“Ma, apa sebanyak itu Anggara makan?” Ucapnya sembari menunjuk ke arah pelayan yang tengah menunggu di pintu luar kamar Anggara.“Entahlah, sepertinya putra kita tengah kelaparan, mas. Sudahlah, bukankah usia Anggara sedang membutuhkan banyak nutrisi?” Jawab Ruth sembari mengedikkan bahu.Baskoro mengangguk paham, meskipun jawaban itu tidak bisa diterima akal sehatnya. Mana mungkin seseorang menghabiskan makanan empat bungkus sekaligus.Baskoro meraih tangan istrinya dan melangkah memasuki lift menuju lantai dasar. Makan malam berdua dengan Ruth. Seperti tengah melakukan honeymoon.Sementara itu Anggara tengah bersiap-siap akan mengunjungi kamar Akira. Tentunya gadis itu kini tengah bersama kedua orang tuanya. Bungkusan itu yang nantinya dia jadikan alasan untuk bisa menemui sang gadis impian.Dengan tangan menenteng tas berisi empat kotak makanan, Anggara keluar dari kamar menuju lift yang akan mengantarkannya ke lantai dasar.Sekilas Anggara melihat keberadaan orang tuanya. Karena t
Hanya Anggara pemilik tato itu. Ya, pemuda yang memakai kostum layaknya Go-Jek itu pasti Anggara.“Sejak kapan anak bos besar berubah profesi jadi tukang Go-Jek?” Ujar Akira sarkas.Membuat senyum merekah di bibir Anggara. Dia melepas helm dan jaket karena Akira sudah mengetahui identitasnya.“Kamu sudah makan? Aku bawa makanan untukmu juga untuk ayah dan ibu.” Ucap Anggara sembari memberikan bungkusan itu pada Akira.“Ayah dan ibu sudah tidur, Ang. Kok kamu bisa tahu aku tinggal di hotel ini?” Tanya Akira menelisik, ia mendudukkan tubuhnya di samping pemuda itu.“Tadi sore aku melihatmu melamun di balkon.” Jelas Anggara singkat.“Hah? Maksudnya?”“Yup, aku tinggal di hotel depan. Hotel kita berhadapan, sayang.” Jawab Anggara, dia tidak sadar memanggil Akira dengan sebutan sayang. Membuat Akira tersipu mendengar panggilan itu.Entah hal terkecil saja membuat hatinya berbunga-bunga. Apalagi setelah mendengar ucapan ibunya tadi, sepertinya ibu telah memberi lampu hijau.“Kita makan yuk,
Meskipun Anggara menjalankan motornya dengan sangat lambat, namun tetap jarak tempuh itu terlalu dekat. Kini mereka telah sampai di hotel Akira menginap. Anggara segera turun dari motor. Niatnya ingin mengantar gadis itu hingga depan pintu kamarnya. Namun Akira menolaknya, dengan alasan takut jika ayahnya bangun.“Sayang, bawa ini titip untuk ayah dan ibu.” Ucapnya sembari memberikan bungkusan berisi dua kotak makanan.Akira menerimanya lalu berlalu menaiki tangga. Karena tak hati-hati, Akira tergelincir di salah satu anak tangga. Anggara segera menghampirinya.“Sayang, hati-hati jalannya.” Ucap Anggara sembari mengusap pergelangan kaki Akira. “Aku gak fokus Ang.” Ucap Akira tersipu.“Hum, baiklah sepertinya ayah dan ibu masih tidur. Aku antar kamu sampai depan pintu, habis itu aku kembali. Bagaimana?” Pinta Anggara lagi.Dia tidak tega melihat Akira berjalan pincang. Padahal ada satu tangga lagi yang harus dilaluinya untuk mencapai lantai tiga.Tanpa mendengar jawaban Akira, Anggar
Namun membuat wajah Dany merona dan tersenyum senang. Senyum ceria yang sudah lama tidak ia tunjukan, kini kembali lagi. “I love you, suamiku.” Balas Dany dengan senyum cerianya.Karena sudah tak tahan lagi, Bayu segera melepas penutup terakhirnya. Membiarkan juniornya bebas dari celana ketatnya.Kembali Bayu mengungkung tubuh istrinya, memberi penetrasi di permainan mereka setelah menikah. Sungguh rasanya lebih nikmat dari sebelum mereka menikah. Lidahnya menjelajahi tubuh Dany dari leher hingga bagian intimnya.Sementara Dany mencoba menahan diri agar desahannya tidak terdengar hingga keluar.Walau mereka sudah sah, namun dia tidak enak jika ayah dan ibunya mendengar kegiatan intimnya.Bayu kembali memagut bibir Dany, dengan tangan yang mengusap bagian intimnya yang sudah mengeras sempurna.Dan akhirnya juniornya menerobos masuk ke liang kewanitaan istrinya. Sensasi yang begitu nikmat, apalagi ini adalah malam pertama mereka setelah menikah. Meskipun bukan yang pertama kalinya, nam
