Share

6. Talak Tiga

Author: Merspenstory
last update Last Updated: 2025-03-20 16:24:40

Mariana menarik napas panjang, berusaha menahan sesak yang menggelayuti dadanya. Dengan langkah mantap, Mariana berbalik dan berjalan menuju pintu. Setiap langkah yang diambil terasa berat, seolah ada beban yang menahan pergelangan kakinya.

Namun, ia tidak berhenti. Ia sudah membuat keputusan, dan kali ini, ia tidak akan goyah.

Tangannya baru saja menyentuh kenop pintu ketika suara berat Armand menggema di ruangan itu.

“Mariana, jangan pergi,” ucapnya tegas.

Tubuh Mariana menegang. Perlahan, ia menoleh ke belakang dan mendapati ayahnya berdiri dengan tatapan yang begitu tegas.

“Bara dalam perjalanan ke sini,” lanjut Armand. “Kita selesaikan semuanya sekarang juga.”

Tatapan Mariana tidak berubah. Luka di matanya masih begitu jelas, tapi tidak ada lagi api kemarahan di sana. Ia tidak menolak, juga tidak menyetujui.

Armand mendesah pelan, lalu melangkah mendekati putrinya yang masih terluka.

“Ayah minta maaf jika kamu merasa ayah terlalu ikut campur. Tapi, ayah merasa ini adalah keputusan yang tepat. Apa pun keputusanmu nantinya tentang hubunganmu dengan Bara, ayah akan mendukungmu.”

Bibir Mariana lantas bergetar. Tangis yang sejak tadi berusaha ia tahan mulai pecah dalam diam. Sejak dulu, ayahnya selalu menjadi seseorang yang berdiri di sampingnya.

Air mata Mariana jatuh bersamaan dengan kepalanya yang mengangguk pelan. Mariana terisak dalam kebisuan sebelum akhirnya menghamburkan diri memeluk ayahnya. Pelukan itu erat, seolah ia takut kehilangan satu-satunya tempat berlindungnya.

Tak lama, suara ketukan terdengar di pintu utama. Mariana menegang dalam pelukan ayahnya. Ia tahu siapa yang datang.

Armand mengusap punggung putri sulungnya itu dengan lembut. “Kamu tidak perlu memaksakan diri. Tapi jangan lari dari sesuatu yang harus dihadapi, Mariana.”

Setelah mengatakan itu, Armand segera melangkah menuju pintu dan membukanya. Di depannya, Bara berdiri dengan wajah yang tampak suram. Armand tidak tahu apa yang pria itu rasakan sekarang, yang jelas ia begitu murka melihat Bara setelah mengetahui perbuatannya terhadap Mariana.

“Masuk!” titah Armand ketus.

Bara mengangguk pelan sebelum akhirnya mengekori Armand masuk menuju ruang utama. Saat tiba di sana, ia melihat Mariana sedang duduk di salah satu sofa. Wanita itu membuang muka, enggan bertatapan dengannya.

“Sayang,” panggil Bara, namun Mariana tak sudi menggubrisnya.

Bara memosisikan diri di sofa seberang Mariana. Ia masih berusaha untuk menarik perhatian wanita itu.

Tak jauh dari mereka, Armand mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan lalu mengambil napas dalam sebelum menghardik keras, “Bianca! Ke sini sekarang!”

Suara langkah kaki terdengar tergesa dari arah kamar, dan tak lama kemudian Bianca muncul dengan wajah memerah.

Tatapan matanya tajam, penuh kemarahan yang belum sepenuhnya padam sejak pertemuannya dengan Mariana di kamar orang tua mereka.

Namun ia tetap melangkah ke ruang utama meski jelas merasa enggan.

Armand menatap satu per satu orang yang ada di ruangan itu—Mariana yang duduk diam dengan wajah tanpa ekspresi, Bara yang tampak tegang di kursinya, dan Bianca yang berdiri dengan tangan terlipat di dada tanpa rasa bersalah di wajahnya.

“Aku sudah tahu semuanya,” suara Armand terdengar berat dan tajam. “Aku tahu kenapa Mariana meminta cerai. Aku tahu apa yang sudah kalian berdua lakukan padanya!” Matanya menatap Bara dan Bianca bergantian.

Bara menegang seketika dan matanya sedikit melebar saat mendengar pernyataan itu. Rahangnya mengeras saat ia menatap Armand, lalu beralih ke Mariana yang tetap menunduk.

