Home / Romansa / Mendadak CEO / Chapter 8 : Malam di apartemen

Share

Chapter 8 : Malam di apartemen

Author: R L
last update Last Updated: 2024-05-02 09:58:58

Ryan berdiri melihat ke atas di depan gedung perkantoran itu. Lalu dia berjalan pelan di sisi jalan dengan lalu lintas padat dan gemerlap lampu kota malam hari itu yang menemani langkahnya menuju apartemen.

Dia memilih santai berjalan kaki, setelah menolak ajakan Jacob untuk menumpang. Kendaraannya kini masih berada di bengkel dengan masalah kerusakan lain yang begitu aneh karena merambat pada hal lain, yang seharusnya hanya mengganti kaca depan saja.

Saat dia melangkah pelan di jalur yang mulai sedikit tidak ramai, tiba-tiba sebuah sedan mewah merapat dan berjalan pelan di sebelah seakan mengikuti langkahnya. Awalnya Ryan tidak menyadari hal itu, karena risih merasa diikuti akhirnya menoleh ke arah kendaraan itu.

Kaca mobil itu pun terbuka pelan, muncul sosok Briana yang memanggilnya untuk berhenti.

“Hati-hati kepalamu, kau melihatku sambil berjalan!” teriak Briana dari dalam mobilnya. “Berhentilah sebentar.”

“Kau?” Ryan tersentak, dia berhenti dan diam di posisinya.

“Mau kuantar?”

“Aku? Kau antar? Ha-ha … terima kasih, apartemenku tidak jauh.” Ryan melanjutkan langkahnya.

Briana yang menghentikan mobilnya, akhirnya keluar untuk mengejar langkah Ryan. “Hei, tunggu, di mana mobilmu?”

“Bengkel.”

“Sebaiknya kau ikut denganku.”

“Kau ingin ke bar?” Ryan mendongakkan kepalanya menatap ke arah langit. “Huft … ya Tuhan, kenapa malam ini,” gumamnya.

“Tidak. Hum … tapi jika aku ingin ke bar, kau pasti akan ikut denganku, kan?”

“Tidak juga, itu hanya akal-akalanmu saja. Ayahmu akan segera tahu.”

“Kenapa kau mulai jadi budak ayahku, huh? Ayo, ikutlah denganku, a-aku …. Ya, aku ingin ke bar!”

Ryan menghela napas kasar sambil menyugar rambutnya dengan kesal. “Baiklah.” Ryan pun membatin, “Mau mengakaliku, hum?”

Briana yang hendak masuk di pintu bagian kemudi, segera dicegah oleh Ryan.

“Hey! Ini Teslaku!”

“Dan aku laki-laki, aku anti dikemudikan wanita dalam keadaan sadar.”

“Cobalah, kita lihat apa kau bisa mengoperasikannya.”

Briana melemparkan kunci mobil itu pada Ryan. Ryan pun menangkapnya.

Keduanya masuk ke dalam mobil. Ryan terlihat biasa saja saat mulai mengoperasikan kendaraan itu, seakan dia sudah terbiasa dengan kecanggihan mobil mahal itu.

Ryan duduk dan menyentuh layar sentuh di dalam kendaraan itu. “Berapa pinnya?”

“Bagaimana kau ta—, kau pernah mengemudikannya?”

“Berapa?”  Ryan membalas datar sambil melirik Briana.

Briana pun menyebutkan pin untuk mengoperasikan kendaraan itu. Namun. wanita itu masih penasaran apakah Ryan tidak bertanya mereka akan pergi ke mana malam itu. “Kau tidak bertanya kita akan ke mana?”

“Bar, hotel yang biasa kau kunjungi.”

“Apartemenmu.”

“Apa? Tidak akan.”

“Kenapa? Kita bisa bersantai sambil minum, banyak hal yang ingin kubicarakan padamu.”

“Baik. Kita ke apartemenku.”

