Dokter menahanku. "Tangkap dia! Suntikkan obat penenang lagi!"....Aku disuntik obat penenang. Sebelum aku kembali pingsan, aku melihat Clayton. Tatapannya tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun, malah dia tersenyum padaku. Dia tertawa kecil dengan nada meremehkan dan tatapannya menjadi semakin kelam."Kamu seharusnya senang, ayahmu yang korup dan busuk itu akhirnya punya teman. Kalau kamu mau ibumu bisa beristirahat dengan tenang, berhentilah membuat keributan!"....Di pemakaman, aku terus menerus memandangi barang-barang peninggalan Ibu yang diberikan dokter kepadaku.Buku hariannya. Di halaman terakhir, dia menulis.[ Anakku tersayang, maafkan aku. Kalau Ibu nggak bertahan sampai akhir, jangan bersedih. Ibu nggak meninggalkanmu, hanya menemanimu dari dunia lain. Vanessa, tanpa Ibu menjadi beban, kamu akan hidup lebih baik .... ]Setiap kata terasa seperti pisau yang menusuk ke jantungku. Tanggal di akhir catatan itu tertulis sebelum Clayton datang mencariku. Jadi, Ibu sudah tahu
"Kami cuma menjalankan perintah, tolong jangan persulit kami."Aku gemetar karena marah. Rasanya jantungku hampir meledak. Saking bencinya pada Clayton, ingin sekali aku menghancurkannya berkeping-keping untuk memuaskan hatiku. "Suruh dia segera pulang!"Setengah jam kemudian, Clayton muncul di depanku. Dia melangkah masuk ke ruang tamu dan aku segera meraih pisau buah yang tajam di atas meja dan menempelkannya ke leherku. Aku menatapnya dengan penuh kebencian, "Clayton, kalau kamu nggak biarkan aku pergi, aku akan mati di depanmu sekarang juga!"Matanya dipenuhi dengan ancaman. Dia berjalan perlahan mendekatiku dan memojokkanku ke sudut ruangan. Dengan kasar, dia mencengkeram daguku. Pisau yang kupegang terjatuh ke lantai.Tatapannya seolah-olah melihat lelucon."Vanessa, jangan kira kamu bisa pergi hanya karena ibumu sudah meninggal. Kamu harus menebus kesalahan Keluarga Kosasih seumur hidup! Kalau kamu lupa, aku akan membantumu mengingatnya!"Setelah berkata demikian, dia membalikka
Melihat darah mengalir dari kepalanya, aku merasa puas. Aku menatap Clayton dengan kepala terangkat dan tertawa seperti orang gila."Kenapa? Kamu menyesal sekarang? Kematian ayah dan ibuku, luka di tubuhku, rasa sakit di hatiku, semuanya adalah hasil dari perbuatanmu!""Clayton, kamu nggak merasa konyol? Keputusan bodohmu, balas dendammu yang picik .... Waktu kamu tahu bahwa orang yang sebenarnya bersalah bukan ayahku, semua itu nggak ada artinya!""Untuk apa penyesalanmu? Apa kamu bisa mengembalikan semua yang sudah kamu hancurkan dariku?"Melihatku tampak seperti orang yang kehilangan akal, Clayton menundukkan pandangan dengan ekspresi yang bercampur aduk. Dia bahkan tidak berani menatapku. Beberapa saat kemudian setelah aku tidak lagi memberontak, pria yang selama ini sombong dan angkuh itu akhirnya menundukkan kepalanya di depanku."Aku salah, Vanessa, semuanya salahku. Maafkan aku."Maaf .... Hahaha! Aku kehilangan segalanya dan akhirnya hanya mendapatkan permintaan maaf yang sant
Aku menggunakan sisa tenagaku untuk membuka mantel dan melemparkannya ke lantai, menyisakan hanya pakaian dalam di tubuhku. Semua luka-luka, baik yang pernah maupun yang belum pernah dia lihat, tampak saling bersilangan memenuhi tubuhku. Tubuhku seperti porselen yang pecah, kemudian disatukan kembali.Wajah Clayton memucat. Dia melepaskan jaketnya dengan panik untuk menutupi tubuhku. Jari-jarinya gemetar hebat. "Jangan begini .... Maafkan aku! Aku benar-benar minta maaf!""Karena ibuku takut. Takut melihat semua luka yang kamu berikan padaku. Itulah alasannya dia memilih untuk melompat dan bunuh diri! Kamu yang membuat ayahku mati dan sekarang kamu juga yang menyebabkan kematian ibuku!"Aku menangis dengan suara yang menyayat hati. Sedikit demi sedikit, emosi Clayton hancur berantakan hingga matanya memerah. Dia menyerahkan sebuah pisau kepadaku."Kalau membunuhku bisa membuatmu merasa lebih baik, biarkan aku mati saja!"Mata pisau itu sangat tajam dan memantulkan cahaya yang menyilauk