“Ayah, dengarkan saya dulu—” Bara mencoba bicara.

“Dengar apa?!” Armand membentaknya tanpa memberi kesempatan berbicara. “Kamu mau cari alasan untuk berkhianat? Apa kamu pikir ada alasan yang cukup kuat untuk selingkuh dengan adik ipar sendiri, hah?!”

Bara mengepalkan tangannya. “Saya memang salah! Saya akui itu! Tapi saya juga manusia, Ayah! Saya punya kebutuhan, saya punya keinginan! Mariana terlalu sibuk bekerja, dia terlalu dingin, saya merasa diabaikan!” katanya membela diri.

Mariana sontak mendongak, menatap suaminya itu dengan mata berkilat. “Jadi aku yang salah?” ucapnya syok. “Aku sibuk kerja buat bantu kamu bayar cicilan hutang ibu kamu, tapi aku yang salah? Aku yang capek karena kerja dua kali lebih keras sementara kamu main perempuan di belakangku, aku yang salah?”

Bara menggeram, tangannya mengepal. Ia tahu perbuatannya salah, tapi menurutnya semua itu terjadi karena Mariana tidak memenuhi kebutuhannya.

“Aku cuma butuh istri yang bisa kasih perhatian ke suaminya! Aku kesepian, Mariana! Dan kamu nggak pernah ada!”

Mariana tertawa sinis, air mata kembali menggenang di sudut matanya. “Jadi itu alasanmu? Kesepian?” Ia menggeleng sambil tertawa getir. “Kalau kamu kesepian, kamu bisa bicara! Kalau kamu merasa aku terlalu sibuk, kita bisa cari jalan keluar! Tapi yang kamu lakukan? Kamu selingkuh! Dengan adikku sendiri!”

Bianca yang sejak tadi diam akhirnya ikut bersuara, “Jangan seolah-olah cuma Mas Bara yang salah di sini, Kak!” katanya ketus. “Kakak memang nggak pernah sadar diri! Kakak selalu jadi anak emas, kakak selalu jadi yang terbaik di mata orang-orang! Kakak nggak akan pernah tahu rasanya jadi yang terabaikan!”

Mariana menatap adiknya tajam. “Aku muak mendengar alasanmu, Bianca!”

Bianca terdiam, tetapi kemarahan jelas membakar di matanya.

Bara mengembuskan napas kasar, mencoba menahan emosinya. Ia kembali menatap Armand, lalu Mariana.

“Mariana, aku mohon.” Suaranya sedikit bergetar, menunjukkan ketulusan yang tersisa dalam dirinya. “Beri aku kesempatan kedua. Aku masih ingin mempertahankan pernikahan ini. Aku menyesal.”

Mariana mendengus, matanya menyipit menatap pria itu. “Menyesal?” katanya pelan, namun penuh ejekan. “Kalau kamu benar-benar menyesal, kamu nggak akan menyalahkanku barusan. Kamu nggak akan cari alasan buat membenarkan perselingkuhanmu.”

Bara menggertakkan giginya. “Aku udah bilang aku khilaf, Mariana! Kita bisa bicarakan ini baik-baik, aku nggak mau kehilangan kamu.”

Mariana tersenyum miring, kemudian menggeleng tegas. “Aku nggak butuh suami yang menjadikan aku alasan untuk berkhianat. Aku nggak sudi.”

Bianca tiba-tiba terkekeh. “Jadi Kakak serius ingin bercerai?” tanyanya penuh minat.

Mariana menatap adiknya dengan pandangan jijik dan penuh cemooh. “Kenapa? Apa kamu ingin memungut sampah yang aku buang?”

Bara merasa harga dirinya semakin diinjak.

“Mariana—”

“Aku nggak akan pernah menyesali keputusan ini, Bara.” Mariana kembali menyela, tak memberinya kesempatan untuk bicara. “Lebih baik aku hidup sendiri daripada bersama pria yang bahkan nggak punya harga diri untuk mengakui kesalahannya tanpa mencari alasan.”

Dada Bara naik turun. Rahangnya mengeras. Ucapannya selalu dipotong, tak ada seorang pun di ruangan itu yang berpihak padanya. Mariana terlalu keras kepala, terlalu teguh dengan pendiriannya.

Lalu, sesuatu dalam diri Bara seketika meledak.

