“Makasih ya Gi, lu memang teman gue yang paling baik dan pengertian. Gue janji nanti bakal sering ke sini jengukin lu.” Ucap Bayu dengan senyum cerianya. Dia masih ingin menutupi rahasianya. Bayu takut jika Argi mengetahui masalah besar yang tengah dihadapinya, membuat Argi marah besar. Seperti dulu saat menjemput Dany di villa temannya, Argi sempat memukulnya karena perbuatan Bayu pada gadis itu.Bayu kembali berceloteh tentang cerita-cerita lucu di sekolah mereka, meskipun Argi hanya bisa mendengar namun Bayu melakukannya untuk menghibur temannya.Tak terasa tiga puluh menit lebih berlalu, orang tua Argi datang memasuki ruangan bersama seorang suster yang membawakan makan sore dan obat.Bayu bangkit dari posisi duduknya untuk memberi tempat bagi mama Lina menyuapi anaknya.Semangkuk bubur sudah berpindah ke perut Argi, meskipun dengan kondisi sulit menelan. Namun semangat pemuda itu sangatlah tinggi agar bisa sembuh.Lina membuka pembungkus obat dan vitamin lalu membantu putranya un
Rumi merasa sangat bahagia melihat putra majikannya telah kembali ke rumah. Anggara layaknya putra Rumi, karena sedari kecil dialah yang mengurus pemuda itu. Pengabdian Rumi di keluarga Anggara sudah sangat lama. Semenjak Pak Baskoro berusia remaja dia sudah bekerja untuk keluarga Anggara. Maka Ruth sudah menganggap Rumi sudah seperti kerabat dekat dan seorang sahabat, meskipun usia mereka terpaut 20 tahun.Waktu itu umur Ruth masih 21 tahun ketika Baskoro mempersuntingnya. Kehidupan pernikahan yang di paksakan, membuat awal pernikahan mereka seperti di neraka. Sifat Baskoro yang arogan dan angkuh, membuat Ruth terus meneguk pil kepahitan dalam hubungan pernikahan mereka. Ruth tidak memiliki rasa cinta pada suaminya di awal pernikahan mereka. Setiap malam menangis, dan Rumi saat itu ditugaskan Baskoro untuk menjadi asisten pribadi Ruth. Perjumpaannya dengan Rumi yang memiliki sifat keibuan, membuat Ruth menjadikannya teman untuk berbagi keluh kesah. Rumi salah satu alasan Ruth bisa
Bab 99Di dalam rumah berlantai dua itu, Bayu berada seorang diri. Dia tengah berada di lantai bawah menikmati makan malamnya, sebelumnya dia memesan makanan secara online lewat aplikasi pada ponselnya.Dia memesan sekotak pizza dan mulai memakan satu persatu. Sembari matanya menatap ke layar laptop di hadapannya. Bayu tengah menonton film action kesukaannya.Di tengah-tengah acara menonton itu, Bayu dikejutkan dengan bunyi ketukan pintu.Siapa yang datang bertamu di malam hari? Selama ini jarang sekali ada yang bertamu di rumahnya. Selain Argi, tidak ada yang datang berkunjung ke rumahnya. Kerabat Bayu berada di luar kota semua, tidaklah mungkin jika ada saudara yang berkunjung ke rumah. Apalagi hari sudah sangat larut.Bayu segera bangkit dari duduknya setelah menjeda video yang berputar di layar laptop.Langkahnya menuju ke arah jendela samping pintu, untuk memastikan tamu yang datang.Mata Bayu membola ketika melihat keberadaan Dany di depan pintu rumahnya. Mendadak dia menjadi sa
