Beranda / Romansa / Mendadak CEO / Chapter 7 : Memperhatikan diam-diam

Share

Chapter 7 : Memperhatikan diam-diam

"Seharusnya keputusan ini lebih dulu diketahui oleh pihak dalam perusahaan, terutama investor! Apa Anda tidak melihat cermat, siapa yang kompeten memimpin perusahaan Anda?!" ucap Chris, suaranya bergetar menahan emosi.

"Dan siapa kau berani bicara, hum? Apa kau salah satu investor?" Tuan White berjalan pelan ke arah Ryan. "Keputusan yang kuambil tentu bukan hal yang mudah. Aku hanya tidak ingin terpengaruh oleh para penjilat di dalam perusahaanku. Dan aku tahu pemain-pemain kotor di belakangku." Tuan White menatap Chris tajam.

"Tapi itu tidak bertentangan dan tidak ada etika!"

"Baiklah, kuperjelas. Meski kau bukan salah satu pemegang saham." Tuan White membalikkan tubuh, berjalan ke kursinya. "Ini harusnya sebuah rahasia. Tapi mungkin pemuda yang terlalu bersemangat sepertimu terlalu banyak ingin tahu. Ha-ha-ha ... ya, ya, baiklah." 

Tuan White pun duduk, lalu sekretarisnya menekan remote, meredupkan pencahayaan di ruang rapat. Layar presentasi kini menampilkan surat perjanjian dan aturan kepemilikan saham perusahaan White Stone Construction.

Seisi ruangan terasa senyap, semua mata tertuju pada layar dan membaca jelas apa yang sedang ditampilkan. Tertera jelas bahwa Tuan White mengatur dalam setiap keputusan utama termasuk pengangkatan jabatan seorang petinggi perusahaan. Mungkin ini akan terlihat beda dari banyaknya perusahaan lain, tapi di situlah tampak bagaimana kekuasaan Tuan White begitu mendominasi. 

Pertumbuhan pesat perusahaanlah yang membuat orang berlomba-lomba menaruh saham di dalamnya. Sedangkan Chris hanyalah salah seorang pegawai perusahaan yang sudah naik jabatan semenjak awalnya hanya seorang supervisor.   

Chris perlahan kembali duduk di kursinya, sikap tidak terimanya tampak sesaat menatap Ryan dengan tajam. 

Dalam perkenalan sebagai CEO baru, Ryan pun tidak ingin banyak bicara. Namun, hal-hal penting yang dia sampaikan begitu jelas dan sangat memukau para investor, berikut para petinggi departemen, dengan memberikan catatan bahwa perencanaan ke depan masih dirahasiakan. 

Tidak terkecuali Briana, yang selama ini menganggap Ryan hanya sibuk berkutat di balik perangkatnya. Dia tidak bisa menyangkal bahwa sosok pemimpin yang tenang, cerdas, dan bijaksana sepenuhnya muncul di diri Ryan. Briana saat ini merasa malu sendiri telah salah menilai, tapi tetap memberi kesan tidak tertarik oleh sosok Ryan.

Jam sudah menunjukkan waktu makan siang, pertemuan disudahi dengan ucapan selamat dan bersalaman dengan setiap orang di dalam ruangan itu. Kecuali Chris, yang memilih melengos keluar ruangan saat semuanya tengah sibuk mengerumuni Ryan dan melempar kata-kata sanjungan. Ryan yang sesungguhnya tidak tertarik oleh basa-basi itu, hanya menanggapinya dengan senyum.

“Selamat. Tuan CEO.” Briana mengulurkan tangan menyalami Ryan, sudut bibirnya terangkat dan hanya sekilas memandang Ryan. 

“Terima kasih.” Ryan membalas senyum canggung. 

Briana pun keluar ruangan, berikut satu per satu orang yang akan melanjutkan untuk makan siang bersama, di salah satu restoran berkelas favorit Tuan White. Akan tetapi, dengan berbagai alasan Ryan mencoba menghindari ajakan darinya. Meski kecewa, pada akhirnya Tuan White mempersilakan Ryan untuk tidak bergabung bersamanya, memaklumi kepribadian Ryan yang tertutup. 

“Biasakan dirimu mulai sekarang, Anak muda.” Tuan White menepuk pelan punggung Ryan sambil berlalu. 

Ryan kini sudah kembali berada di ruangannya dan segera keluar untuk mengganti pakaian di toilet khusus. Tanpa sadar, seseorang tengah membuntutinya. Sampai setelah dia selesai mengganti pakaian, tiba-tiba seseorang menarik kerah kemejanya dan menyeretnya keluar sesaat dia membuka pintu.

“Kau sudah merencanakan ini, bukan?!” Chris mencengkeram kerah kemeja Ryan sambil memojokkannya ke dinding di dalam kamar kecil VIP itu. 

Meski terkejut, Ryan tetap bersikap dingin. Dia sudah tahu pasti ini akan terjadi. Chris yang berambisi meraih posisi CEO, sudah terlihat sangat emosi seakan ingin membunuh dirinya. 

“Aku tidak akan menjawab pertanyaan konyol! Tanyakan saja pada dirimu, kenapa hanya aku yang menjadi kandidat satu-satunya bagi Tuan White.” Ryan sambil menepis kuat lengan Chris hingga terlepas dari lehernya, karena mulai terasa mencekiknya. 