“Kalau itu yang kamu mau, Mariana,” ucap Bara dengan suara berat. “Baik! Aku ceraikan kamu! Aku talak kamu tiga kali!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   7. Berita Duka - Kematian Bella

    Suasana ruangan seketika hening. Bianca menatap Bara dengan ekspresi terkejut, meski di dalam hatinya ada kepuasan yang sulit ia sembunyikan. Sementara itu, Mariana tetap berdiri tegak, matanya dingin tanpa ekspresi.Rumah tangga yang ia bina bertahun-tahun akhirnya karam. Namun bukannya merasa hancur, Mariana justru merasakan sesuatu yang berbeda—ia merasa ringan.Beban yang selama ini menghimpit dadanya seperti dicabut paksa. Luka itu masih ada, tetapi di baliknya ada kelegaan yang sulit dijelaskan.Mariana telah memberikan segalanya demi pernikahan ini. Bekerja tanpa mengenal lelah, menekan dirinya sendiri, menutup mata terhadap berbagai tanda yang seharusnya sudah ia sadari sejak lama. Namun pada akhirnya, semua pengorbanannya hanya dibalas dengan pengkhianatan.‘Aku kehilangan suami, anak, dan adikku sekaligus. Betapa ironisnya,’ batin Mariana.Mariana menarik napas dalam, mencoba meredam guncangan di hatinya.Ia menatap Bara, pria yang pernah ia cintai dan perjuangkan.Dulu ia b

    Last Updated : 2025-03-20
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   8. Tawaran Menjadi Ibu Susu

    “Bella-ku yang malang!” tangis Mariana pecah.Bahunya terguncang hebat saat ia mencengkeram jemari Bella, seolah berharap ada kehangatan yang tersisa. Namun, tidak ada.“Kenapa? Kenapa harus begini?” Air mata Mariana jatuh membasahi tangan Bella yang sudah tak bernyawa.Nate hanya berdiri di sudut ruangan. Tidak ada kata yang bisa ia ucapkan. Hanya keheningan yang menyelimuti kedukaan mereka.Mariana mengangkat kepalanya dan menatap Nate yang masih berdiri di sudut ruangan.“B-Bayinya,” suaranya serak dan gemetar. “Di mana bayi Bella?”Nate mengalihkan pandangannya. “Dia selamat,” jawabnya pelan.Mata Mariana melebar, sedikit kelegaan muncul di antara kesedihannya.“Di mana dia sekarang? Aku ingin melihatnya.”Nate mengangguk, lalu tanpa banyak bicara, ia melangkah keluar ruangan. Mariana buru-buru menyeka air matanya dan mengikuti Nate dengan langkah tergesa.Setibanya di ruang perawatan bayi, Mariana melihat seorang perawat sedang menggendong seorang bayi mungil yang dibungkus selim

    Last Updated : 2025-03-20
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   9. Bagian dari Kehidupan Elhan

    Beberapa hari setelah bayi Bella diperbolehkan pulang, Mariana berusaha menikmati cutinya dan fokus pada pemulihan pasca operasi. Namun ia tidak benar-benar bisa menikmatinya. Setiap detik, kenangan tentang mendiang anaknya menghantamnya dengan keras, membuat air matanya jatuh tanpa sadar.Tadi pagi, Nate mengirimkan pesan singkat yang meminta Mariana untuk datang ke kediamannya setelah jam kerja. Ada sesuatu yang perlu mereka bahas. Katanya tentang kontrak.Saat Mariana tiba di depan rumah Nate, ia menarik napas dalam sebelum menekan bel. Tak butuh waktu lama, seorang ART membukakan pintu dan mempersilakannya masuk.Tak lama, langkah kaki terdengar dari arah ruang tengah. Nate muncul dari lorong mengenakan kemeja santai dengan lengan tergulung hingga siku. Matanya menatap Mariana dengan ekspresi serius, lalu ia memberi isyarat agar Mariana mengikutinya ke ruang kerja.“Terima kasih sudah datang,” ucap Nate begitu mereka memasuki ruang kerja. Ia berjalan menuju meja kerjanya dan berhe

    Last Updated : 2025-03-21
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   10. Hari Pertama Sebagai Ibu Susu