Kendaraan itu pun melaju menuju apartemen Ryan yang tidak seberapa jauh dari lokasi tadi. Sesampainya di area parkir, Ryan menghentikan mobil dan keluar sambil memakai kembali tas punggungnya.

“Pulanglah, apartemenku bukan untuk bersantai, ini sudah bukan jam kerja, beristirahatlah, aku akan melaporkan keberadaanmu malam ini pada ayahmu.”

“Ta-tapi … kau bilang ingin menemaniku minum, kan?”

“Tidak di apartemenku. Dan berhentilah menjadi wanita mabuk.” Ryan masih berdiri di depan mobil itu. “Aku tidak akan bergerak satu langkah pun sampai kau masuk ke dalam mobil dan menjauh dari pandanganku.”

Briana yang melihat Ryan menatapnya serius, akhirnya masuk kembali ke mobil dan duduk di kursi kemudi. Saat kendaraan itu pun mundur kemudian melaju keluar dari area apartemen, Briana melihat dari kaca spion tampak Ryan sudah berjalan membelakanginya. Namun saat mendekati pintu parkir, Briana tidak sengaja melihat sesuatu di dalam mobilnya.

Ryan kini sudah berada di dalam apartemennya, menaruh tasnya dengan sembarang ke sofa dan membuka kemeja kerjanya. Lalu menghempaskan tubuhnya merebah di sofa panjang sejenak hanya dengan memakai kaus dalam pria. Hari ini begitu melelahkan pikiran.

Tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari arah luar, Ryan dengan malas berjalan menuju pintu dan hendak membukakannya. “Siapa?”

Tidak ada sahutan, tapi pintu itu terus saja diketuk. Ryan melihat dari lubang intip pintunya, tapi tidak dilihat siapa pun di sana. Ryan membalikkan tubuhnya dengan tidak peduli, tapi kini pintu itu diketuk berulang dengan sangat keras.

Saking kesalnya, Ryan tanpa basa-basi membuka pintu itu dengan cepat. Ryan pun terkejut, dilihatnya kini, Briana berdiri memegang berkas di tangannya.

“Kau meninggalkan benda penting di mobilku, ini berkas yang tadi siang kuberikan, kan?”

“Ah, iya. Terima kasih.” Ryan mengambil berkas itu langsung ingin kembali menutup pintu.

“Hey! Hanya itu? Terima kasih katamu?”

“Lalu apa? Seharusnya bisa saja kau berikan besok di kantor. Sudah kukatakan ini jam istirahat. Pulanglah.”

“Kau kasar sekali, Ryan. Aku sudah berbaik hati mencari lokasi kamarmu dan mengantarkan ini, apa tidak ingin kau persilakan aku masuk sebentar saja?”

“Ini sudah malam, Briana, ayolah … huff ….”

“Kupikir kau orang yang baik.”

“Oke. Aku bukan orang yang baik, apa itu cukup jelas?”

Briana menatap Ryan dengan wajah yang sedikit kecewa, matanya mulai memerah sehingga membuat Ryan merasa kasihan dengan wanita itu.

“Baik. Masuklah, jangan lama-lama.”

Ryan melebarkan pintu membiarkan Briana masuk. Dia mengacak-acak rambutnya dengan kesal, menggembungkan pipinya dan membuang napasnya dengan kasar, lagi-lagi dia harus terganggu malam ini.

“Apartemenmu rapi sekali.” Briana berdiri sambil memandang ke sekeliling ruangan itu.

“Kenapa harus berantakan, aku tidak suka menerima tamu.”

“Dan kau pasti sibuk di kamarmu, mungkin saja di sana berantakan, coba kita lihat ….”

Ryan sigap memasang badan menghalangi langkah Briana. “Hey, hey, apa-apaan … beraninya kau mau melihat isi kamarku. Aku tahu arah pikiranmu.”

