"Kamu lagi sibuk?" tanyaku ragu-ragu."Ada apa?"Jantungku berdegup kencang mendengar suaranya yang dingin. "Kamu di mana?""Negara Cado," jawabnya dengan singkat.Sepertinya Taufan sedang rapat, dia menjawabku sambil berbisik. Aku segera mengakhiri pembicaraan ini agar tidak mengganggunya. "Aku cuma mau tahu kamu di mana. Lanjutkan pekerjaanmu, kita ngobrol setelah kamu nggak sibuk."Aku menutup panggilanku setelah berbicara. Hanya saja aku tidak dapat menutupi kesedihanku.Sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa aku merindukannya. Namun situasi tidak memungkinkan, aku juga sanggup mengucapkannya.Taufan memimpin perusahaan besar, dia tidak mungkin menemaniku setiap hari. Jika bersamanya, aku tidak akan bisa menjalani kehidupan yang sederhana.Aku tersenyum kecut, ini hanyalah hari ulang tahunku, seharusnya aku bahagia.Aku menata kembali perasaanku, ada banyak hal yang harus diselesaikan. Aku tidak ingin membiarkan pikiran buruk dan kesedihan menguasai hatiku. Aku harus belajar menghad
Sebuah sosok tinggi berdiri di samping mobil. Begitu melihat kami pulang, dia berjalan menghampiriku sambil berkata, "Kalian sudah pulang?"Ayahku masih mengingat Taufan. Ketika ayahku dirawat di rumah sakit, Taufan pernah menjenguknya.Ibuku menyapanya, "Pak Taufan, mari masuk. Maaf, kamu pasti sudah menunggu lama.""Halo, Bi. Aku baru sampai." Taufan tersenyum.Melihat aku yang menggendong Adele, Taufan bertanya kepadaku, "Aku ... boleh bantu?"Aku pun salah tingkah, aku tidak tahu harus berbuat apa. Di saat aku sedang berpikir, Taufan kembali mendesakku. "Sini, aku yang gendong."Aku masih berusaha mencerna kemunculannya. Seketika mataku langsung terasa panas."Aku bisa sendiri," jawabku."Biar aku saja. Aku lihat kamu kewalahan menggendongnya." Taufan mengulurkan lengannya dan menggendong Adele. Taufan pasti tidak pernah menggendong anak kecil, gerakannya agak kaku.Namun Taufan serius menggendong, seakan takut kalau Adele jatuh. Aku tertawa melihat cara Taufan menggendong Adele.A
Sesampainya di Hotel Capital International, hidangan berserta anggur merah telah tersedia di atas meja.Taufan memelukku. "Selamat ulang tahun.""Aku buru-buru pulang, cuma sempat menyiapkan perayaan sederhana. Yang penting kita merayakannya bersama. Aku bersyukur tidak melewatkan ulang tahunmu."Aku bersandar di pelukannya. "Aku senang merayakan ulang tahun ini bersamamu. Aku memang lebih suka merayakannya dengan sederhana. Yang penting ada kamu."Taufan seperti melakukan sulap, tiba-tiba sebuah kotak muncul di tangannya. Dia memberikan kotak tersebut kepadaku. "Bukalah."Aku membuka kotak itu dengan perlahan. Isinya bukan perhiasan, melainkan sebuah pulpen yang dilapisi berlian. Di bagian samping terukir dua kata yang melambangkan singkatan dari namaku, "MS", Maya Shario."Cantik banget." Mataku berbinar-binar. Perasaan ini sangat aneh, bagaimana Taufan mengetahui hal-hal yang aku sukai?Entah sejak kapan, aku mulai menyukai pulpen. Aku mengoleksi berbagai macam pulpen. Aku masih men
Taufan mengernyit. "Apakah terjadi sesuatu?""Nggak, tadi pagi Departemen Perencanaan Bright Celestial meminta gambar desain kepadaku. Aku sempat bertemu Pak Marvin saat mengantarkan gambarnya, Beliau sudah tahu," jawabku."Departemen Perencanaan?" Taufan mengulang ucapanku dengan ragu, lalu kembali mengingatkanku. "Lain kali suruh mereka untuk menghubungi Pak Marvin. Kalian sudah menyerahkan semua data kepada Departemen Proyek, tidak perlu mengirimkan sampai dua kali."Aku mengangguk. Awalnya aku mau menceritakan tentang sikap wanita yang arogan itu, tetapi aku menekan kembali semua kata-kataku. Bagaimanapun wanita itu bekerja di Bright Celestial, rasanya tidak etis menjelek-jelekkan karyawannya di hadapan Taufan.Aku tidak banyak bicara maupun bertanya.Waktu berlalu sangat cepat. Tidak terasa kami sudah 4 jam bersama.Hari sudah larut malam saat aku sampai di rumah. Aku merasa bersalah melihat Taufan yang kelelahan. Dia sampai buru-buru pulang untuk merayakan ulang tahunku. Ditambah