    Mariana baru saja selesai menata bantal di sofa ketika ponselnya bergetar. Ia meraihnya dari meja dan membaca pesan singkat dari Nate.[Aku di depan. Bisa bukakan pintu?]Jantung Mariana berdebar ringan. Ia menarik napas dalam, lalu mengusap telapak tangannya yang sedikit berkeringat sebelum berjalan ke pintu. Saat ia membukanya, Nate sudah berdiri di sana dengan mengenakan kemeja abu-abu muda santai. Namun yang langsung menarik perhatian Mariana adalah kereta bayi di sampingnya.Bayi itu terbungkus selimut biru lembut, tampak tenang di dalam stroller. Di samping Nate, seorang wanita berseragam rapi berdiri dengan sikap profesional dan tampak siap siaga.“Selamat pagi,” sapa Nate. “Bolehkah kami masuk?”Mariana segera menyingkir dari pintu, lalu mempersilakan mereka masuk.Nate mendorong stroller dengan hati-hati, sementara pengasuh wanita itu mengikutinya dengan langkah tertata.“Elhan tidur?” tanyanya pelan.Nate mengangguk. “Dia baru saja selesai kontrol, jadi masih terlelap. Kami

    Last Updated : 2025-03-21
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   11. Mantan Suami Datang Mengacau

    Keesokan paginya,Nate kembali datang mengantar Elhan ke kontrakan Mariana. Dengan ekspresi tenang, ia menyerahkan bayi mungil itu ke dalam pelukan Mariana sebelum pergi tanpa banyak bicara.Mariana membawa Elhan masuk dan segera menuju sofa, ia mulai menyusui bayi itu yang kebetulan menangis begitu ayahnya pergi.Nadia duduk di kursi seberangnya, wanita itu tersenyum melihat pemandangan tersebut. “Anda semakin terbiasa, Bu,” komentarnya lembut.Mariana mengusap punggung Elhan perlahan. Jujur saja, ia merasa sedikit lebih nyaman dibanding hari-hari sebelumnya.“Ya … meski terkadang masih ada perasaan aneh yang sulit kujelaskan.”Nadia mengangguk mengerti. “Itu wajar. Tapi Anda sudah melakukan yang terbaik.”Namun, momen tenang itu tiba-tiba terpecah oleh suara gedoran keras dari pintu depan.BRAK!BRAK!BRAK!Mariana tersentak. Tubuhnya menegang seketika sementara tangannya refleks menarik Elhan lebih dekat ke dadanya.“Siapa itu?” Nadia bertanya dengan kening berkerut.Mariana menggel

    Last Updated : 2025-03-21
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   12. Semua Demi Elhan

    Nate menatap Mariana yang tampak terguncang. Wanita itu duduk dengan bahu sedikit gemetar, napasnya pendek dan tidak teratur.“Hey, Mariana. Apa kamu mendengarku?” tanya Nate seraya menepuk pelan bahu Mariana.Mariana mengangguk pelan, lalu mengangkat pandangannya menatap Nate. “Aku baik-baik saja,” bisiknya berusaha kuat meski ekspresinya tidak bisa menyembunyikan syok yang masih menguasainya. Ia menggigit bibirnya, berusaha mengendalikan getaran dalam suaranya.Nate tidak langsung percaya. “Maaf jika aku lancang. Tapi, aku harus memastikan bahwa kamu memang baik-baik saja,” balasnya.Dengan lembut, Nate meraih tangan Mariana lalu mengangkatnya perlahan untuk memastikan tidak ada luka atau lebam di kulitnya. Setelah memastikan wanita itu benar-benar baik-baik saja, Nate segera melangkah menuju kamar.Begitu pintu terbuka, ia menemukan Nadia tengah berusaha menenangkan Elhan yang menangis dalam pelukannya. Wajah wanita itu terlihat tegang, jelas sekali bahwa ia juga syok dengan kejadi

    Last Updated : 2025-03-22
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   13. Sambutan Hangat

    Setelah menyusui Elhan di kamar yang disediakan, Mariana akhirnya bisa sedikit bernapas lega. Ia duduk di tepi tempat tidur, menatap bayi kecil itu yang kembali tertidur pulas dalam dekapannya. Kehangatan yang menyelimuti kamar ini memberikan sedikit ketenangan bagi pikirannya yang masih kacau.Namun, ketukan pelan di pintu membuyarkan lamunannya. Mariana menoleh, lalu bangkit perlahan dan membuka pintu.Seorang ART muda berdiri di ambang pintu dengan senyum lembut. “Bu, orang tua Tuan Nate baru saja tiba. Mereka ingin bertemu dengan Anda.”Mariana menegang sejenak. Ia tahu tentang orang tua Nate, dan selama bersahabat dengan Bella, ia beberapa kali bertemu mereka di acara keluarga. Kedua orang tua pria itu adalah sosok yang ramah dan menyenangkan, tetapi kali ini situasinya berbeda.Mengambil napas dalam, Mariana mengangguk. “Aku akan segera keluar.”ART muda itu tersenyum dan beranjak pergi, sementara Mariana mengalihkan pandangannya ke Elhan yang masih terlelap. Ia meletakkan bayi

