Regan menarik tangan Burman keluar ruangan, dia lalu berbisik."Cari tahu pasien yang bernama Nona di ruang VVIP 2, aku penasaran.""Untuk apa kau mencari tahu pasien itu, kita fokus saja pada pemulihan Abhygael," tolak Burman."Ih..kau !" Andai bukan rumah sakit Regan sudah ingin menonjok detektif yang satu ini. Selama ini belum ada yang berhasil dia tangani dan lebih menyebalkan lagi, Abhygael masih mempercayainya.Melihat kemarahan di wajah Regan akhirnya Burman melunak."Apa yang kau ingin aku lakukan ?" "Awasi pasien itu, cari tahu siapa dia dan ada hubungan apa pasien itu dengan Rafael.""Itu saja ?""Iya, informasi apapun yang kau dapatkan segera beritahu aku."Regan meninggalkan Burman yang sedang berpikir, dia lalu menghampiri pria yang berdiri depan kamar VVIP 2."Hai, saudaranya yang sakit ya ?" Burman sok akrab dan menawarkan rokok pada pria itu. Pria berperawakan tinggi tegap itu menoleh. Sepertinya pria ini pandai bela diri. Batin Burman."Itu, calon isteri bos melahirka
Regan mengikuti langkah tuan Putera, saat langkah mereka sudah sejajar, Putera bertanya apa yang ingin disampaikan Regan."Aku tahu kau ingin menyampaikan sesuatu."Mereka menuju taman dan duduk dikursi yang kosong yang ada disana."Leona sudah melahirkan."Putera mendongak, "Bagaimana kau tahu ?"Regan mulai menceritakan apa yang dilihatnya, lalu bagaimana dia meminta Burman menyelidiki pasien yang bernama Nona."Apakah tadi kau ke Lampung ?" tanya Putera setelah mendengar cerita Regan."Iya, tapi saya kehilangan jejaknya, dari informasi yang kami dapatkan dia menjalani operasi caesar saat Abhygael menjalani operasi. Dia melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Muhammad Abil AlFatih."Putera bagaikan tersengat listrik ketika mendengarnya. Dia yang menamai bayi itu, dan dia pula yang mengazaninya. Sungguh rahasia Allah tak ada yang tahu.Airmatanya menetes perlahan, Regan terkejut."Ma..maaf jika saya salah ucap.""Tidak nak, terima kasih sudah menceritakan hal ini padaku, ak
Hendrinata dan isterinya datang membesuk Abhygael. Mereka singgah sebentar di toko buah-buahan, walau mereka tahu Abhygael tidak mengharapkan itu namun sangatlah elok jika membawakan sedikit buah tangan untuk menantu.Di koridor mereka sempat berpapasan dengan tuan Arafat dan isterinya."Apakah ada orang yang bersama Abhygael sekarang ?" tanya tuan Hendrinata.Arafat diam lalu berkata, "Leona sedang berada di dalam"Hendrinata dan Renata saling memandang."Benarkah ? Kalian sudah menemukan Leona ?"Arafat dan Karina hanya mengangguk.Sementara itu, Adelia yang mengikuti kedua orang tuanya diam-diam, sempat melihat interaksi itu. Dia lalu mengejar mereka."Ayah, Ibu. Mengapa kalian tidak mengajak aku ? "Hendrinata mendelik gusar, namun Renata menggandeng tangan Adelia."Ayo, kita besuk saudara iparmu bersama."Keadaan pasti akan ramai, maka Arafat segera menelpon Putera agar segera kembali ke Paviliun.Arafat menarik tangan Karina untuk mengikuti mereka. Kini mereka masuk bersamaan ke
