Taufan mengernyit. "Apakah terjadi sesuatu?""Nggak, tadi pagi Departemen Perencanaan Bright Celestial meminta gambar desain kepadaku. Aku sempat bertemu Pak Marvin saat mengantarkan gambarnya, Beliau sudah tahu," jawabku."Departemen Perencanaan?" Taufan mengulang ucapanku dengan ragu, lalu kembali mengingatkanku. "Lain kali suruh mereka untuk menghubungi Pak Marvin. Kalian sudah menyerahkan semua data kepada Departemen Proyek, tidak perlu mengirimkan sampai dua kali."Aku mengangguk. Awalnya aku mau menceritakan tentang sikap wanita yang arogan itu, tetapi aku menekan kembali semua kata-kataku. Bagaimanapun wanita itu bekerja di Bright Celestial, rasanya tidak etis menjelek-jelekkan karyawannya di hadapan Taufan.Aku tidak banyak bicara maupun bertanya.Waktu berlalu sangat cepat. Tidak terasa kami sudah 4 jam bersama.Hari sudah larut malam saat aku sampai di rumah. Aku merasa bersalah melihat Taufan yang kelelahan. Dia sampai buru-buru pulang untuk merayakan ulang tahunku. Ditambah
Yang aku tangkap, cerita Luna mengisyaratkan bahwa perselisihan internal Bright Celestial belum berakhir. Aku sangat penasaran, sebenarnya masalah internal apa yang terjadi perusahaannya?Lampu hijau menyala, aku mengendarai mobilku sambil bertanya kepada Luna, "Jadi apa maksudmu? Sebentar lagi aku sudah mau sampai di rumah.""Kalau kamu lagi senggang ... aku mau mengajakmu bertemu sebentar. Aku nggak punya teman di sini, akhir-akhir ini juga lagi banyak masalah. Aku stres banget." Tampaknya suasana hati Luna pun kurang bagus."Tunggu aku di kafe yang ada di seberang kantor." Aku melewati sekolah yang sudah ada di depan mata dan kembali ke kantor.Sesampainya di kafe, aku mencari Luna ke mana-mana, tetapi tidak menemukannya. Setelah aku meneleponnya, dia baru masuk ke kafe sambil tersenyum. Luna selalu berpenampilan elegan.Luna memberikan sebuah kantong kecil yang ditentengnya. "Buat kamu.""Ini apa?" Aku melirik Luna dengan ragu."Produk kosmetik terbaru, untuk kamu," jawab Luna deng
Meskipun hatiku hancur berkeping-keping dan tidak berdaya, aku berusaha keras untuk mengendalikan diri dan tetap bersikap santai.Aku mengerti apa yang ingin disampaikan Luna, tetapi aku tidak boleh menunjukkan emosiku. Aku harus menjaga sikap agar tidak menimbulkan kecurigaan. Luna mulai mengetesku sejak kami pertama kali bertemu, aku tidak boleh meremehkannya.Melihatku yang terkejut, dia pura-pura bertanya dengan polosnya, "Kak Maya, apakah menurutmu ini normal?"Aku menyeruput kopiku yang sangat pahit, lambungku terasa agak perih. Aku meletakkan gelasku dan menjawabnya, "Bukannya aku merasa normal, tapi aku sama sekali nggak memahami kehidupan orang kaya. Sama seperti orang kaya yang tidak memahami kehidupan orang biasa, mereka tidak mengerti kenapa kami mau makan makanan yang dijual di pinggir jalan. Aku tidak mengerti untuk apa apa kalian dijodohkan."Aku menjawab dengan tenang, seolah tidak peduli dan tidak mengerti, "Aku juga seorang pebisnis, terkadang memang harus menggunakan