Pesta ulang tahun putra mahkota di lingkaran sosial ibu kota, Clayton, diadakan di tepi Bendungan Kariba. Banyak orang dari kalangan elite yang menghadiri acara itu. Ketika aku tiba, seorang selebriti baru, Lulu, sedang bermanja-manja di pelukan Clayton.Clayton duduk santai dengan satu tangan yang memegang gelas anggur dan tangan lainnya melingkar di pinggang ramping Lulu. Lulu memandangku dengan tatapan meremehkan. "Siapa ini? Sepertinya aku belum pernah ngelihat dia sebelumnya.""Cuma sekretaris, abaikan saja."Ya, aku hanyalah seorang sekretaris di bawah perusahaan Clayton, jelas tidak cocok berada di lingkungan pergaulan ini. Kalau bukan karena "menempel" pada Clayton, aku juga tidak akan punya kesempatan bertemu dengan para pengusaha top di sini.Clayton tersenyum lagi, "Cuma mainan."Aku tidak membantah. Selama tiga tahun, dia tidak pernah mengakui aku sebagai pacarnya, bahkan menyebutku sebagai kekasih simpanan saja dia enggan.Dia berkata, "Vanessa itu memang begini. Mau dipe
Saat aku keluar dari air, kerumunan orang sudah berkumpul untuk menonton. Seseorang bercanda kepada Clayton, "Pak Clayton, sepertinya hari ini kamu bakal lepas dari status lajang, ya?"Clayton tidak menanggapi lelucon itu. Dia hanya menatapku dan berkata dengan suara serak, "Vanessa, aku nggak nyangka kamu benar-benar bakal ...."Sampai akhirnya, aku berjongkok di hadapannya dan membuka telapak tanganku perlahan-lahan untuk memperlihatkan gelang yang terbelah menjadi dua.Tubuhnya kaku seketika. Dia menatapku dengan tajam. "Vanessa, apa maksudmu?"Aku mengangkat pandanganku dengan tenang dan berkata perlahan, "Clayton, kamu pernah bilang, kalau gelang ini terbelah menjadi dua, saat itu juga kamu akan membiarkanku pergi. Sekarang, gelang ini sudah patah. Aku harap kamu menepati kata-katamu."Ekspresi Clayton tertegun. Aku tahu dia akhirnya teringat.....Aku dan Clayton saling mengenal sejak masa remaja. Setelah tujuh tahun bersama, hubungan kami sangat dekat. Aku pikir semuanya akan b
Lulu bersembunyi di pelukan Clayton seraya memandangku dengan tatapan menantang. Dengan nada manja, dia mendengus, "Ngapain berdiri di sini? Mainan harus berada di tempatnya."Aku menatap Clayton. "Gelangnya sudah patah, mulai sekarang kita benar-benar putus." Setelah berkata demikian, aku bersiap untuk berbalik dan pergi."Tunggu!" Clayton memanggilku.Aku berhenti sejenak dan berusaha beradu pandang dengannya. Beberapa saat kemudian, dia mematikan rokoknya dan berjalan mendekat. Jari-jarinya yang panjang mencengkeram daguku dan memaksaku menatapnya.Aroma tembakau yang samar tercium di hidungku. Wajah Clayton begitu dekat. Wajah yang dulu sangat kukagumi, kini membuatku takut. Dia menatapku, lalu tiba-tiba tertawa pelan. Namun, senyuman itu malah membawa hawa dingin yang menusuk."Kenapa? Kamu benar-benar mau pergi? Tapi dosa Keluarga Kosasih belum lunas."Aku menggigit bibir, menolak mengucapkan sepatah kata pun untuk melawan. Melihat sikapku, sorot matanya yang gelap memancarkan si
"Clayton!" teriakku dengan histeris. Terakhir kali aku memanggil namanya, itu adalah saat aku menjawab pernyataan cintanya dengan malu-malu.Aku tidak ingin percaya bahwa dia bisa melakukan hal sejauh ini, tapi kenyataan sudah ada di depanku. Dia benar-benar seorang iblis."Kalau kamu sakiti ibuku, aku pasti ... pasti akan membunuhmu!"...."Membunuhku?" Clayton tertawa dingin, "Vanessa, kamu selalu terlalu percaya diri."Aku menatap kosong ke arah tangga yang sepi. Ya, apa yang bisa kulakukan? Aku hanya bisa terus memaksakan diriku untuk menjadi seperti yang dia inginkan, merendah dan memohon, seperti seorang penjahat."Kumohon .... aku akan mengikuti semua keinginanmu ...." Percuma saja melawan.Kali ini, sepertinya Clayton sudah bosan dengan cara-cara lamanya. Sebuah mobil yang tertutup rapat membawaku ke rumahnya. Di sana, akhirnya aku berhasil menghubungi ibuku. Dia mengatakan dia baru saja keluar berjalan-jalan sebentar dengan seseorang dan kini sudah kembali ke rumah sakit.Tubu