Sesampainya di rumah, Adelia langsung masuk ke kamarnya. Dia tak menghiraukan ayahnya yang memintanya untuk duduk bersama mereka.Regan duduk di hadapan Hendrinata dengan rasa bersalah yang dalam.Apakah orang tua Adelia menerima alasannya ?Renata masuk ke dapur dan tak lama kemudian dia membawa dua cangkir teh panas."Ayo diminum, mumpung masih hangat."Regan mengangguk lalu menundukkan wajahnya. Renata yang tidak terlalu memperhatikan ucapan Abhygael sedikit bingung dengan permintaan suaminya. Untuk apa dia mengajak Regan berbincang ? Apakah ini terkait Leona ? Renata menyadari ada yang salah dengan anaknya, tetapi dia tak tahu apa itu. "Mungkin kau sudah bisa menduga apa yang akan aku tanyakan kali ini," suara bariton Hendrinata sangat pelan tapi tegas.Regan terus menunduk, demi Abhygael dia tega berbuat dosa, dia siap mempertanggung jawabkan perbuatannya. Dimana kalian menemukan Leona ?" tanya Renata.Regan mendongak, " Dia datang sendiri ke rumah sakit."Renata terdiam, entah
Atas permintaan ayah dan ibunya, Adelia tidak mengugurkan kandungannya. Dia bersedia menanggung semua rasa malu yang telah diperbuatnya sendiri."Baiklah ayah, jika itu yang kalian inginkan, tapi satu yang kupinta, jangan paksa diriku untuk menikah dengan Regan.""Kenapa nak ? Dia itu laki-laki yang baik yang penuh rasa tanggung jawab, ayah yakin kau akan bahagia menikah dengannya," bujuk Hendrinata.Adelia terus menggelengkan kepala, "Tolong pahami aku ayah, jika ayah terus memaksaku, jangan menyesal jika ayah akan kehilangan diriku untuk selamanya," ancaman Adelia bukan main-main.Renata melihat kesungguhan Adelia sehingga berbisik pada suaminya."Jangan paksa dia ayah, ayo biarkan dia istirahat."Renata menarik tangan suaminya. Mereka keluar dari kamar dan membiarkan Adelia merenungi nasibnya.Sementara itu Abhygael sudah sembuh dan diizinkan pulang oleh dokter."Kontrol seminggu sekali, dan sebaiknya jangan dulu melakukan aktivitas yang berat."Abhygael mengangguk. Mereka sekeluarg
Pagi harinya semua penghuni rumah sudah bersiap-siap sarapan di meja makan, Leona belum terlihat. Abhygael sudah terlihat rapi dan duduk di meja makan.Dia tak menanyakan dimana Leona, namun Mutia segera menyuruh maid memanggil Leona di kamarnya.Sebelum maid naik ke lantai dua, terlihat Leona turun dengan pakaian yang sedikit seksi. Semua mata terbelalak kaget, Leona yang mereka kenal sangat menjaga penampilan dengan tidak mempertontonkan lekuk tubuhnya itu kini tampil berbeda.Abhygael tak meliriknya sedikitpun, dia menghabiskan sarapan paginya lalu minum obat."Hari ini aku ke kantor," ucap Abhygael setelah mengambil tisu dan menyeka mulutnya."Apakah kau sudah merasa baikan ?" tanya Putera.Abhygael hanya mengangguk lalu berdiri."Aku ikut," Leona segera berdiri sambil terus mengunyah roti. Dia mengambil segelas air, meminumnya sedikit lalu segera berlari menyusul Abhygael.Karina menatap suaminya yang hanya mengangkat bahu melihat ulah Leona, dia sudah mulai merasakan keanehan, na
Abhygael dan Regan segera menuju rumah sakit, karena kondisi Abhygael belum terlalu pulih, maka Regan yang menyetir. Mereka terlihat panik apalagi Regan, walau Adelia menolaknya tetapi dia merasa bertanggung jawab karena didalam perut Adelia adalah darah dagingnya sendiri.Setelah memarkir mobil, keduanya berlari menuju unit gawat darurat tapi menurut perawat, pasien pendarahan sudah dibawa ke ruang tindakan.Disana terlihat Leona yang berjalan mondar mandir dengan wajah cemas. Dia cemas karena takut Adelia mati dan dia yang akan menerima akibatnya. Dia tidak berniat mencelakai Adelia, tujuannya hanya ingin membuat anak di rahim Adelia gugur."Bagaimana keadaanya ?" tanya Regan panik."Sedang di tangani dakter." Abhygael menghubungi Renata, menyampaikam kabar Adelia.Tak lama kemudian seorang perawat keluar."Keluarga Adelia!" Regan dan Leona segera menghampiri."Kami berhasil menyelamatkan ibunya, tetapi kami tak bisa menyelamatkan bayinya."Regan tertegun, mungkinkah ini disengaja
