"Clayton!" teriakku dengan histeris. Terakhir kali aku memanggil namanya, itu adalah saat aku menjawab pernyataan cintanya dengan malu-malu.Aku tidak ingin percaya bahwa dia bisa melakukan hal sejauh ini, tapi kenyataan sudah ada di depanku. Dia benar-benar seorang iblis."Kalau kamu sakiti ibuku, aku pasti ... pasti akan membunuhmu!"...."Membunuhku?" Clayton tertawa dingin, "Vanessa, kamu selalu terlalu percaya diri."Aku menatap kosong ke arah tangga yang sepi. Ya, apa yang bisa kulakukan? Aku hanya bisa terus memaksakan diriku untuk menjadi seperti yang dia inginkan, merendah dan memohon, seperti seorang penjahat."Kumohon .... aku akan mengikuti semua keinginanmu ...." Percuma saja melawan.Kali ini, sepertinya Clayton sudah bosan dengan cara-cara lamanya. Sebuah mobil yang tertutup rapat membawaku ke rumahnya. Di sana, akhirnya aku berhasil menghubungi ibuku. Dia mengatakan dia baru saja keluar berjalan-jalan sebentar dengan seseorang dan kini sudah kembali ke rumah sakit.Tubu
Clayton terdengar acuh tak acuh, "Silakan saja, coba saja laporkan. Kita lihat siapa yang lebih dulu masuk penjara, aku atau ibumu yang lebih dulu ke neraka."Aku menutup mata. Bayangan wajah ibuku yang pucat dan tak berdaya muncul di benakku. "Setelah Ibu sembuh, kita pergi lihat gunung dan salju sama-sama ya, Vanessa. Vanessa-ku benar-benar sudah banyak berkorban."Suaraku terdengar serak dan berat, "Clayton, aku setuju untuk tetap berada di sisimu."Clayton bertanya, "Yakin nggak akan pernah ngungkit mau pergi lagi?""Ya.""Aku nggak dengar, coba ulangi sekali lagi."Aku menutup mata, lalu mengulangi dengan suara yang gemetaran, "Aku, Vanessa, berjanji nggak akan pernah meninggalkan Clayton!"Clayton tertawa puas. Kemudian, dia menutup telepon.Malam itu, aku mengikuti orang yang diutus Clayton untuk menemuinya. Clayton hanya duduk di sana dengan sebatang rokok di jarinya. Asap rokok itu mengepul, membuat wajahnya terlihat samar-samarAku tidak tahan lagi, dan bertanya dengan getir,
Amarahku memuncak. Aku mengangkat tangan dan berusaha menamparnya agar dia sadar. Rasa penghinaan yang luar biasa membuat seluruh tubuhku gemetar. Clayton menangkap tanganku dengan cepat dan menahannya di atas kepalaku.Ciumannya yang kasar memaksa bibirku terbuka. Aku mencoba sekuat tenaga mendorong bahunya, bahkan sampai bibirnya terluka oleh gigitanku. Namun, dia tetap tidak melepaskanku. Aroma tembakau bercampur dengan rasa darah, membuat kepalaku pusing hingga nyaris tak bisa bernapas.Aku menutup mata dan berhenti melawan. Air mata terus mengalir dari sudut mataku. Namun, dari sudut pandang ibuku, dia mengira aku berpura-pura menolak, tapi tetap menikmatinya. Dia tiba-tiba duduk tegak, lalu melangkah cepat ke arah kami dan menarik Clayton dengan keras.Begitu aku bisa duduk tegak, Ibu langsung menamparku dengan sekuat tenaga. "Vanessa! Apa yang kamu lakukan? Perhatikan baik-baik siapa dia! Dia itu Clayton, orang yang menyebabkan kematian ayahmu!"....Suara Ibu bergetar. Hatiku s
Dokter menahanku. "Tangkap dia! Suntikkan obat penenang lagi!"....Aku disuntik obat penenang. Sebelum aku kembali pingsan, aku melihat Clayton. Tatapannya tidak menunjukkan penyesalan sedikit pun, malah dia tersenyum padaku. Dia tertawa kecil dengan nada meremehkan dan tatapannya menjadi semakin kelam."Kamu seharusnya senang, ayahmu yang korup dan busuk itu akhirnya punya teman. Kalau kamu mau ibumu bisa beristirahat dengan tenang, berhentilah membuat keributan!"....Di pemakaman, aku terus menerus memandangi barang-barang peninggalan Ibu yang diberikan dokter kepadaku.Buku hariannya. Di halaman terakhir, dia menulis.[ Anakku tersayang, maafkan aku. Kalau Ibu nggak bertahan sampai akhir, jangan bersedih. Ibu nggak meninggalkanmu, hanya menemanimu dari dunia lain. Vanessa, tanpa Ibu menjadi beban, kamu akan hidup lebih baik .... ]Setiap kata terasa seperti pisau yang menusuk ke jantungku. Tanggal di akhir catatan itu tertulis sebelum Clayton datang mencariku. Jadi, Ibu sudah tahu