Yang aku tangkap, cerita Luna mengisyaratkan bahwa perselisihan internal Bright Celestial belum berakhir. Aku sangat penasaran, sebenarnya masalah internal apa yang terjadi perusahaannya?Lampu hijau menyala, aku mengendarai mobilku sambil bertanya kepada Luna, "Jadi apa maksudmu? Sebentar lagi aku sudah mau sampai di rumah.""Kalau kamu lagi senggang ... aku mau mengajakmu bertemu sebentar. Aku nggak punya teman di sini, akhir-akhir ini juga lagi banyak masalah. Aku stres banget." Tampaknya suasana hati Luna pun kurang bagus."Tunggu aku di kafe yang ada di seberang kantor." Aku melewati sekolah yang sudah ada di depan mata dan kembali ke kantor.Sesampainya di kafe, aku mencari Luna ke mana-mana, tetapi tidak menemukannya. Setelah aku meneleponnya, dia baru masuk ke kafe sambil tersenyum. Luna selalu berpenampilan elegan.Luna memberikan sebuah kantong kecil yang ditentengnya. "Buat kamu.""Ini apa?" Aku melirik Luna dengan ragu."Produk kosmetik terbaru, untuk kamu," jawab Luna deng
Meskipun hatiku hancur berkeping-keping dan tidak berdaya, aku berusaha keras untuk mengendalikan diri dan tetap bersikap santai.Aku mengerti apa yang ingin disampaikan Luna, tetapi aku tidak boleh menunjukkan emosiku. Aku harus menjaga sikap agar tidak menimbulkan kecurigaan. Luna mulai mengetesku sejak kami pertama kali bertemu, aku tidak boleh meremehkannya.Melihatku yang terkejut, dia pura-pura bertanya dengan polosnya, "Kak Maya, apakah menurutmu ini normal?"Aku menyeruput kopiku yang sangat pahit, lambungku terasa agak perih. Aku meletakkan gelasku dan menjawabnya, "Bukannya aku merasa normal, tapi aku sama sekali nggak memahami kehidupan orang kaya. Sama seperti orang kaya yang tidak memahami kehidupan orang biasa, mereka tidak mengerti kenapa kami mau makan makanan yang dijual di pinggir jalan. Aku tidak mengerti untuk apa apa kalian dijodohkan."Aku menjawab dengan tenang, seolah tidak peduli dan tidak mengerti, "Aku juga seorang pebisnis, terkadang memang harus menggunakan
Sepertinya aku terlalu meremehkan Luna, ternyata dia adalah wanita yang licik.Semua orang Bright Celestial sangat misterius. Semua orang yang kukenal memiliki rahasia besar.Aku merasakan sebuah dorongan yang mengembalikan akal sehatku. Aku tidak bisa melarikan diri dari kenyataan ini.Aku sangat ngantuk, aku mencubit diri sendiri agar tidak tertidur.Sesampainya di rumah, ibuku juga baru menjemput Adele pulang. Begitu melihatku, Adele berlari menghampiriku dengan kegirangan. "Hari ini Mama pulang awal banget? Mama, Paman membelikanku boneka baru.""Paman?" Aku mengerutkan alis.Di saat bersamaan, Oscar keluar dari dapur sambil mengenakan celemek. Dia menatapku dengan lembut. "Saat pergi ke bank, aku nggak sengaja bertemu Bibi yang lagi menjemput Adele. Jadi aku sekalian mengantar mereka pulang."Ibuku keluar dari dapur sambil tersenyum. "Oscar juga membawa kami ke pusat perbelanjaan dan singgah ke pasar untuk membeli sayur."Ibuku tersenyum bahagia, aku tahu dia menyukai Oscar."Buka
Jantungku berdebar kencang, aku tahu ayahku ingin membicarakan masalah Taufan.Alhasil tebakanku benar, ayahku memberikanku pendapat secara frontal. "Bukannya Ayah ingin mencampuri urusanmu, tapi kamu baru bercerai. Ayah tidak ingin melihatmu terluka lagi. Aku sudah mencari tahu informasi dan latar belakang Taufan. Status keluarganya dan kita terlalu jauh, Ayah takut hubunganmu gagal lagi."Aku terkesiap, ayahku tidak begitu merestui hubunganku dengan Taufan."Ayah, maaf membuatmu khawatir." Aku menelan makanan yang ada di dalam mulut, lalu menatap ayahku dan melanjutkan, "Ayah nggak perlu khawatir. Aku tahu apa yang sedang kulakukan dan apa yang kuinginkan.""Kami masih berteman, tapi dia memang banyak membantuku. Aku tidak berharap terlalu banyak, aku cuma ingin mengembangkan perusahaan. Aku nggak mau memikirkan terlalu banyak hal, biarkan mengalir saja." Aku tidak tahu bagaimana cara untuk membuat ayahku tenang."Aku akui, Taufan sangat banyak membantuku. Aku baru bisa menghancurkan