Tak ada yang perduli dengan kehadiran Leona. Semua orang seakan terhanyut dalam kesedihan. Adelia sudah tertidur dan Abhygael nampak sedang berbincang dengan mertuanya. Regan sedang asyik bermain ponsel.Leona berdiri dihadapan Abhygael."Ayo kita pulang."Abhygael tak menggubrisnya, mendongakpun tidak. Hendrinata sempat merasa heran dengan tingkah Abhygael. Namun Renata memakluminya, karena dia sendiri tidak suka dengan kehadiran Leona di ruangan ini.Ditengah kekesalan Leona akan sikap Abhygael, terdengar bunyi sepatu hak tinggi beradu dengan lantai marmer disepanjang koridor dan berhenti di depan ruang Paviliun.Setelah mengetuk perlahan, Selena membuka pintu. Semua mata tertuju padanya, Abhygael nampak menahan emosi. Namun melihat wajah suram Leona dia menetralkan kemarahannya. Dia ingin tahu apa tindakan Leona.Regan berdiri hendak melarang Selena mendekat tapi Abhygael mencegahnya, walau bagaimanapun Selena pernah mengisi hari-hari Abhygael.Selena mendekati ranjang Adelia, dan m
Kehadiran Leona yang kembali sebagai direktur perusahaan disambut dengan gembira oleh para karyawan. Direktur cantik dan mempesona serta cerdas ini sangat di rindukan. Semua karyawan berdiri berjejer di sepanjang jalan, satpam dan cleaning service tak ketinggalan."Kau di sambut bagaikan seorang ratu, aku jadi cemburu," bisik Abhygael."Jangan terlalu berlebihan," Leona mencubit pinggang suaminya."Selamat pagi ibu direktur, selamat pagi presdir," sapa para karyawan."Selamat pagi," jawab Leona sambil tersenyum dengan hangat.Tak terlukiskan kebahagiaan para karyawan saat menyambut direktur kesayangan mereka. Direktur yang dikenal ramah dan suka membantu itu kini hadir seakan memberi semangat baru bagi para karyawan.Leona naik lift menuju ruangannya di susul Abhygael."Kali ini aku tak akan membiarkanmu di dekati para pria," ucap Abhygael serius."Apa maksudmu? Bukankah seharusnya kau yang perlu di khawatirkan di dekati para gadis?" protes Leona, dia tak terima dengan perkataan suamin
Diandra tak menyangka jika Leona kini sudah kembali ke rumah Abhygael. Dengan penuh percaya diri dia membawakan mainan dan makanan untuk Abil.Bibi Sultia tak tahu harus berkata apa saat Diandra menekan bel di sudut pintu rumah. Abhygael dan Leona sedang mandi di kolam renang bersama kedua anaknya."Maaf non, tuan dan nyonya sedang berada di kolam renang," ucap bibi Sultia saat membukakan pintu rumah."Nyonya?" tanya Diandra dengan kening berkerut."Iya non, kemarin tuan Abhygael menjemput isterinya untuk kembali ke rumah ini," jawab bibi Sultia dengan sopan.Diandra tak tahu harus bilang apa, namun dia ingin memastikan apakah Abhygael mencintai isterinya atau tidak."Biar saya menunggu di teras saja bi," kata Diandra.Tanpa di persilahkan, Diandra duduk di teras rumah. Bibi Sultia segera masuk ke dapur untuk menyiapkan sarapan. Dia tak memberi tahu majikannya tentang kehadiran Diandra. Saat kedua majikannya masuk ke dalam rumah barulah dia mengatakan jika Diandra sedang duduk di tera