    Last Updated : 2025-03-22
  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   14. Hinaan dari Keluarga Mantan Suami

    Suara alarm berbunyi memecah keheningan pagi. Mariana mengerjapkan mata, butuh beberapa detik untuk menyesuaikan diri dengan cahaya redup yang masuk melalui celah tirai. Hal pertama yang menyambutnya adalah pemandangan Elhan yang tertidur pulas di sampingnya.Senyum lembut terbit di wajah Mariana. Tangannya terulur membelai pipi Elhan dengan hati-hati. Mariana takut mengganggu tidur bayi kecil itu dan berakhir membangungkannya.“Kamu tidur nyenyak sekali, ya?” bisiknya pelan seraya tersenyum lembut.Mariana ingin berlama-lama memandangi bayi lucu itu. Namun ia sadar pagi telah menunggunya, jadi dengan gerakan penuh kehati-hatian, ia turun dari ranjang agar tidak membangunkan Elhan.Setelah menyelimuti bayi kecil itu dengan lebih rapat, Mariana melangkah menuju kamar mandi. Air hangat yang menyentuh kulitnya memberikan ketenangan yang begitu nyaman, membantunya mengusir sisa kantuk yang masih menggantung di pelupuk mata.Tak lama, ia keluar dengan pakaian sederhana—blus berwarna senada

    Last Updated : 2025-03-22

Latest chapter

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   58. Perang Dingin

    Suara Nate masih terngiang di kepala Mariana bahkan ketika pria itu sudah pergi dari rumah. Pintu yang dibanting beberapa jam lalu seolah masih memantulkan gaung amarahnya di seluruh sudut ruangan.Ponsel Mariana tergeletak di pangkuan dengan layar gelap. Tangannya menggenggam ujung selimut, entah untuk apa. Mungkin sekadar menahan diri agar tidak gemetar.Setelah CCTV dipasang atas desakan Nate, Mariana mulai merasa rumahnya lebih aman. Lima kamera pengawas terpasang di beberapa titik rumah, dan semuanya atas perintah Nate tanpa bisa dibantah.‘Kamu tidak mengizinkanku untuk melaporkan kejadian ini ke pihak keamanan. Jadi, satu-satunya cara agar aku bisa tenang malam ini adalah memasang kamera pengawas.’ Itu adalah kata-kata Nate setelah ia berbicara tentang memasang kamera pengawas.Pada akhirnya, semua kamera itu terpasang di beberapa sudut.‘Aku ini siapa kamu?’ Suara Nate saat mempertanyakan itu kembali terngiang di telinga Mariana.Perasaannya begitu campur aduk. Bingung, menyes

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   57. Kejadian-Kejadian Aneh

    Dua hari setelah pindah ke rumah baru, Mariana mulai merasa ada sesuatu yang tak beres. Mungkin karena ia masih beradaptasi dengan lingkungan baru atau mungkin karena lelah setelah seharian bekerja, pikirannya mulai berlarian tanpa arah yang jelas.Ini bukan kali pertama ia tinggal sendiri. Dulu, setelah perceraian dengan Bara—meski hanya sebentar—ia sempat menjalani hidup sendiri. Tapi kali ini berbeda.Ada sesuatu yang mengganjal, seolah ada yang tidak tepat.Kadang, ia merasa seperti ada orang lain di rumah ini selain dirinya.Pagi itu, Mariana bangun lebih pagi. Ia pergi ke ruang jemur untuk mengambil pakaian dalam yang ia cuci kemarin sebelum bersiap untuk bekerja. Tapi begitu ia melangkah ke ruang jemur, ia dikejutkan oleh sesuatu.Seharusnya pakaian dalam yang ia cuci kemarin masih ada di sana. Namun ketika matanya menyapu ruang itu, pakaian dalam yang dimaksud tidak ada. Tampak jelas bahwa pakaian lainnya ada, tapi pakaian itu hilang begitu saja.“Lho, kenapa bisa nggak ada?”