Sepertinya aku terlalu meremehkan Luna, ternyata dia adalah wanita yang licik.Semua orang Bright Celestial sangat misterius. Semua orang yang kukenal memiliki rahasia besar.Aku merasakan sebuah dorongan yang mengembalikan akal sehatku. Aku tidak bisa melarikan diri dari kenyataan ini.Aku sangat ngantuk, aku mencubit diri sendiri agar tidak tertidur.Sesampainya di rumah, ibuku juga baru menjemput Adele pulang. Begitu melihatku, Adele berlari menghampiriku dengan kegirangan. "Hari ini Mama pulang awal banget? Mama, Paman membelikanku boneka baru.""Paman?" Aku mengerutkan alis.Di saat bersamaan, Oscar keluar dari dapur sambil mengenakan celemek. Dia menatapku dengan lembut. "Saat pergi ke bank, aku nggak sengaja bertemu Bibi yang lagi menjemput Adele. Jadi aku sekalian mengantar mereka pulang."Ibuku keluar dari dapur sambil tersenyum. "Oscar juga membawa kami ke pusat perbelanjaan dan singgah ke pasar untuk membeli sayur."Ibuku tersenyum bahagia, aku tahu dia menyukai Oscar."Buka
Jantungku berdebar kencang, aku tahu ayahku ingin membicarakan masalah Taufan.Alhasil tebakanku benar, ayahku memberikanku pendapat secara frontal. "Bukannya Ayah ingin mencampuri urusanmu, tapi kamu baru bercerai. Ayah tidak ingin melihatmu terluka lagi. Aku sudah mencari tahu informasi dan latar belakang Taufan. Status keluarganya dan kita terlalu jauh, Ayah takut hubunganmu gagal lagi."Aku terkesiap, ayahku tidak begitu merestui hubunganku dengan Taufan."Ayah, maaf membuatmu khawatir." Aku menelan makanan yang ada di dalam mulut, lalu menatap ayahku dan melanjutkan, "Ayah nggak perlu khawatir. Aku tahu apa yang sedang kulakukan dan apa yang kuinginkan.""Kami masih berteman, tapi dia memang banyak membantuku. Aku tidak berharap terlalu banyak, aku cuma ingin mengembangkan perusahaan. Aku nggak mau memikirkan terlalu banyak hal, biarkan mengalir saja." Aku tidak tahu bagaimana cara untuk membuat ayahku tenang."Aku akui, Taufan sangat banyak membantuku. Aku baru bisa menghancurkan
Aku berjalan menghampiri kerumunan. Aku melihat Jasmine yang berdiri di depan meja resepsionis sambil menaruh kedua tangan di pinggang.Setelah sekian lama tidak bertemu, perut Jasmine terlihat makin membesar. Aku tersenyum, dia datang untuk memberikanku informasi?"Wah, Bu Jasmine tumben banget datang ke kantorku? Jangan marah-marah, nanti memengaruhi putra kecil yang lagi kamu kandung."Keluarga Sinjaya mengatakan bahwa Jasmine mengandung anak laki-laki.Jasmine membalikkan badan, dia menatapku dengan penuh kemarahan. Begitu melihatku, Jasmine langsung mengalihkan target amarahnya. "Hem, Maya, jangan banyak omong kosong!""Kamu ceroboh banget, marah-marah nggak bagus buat kandungan." Aku bersikap santai dan tenang. "Bagaimanapun kamu adalah istrinya Harry, harus tahu sopan santun. Siapa yang tidak mengenalmu di sini? Kalau terjadi sesuatu, kakakmu pasti bakalan sedih."Sesaat mendengar ucapanku, beberapa orang yang berdiri di sekitarku pun tertawa sambil menutup mulut. Mereka setuju
