakta Mengejutkan

    “Yang Mulia harus segera kembali,” ucap Gita.Aneska yang saat itu mengamati bunga bermekaran, langsung menoleh. Ia mendapati Gita bersimpuh di hadapannya. Seperti biasa, kepala wanita itu tertunduk dalam. Kemudian Aneska mengedarkan pandangan ke sekitar pondok. Pendar jingga keorenan masih terlihat, artinya belum terlalu malam untuk kembali ke Istana.“Haruskah kita kembali sekarang?” tanya Aneska.Gita mengangguk. “Masih ada cukup waktu bagi Yang Mulia membersihkan diri dan bersolek, sebelum bertemu Baginda Raja saat makan malam.”“Aku? Bersolek? Untuk Galen?” Kemudian Aneska tertawa keras. Kedua bola matanya mengerling malas. Mungkin Nadlyne yang asli akan melakukannya, tetapi tidak untuk dirinya. Aneska tidak akan merepotkan diri untuk pria tidak tahu terima kasih seperti Galen.“Yang Mulia—” Gita kembali dibuat kaget dengan perubahan sikap sang Ratu.“Ah, maksudku, aku tidak perlu bersolek malam ini. Sampaikan saja kepada Baginda Raja kalau aku tidak bisa menemuinya nanti malam.”

  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 4 - Tidak Seromantis Buku Sejarah

    Aldarian di masa depan merupakan kota metropolitan dengan segala hiruk – pikuk yang melelahkan. Gedung – gedung pencakar langit memadati setiap sudut. Kendaraan umum super canggih. Aldarian semakin maju, tapi juga melelahkan disaat bersamaan. Semua orang bekerja siang dan malam demi memenuhi kebutuhan hidup yang terus meningkat setiap harinya. Namun, semua itu tidak Aneska lihat di Aldarian era 1899.Aldarian versi 1899 jauh lebih tenang. Lingkungan di sekitar masih sangat asri dan terawat. Pohon – pohon tinggi menjulang indah. Bunga – bunga cantik bermekaran sebagai penghias hamparan lahan hijau itu. Tidak banyak juga manusia berlalu lalang di sekitarnya, membuat jalanan sangat lenggang. Kalaupun tidak sengaja bertemu, mereka akan berhenti dan menunduk hormat sampai Aneska benar – benar melewatinya. Kesenjangan antara Ratu dan rakyat sangat terasa.“Mereka kenapa nunduk terus, sih, Git?” tanya Aneska.“Karena Yang Mulia lewat.” Gita menjawab.“Kok aku?” Aneska masih belum paham. Nam

  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 3 - Wajah yang Sama

    “You gotta be kidding me?!” Aneska menjambak rambutnya, “Sumpah lawak banget. Gak cukup masuk ke badan orang lain, ternyata muka kita juga sama persis? Wah, gila!” Aneska tidak menyangka wajahnya sangat mirip dengan Ratu Nadlyne. Pasalnya di masa depan, memang tidak ada yang tahu bagaimana rupa asli Ratu Nadlyne. Lukisan yang beredar hanyalah tiruan, dibuat berdasarkan arahan salah seorang rakyat yang mengaku pernah melihat kecantikan sang Ratu. Dari masa ke masa, selalu ada pembaharuan lukisan yang dianggap sebagai Ratu Nadlyne. Sedang lukisan asli justru tidak pernah keluar dari Istana. Pihak Istana maupun pihak – pihak terkait juga tidak memberikan sanggahan tentang lukisan yang beredar. Hal itu membuat banyak orang mengira, bahwa gambaran Ratu Nadlyne kurang lebih sama seperti lukisan. Hanya saja tidak seratus persen mirip. “Gue bisa beneran gila kalo lama – lama di ruangan ini.” Aneska memutuskan keluar ruangan. Akan lebih baik ia berjalan – jalan di sekitar Istana sembari meng

  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 2 - Identitas Baru

    “Maafkan saya, Yang Mulia. Saya tidak bisa memahami ucapan Yang Mulia barusan.”Aneska melihat wanita itu berkata dengan kepala tertunduk. Tanpa sadar dahi Aneska mengkerut tanda kebingungan. Ada banyak pertanyaan muncul di dalam kepalanya. Sebenarnya siapa orang - orang itu? Kenapa dirinya bisa ada di sini? batin Aneska “Sebelumnya saya mohon ijin bertanya, apakah ada keluhan yang saat ini dirasakan oleh Yang Mulia? Beberapa Dayang masih menyusul Tabib istana. Mereka akan tiba sesegera mungkin.” “Hah? Dayang? Tabib Istana? Maksudnya apa, sih? Ini gue dimana?” Aneska langsung bangkit dari posisi rebahannya dan turun dari ranjang. Ia berjongkok di depan wanita itu.“Yang Mulia jangan bersikap seperti ini. Mari, saya bantu kembali ke ranjang. Yang Mulia harus banyak beristirahat.” Wanita itu panik. Dia ingin memegang kedua sisi bahu Aneska tetapi urung, lantas yang bisa dia lakukan hanya terus memohon supaya Aneska bersedia kembali rebahan di ranjang.“Jelasin dulu, lo—maksud gue, kam

  • Mendadak Jadi Ratu   Bab 1 - Motel Harapan dan Pantai Nasuga

    Aneska baru saja mengakhiri sesi mengajar taekwondo sekitar pukul sembilan malam. Ia berencana mampir ke apartemen Ildo sebelum pulang ke rumah. Kebetulan sekali apartemen tunangannya cukup dekat dengan Dojang tempat Aneska mengajar. Hanya berkisar dua menit berjalan kaki. Sekitar lima menit kemudian, Aneska tiba di depan unit Ildo. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celana, lalu menghubungi nomor tunangannya. Meski tahu kode unit apartemen Ildo, Aneska tetap memperingati diri sendiri supaya tidak lancang masuk tanpa seizin pemiliknya. Bagaimanapun Aneska masih berstatus tunangan. Ia merasa tidak berhak masuk terlalu jauh pada wilayah privasi seseorang. Panggilan pertama tidak terjawab. Aneska mencoba menghubungi nomor Ildo lagi. Ia berpikir, mungkin Ildo sedang sibuk. Namun, sampai panggilan telepon ke lima, Ildo tak kunjung menjawab panggilannya. “Dia kemana?” Aneska bermonolog seorang diri. “Aku masuk aja, deh. Do, sorry aku masuk tanpa ijin kamu.” Aneska menekan kombinasi angka

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status