Beranda / Romansa / Mendadak CEO / Chapter 1 : Wanita Bar-Bar

Share

Mendadak CEO
Mendadak CEO
Penulis: R L

Chapter 1 : Wanita Bar-Bar

Seorang pria berkemeja hitam yang tidak tampak rapi, menenteng jas dan tas punggung berisi laptop. Ryan Miller, manajer IT White Stone Construction itu melirik jam yang melingkar di lengan kanannya. 

“Sial! 15 menit lagi rapat dimulai!" Dia menggeleng gusar memikirkan para petinggi departemen sudah menunggu di ruang rapat sedangkan lift kini tertahan di lantai 9.

“Kau bisa memakai lift VIP tanpa berdesakan, pergilah,” saran Jacob, sahabatnya.

Ryan berdecak, sesungguhnya enggan menyetujui. “Kutunggu kau di ruangan!” ucap Ryan menepuk bahu Jacob sambil melewatinya untuk beralih ke lift khusus. “Persetan dengan VIP!” gumamnya.

Sudut mata pria bermata elang itu kini tersita perhatian oleh sosok wanita berambut cokelat, yang dengan langkah terburu-buru mendahuluinya hingga bunyi heels-nya terdengar menggema di lantai granit area lobi.  

Ryan mempercepat langkah dan sedikit berlari menyusul ke lift yang sama agar tidak tertinggal saat pintunya mulai menutup. Cepat-cepat tangannya menyela pintu lift kemudian menerobos masuk. 

Setelah menekan tombol menuju lantai 29, kemudian Ryan melangkah ke belakang untuk bersandar di sudut. Matanya sempat berpapasan dengan sang wanita cantik berpakaian rapi yang tadi terburu-buru masuk ke lift yang sama. Rasanya sangat canggung, kini hanya dia dan sang wanita yang berada di dalam lift. 

Seketika saja wanita itu merapat ke sisi kanan pintu lift, menghindari Ryan. Sambil sesekali mata keabu-abuan wanita itu melirik sinis mengawasi pria berusia 30 tahun itu.

“Sangat mengherankan, demi apa orang bisa berani masuk ke dalam lift khusus ini,” sindir wanita itu sambil menaikkan dagunya. “Sudah beberapa kali kuajukan keamanan sensor wajah, tapi belum juga dikerjakan!” imbuhnya. 

Tidak ingin menanggapi, Ryan hanya berdeham karena menyadari kata-kata itu tertuju padanya. Dia menjatuhkan pandangan ke lantai, tetapi seketika matanya tertahan, menyorot pada sesuatu yang janggal di bagian rok wanita itu.

Demi apa pun, Ryan yang tidak berniat berkomunikasi, tetapi karena iba dia pun mencoba mengajak bicara, “Nyonya—.” Dia sengaja menahan kepalanya agar tetap tertunduk. Hanya jari tangannya yang menunjuk ke arah rok sang wanita. 

“Apa? Nyonya!” bentak wanita itu yang sontak menoleh geram, tidak membiarkan Ryan melanjutkan bicara.

“Oke. Nona, aku hanya—.” Lagi-lagi ucapan Ryan tertahan.

“Apa yang kau lihat, huh? Kau terus saja memandangi bokongku. Hey, kujelaskan padamu, Pria asing. Keamanan di sini begitu ketat dengan banyak kamera pengawas. Berani sekali kau memandangiku dengan tatapan kotor?” cecar sang wanita.

Bibir tipis Ryan terbuka dan spontan menganga, tidak habis pikir, tatapan kotor apa? Jangankan memandangi terus menerus, baru sedikit saja mendongak, wanita itu membulatkan mata mengawasi gerak-geriknya.

“Ngomong-ngomong, jangan menyesal jika kau tidak mau mendengarkan kata-kataku.” Ryan melipat tangannya di dada sambil membalas tatap dengan sombong. Niat baiknya bahkan dicecar pikiran negatif wanita itu. "Terus saja kau bicara. Apa masalah hidupmu begitu rumit sampai tantrum seperti ini!" Ryan membatin.

“Kau pikir siapa dirimu, huh?”

Ryan hanya mendengkus kesal, wanita itu terus menyela dengan cacian. “Terserah apa katamu.” 

Meskipun begitu, Ryan yang terusik malah merasa kasihan jika tidak memberitahu bahwa resleting rok wanita itu terbuka dan menganga di posisi belakang. Tentu wanita itu akan merugi dan malu selama berada di dalam kantor.

Lantai yang dituju pun kini sudah sampai. Ryan memikirkan cara lain untuk memberitahu, dia pun lantas maju dan segera melebarkan jas miliknya. Akan tetapi, dirinya tidak menyadari bahwa tatapan curiga wanita itu masih tertuju kepadanya.

“Kau mau apa?!” tanya wanita itu dengan tatapan tajam. 

Tidak banyak basa-basi, Ryan menempelkan jasnya pada punggung wanita itu. “Kau pasti membutuhkan itu,” ucapnya sekilas sambil melangkah keluar dari dalam lift.