“Tidak, aku hanya penasaran apakah diam-diam kau menyimpan pakaian wanita. Atau kau ternyata … lebih suka pria,” bisik Briana sambil melewati Ryan dan duduk di salah satu sofa. "Jangan-jangan kau berpikir aku sengaja memancingmu untuk tidur denganku, ya?"

“Gila. Yang benar saja! Siapa yang datang malam-malam, duduklah.” Ryan berkacak pinggang. “Kau mau minum apa?” ucapnya sambil berlalu ke arah dapur.

“Terserah, apa kau punya anggur?”

Ryan berjalan mendekati Briana sambil membawa dua cangkir kopi. “Hanya kopi.”

“Kau ingin aku terjaga dan mengobrol di sini semalaman, baiklah.”

“Ha-ha-ha, tidak. Aku hanya tidak ingin ada alasan untuk mengantarmu, jadi kau harus terjaga, bukan?”

“Dasar pria tidak punya hati,” gumam Briana.

“Apa katamu?”

Briana menggeleng dan pura-pura tidak peduli dengan pertanyaan Ryan.

“Oke, apa yang ingin kau bicarakan?” Ryan mengambil posisi duduk berseberangan dengan Briana, sama sekali tidak ingin mendekat.

“Apa yang sebenarnya kau incar di perusahaan ayahku?”

Ryan pun tercekat, hampir saja tersedak saat menyeruput kopinya. Bibirnya terbuka dan hendak menjawab dengan perasaan gugup. Bagaimana bisa Briana bertanya seperti itu, apakah Briana sebenarnya tahu tentang misi Ryan sesungguhnya dan identitas aslinya?

“Maksudmu?”

Briana dengan gaya angkuhnya, tiba-tiba menyilangkan kaki dan menatap tajam ke arah Ryan.

“Aku sudah tahu lama tentangmu.”

Related chapters

  • Mendadak CEO   Chapter 9 : Menaklukkan Ryan

    Ryan memperhatikan Briana dengan seksama, adegan kali ini hampir mirip dengan mimpinya kala itu. Matanya terkecoh oleh cara duduk Briana, benar-benar mengacaukan pikirannya. Pria itu pun sengaja bangkit dari sofa dan berpura-pura mengambil sesuatu di dalam lemari pendingin. “Hey, kau tidak menjawab pertanyaanku!” teriak Briana dari ruang utama. Ruang apartemen berukuran tidak luas yang dihuninya, terdapat ruang-ruang yang saling terhubung dan mudah dilihat dari titik tengah ruangan. Sedangkan kamar pribadi dan kamar mandi yang terpisah, tidak bisa mudah disambangi siapa pun karena letak pintunya terdapat di sudut ruangan dan terhalang sebuah penyekat ruang. Sangat bisa dikatakan kecil untuk orang sekelas Ryan, yang awalnya seorang manager dan kini telah menjadi CEO perusahaan besar.“Untuk apa?” Ryan kembali dengan membawa dua buah apel dan pisau buah di tangannya.“Kau harus menjawabnya. Atau ... akan kubongkar identitasmu pada semua rekan kerja,” ancam Briana pelan.Ryan sempat ka

    Last Updated : 2024-05-03
  • Mendadak CEO   Chapter 10 : Penculik misterius

    Ryan lantas berbalik dan berlari keluar dari ruang apartemennya, mencari sumber suara yang kini tidak lagi terdengar. Pria itu bergegas turun dari lantai 2 apartemen dengan berlari, dia yakin Briana belum jauh dari lokasi. “Maaf, apa kau melihat seorang wanita berambut cokelat keluar dari gedung ini?” tanya Ryan pada seorang staff yang sedang sendirian di area lobi. “Aku berada di sini selama beberapa jam dan tidak ada siapa pun yang melewati lobi.” jawabnya tak acuh, dia merasa tidak melihat siapa pun melewati area itu. “Ah, tentu saja!” gumam Ryan dengan malas. Ryan membuang napas kasar dengan jengkel, ketika melihat sebuah headphone di dekat meja penjaga itu, maka bisa dipastikan kalau si staff sedari tadi memasang headphone dan tidak mengawasi sekitarnya.Tidak ingin berhenti untuk mencari Briana, Ryan berlari ke arah luar apartemen. Jika pikirannya benar, Briana mungkin saja dilarikan melalui tangga darurat di luar gedung berlantai 4 itu. Sesampainya di depan apartemen. D