Hari-hari telah berlalu dengan cepat, Anggara selama itu tetap masih bekerja di Motion Club meskipun ayahnya telah melarangnya. Waktu bertemu dengan Akira pun menjadi sangat jarang. Dengan keberadaan orang tua Akira di rumah, membuatnya kesulitan untuk mencari alasan keluar, apalagi Dany sudah tiga hari ini tidak berangkat ke sekolah.Komunikasi antara Anggara dan Akira masih terus berlanjut, setiap hari mereka mengirim kabar meskipun jarang bertemu. Dan hari Sabtu ini mereka telah janjian untuk ketemu sepulang sekolah. Anggara sengaja mencari libur di hari itu, agar ada waktu untuk bisa menemui Akira. Sedangkan Akira ijin ke orang tuanya, dengan alasan ada tugas kelompok, dia sengaja membawa motor agar orang tuanya percaya.Mereka berjanji bertemu di perpustakaan kampus, karena waktu pulang Akira yang lebih awal dari selesainya kelas Anggara.Hari Sabtu sekolah Akira pulang lebih awal di jam sebelas. Dia segera memacu motornya menuju kampus Anggara. Sudah berhari-hari tidak bertemu
Anggara mencari tempat duduk di luar resto. Dia sangat tahu akan Akira yang sangat menyukai pemandangan alam. Sehingga dia memilih tempat duduk yang langsung berhadapan dengan pemandangan perbukitan itu. Mereka duduk berhadapan dengan tangan yang masih menggenggam. “Suka tempatnya? Hum?” Tanya Anggara, matanya menatap mesra ke arah gadis berparas ayu itu. “Hum, aku suka Ang. Terima kasih ya.” Jawab Akira terdengar tulus. Dia menatap balik ke arah kekasihnya. Seorang pelayan resto menghampiri meja mereka. Memberikan buku berisi menu yang tersedia di restoran tersebut. Keduanya sama-sama menatap ke arah menu. Akira membelalakkan mata melihat harga di menu tersebut. Harganya setara dengan uang sakunya selama seminggu. Rata-rata harganya lumayan mahal, sehingga membuat Akira bingung untuk menetapkan pesanannya. Anggara memesan Beef Gordon Bleu serta Cold Brew. Lalu mengalihkan pandangannya pada Akira. “Sayang mau makan apa?” Tanyanya pada kekasihnya. Akira tergagap, melihat
Sore itu Raditya mulai mempersiapkan diri untuk penerbangan ke Singapura, mereka mendapat jam penerbangan malam.Keadaan Argi sudah semakin membaik, sakit di kepalanya sudah mulai menghilang. Dia sudah mampu bersuara namun sepertinya kondisi laringnya mengalami pembengkakan. Sehingga suaranya terkadang menghilang.Argi sudah bisa duduk, meskipun tangan dan kaki kirinya masih dibalut gips. Dengan bantuan kursi roda, ia sudah bisa keluar dari kamar rawat inap. Hanya untuk menghirup udara bebas di taman yang berada di Rumah sakit Medika Utama.Semangat Argi mulai tumbuh seiring bertambahnya hari. Luka di hatinya kini mulai membaik, karena kehadiran kedua orang tuanya yang selalu setia menemani.Luka dan memar di wajah juga semakin memudar. Argi telah pulih kembali meskipun kondisinya belum sembuh total. Karena memerlukan berbulan-bulan untuk kembali normal.Teman sekolah bergantian mengunjunginya, banyak di antaranya adalah para gadis yang menjadi siswi di sekolahnya. Mereka sangat mengi
“Ang, kamu harus lekas ke rumah sakit. Ayo!” Akira bangkit dari duduknya, dia begitu terkejut akan berita itu. Mama Ruth tentu membutuhkan kehadiran Anggara.“Tapi kamu belum makan, sayang? Kita makan dulu ya. Habis itu baru ke Rumah Sakit, aku percaya mama papa pasti menunggu. Akira kembali duduk, saat Anggara memaksanya untuk kembali duduk.Hingga tak lama pelayan resto membawa pesanan mereka.Dengan cepat mereka fokus menghabiskan makanan, dan menyisakan dua dessert yang sudah terlanjur dipesan untuk dibungkus. Karena tidak mungkin untuk menghabiskan semua makanan.Anggara menyesap minumannya, sedangkan Akira sudah lebih dulu menghabiskan minumannya. Dia sama seperti Anggara yang merasa cemas.Jika hal itu terjadi pada ayahnya maka Akira akan secepatnya untuk mengunjungi ayahnya.Meski kekhawatiran menyelimuti hatinya, Anggara sempat memperhatikan ekspresi dari Akira. Dia sangat tahu Akira adalah gadis yang sangat peduli.“Ayo kita balik sekarang, sayang.” Ucap Anggara, meskipun mi