"Kami cuma menjalankan perintah, tolong jangan persulit kami."Aku gemetar karena marah. Rasanya jantungku hampir meledak. Saking bencinya pada Clayton, ingin sekali aku menghancurkannya berkeping-keping untuk memuaskan hatiku. "Suruh dia segera pulang!"Setengah jam kemudian, Clayton muncul di depanku. Dia melangkah masuk ke ruang tamu dan aku segera meraih pisau buah yang tajam di atas meja dan menempelkannya ke leherku. Aku menatapnya dengan penuh kebencian, "Clayton, kalau kamu nggak biarkan aku pergi, aku akan mati di depanmu sekarang juga!"Matanya dipenuhi dengan ancaman. Dia berjalan perlahan mendekatiku dan memojokkanku ke sudut ruangan. Dengan kasar, dia mencengkeram daguku. Pisau yang kupegang terjatuh ke lantai.Tatapannya seolah-olah melihat lelucon."Vanessa, jangan kira kamu bisa pergi hanya karena ibumu sudah meninggal. Kamu harus menebus kesalahan Keluarga Kosasih seumur hidup! Kalau kamu lupa, aku akan membantumu mengingatnya!"Setelah berkata demikian, dia membalikka
Melihat darah mengalir dari kepalanya, aku merasa puas. Aku menatap Clayton dengan kepala terangkat dan tertawa seperti orang gila."Kenapa? Kamu menyesal sekarang? Kematian ayah dan ibuku, luka di tubuhku, rasa sakit di hatiku, semuanya adalah hasil dari perbuatanmu!""Clayton, kamu nggak merasa konyol? Keputusan bodohmu, balas dendammu yang picik .... Waktu kamu tahu bahwa orang yang sebenarnya bersalah bukan ayahku, semua itu nggak ada artinya!""Untuk apa penyesalanmu? Apa kamu bisa mengembalikan semua yang sudah kamu hancurkan dariku?"Melihatku tampak seperti orang yang kehilangan akal, Clayton menundukkan pandangan dengan ekspresi yang bercampur aduk. Dia bahkan tidak berani menatapku. Beberapa saat kemudian setelah aku tidak lagi memberontak, pria yang selama ini sombong dan angkuh itu akhirnya menundukkan kepalanya di depanku."Aku salah, Vanessa, semuanya salahku. Maafkan aku."Maaf .... Hahaha! Aku kehilangan segalanya dan akhirnya hanya mendapatkan permintaan maaf yang sant
Aku menggunakan sisa tenagaku untuk membuka mantel dan melemparkannya ke lantai, menyisakan hanya pakaian dalam di tubuhku. Semua luka-luka, baik yang pernah maupun yang belum pernah dia lihat, tampak saling bersilangan memenuhi tubuhku. Tubuhku seperti porselen yang pecah, kemudian disatukan kembali.Wajah Clayton memucat. Dia melepaskan jaketnya dengan panik untuk menutupi tubuhku. Jari-jarinya gemetar hebat. "Jangan begini .... Maafkan aku! Aku benar-benar minta maaf!""Karena ibuku takut. Takut melihat semua luka yang kamu berikan padaku. Itulah alasannya dia memilih untuk melompat dan bunuh diri! Kamu yang membuat ayahku mati dan sekarang kamu juga yang menyebabkan kematian ibuku!"Aku menangis dengan suara yang menyayat hati. Sedikit demi sedikit, emosi Clayton hancur berantakan hingga matanya memerah. Dia menyerahkan sebuah pisau kepadaku."Kalau membunuhku bisa membuatmu merasa lebih baik, biarkan aku mati saja!"Mata pisau itu sangat tajam dan memantulkan cahaya yang menyilauk
Pesta ulang tahun putra mahkota di lingkaran sosial ibu kota, Clayton, diadakan di tepi Bendungan Kariba. Banyak orang dari kalangan elite yang menghadiri acara itu. Ketika aku tiba, seorang selebriti baru, Lulu, sedang bermanja-manja di pelukan Clayton.Clayton duduk santai dengan satu tangan yang memegang gelas anggur dan tangan lainnya melingkar di pinggang ramping Lulu. Lulu memandangku dengan tatapan meremehkan. "Siapa ini? Sepertinya aku belum pernah ngelihat dia sebelumnya.""Cuma sekretaris, abaikan saja."Ya, aku hanyalah seorang sekretaris di bawah perusahaan Clayton, jelas tidak cocok berada di lingkungan pergaulan ini. Kalau bukan karena "menempel" pada Clayton, aku juga tidak akan punya kesempatan bertemu dengan para pengusaha top di sini.Clayton tersenyum lagi, "Cuma mainan."Aku tidak membantah. Selama tiga tahun, dia tidak pernah mengakui aku sebagai pacarnya, bahkan menyebutku sebagai kekasih simpanan saja dia enggan.Dia berkata, "Vanessa itu memang begini. Mau dipe