    Last Updated : 2024-05-05
  • Mendadak CEO   Chapter 11 : Calon asisten Ryan Miller

    Dengan langkah pelan, Ryan kini masuk ke apartemennya. Dia terus memegangi balutan perban di lengan kiri yang terluka. Tubuhnya begitu lelah, hari yang begitu berat sejak kemarin pagi. Kini dia pun harus mengabaikan kewajiban dan segala masalah kantor. Tidak habis pikir, hari pertamanya sebagai CEO begitu banyak pertentangan dan tantangan dari berbagai arah.Pesan masuk ke ponsel saat Ryan tengah berbaring di tempat tidur. Tak acuh oleh bunyi panggilan telepon sekali pun. Dia berusaha meraih lalu mematikan ponselnya saat panggilan itu sudah terlampau mengganggu. Logika pikirannya ingin menyerah, tapi pria itu telanjur penasaran dan hatinya membara akan dendam. Ryan terpaksa menunjukkan jati dirinya sesegera mungkin. Dia sudah muak oleh segala perlakuan dan hanya mampu berdiam saja. Pria itu akan memastikan tidak akan ada lagi orang yang mencoba mengganggu, karena kekuasaan itu sudah berada di tangannya. Berita kejadian itu cepat menyebar di media. Dua petugas keamanan yang turut menj

    Last Updated : 2024-05-07
  • Mendadak CEO   Chapter 12 : Asisten Candice Smith

    "Dia ... tidak melakukan apa-apa padaku. Dan kau sudah berjanji tidak akan bertanya apa pun!" pekik Briana."Hm. Baiklah. Perlukah kucari tahu sendiri?" desak Tuan White."Ayah! Kalau begitu, aku tidak akan makan apa pun sampai tubuhku kering dan mati!""Oke ... oke ... aku tidak akan mencari tahu urusan kalian. Tapi keputusan ayah sudah bulat, Ryan akan mendapatkan asistennya besok."Tuan White segera beranjak dari kamar Briana. Tidak memedulikan putrinya yang menentang keras asisten baru untuk Ryan. Briana tidak pernah berharap ada sosok lain yang akan berada dekat dengan Ryan. Satu-satunya cara bagi dirinya untuk selalu dekat adalah dengan melanggar peraturan sang ayah lagi seperti dulu."Jika aku menurut pada Ayah, maka Ryan tidak akan mengawasiku lagi." ****Jacob menggedor pintu apartemen Ryan, karena staff apartemen tetap bertahan tidak memberikan kunci ganda padanya. Selain demi keamanan, bagi mereka Jacob adalah pria asing, dan Ryan sudah memberikan ketegasan untuk tidak me

    Last Updated : 2024-05-08
  • Mendadak CEO   Chapter 13 : Pengganggu makan siang

    Sontak Ryan dan Candice menoleh ke sumber suara. Briana datang membawa sebuah berkas untuk Ryan."Nona White?"Ryan melepaskan tangannya dari tangan Candice, tampak dari kejauhan wajah Briana menegang dan sedikit kemerahan seperti menahan rasa marah. Namun, Ryan dengan tak acuh kembali menggeser pandangannya ke arah laptop. "Ada apa Briana? Apa kau sudah makan si--.""Aku tidak berencana mengajak Anda makan siang, Tuan Miller. Hanya membawa berkas ini saja." Lalu mata Briana melirik sekilas pada Candice. "Dan memastikan bahwa asisten baru Anda bekerja dengan baik. Kurasa ... dia bisa memberikan Anda lebih dari sekadar kepentingan kantor. Aku permisi."Briana pun membalikkan tubuhnya dan berlalu keluar ruangan. Ryan yang sedari tadi bahkan tidak menyahut atau mencegah kepergian Briana, kini memandangi wanita itu dari dalam ruang kerjanya yang berdinding kaca. "Maafkan aku, Tuan Miller. Apakah aku sudah menyinggung Nona White?" ucap Candice dengan nada bersalah. "Tidak tahu. Kau tanya