Anggara menggeser tubuhnya dan melangkah mundur selangkah, agar sejajar dengan Akira. Ruth mengamati gadis itu, lalu kembali memandang putranya untuk menagih jawaban.“Mama, kenalin ini Akira. Temanku.” Jelas singkat Anggara.Akira memandang ke arah wanita di hadapannya, lalu mengulas senyum manisnya sembari mengulurkan tangan untuk mencium tangan mama Ruth.“Saya Akira, salam kenal, Tante.” Ucap Akira memperkenalkan diri.Ruth masih terdiam namun dia tetap membalas sikap ramah Akira. Bibirnya mengulas senyum singkat. Otaknya masih berpikir, merasa seperti pernah bertemu dengan gadis itu. Namun entah dimana.“Hm, mama seperti pernah lihat kamu, dimana ya? Mama lupa, Nak.” Ujar Ruth. Anggara menangkap maksud dari mamanya.“Iya ma, mama pernah bertemu di Rumah Sakit waktu kita jenguk Argi.” Ucap Anggara membantu mama Ruth mengingat.“Ya, mama ingat sekarang Nak.” Ruth menjentikkan jarinya. “Apa kabar, Nak?” lanjutnya.“Baik Tante. Saya turut prihatin ya Tan. Mudah-mudahan om lekas memba
Baskoro tak berniat melanjutkan perkaranya di meja hijau. Tentunya atas saran dari Anggara dan Akira. Meski Ester begitu jahat, namun Akira sangat mengasihi anak perempuan dari wanita itu. Alea masih terlalu kecil untuk bisa menanggung hasil dari perbuatan ibunya. Entah apa jadinya Alea, jika Baskoro masih mencoba menuntut Ester dan Yosi. Tentunya itu hal yang mudah bagi Baskoro yang ingin memberi hukuman terhadap orang yang telah menjebak putranya. Bukti sudah lengkap, dan siap untuk menjerat Ester dalam jeruji besi untuk mempertanggung jawabkan kesalahannya. Namun Akira selalu menyatakan jika dirinya merasa kasihan pada Alea yang nantinya ditinggal oleh kedua orang tuanya jika nantinya harus dipenjara. Sungguh Akira tidak bisa membayangkan nasib anak itu. Akira sendiri sudah mengalami kehilangan kedua orang tuanya di usianya yang ke 17 tahun. Dan dia mampu melewatinya, berkat kehadiran Anggara yang selalu menjaga dan menemani. Namun bisakah anak sekecil Alea hidup tanpa kedua
Kini Akira bersimpuh di depan pusara ayah dan ibu. Anggara terus memeluk bahu kekasihnya.Baskoro dan Ruth menghampiri keberadaan mereka.“Nak Akira, mama ikut berduka cita. Jika kamu ingin bercerita, mama siap menjadi tempat ceritamu. Kamu anak yang baik, pasti ayah dan ibumu sangat bangga.” Ruth mengusap lembut bahu Akira.“Terima kasih Tante. Maaf jika selama ini saya merepotkan keluarga Tante dan Anggara.” Ucapnya tulus. Ya, selama ini memang Anggara yang mengeluarkan biaya rumah sakit dan biaya pemakaman untuk kedua orang tuanya. Bahkan Anggara sudah menempatkan orang tuanya di pemakaman elit.“Tidak masalah, nak. Bahkan jika kamu membutuhkan sesuatu tolong sampaikan pada mama atau Anggara. Kami siap untuk membantu. Tolong jangan segan untuk bercerita pada kami. Ya sudah, mama pulang dulu, nanti mampirlah ke rumah, sayang.” Ujar Ruth menghibur.Akira mengangguk samar, dia mencium tangan Ruth namun wanita itu membalas memeluknya.Akira begitu merindukan sosok ibunya, hingga dia l