Banyak mobil yang terparkir di halaman rumah tuan Hendrinata. Namun tuan Putera tetap berusaha mencari parkiran yang kosong di halaman."Sepertinya banyak tamu yang datang pagi-pagi," kata Mutia saat melihat kondisi pagi ini.Mutia melirik jam tangannya, waktu menunjukkan pukul 07.00 pagi. Setelah Putera memarkir mobilnya di sudut halaman yang masih kosong, mereka lalu turun dan mengucapkan salam saat sudah tiba di pintu."Kakak Abil, sini sayang lihat adiknya," Priska berdiri menyongsong Abil. Semua ikut berdiri, rupanya Aditia beserta keluarga ikut berkunjung pagi ini, seakan sudah ada yang memberi tahu mereka jika Abhygael akan datang menjemput Leona.Mungkin karena melihat orang banyak, Abil bersembunyi di belakang ayahnya. Tangannya yang mungil mendekap erat kaki Abhygael sehingga dia tak bisa melangkah dan hanya berdiri saja sambil sebelah tangannya mendekap Abil dari belakang.Leona keluar dari kamar sambil menggendong bayi Arisha. Dia tertegun melihat Abhygael namun tatkala di
Leona membiarkan bayi Arisha dalam gendongan Abhygael, dia sibuk melayani tamu yag sudah mulai berpamitan pulang. Sesekali dia mencuri pandang ke arah Abhygael yang ternyata memandangnya juga.Diandra menghampiri Abhygael yang menggendong Arisha."Jika diperhatikan ternyata wajahnya mirip sekali denganmu," ucap Diandra."Bagaimana gak mirip, dia adalah ayahnya," sebuah suara membuat Diandra terdiam.Tau-tau Dian sudah berdiri di samping Abhygael dan mengambil Arisha."Maaf bayinya mengantuk," kata Dian sambil meraih Arisha dari gendongan Abhygael.Abhygael enggan melepaskan anaknya, namun melihat tatapan tajam Leona dari pelaminan akhirnya dia menyerahkannya juga."Cium ayah sayang," Dian mendekatkan wajah Arisha dan Abhygael pun menciumnya dengan haru."Benarkah itu anakmu?" tanya Diandra saat Dian sudah melangkah jauh dari meja VIP.Abhygael mengangguk, dia lalu berdiri dan menghampiri Leona. Dia harus mengakhiri kesalah pahaman ini. Dia bahkan tak menghiraukan Diandra yang memanggil
Oemar mengabari Abhygael jika dia akan datang ke Indonesia karena adiknya akan menikah. Kabar ini bukannya membuat Abhygael bahagia, dia semakin sedih karena Leona akan kembali dari kota T. Sudah bisa di pastikan jika Wildan akan menikah dengan Leona. Tapi dia tak akan membiarkan hal itu terjadi, Leona merupakan istri sahnya. Terpikir oleh Abhygael untuk mendiskusikan hal itu dengan kedua orang tuanya namun dia tak ingin melukai perasaan kedua orang yang di sayanginya.Regan menerima undangan pernikahan Wildan, dia tersenyum. Kini dia bisa lega karena Abhygael akan bertemu Leona. Namun dia tidak tahu jika Abhygael melemparkan undangan itu ke tong sampah tanpa melihatnya sama sekali. Dengan bersenandung ria, Regan datang ke rumah Abhygael. Dia berencana ingin menceritakan kebenaran pada sahabatnya itu."Abhy, aku ingin menceritakan sesuatu padamu," kata Regan dengan penuh percaya diri."Sudahlah, aku sudah tau semuanya," kata Abhygael tanpa menoleh sedikitpun."Benarkah? Jika begitu ki
Diandra tak hilang harapan untuk terus berusaha mendekati Abhygael, berbagai cara dia lakukan. Dari sekedar bertamu sampai membawakan makanan untuk Abil.Abil yang sangat merindukan ibunya merasa gembira melihat Diandra. Balita mungil yang tak mengerti apa-apa sangat gembira ketika Diandra membawakannya mainan lalu bermain bersamanya.Semula Abhygael sangat marah melihat Diandra dengan tidak tahu malunya mendekatinya melalui Abil. Namun sekeras-kerasnya hatinya akhirnya luluh juga melihat ketulusan Diandra yang memperlakukan Abil bagaikan puteranya sendiri. "Wanita ini benar-benar tidak tahu malu!" gerutu Abhygael di dalam hati.Akhirnya entah berawal dari mana mereka kini mulai dekat. Kemana-mana mereka sering bersama, namun Abhygael tak pernah mengatakan apapun pada Diandra. Obrolan mereka hanya seputar persoalan bisnis dan tumbuh kembangnya Abil.Saat itu mereka berdua sedang duduk di sebuah cafe. Tak jauh dari mereka duduk pula pasangan Rafael dan Adelia. Saat ini Adelia sedang ha