Wanita pemarah itu pun cepat melangkah maju, menangkap dan menarik lengan Ryan hingga tubuh pria itu kehilangan keseimbangan. Langsung saja tamparan keras mendarat ke pipi pria itu. Jas yang merosot jatuh di dekat kakinya pun dilemparkannya pada Ryan. 

“Hei! Kau gila, ya!” Ryan meninggikan suara. Baginya ini tidak setimpal dengan niat baiknya. 

“Kau menyentuh pinggangku, Pria mesum! Aku akan mengingat wajahmu, penyusup brengsek!” 

Makian itu terdengar jelas di telinga Ryan. Dia mengusap pipinya yang terasa panas akibat tamparan, sambil menatap geram. Pintu pun kini tertutup lalu lift naik ke lantai atas.  Pria itu meraih jas miliknya yang terjatuh di lantai akibat dilemparkan wanita itu. 

“Ya, Tuhan. Wanita macam apa itu, bar-bar sekali!” Dia mengerutkan kedua alisnya. Sekilas matanya melihat ke arah tombol lift yang menyala, saat hendak beranjak dari posisi. “Lantai 35? Bukankah itu lantai ruangan direksi?”

Baru hitungan menit kejadian tadi, Jacob yang akhirnya sampai di lantai yang sama, memanggilnya dari kejauhan.  “Ryan!“

"Kau cepat sekali."

"Aku nekat menaiki lift barang, Kawan.“ ucap Jacob sambil mengatur napasnya karena berlari. "Hey, ini kabar mendadak. Tim kita menyerah, teror siber bermunculan dan lokasinya terpencar. Aku mendapat data satu peretas berlokasi di kota Dallas, kupikir kita harus melaporkan ini ke atasan,” ungkap Jacob berjalan cepat beriringan dengan Ryan menuju ruang manajer.

“Aku sudah mengaturnya tadi malam. Baru saja data keuangan turut diretas oleh IP Blacklist. Akan ada sistem baru untuk menjaga seluruh data perusahaan,” ucap Ryan setengah tidak peduli, sambil membuka pintu dan masuk ke ruangannya.

“Kupikir kau telah paham bagaimana perusahaan ini menekan biaya. Mereka anggap ini sepele! Bahkan untuk keamanan data pun, mereka memilih melarikannya untuk investasi. Biaya pemulihan data ini sangat besar. Tapi mereka menutup telinga!" 

“Aku akan mengawasi pergerakan, percayakan ini padaku, tidak akan kulepas kalian begitu saja. Dan apabila mereka tidak ingin para investor menarik kembali sahamnya di perusahaan ini, hanya menunggu waktu untuk bernegosiasi di ruang rapat.”

“Aku mengandalkanmu, Kawan. Posisi tim bergantung padamu, kau yang memimpin.”

“Mereka hanya punya dua pilihan. Mempercayakan sistem baru ini, atau … perusahaan akan berhenti merayakan ulang tahun. Ah, dengar, itu hanya politik, Jac.” Ryan menghentikan kata-katanya dan kemudian membatin, “Atau ... jika kecurigaanku benar, ada yang ingin bermain-main di sini. Kalian tidak perlu mengetahuinya.” Ryan berdiri melipat tangannya sambil melirik sekilas pada Jacob, dia lalu mengalihkan pandangannya lagi ke arah laptop.

Ryan bisa melakukan segalanya tanpa menggunakan biaya fantastis dari perusahaan, dengan gratis. Akan tetapi, dia sedang menelisik ke mana arah aliran uang perusahaan yang selalu saja ditahan untuk kepentingan khusus. Dia berpikir lebih baik menyerahkan hasilnya untuk para tim, meski sangat mudah baginya untuk menangani ini sendiri dalam waktu singkat. 

Jacob mengangguk pelan, dia adalah orang pertama yang mendukung segala keputusan Ryan. Sang sahabat tidak pernah meragukan kecekatan Ryan dalam bekerja. 

Keduanya kini tengah memantau beberapa kejanggalan, untuk segera melakukan penanganan. Sorot cahaya dari layar mengenai sebagian wajah Ryan, hal itu membuat Jacob tiba-tiba menahan tawa.

“Seorang wanita beruntung, hum?” tegur Jacob yang masih memperhatikan Ryan fokus dengan laptopnya.

“Pertanyaan apa itu? Aku tidak tidur beberapa malam membuat program ini, kau tahu!”

“Tenang, Kawan.” Tawa Jacob semakin menjadi-jadi. “Ha-ha-ha, maksudku … apa kau tidak punya waktu hingga nekat bercinta di dalam lift, Ryan?”

 

"Apa maksudmu?" Ryan menegakkan tubuhnya dan menatap jengkel. 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
arkeys
ayok, semangat otorr
goodnovel comment avatar
Pena Ilusi
Aduh! Ryan, Ryan, demi apa. Ras terkuat memang gitu kan, yak. Suka buikin guara-guara .........
goodnovel comment avatar
Lien Machan
yang rajin upnya, Thor...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status