Ternyata ucapannya memang didengar oleh Lidiya, secara perlahan mata Lidiya terbuka dengan jemari yang mulai bergerak. Menandakan jika wanita itu sudah sadar dari tidur panjangnya.Akira begitu senang hingga memeluk tubuh wanita yang telah melahirkannya itu.“Ibu terima kasih sudah mendengar Lena.” Ucap Akira bahagia.Lidiya masih merasa lemah, sangat lemah hingga ingin mengucapkan sesuatu pun dia tak berdaya.Anggara menangkap gerakan lemah itu, hingga akhirnya dia membantu Lidiya untuk melepas masker oksigennya.“Ibu mau bicara sesuatu?” Tanya Anggara, dijawab dengan anggukan lemah Lidiya.“Lena, dimana ayah nak?” Suara Lidiya terdengar lirih dan sangat kecil. Dia bisa melihat wajah sedih putrinya. Namun dia ingin memastikan keadaan suaminya.“Ayah sudah di surga, Bu.” Akira menjawab dengan suara gemetar menahan tangis. Dia tidak ingin membuat ibunya sedih, namun dia tidak bisa untuk berbohong.Lidiya begitu terkejut hingga nafasnya kembali tersengal. Anggara panik dan segera memasa
Anggara menuntun langkah Akira untuk bisa melihat ibunya dalam jarak lebih dekat.“Ibu, bangun Bu. Ini Lena sudah datang Bu.” Ucap Akira berbisik, dia tidak ingin mengganggu istirahat ibunya. Diraihnya tangan lemah yang terkulai itu dalam genggamannya.“Ibu pasti bisa melewati ini semua. Lena akan terus di sini jaga ibu. Tolong bangun Bu.” Ucap Akira lirih dengan air mata terus menetes tanpa henti.Anggara berdiri di belakang Akira, mengusap lembut bahu Akira. Seakan ingin berbagi kekuatan.*****Lidiya masih terbaring koma, kini dia sudah dipindahkan di salah satu rumah sakit di Jakarta. Tentunya atas saran Anggara, dan Anggara yang menanggung semua biaya perawatan, termasuk biaya pemakaman Bustomo.Pagi ini sangat cerah, namun hati Akira diliputi kabut mendung mengawal kepergian ayahnya menuju tempat peristirahatan terakhir.Dany dan Bayu sudah berada di tempat pemakaman. Yeni dan Handoko juga turut hadir. Begitu pun Ruth dan Baskoro, Anggara sudah menceritakan pada mamanya. Dan ent
“Keluarga atas nama pasien Bustomo?” Ucap suster itu sembari mengedarkan pandangan. “Saya sus, saya keluarga Bustomo.” Tio melangkah semakin mendekati suster itu. “Maaf saya harus menyampaikan kabar ini.” Suster terlihat menarik nafas panjang. Tentunya membuat Tio berfirasat buruk akan kabar yang akan disampaikan. “Ada apa sus? Bagaimana keadaan kakak saya dan istrinya?” Ucap Tio terbata, dia berusaha menguatkan hati untuk menerima apapun kabar yang akan disampaikan oleh suster. “Pasien atas nama Bustomo tidak bisa diselamatkan.” Seperti mendengar petir di siang bolong, kabar itu membuat Tio syok. Matanya berkaca-kaca, hingga tubuhnya gemetar menahan kesedihan yang mendalam. “Apa benar sus? Apa saya tidak salah dengar?” Ucap Tio mencoba tidak mempercayai pendengarannya. “Mohon maaf, apa yang saya sampaikan tadi benar adanya. Pasien atas nama Bustomo tidak bisa terselamatkan. Bapak yang sabar.” Ulang suster itu dengan raut sedih. Tak hanya sekali ia menghadapi suasana pilu seper
Mata Anggara melotot sempurna. Dia sangat terkejut mendengar berita itu. Sungguh dia pun ingin segera ke rumah sakit tempat ibu dan ayah Akira dirawat.“Baiklah kita siap-siap sekarang.” Anggara segera bersiap-siap untuk melakukan perjalanan ke salah satu rumah sakit di Bogor. Sambil menunggu Akira menyelesaikan acara mandinya, Anggara menelpon pak Yanto untuk segera mengirim mobilnya ke rumah Akira. Dia mengirimkan titik lokasi alamat rumah Akira pada supirnya.Anggara hanya mencuci mukanya, lalu mengganti bajunya dengan kaos hitam polos dan celana jeans panjang.Kini dia tengah menunggu di halaman rumah, hingga tak lama Yanto datang dengan mobilnya. Anggara segera menghampiri.“Pak, nanti bapak pulang dengan taksi.” Anggara memberi beberapa lembar uang pada Yanto. Lalu kembali memasuki rumah untuk mencari keberadaan kekasihnya. Tanpa mengetuk pintu kamar, Anggara segera membuka pintu yang tak terkunci.“Sudah? Ayo kita berangkat sekarang.” Ajak Anggara, sebenarnya dia tidak tega m