“Selamat pagi Bos, selamat pagi nyonya—” sapaannya berhenti ketika melihat keberadaan Anggara di sana. Firasatnya mendadak tidak enak. Apakah panggilan kali ini karena bocah itu yang telah mengadu pada bos besar?Namun Yosi mencoba untuk menetralkan rasa was-wasnya. Hingga dia tak berniat menyapa Anggara yang berdiri menatapnya di sudut ruangan. Posisinya masih berdiri sembari menunduk.“Aku tak mau banyak basa-basi. Langsung ke inti permasalahan.” Ucap Baskoro dengan tatapan tajam. Yosi tidak berani membalas tatapan bosnya. Dia masih menundukkan wajahnya dan menunggu dengan hati cemas.“Kau bisa jelaskan, tujuanmu apa berada di rumah wanita itu?” Lanjut Baskoro.Deg, ternyata benar dugaannya anak bosnya telah mengadu. Kini tamatlah riwayatnya. Yosi tidak bisa berkelit, dia mencari-cari alasan yang tepat, namun tak juga menemukannya.“Hay, apa kau tuli? Jawab pertanyaanku!” Hardik Baskoro tak sabar.“Maaf bos, saya bukan bermaksud merahasiakan ini, tapi yang meminta saya ke sana adal
Langkahnya tergesa-gesa turun menuju lantai dasar. Lalu buru-buru menyeberangi jalanan untuk mencapai hotel dimana Anggara berada.Dia mencoba menghubungi Anggara, namun justru panggilan tak terhubung. Sepertinya ponsel Anggara dalam keadaan mati.Meski ragu, Akira menghampiri meja resepsionis. Dan memintanya untuk menelpon kamar Anggara.“Permisi apa boleh saya minta tolong?” Ucap Akira.“Ada yang bisa kami bantu nona?” tanya pria yang menjadi resepsionis.“Saya ingin menemui seseorang. Apa bisa tolong di hubungi ke nomor kamarnya. Namanya Septian Anggara?”“Tuan Anggara? Tentu bisa nona, mohon di tunggu.” Pria itu menekan tombol pada telepon intercom, dan menghubungkannya ke kamar Anggara. Namun tak juga diangkat oleh sang pemilik kamar.“Maaf nona, sepertinya tuan Anggara sedang sibuk, atau sedang tidak berada di kamarnya.” Jelas pria itu.Akira kembali berpikir, apa dia tadi salah melihat? Sebenarnya bukanlah Anggara yang dilihatnya tadi?“Jika nona ingin mengecek langsung, pelaya
“Jangan pergi dulu, sayang. Tunggulah lagi sebentar, aku masih ingin melihatmu.” Bisik Anggara di depan daun telinga Akira. Hembusan nafas pemuda itu menggelitiknya, membuat Akira merasa sedikit tegang.Akira terdiam mencoba menormalkan detak jantungnya yang berdegup semakin cepat. Anggara pun sama, terdiam menikmati aroma parfum yang melekat di tubuh gadis itu, sembari menutup mata.Namun Akira tidak ingin larut dalam suasana yang menjebaknya pada rasa nyaman. Dengan sedikit meronta, Akira berusaha lepas dari pelukan Anggara.Hal yang tak terduga terjadi, saat hendak melepas pelukan Anggara, tiba-tiba dirinya tergelincir oleh permukaan lantai yang licin. Membuatnya jatuh, namun dengan sigap Anggara menangkap tubuhnya sebelum sejengkal lagi akan mendarat ke permukaan lantai. Tangan lebar Anggara berada di belakang kepala Akira agar kepala gadis itu tetap aman, tidak terbentur. Sementara tangannya yang lain melindungi punggung Akira dengan posisi melingkar. Kini wajah mereka berhadapa
Anggara membiarkan gadis itu menikmati keinginannya, dia pun merasa senang karena merasa Akira telah menerimanya kembali.Namun Anggara ingin menjaga nama baik Akira, tentunya dengan kehadiran wanita ular itu yang sangat mengusik ketenangannya, membuatnya harus lebih waspada. Anggara tidak ingin membuat Akira malu di depan teman-temannya. Apalagi Ester sangat bar-bar, tidak pernah melihat situasi dan kondisi ketika hendak berbicara.Dia sudah hampir menemukan titik temu permasalahannya, tinggal bukti selanjutnya yang akan keluar beberapa hari lagi.Anggara melirik jam di layar ponselnya, masih sebelas malam. Namun dia ingin mengantar Akira ke kamar orang tuanya, dia ingin menjaga hubungan baik yang sudah terjalin antara dia dan Lidiya. Tak ingin Lidiya menganggapnya lelaki yang merusak anak gadisnya dengan tidur sekamar dengan Akira, meskipun tak melakukan hal yang tak pantas.“Sayang, aku antar sekarang ya? Bukankah besok kamu harus bangun pagi?” Tanya Anggara, dia tak dapat melihat