Jasmine bukanlah wanita yang cerdas, tidak ada gunanya bertanya kepada dia. Aku yakin, Harry tidak mungkin menceritakan terlalu detail kepadanya."Nggak penting siapa yang memberitahuku, kamu juga nggak berhak mengetahuinya. Kalau nggak mau orang lain tahu semua perbuatanmu, sebaiknya cepat pulang dan sampaikan rasa terima kasihku kepada kakakmu. Kalau banyak waktu luang, mending urus dirimu sendiri."Aku tidak mau terlalu banyak meladeni Jasmine. Kemudian aku membalikkan badan dan pergi meninggalkannya. Tidur cukup membuat pikiranku lebih segar."Berhenti! Kalau kamu berani menggoda Harry lagi, aku nggak bakal sungkan-sungkan!" Jasmine berteriak ke arahku."Tenang, aku sama sekali nggak tertarik sama kakakmu. Saranku, jaga baik-baik kakakmu, jangan sampai direbut orang lain," jawabku tanpa menoleh. Aku terus berjalan maju dan masuk ke dalam lift.Jasmine berdiri di tempat sambil menatapku dengan kesal. Aku malu dengan pilihanku dulu, apa yang aku sukai dari bajingan seperti Harry? Bis
Di saat aku sedang berpikir, tiba-tiba seseorang membuka pintu ruangan. Franko pun bangkit dari tempat duduk untuk menyapa orang tersebut."Pak Harry, Pak Deon, akhirnya kalian sampai. Mari, silakan duduk."Sesaat mendengar nama yang disebutkan Franko, raut wajahku sontak berubah. Aku tidak menyangka Harry juga datang.Harry seperti arwah yang mengikuti ke mana pun aku pergi. Pak Chander dan Harlan juga menyapa Harry dan Pak Deon.Aku dan Shea saling bertatapan.Menyadari sikapku yang acuh, Franko pun bergegas mencarikan suasana. "Bu Maya, perkenalkan Beliau adalah Deon Raven, adik ipar dari Presdir Eternal Real Estate."Franko tidak berhenti memuji-muji Deon, seakan dia adalah orang yang sangat hebat.Aku memandang Deon yang berusia sekitar 30 tahun. Dia memiliki postur yang tinggi dan kurus. Rambutnya ditata ke atas seperti jambul ayam, dia mengenakan jas berwarna biru dan terdapat sebuah sapu tangan berwarna putih yang diselipkan ke dalam saku di dada sebelah kiri. Pakaian yang dike
Aku menenangkan diri untuk sesaat. Kemudian, aku menyalakan mobil dan perlahan-lahan meninggalkan jalan kecil itu. Dari persimpangan di depan, aku kembali ke jalan utama. Pada saat ini, kemacetan sudah agak mendingan. Aku langsung bergegas pulang ke rumah.Ibuku langsung merasa lega begitu melihatku sudah sampai di rumah. Dia buru-buru mulai memasak makanan. Jarang sekali aku bisa makan bersama mereka di rumah seperti ini.Begitu mendengar jika aku ingin makan di rumah, kedua orang tuaku langsung menunggu kepulanganku. Ibuku mengatakan, makanan yang paling enak adalah makanan yang baru dimasak.Setelah makan malam, aku menelepon Fanny dan bertanya apakah dia sedang ada di rumah. Fanny mengatakan jika dirinya baru saja sampai di rumah. Oleh karena itu, aku mengajak Adele jalan-jalan dan pergi menemui Fanny.Sudah beberapa hari aku tidak bertemu dengan Fanny. Begitu melihatku, Fanny langsung menanyakan tentang Taufan. Aku hanya bisa menggelengkan kepala tanpa daya.Fanny mengatakan, akhi
Entah kenapa, pada saat itu, punggungku terasa dingin dan merinding. Aku merasa ngeri saat memikirkannya. Bayangkan saja, manusia yang masih hidup dan baik-baik saja ditabrak mobil hingga tewas saat dalam perjalanan menemui diriku. Mungkinkah semua ini hanya kebetulan belaka?Selain itu, dia hanya ingin menyampaikan informasi mengenai Taufan kepadaku. Hanya sebuah informasi. Akan tetapi, apakah semua itu harus ditebus dengan mengorbankan nyawanya? Bagaimana mungkin orang yang begitu lembut itu sekarang dibilang sudah meninggal …Semua ini makin membuatku mengerti jika situasinya tidaklah sesederhana itu.Melihat Danny yang buru-buru pergi, makin aku memikirkannya, makin aku merasa jika ada yang tidak beres. Kenapa polisi tidak menanyakan apa pun mengenai Taufan kepadaku? Bukankah itu adalah pertanyaan yang paling penting? Apakah mungkin bagi mereka untuk mengabaikan pertanyaan sepenting itu?Selain itu, jika sudah dipastikan bahwa sopir mobil karavan kecil itu mabuk dan Bastian meningg