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   56. Ketahuan

    Mariana tak bisa berhenti memikirkan ucapan ayahnya sepanjang perjalanan pulang. Selama ini, ia terlalu terlena, terlalu nyaman berada di sisi Nathaniel hingga tak sadar betapa benar setiap kalimat yang diucapkan ayahnya di restoran tadi.Apalagi sekarang, status mereka sudah berubah menjadi sepasang kekasih. Gunjingan pedas tak akan terhindarkan jika orang-orang tahu bahwa mereka tinggal serumah.Sepasang kekasih yang belum menikah, tinggal di bawah satu atap.Ah, Mariana bahkan tak sanggup membayangkan reaksi masyarakat—terlebih lagi, reaksi kedua orang tuanya.Maka, pindah adalah keputusan paling masuk akal. Langkah awal yang harus ia ambil sebelum semuanya terlanjur ke mana-mana.“Benar itu, Na. Kamu harus pindah secepatnya,” gumamnya pelan seolah tengah menasihati dirinya sendiri.Mariana tiba di kediaman Nathaniel menjelang senja. Langit sudah mulai menggelap, tapi pikirannya masih penuh oleh percakapan dengan ayahnya saat di restoran.Begitu menjejakkan kaki di dalam rumah, lan

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   55. Museum Date

    Setelah keheningan panjang di makam, Nate mengajak Mariana ke sebuah galeri seni yang tersembunyi di kawasan tenang kota itu. Bangunannya minimalis dengan dinding putih tinggi dan jendela kaca besar yang mempersilakan sinar matahari masuk dengan lembut.Tempat itu tidak ramai—hanya mereka berdua. Nate memang sudah mengatur segalanya.Mariana menatap sekeliling dengan langkah pelan. Galeri itu memamerkan karya-karya seniman lokal dalam nuansa monokrom dan pastel. Tenang, sendu, tapi juga indah.“Aku nggak tahu kamu suka tempat kayak gini,” gumam Mariana.Di tengah galeri yang tenang, Mariana dan Nate berjalan berdua sambil menikmati setiap karya seni yang terpajang di dinding.Namun, ketika mereka berhenti di depan sebuah lukisan, sesuatu yang tak terduga terjadi. Lukisan itu menggambarkan seorang wanita yang duduk di tepi pantai, memandang lautan yang luas, dengan cahaya matahari yang lembut menyinari wajahnya.Mariana terpaku, matanya menatap lukisan itu dengan intens. Tak lama kemud

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   54. Backstreet, but Ours

    Atas permintaan Mariana, hubungan mereka saat ini tidak hanya disembunyikan dari publik, tapi juga dari keluarga masing-masing. Bukan karena Mariana tidak serius, hanya saja dia belum siap menghadapi reaksi dari orang-orang terdekatnya. Terutama dari pihak keluarganya sendiri.Dia tahu, dari pihak orang tua Nate, kemungkinan besar kabar ini akan disambut dengan hangat. Tapi dari orang tuanya, Mariana tidak yakin.Beruntung, Nate tidak mempermasalahkan. Dia hanya bertanya alasan Mariana meminta hubungan ini tetap menjadi rahasia, lalu menyetujuinya setelah mendengar penjelasan Mariana yang terdengar masuk akal baginya.“Dalam hubungan ini, aku hanya ingin fokus pada kenyamananmu saja, Na. Kalau kamu merasa lebih tenang kalau kita pacaran diam-diam—meski aku sangat ingin memamerkan hubungan kita ke seluruh dunia—aku tidak akan menyangkal,” ucap Nate sambil tersenyum. Tangannya terangkat, mengusap lembut pipi Mariana.Mariana membetulkan posisi duduknya, lalu mengangkat satu tangannya me

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   53. Seperti Romansa dalam Drama

    Hari itu, suasana kantor pusat terasa begitu tenang. Mariana tengah duduk di balik meja kerjanya yang berada tepat di luar ruangan CEO. Pandangannya sibuk menatap layar laptop, memeriksa ulang dokumen perjanjian kerja sama untuk diserahkan ke Nate sore nanti.Ia mengenakan kemeja putih sederhana dan rok pensil abu-abu yang rapi. Sederhana, tapi itulah yang membuatnya menonjol tanpa berusaha lebih.Pintu ruang CEO terbuka sedikit dari dalam, dan suara berat Nate memanggilnya pelan, “Mariana, bisa masuk sebentar?” tanya pria itu.Mariana mengangguk pelan, kemudian bangkit sambil membawa sembarang map yang tergeletak di meja kerjanya. Wajahnya tetap netral saat melangkah masuk.Begitu pintu tertutup dan hanya mereka berdua di dalam ruangan luas bernuansa modern itu, suasananya langsung berubah. Mata Nate yang semula tajam, kini melunak saat menatapnya.“Ruang meeting kosong?” tanya Nate, seolah masih bermain peran sebagai atasan.“Sudah. Semua file yang Bapak minta juga sudah aku siapkan