Awalnya Abhygael enggan menghadiri acara selamatan yang diadakan sahabat ibunya di hotel berbintang lima itu. Namun kedatangan ibunya tadi pagi memintanya untuk ikut menghadirinya sebagai bentuk penghargaan terhadap sahabat. "Ibu Anita itu sahabat mama, tolong pikirkan kembali, mama tak ingin menyinggung perasaan mereka," begitu kata ibunya.Akhirnya malam ini Abhygael ke acara selamatan itu di temani Regan, dia datang tidak memakai pakaian formal seperti biasanya. Dia dan Regan memakai kemeja kotak-kotak yang senada dengan celana yang mereka kenakan."Lihatlah gadis itu, sepertinya dia terus menatapmu," bisik Regan."Dia gadis yang punya hajatan ini, tidak usah perduli kan. Toh kita sudah menghadiri acaranya," jawab Abhygael acuh tak acuh.Putera datang bersama Mutia, mereka menyalami pasangan pejabat itu dan anaknya.'Kenalkan ini Diandra, dia baru pulang dari Amerika," Ibu Anita memperkenalkan anaknya."Oh, anakmu cantik sekali," puji Mutia.Diandra tersipu malu mendengar pujian sa
Sudah seminggu Abhygael uring-uringan, ada-ada saja hal yang membuatnya marah. Laporan yang disodorkan tanpa titik dan koma saja dia berang. Regan bahkan sempat jengkel dengan tingkah Abhygael akhir-akhir ini."Aku tak ingin ada kesalahan lagi," kata Abhygael dengan tegas."Siap bos!" jawab Regan dengan rahang mengeras menahan marah, sudah beberapa kali dia harus memperbaiki dokumen."Satu lagi, jangan izinkan siapapun masuk ke ruangan ini tanpa seizinku," ucap Abhygael tanpa menoleh sedikitpun pada Regan. Dia benar-benar memposisikan diri sebagai atasan.Regan benar-benar heran dengan bosnya, keningnya berkerut, lalu dia menggeleng-gelengkan kepalanya."Bukankah selama ini memang seperti itu bos," sanggah Regan.Abhygael mengabaikan sanggahan Regan, memang benar apa yang dikatakannya namun Abhygael merasa akan ada seseorang yang datang namun dia tak tahu siapa. Mungkin ini hanya perasaannya saja.Selama ini dia selalu bermimpi di datangi seorang gadis cantik, dia sangat ketakutan. Dia
Cuaca pagi ini sangat cerah, pesawat Garuda mendarat dengan sempurna sesuai jadwal. Dian sudah menunggu ibu Renata sekitar setengah jam yang lalu.Tak berapa lama, ibu Renata muncul di pintu kedatangan sambil menenteng sebuah kopor."Selamat datang di kota T bu," sapa Dian lalu meraih koper dari tangan ibu Renata."Apa kau sendiri saja? Siapa yang menemani Leona?" tanya ibu Renata sambil melihat ke kiri dan kanan."Aku dan sopir grab bu, Leona di temani Wildan dan Arini," jawab Dian lalu menuju ke parkiran di susul ibu Renata.Hanya butuh waktu dua puluh menit untuk tiba lebih cepat di Rumah Sakit. Jalan di kota ini tak semacet kota Jakarta. Di kiri kanan jalan terdapat rumah-rumah penduduk dan beberapa sekolah dan rumah ibadah, juga pantai yang indah. Sopir grab mengemudikan mobilnya dengan perlahan sehingga ibu Renata masih bisa melihat pemandangan laut yang begitu tenang Begitu tiba di Rumah Sakit, Dian segera menuntun ibu Renata menuju ke ruangan VIP. Leona sedang duduk di atas ka