“Ya, Yosi tentu kamu ingat. Dia yang sudah menjemput kita di bandara saat kita mengantar Dany menemui Bayu.” Jelas Anggara mencoba mengingatkan Akira.“Saat aku mengunjungi rumah wanita itu, Yosi berada di sana. Dan aku selalu mengikuti gerak-geriknya. Sepertinya Yosi dan wanita itu mempunyai hubungan. Namun ini hanya dugaanku saja.” Jelas Anggara.Kini Akira bingung untuk merespon seperti apa. Dalam hati dia merasa senang akan kabar baik itu. Namun dia juga merasa kasihan terhadap anak perempuan yang memanggil Anggara dengan sebutan papa. Kemungkinan anak itu hanya tahu jika Anggara adalah ayahnya.Bagaimana jika kenyataannya bukan?“Sayang? Kok diam? Kamu percaya kan sama aku? Besok aku akan menemui papa, dan nantinya hasil tes DNA itu akan aku jadikan bukti untuk pengajuan pembatalan nikah. Aku juga sudah mempunyai bukti rekaman ketika Yosi berada bersama wanita itu.” Diraihnya tangan Akira, menggenggam jemari gadis itu, dimana masih terpasang cincin berlian pemberiannya. Anggara m
Anggara melangkah menuju dapur, memindahkan bubur ayam di sebuah mangkok. Lalu membawanya masuk ke kamar. Mendapati Akira tengah berbaring namun matanya menatap kosong ke arah langit-langit kamar.“Sayang kita makan dulu, habis itu minum obat.” Ucapnya sembari menyendok bubur berisi kuah dan potongan daging ayam itu. Dan mengarahkannya ke mulut Akira. Meski awalnya menolak, namun Anggara terus memaksanya. Akira tidak bisa meminum obatnya dalam keadaan perut kosong.Akira menerima makanan itu hingga beberapa suap. Suapan berikutnya, Akira menolak. Anggara tak memaksanya lagi, kini dia meraih obat yang terbungkus dalam plastik. Mengeluarkannya satu tablet lalu mengambil gelas berisi air putih. Membantu Akira untuk meminum obatnya.Anggara segera menyelimuti tubuh kekasihnya. Sesekali meletakkan telapak tangannya di dahi Akira untuk memastikan suhu tubuhnya.Menggenggam tangan Akira yang terkulai di sisi tubuhnya. Menatap wajah pucat Akira dengan rasa cemas.Dia tidak akan mengatakan apa
Anggara terpaksa meraih Alea dari pangkuan Ester. Meskipun dia tahu Alea bukanlah anaknya, namun dia merasa kasihan melihat wajah kecil itu menangis terisak.Sekilas Anggara melihat ke belakang, ke arah dimana Akira duduk. Mendapati tempat duduk itu sudah kosong. Mencari keberadaan Akira di sekeliling ruangan itu, namun tak juga mendapati sosok Akira di sana.Anggara memutuskan untuk memulangkan Ester dan anaknya agar tak mengganggu suasana orang-orang yang sedang berkunjung ke restoran. Dia tahu kini mereka menjadi pusat perhatian.Anggara segera melangkah menuju kasir, membayar makanan yang sudah terlanjur dipesan namun belum dimakan.Lalu segera melangkah keluar dari restoran, diikuti oleh Ester yang tersenyum puas. Dia berpikir rencananya telah berhasil menaklukan hati Anggara. Kini dia bisa mendapatkan Anggara kembali, menikmati kekayaan sang papa mertua. Ester pun melenggang tanpa menghiraukan tatapan orang-orang di sana.Anggara memesan sebuah taksi, lalu menyuruh Ester untuk d