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   52. Officially

    Setelah kejadian itu, hubungan Bara dan Bianca semakin memburuk. Pertengkaran demi pertengkaran terus mewarnai hari-hari mereka. Hal-hal sepele pun bisa meledak menjadi besar karena tak ada satu pun dari mereka yang mau mengalah.Pagi itu, Bara baru saja bangun tidur. Perutnya terasa melilit karena semalaman tak menyentuh makanan apa pun. Dengan wajah kusut dan langkah gontai, ia menuju dapur.Begitu duduk di kursi dan membuka tudung saji, yang terlihat hanya meja kosong.Ia menutup tudung saji dengan kasar. Suara dentuman penutup logam itu menggema di seluruh dapur.“Dasar perempuan malas! Suami bangun pagi, bukannya menyuguhkan sarapan. Apa yang dia lakukan?!” geramnya penuh amarah.Tanpa pikir panjang, ia bangkit dari duduknya dan mulai berteriak-teriak.“Bianca! Di mana kamu, hah?!”Tidak ada jawaban. Bara berkeliling rumah dengan kesal, menyusuri setiap sudut sambil terus memanggil-manggil nama istrinya itu. Tapi tetap tak ada tanda-tanda kehadirannya.Beberapa menit kemudian, pi

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   51. Perangkap Menjijikan

    Mariana baru saja tiba di kediaman orang tuanya. Untuk beberapa saat, ia hanya berdiri diam di depan pintu pagar rumah yang berdiri kokoh. Tiga puluh menit yang lalu, ia menerima pesan singkat dari nomor sang ayah yang memintanya untuk datang sendiri.Mariana mendorong pintu pagar yang tak terkunci. Daun pintu rumah pun terbuka begitu saja saat ia menyentuhnya. Tidak dikunci.Mariana masuk dengan langkah hati-hati, rasa heran menyelip di dadanya, namun belum cukup kuat menjadi kecurigaan.“Ayah?” panggilnya lembut.Kakinya melangkah masuk, melewati ruang tamu yang sunyi. Tidak ada suara televisi menyala. Tidak ada aroma masakan ibunya. Tidak ada gemerisik langkah kaki siapa pun.Langkah Mariana terhenti di ruang tengah. Jam dinding yang berdetak pelan menjadi satu-satunya suara yang terdengar di antara keheningan itu. Ia menoleh ke kiri dan kanan, berharap mendengar sahutan atau mendapati seseorang keluar dari salah satu kamar.Tapi, tidak ada.Saat ia sampai di depan kamar orang tuan

  • Mendadak Jadi Ibu Susu Anak Atasanku   50. Kecupan dalam Igauan

    Lebih dari tiga puluh menit kemudian, hujan akhirnya benar-benar reda. Baik rambut maupun pakaian Mariana sudah tidak basah lagi. Begitu pula dengan Nate.Setelah pria itu tiba-tiba memeluknya tadi, Mariana membiarkannya selama beberapa saat. Meski sempat hampir terlena karena terasa hangat dan nyaman, ia buru-buru menarik diri sebelum dirinya merasa enggan untuk dilepaskan.Perjalanan kembali ke mobil berlangsung tanpa banyak kata. Nate kembali menggendong Mariana di punggungnya seperti sebelumnya.Sesampainya di mobil, ia dengan sabar membukakan pintu, membantu Mariana masuk, lalu menyelimuti tubuhnya dengan jaket yang tadi sempat disimpan di jok belakang.“Kita kembali ke hotel dulu,” kata Nate sambil menyalakan mesin. “Kakimu harus dikompres sebelum makin bengkak.”Mariana hanya mengangguk kecil. Kepalanya terasa sedikit berat, dan suhu tubuhnya mulai terasa aneh—panas dari dalam, tapi dingin di permukaan kulit.***Setelah menempuh penerbangan sekitar satu jam tiga puluh menit, p

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status