Yang datang ke kantorku adalah dua petugas berseragam polisi.Hal ini membuatku agak terkejut dan bingung. Apa yang menyebabkan polisi mendatangiku di kantor?Aku mempersilakan mereka untuk duduk dan menatap mereka. Salah satu dari mereka bertanya kepadaku dengan sangat serius, “Bolehkah aku bertanya padamu? Apa kamu kenal Bastian Luzman?”“Siapa?” Aku agak bingung dan langsung menyangkalnya. “Aku nggak kenal.”Petugas polisi itu langsung menatapku dengan tajam. Jelas, dia tidak percaya dengan jawabanku. Kemudian, dia melirik rekannya dan berkata, “Mana fotonya?”Polisi satunya buru-buru mengeluarkan foto dari tas kerja yang dipegangnya dan menyerahkannya kepadaku. “Perhatikan baik-baik orang yang ada di foto ini.”Aku menerima foto tersebut dengan kedua tanganku dan melihat orang yang ada di foto itu. Dia adalah seorang pria. Wajahnya terlihat cukup tampan. Sepertinya dia adalah seorang mahasiswa yang masih berusia sekitar 20 tahun.Aku menggelengkan kepalaku dan berkata dengan tegas,
Orang yang meneleponku itu adalah seorang pria asing. Dia memintaku untuk menemuinya seorang diri. Pria itu mengatakan bahwa dia punya informasi mengenai Taufan.Aku menanyakan siapa dirinya. Namun, pria itu langsung menutup teleponnya. Akan tetapi, dia mengirimkan pesan kepadaku, berupa sebuah alamat. Sepertinya, alamat tersebut merupakan lokasi di mana kami akan bertemu nanti.Tanpa berpikir panjang, aku langsung mengambil tasku dan turun ke bawah.Setelah mengatur navigasi, aku langsung menuju ke tempat yang dia sebutkan sebelumnya. Hatiku merasa cemas. Dalam beberapa hari terakhir, inilah pertama kalinya aku mendengar ada seseorang yang memberitahuku bahwa dia memiliki informasi mengenai Taufan.Aku bahkan tidak memikirkan apakah informasinya itu benar atau salah. Sekalipun salah, aku tetap ingin mendengar apa yang ingin dia katakan. Setidaknya, itu lebih baik daripada aku tidak tahu apa-apa.Dalam beberapa hari terakhir, kecelakaan mobil yang menimpa Taufan seakan-akan tidak perna
Hatiku langsung berdebar kencang saat melihat nama yang muncul di layar ponselku adalah nama Luna.“Luna, kalau kamu mau bicara omong kosong, sebaiknya hentikan saja. Aku sedang malas berurusan denganmu.” Aku mengangkat telepon dan langsung berkata kepada Luna. “Informasi mengenai Taufan, kalian mau mengatakannya atau nggak, aku pasti akan tetap mengetahuinya.”“Hahaha … Kak Maya, kayaknya kamu benar-benar cemas.” Luna terlihat aneh saat mengetahui kecemasanku. Sikapnya begitu menyenangkan. “Kayaknya Kakak marah besar.”“Kayaknya kamu lagi nggak ada kerjaan ya?” Setelah berkata seperti itu, aku langsung menutup teleponnya. Aku tahu betul. Makin aku memedulikannya, Luna akan makin menjadi-jadi.Benar saja. Ponsel di tanganku kembali berdering. Aku menahan diri dan baru mengangkatnya setelah berdering beberapa kali. “Jangan menguji kesabaranku.”“Hahaha … Kak Maya, aku cuma ingin memberitahumu kalau dia baik-baik saja. Sungguh.” Nada bicara Luna menyiratkan jika dia bersukacita atas musi