    Last Updated : 2024-05-10
  • Mendadak CEO   Chapter 14 : Ide Tuan White

    "Lepaskan tanganmu!" Briana menghempaskan tangan agar telepas dari genggaman Chris. "Kau saja makan sendiri. Dasar pengganggu!" Dia segera berjalan untuk kembali ke ruang kerjanya dan meninggalkan Chris yang tampak geram.Ryan tidak lagi berselera menyantap seafood kesukaannya. Dia kembali berkutat di ruang kerja dan laptop sampai ketika sang asisten masuk dan membawa sesuatu di tangannya. Dilihatnya kedatangan Candice dari arah pintu dan tanpa disadarinya wanita itu sudah berada di samping dan menyentuhkan sisi tangannya sebuah kotak makanan berlogo restoran asia tadi. Ryan sontak melihat ke arah kotak itu lalu mendongak memandang Candice. "Apa ini?” tanyanya datar dan tidak tertarik."Um ... pramusaji restoran tadi mengatakan kau tidak jadi memakan pesananmu, Tuan." Candice mengulas senyum malu-malu di sudut bibirnya. "Jadi ... aku memesannya lagi. Sama persis dengan pesanan Anda." Lalu dia mengeluarkan kartu milik Ryan dari saku blazernya. “Dan … ini kartumu, Tuan.”"Terima kasih.

    Last Updated : 2024-05-24
  • Mendadak CEO   Chapter 15 : Godaan sang asisten

    Jam sudah menunjukkan pukul 5 sore hari. Ryan yang masih fokus di meja kerjanya, terlupa mengingatkan sang asisten untuk menyudahi urusan pekerjaan. Candice perlahan mendekat ke arah Ryan dan berdiri di sampingnya."Tuan Miller. Kau tidak ingin pulang?""Hm?" Ryan mendongak ke arah Candice, kemudian kembali melihat pada jam tangan yang dipakainya. "Oh, maaf, kau boleh pulang lebih dulu. Aku masih ada sedikit pekerjaan.""Apa kau perlu bantuan lain?""Tidak ada. Terima kasih."Candice pun lanjut membereskan meja kerjanya dan menenteng tas kecil miliknya sambil menuju pintu. "Sore, Tuan Miller."Ryan hanya mengangguk pelan dan kembali pada berkas di hadapannya tanpa melihat ke arah Candice. Sesungguhnya wanita itu ingin Ryan memperhatikannya keluar, tetapi dia merasa itu hal yang sangat tidak mungkin, karena Ryan hanyalah pria yang selalu bersikap dingin.Hanya berselang setengah jam, Ryan kini sudah selesai dari pekerjaannya. Dia berjalan menuju area gedung parkir perusahaan, mengenaka

    Last Updated : 2024-05-27
  • Mendadak CEO   Chapter 16 : Makan malam keluarga Ford

    Di kawasan elit Mead Lane, South, sebuah mansion megah berdiri kokoh di antara hamparan hijau dan pemandangan laut yang memukau. Hunian milik keluarga Ford, keluarga miliarder yang terkenal di dunia bisnis. Dengan arsitektur yang mewah, mansion ini dilengkapi dengan berbagai fasilitas teknologi canggih itu berdiri di atas lahan seluas 7 hektar. Ryan menghentikan mobil mewahnya di depan gerbang tinggi mansion. Gerbang tinggi dari besi tempa terbuka otomatis saat mobil hitam itu mendekat, penjaga keamanan memberi hormat saat dia melewati. Lampu-lampu taman yang tersebar di sepanjang jalan setapak menuju rumah memancarkan cahaya lembut, menambah kesan dramatis pada mansion megah itu.Ryan turun dari mobilnya dan berjalan masuk, diiringi oleh gemerisik dedaunan dari taman yang tertata rapi. Langkahnya mantap menuju pintu utama yang besar dan elegan, lalu disambut oleh salah satu pelayan yang sudah lama bekerja untuk keluarganya."Selamat malam, Tuan. Keluarga Anda sudah menunggu di ruang