“Ternyata kau kuat juga. Brengsek! Kita lihat sebatas apa kemampuanmu.”

Chris langsung melayangkan kepalan tangan untuk mengenai sisi wajah Ryan, tapi dengan cepat Ryan menangkap pukulan yang nyaris mendarat di wajahnya. Kemudian bagian pergelangan tangannya diputar oleh Ryan hingga Chris meringis kesakitan. 

“Hanya sebatas ini, huh? Aku tidak biasa menggunakan emosi untuk menyakiti orang.” Ryan membalas dengan nada datar.

"Rasakan ini!" Satu tangan lainnya terangkat untuk memukul bagian perut, tapi segera ditahan oleh lutut Ryan yang langsung menendang tubuh Chris hingga termundur beberapa langkah dengan tidak seimbang.

"Ini hanya sedikit tenaga, Chris. Ayolah, ini kantor bukan jalanan.“ Ryan memasang wajah remeh pada Chris. "Lanjutkan, tapi jangan lupa kau sedang membelakangi CCTV. Ini bukan di dalam kamar kecil.”

Chris yang sudah memasang posisi untuk berkelahi, akhirnya menyadari itu. Dia segera menarik dirinya mundur. “Kau! Berhati-hatilah. Jangan sampai aku tahu kau merebut Briana, sebaiknya jaga nyawamu baik-baik,” ancam Chris pelan, lalu membalikkan tubuhnya dengan cepat berjalan keluar dari tempat itu dengan menunduk menghindari sorotan kamera pengamanan. 

Karena kesal, Ryan merapikan kerah kemejanya dengan kasar sambil menatap dirinya di cermin. Chris benar-benar mulai mengawasi gerak-geriknya akhir-akhir ini.  Sambil mengusap wajah, dia membatin, "Sangat sulit menemukan bukti-bukti lebih jauh lagi, gerakanku semakin terbatas karena orang-orang ini! Sial!" Telapak tangannya mengepal dan memukul marmer washtafel dengan kuat. 

Ryan pun lalu berjalan keluar menuju ruangannya kembali. Sesaat kemudian dia baru membuka pintu, dilihatnya kini Briana tengah duduk di salah satu sofa ruang kerjanya. 

"Sedang apa kau di sini?"

"Menunggumu. Siapa lagi?" jawab Briana sambil mengangkat dagunya. 

"Ada hal apa mencariku?" Ryan melenggang tak acuh melewati Briana dan duduk di kursi meja kerjanya. 

"Aku ingin mengajakmu makan siang. Banyak yang perlu kita bicarakan."

"Makan siang? Kau ingin menraktirku? Ha-ha-ha ... sayang sekali pesanan makan siangku akan datang."

"Kau makan di ruang kerja? Jangan mengotori ruangan ini!"

"Kurasa setiap ruangan adalah hak penghuninya, dan aku hanya makan pizza, itu tidak akan kotor."

"Kau harus menghindari makanan cepat saji untuk bisa memiliki tenaga. Kau adalah CEO, isi kepalamu perlu nutrisi."

"Terima kasih atas nasihatmu. Kurasa aku cukup kuat." Ryan menyungging senyum kecil. "Ngomong-ngomong, sejak kapan kau begitu perhatian. Bukankah kau yang sengaja mengirimkan setelan jas hijau pucat itu, itu seleramu, bukan?"

"Bukan be--!" Briana menyentak di posisi duduknya lalu terhenti bicara, dia merasa dianggap memiliki selera seperti itu. "Sudahlah! Jika tidak suka, kenapa kau memakainya?"

"Ayahmu memaksaku, jadi kupakai," jawab Ryan sambil bersikap santai. 

"Hanya karena Ayah?"

"Lalu siapa, bukankah menurutmu dia yang selalu memaksa?"

"Ti-tidak. Bukan itu. Tapi, ah, sudahlah. Jadi kau tidak ingin makan siang?"

Ryan menggeleng pelan sambil kembali memasang kacamatanya. Dia mengabaikan Briana, sama sekali tidak melihat ke arah wanita yang kini sudah berdiri menunggu jawaban makan siang bersama. 

"Kau saja, oke," ucap Ryan datar sambil menatap laptopnya. 

"Dasar pria aneh!" Briana pun mendengkus kesal sambil berlalu, sampai di dekat pintu dia pun menghentikan langkah kembali. "Periksa berkas di atas mejamu, beberapa hal yang harus kau ketahui ada di sana." Dia pun lanjut berjalan keluar meninggalkan Ryan.

Sesaat Briana pergi, Ryan menoleh sedikit ke arah kaca dari dalam ruangannya. Terlihat Briana yang berjalan cepat dan semakin menjauh. "Dia pasti kesal sekali," gumam Ryan sambil tersenyum tipis.

Matanya kini tengah melihat isi berkas yang dibawa oleh Briana. Sesaat memeriksa satu per satu berkas itu, tiba-tiba Ryan tersenyum kembali dan memasang ekspresi puas.

"Kena kau!"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Pena Ilusi
Persaingan dimulai.
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status