    Last Updated : 2024-05-29

Latest chapter

  • Mendadak CEO   Chapter 33 : Perayaan Kemenangan Tender

    Saat berada di dalam ruangan, tiba-tiba Briana kembali mengirimkan pesan pada Ryan.Briana : [ Ryan, apa kau sudah makan siang? ]Ryan : [ Ya, Candice membawakan pesananku ke ruangan. Aku ingin segera menyelesaikan analisisku untuk beberapa proposal. Kita perlu membuang pikiran tentang pekerjaan besok, bukan? ]Briana : [ Oh, baiklah. Katakan padaku jika kau sudah selesai. Aku ingin bicara denganmu ]Ryan : [ Apakah itu penting? ]Briana : [ Entahlah Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu ]Ryan : [ Baiklah, aku akan ke tempatmu setengah jam lagi ]Setelah Ryan menyelesaikan proposal terakhir, dia bergegas datang ke ruangan Briana, wajahnya menunjukkan kekhawatiran, tidak biasanya Briana bicara empat mata secara tiba-tiba. Dia sempat berpikir bahwa gadis itu ingin membatalkan rencana besok. Saat memasuki ruangan dan menutup pintu. Kecanggungan terasa saat Ryan berjalan mendekat ke mejanya."Ada apa, Briana?"Sejenak Briana tampak menggigit bibirnya, mencoba mencari kata-kata yang tepat

  • Mendadak CEO   Chapter 32 : Kehadiran Aaron Ford

    Seorang pria tampan melangkah masuk ke lobi kantor perusahaan White dengan percaya diri. Setelan jas abu-abu tua yang membalut tubuh tegapnya terlihat sempurna, menonjolkan postur tubuh yang atletis dan penampilan elegan. Rambut cokelatnya tertata rapi dan mata biru yang tajam seolah menarik perhatian setiap orang yang berada di lobi. Aaron Ford, kakak kedua Ryan, menyambangi kantor itu untuk menemui Briana. Para karyawan yang kebetulan berada di lobi tidak bisa menyembunyikan kekaguman mereka. Beberapa dari mereka berbisik-bisik, mencoba menebak siapa pria berkharisma ini.Pria setinggi enam kaki itu terus melangkah menuju meja resepsionis. Tatapannya yang menawan membuat sang resepsionis tersenyum kikuk, tetap berusaha profesional."Selamat siang, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?" tanya resepsionis itu dengan suara yang berusaha tetap tenang.Aaron membalas dengan senyum menenangkan. "Selamat siang. Saya Aaron Ford. Saya ingin bertemu dengan Nona White," ucapnya dengan suara bariton

  • Mendadak CEO   Chapter 31 : Rencana Liburan Bersama

    Setelah beberapa hari pemulihan dan kejenuhannya selama berada di mansion, Ryan akhirnya kembali ke kantor dengan penuh semangat. Pagi itu dengan langkah yang tidak lagi tertatih, dia memasuki area lobi, tampil tampan dan berkharisma dengan setelan jas biru gelap dan kemeja putih.Ryan kini tampak jauh berbeda jika dibandingkan dirinya dulu, seorang manager IT perusahaan itu. Kewibawaan sosok CEO-nya semakin terpancar, menampakkan jiwa sesungguhnya yang seorang Ryan Stanley Ford—sang anak pengusaha kedua terbesar di US. Meskipun kini dia masih menjaga identitas palsunya sebagai Ryan Miller, tapi tidak bisa dipungkiri jati dirinya yang garis keturunan seorang miliarder.Para karyawan yang telah merindukan kehadiran sang CEO, pun menyambutnya dengan hangat. Mereka semua berdiri di lobi, bertepuk tangan dan tersenyum ketika Ryan memasuki lift khusus menuju lantai atas. Ryan membalas sambutan itu dengan senyum lebar dan anggukan kepala, merasa sangat dihargai oleh tim dan karyawan yang ber

  • Mendadak CEO   Chapter 30 : Teka-teki dan Ancaman

    Briana mengangkat pandangan dari bunga mawar itu dan melihat ke arah Candice. "Selamat pagi, Candice. Ada yang bisa kubantu?" tanyanya, mencoba menjaga nada suaranya tetap profesional meskipun ada perasaan tidak nyaman yang tiba-tiba muncul."Ini adalah laporan yang perlu Anda tinjau hari ini. Selain itu, ada beberapa hal yang perlu dibicarakan mengenai proyek baru." Candice tersenyum tipis dan melangkah mendekat, menaruh berkas-berkas di meja Briana. Briana mengangguk. "Terima kasih. Aku akan melihatnya segera," jawabnya singkat sambil melihat pada berkas yang ditaruh ke meja. Mata Candice masih menatap bunga dan kotak perhiasan yang ada di meja Briana. "Pemberian dari seseorang yang spesial?" tanyanya dengan senyum canggung. "Ya, seseorang yang sangat berarti bagiku," sahut Briana sambil mengulas senyum, teringat kembali oleh Ryan. "Senang mendengarnya. Jika ada yang perlu dibantu, tolong beritahu saya." Candice mengangguk, menyembunyikan perasaannya dengan baik. Setelah itu, Ca

  • Mendadak CEO   Chapter 29 : Kerinduan

    Ryan menatap langit-langit penthouse-nya, pikirannya dipenuhi dengan bayangan Briana. Dia memutuskan untuk menghubungi Briana, merasa perlu mendengar suaranya untuk sedikit mengobati rasa rindunya. Dia mengambil ponselnya dan menekan nomor Briana, menunggu dengan cemas."Halo, Ryan," suara lembut Briana terdengar dari seberang sana."Briana. Bagaimana kabarmu? Kau sudah kembali ke kantor?" tanya Ryan, mencoba menjaga nada suaranya tetap ringan.Terdengar tawa halus sekilas dari Briana, sedikit memanjakan telinga Ryan mendengar gadis itu menerima teleponnya dengan manis. "Ya, aku sudah kembali. Rasanya aneh setelah sekian lama tidak di sana, tapi semuanya berjalan lancar. Bagaimana denganmu? Bagaimana pemulihanmu?"Ryan menghela napas, mencoba terdengar ceria. "Aku baik-baik saja. Hanya saja, terjebak di sini membuatku merasa sedikit ... terisolasi."Briana merasakan simpati. "Aku bisa membayangkan. Aku berharap bisa datang menemuimu dan membuatmu merasa lebih baik. Aku tidak cukup ban

  • Mendadak CEO   Chapter 28 : Jerat Godaan di Penthouse

    “Selamat siang, Tuan Miller.” Candice melangkah gemulai di atas lantai marmer dengan heelsnya. "Saya pikir ada beberapa detail teknis yang perlu kita diskusikan lebih lanjut," ucapnya dengan nada profesional, sambil menata beberapa dokumen di atas meja ruang utama itu.Setelah beberapa hari selalu berada di kantor, Candice akhirnya mengunjungi Ryan di penthouse. Kunjungannya kali diisi dengan tugas profesional yang semakin intens. Namun, di antara niatnya untuk membicarakan serangkaian rapat dan diskusi, dia menemukan kesempatan untuk mendekati Ryan.Diskusi panjang itu kini rampung dan telah mendapatkan hasil yang baik dari para tim project yang bekerja profesional, sebuah proyek masa depan yang sangat menjanjikan. “Baiklah, segalanya be

  • Mendadak CEO   Chapter 27 : Penyesalan Briana

    Ryan mengatur langkahnya dengan hati-hati di lorong rumah sakit yang sepi. Dibantu oleh Jacob yang sesekali memapahnya. Cahaya redup lampu-lampu koridor dini hari itu memantulkan kelelahan yang dirasakannya setelah berhari-hari penuh dengan tekanan. Namun, pikirannya terus saja melayang pada sosok Briana.Di ujung lorong, Ryan tiba di kamar Briana dan membuka pintunya dengan diantar oleh pengawas ruangan kelas presidential rumah sakit. Setelah pintu dibuka, dilihatnya Briana yang terbaring lemah di tempat tidur, tapi senyum tipis mengembang di bibirnya saat dia masuk perlahan."Briana," desis Ryan dengan suara lembut, mencoba tidak mengganggu keadaan istirahatnya.Briana membuka matanya perlahan, dia belum bisa nyenyak tidur setelah apa yang terjadi kemarin. Namun, suara Ryan adalah harapan baginya saat ini, pria yang ditunggunya sungguh telah hadir. "Ryan, kau di sini," sahutnya dengan suara yang lemah, menyambut kehadiran Ryan dengan senyuman lembut.Ryan mengambil tempat di sampin

  • Mendadak CEO   Chapter 26 : Keterlibatan Andrew Ford

    Ryan duduk tegang di dalam mobil bersama Jacob. Dia merenungkan pertanyaan-pertanyaan yang masih menggantung. Apa yang sebenarnya terjadi di dalam mansion ayahnya? Mengapa Chris ada di sana? Dan apa peran ayahnya dalam semua ini? Apakah ini semua terkait dengan misi rahasia sang ayah di perusahaan White? Pikirannya dipenuhi dengan pertanyaan yang bergulir tanpa jawaban pasti."Kami akan menyerbu mansion Ford dalam satu jam. Persiapan harus matang." Jacob menatap Ryan dengan ekspresi serius. Ryan mengangguk, meski merasakan sakit yang menyiksa pada pergelangan kakinya. Dia semakin menguatkan keinginannya untuk mengetahui kebenaran di balik misteri ini. "Aku akan ikut. Aku perlu tahu apa yang sedang terjadi di sana.""Kondisimu belum pulih sepenuhnya. Aku akan memastikan semuanya berjalan lancar." Jacob menggeleng dengan perasaan khawatir. "Tidak!" Ryan bersikeras. "Aku harus ada di sana. Ini penting.""Baiklah, tapi kau harus patuh pada perintah. Jangan bertindak gegabah!"Namun, t

  • Mendadak CEO   Chapter 25 : Penyergapan

    Baru saja selesai mengambil sejumlah swafoto dirinya dan Briana yang terkesan vulgar. Ketenangan Chris tiba-tiba terganggu oleh suara gaduh di lorong. Dia mendengar suara langkah kaki cepat mendekat. Chris merasa curiga. Dia melongok tipis dengan membuka pintu perlahan, menyadari kini dia terjebak oleh sejumlah agen berpakaian hitam disertai kelengkapan senjata, tengah mencari keberadaan Briana. Dia panik, waktunya semakin menipis. Dengan cepat menyembunyikan bukti dan bersiap melarikan diri.Saat pintu kamar diketuk, Chris sudah siap. Dia bergegas menuju pintu belakang villa yang terhubung dengan sebuah taman umum. Dengan langkah cepat, dia meloloskan diri sebelum siapa pun sempat masuk ke kamar. Sementara itu, di luar kamar, tim keamanan villa bersama agen polisi dan Ryan---yang berjalan dengan sedikit tertatih, tetap memaksa untuk ikut. Mereka berhenti di depan kamar yang diduga tempat Briana berada.Ryan, dengan napas tersengal-sengal karena rasa sakit di kakinya, menatap pintu k

DMCA.com Protection Status