Bagai membuka pintu misterius, aku buru-buru melangkahkan kakiku dan masuk ke dalam. Aku memeriksa setiap ruangan yang ada, tetapi tidak ada seorang pun di sana.Sampai-sampai seorang perawat membentakku dengan tegas, “Apa yang kamu lakukan? Ini ruang steril. Bagaimana kalian bisa masuk ke sini? Cepat keluar!”Aku mencengkeramnya dengan satu tanganku. “Kalau begitu, katakan padaku. Di mana orang yang barusan kalian selamatkan? Bagaimana keadaannya?”“Cepat keluar! Orang yang diselamatkan apa? Banyak yang kami selamatkan.” Perawat itu berusaha melepaskan diri dari cengkeramanku dan mendorong kami keluar. “Cepat keluar!”“Pak Taufan. Pak Taufan yang barusan kalian selamatkan. Bagaimana keadaannya?” Aku masih belum mau menyerah.Perawat itu terlihat marah dan langsung mendorongku keluar. “Aku nggak tahu.”Kemudian, pintu dibanting dengan keras sampai berbunyi ‘brak’ dan terdengar suara kunci pintu yang diputar dari dalam.Aku bersandar di dinding dengan putus asa dan agak hilang akal. Aku
Tatapanku menjadi tegang. Jantungku kembali berdegap kencang. Aku mengulurkan tanganku dan mendorong Luna yang menghalangi di depanku. Luna terhuyung-huyung dan hampir jatuh tersungkur beberapa langkah ke samping. Aku tidak peduli. Aku buru-buru berlari menuju koridor. Namun, para pengawal berpakaian hitam itu tetap saja menghalangiku.Aku melihat dokter sedang menjelaskan sesuatu kepada Cynthia di depan pintu. Akan tetapi, aku sama sekali tidak bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Tidak sampai dua menit, dokter itu sudah berbalik dan kembali masuk ke ruang gawat darurat. Yang bisa kulihat hanyalah sarung tangan yang dikenakannya berlumuran darah yang mengerikan.Mataku tertuju pada Cynthia. Aku melihat Cynthia masih berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong. Ekspresinya sangat aneh. Aku tidak tahu apakah yang disampaikan dokter tadi adalah kabar baik ataukah kabar buruk.Cynthia tertegun untuk waktu yang lama, sebelum akhirnya mengatakan sesuatu kepada Fara yang ada di belakangn
Telepon berdering untuk waktu yang lama sebelum akhirnya Danny mengangkatnya. Aku berkata kepada Danny dengan suara bergetar, “Danny … kamu di mana? Tolong selidiki …. Sesuatu terjadi pada Taufan …. Dia mengalami kecelakaan mobil di jalan tol menuju bandara …”“Jangan khawatir, Kak Maya. Aku sudah langsung menyelidikinya begitu mendapat kabar.” Mungkin, karena mendengar suaraku yang tidak jelas, Danny pun menghiburku. “Kakak ada di mana?”“Aku di rumah sakit.” Aku menarik napas dalam-dalam. “Ceritakan hasil penyelidikanmu padaku.”“Itu pasti. Jaga diri Kakak baik-baik. Apa Kak Maya ingin aku menyuruh Shea untuk menemani Kakak di rumah sakit?” tanya Danny kepadaku. Mungkin saja dia merasa jika suasana hatiku sedang tidak baik.“Aku nggak apa-apa,” jawabku cepat-cepat. Kemudian, aku bertanya kepada Danny, “Apa kamu tahu bagaimana kondisi cedera yang dialami Taufan?”Di ujung telepon, Danny terdiam selama beberapa saat. Kemudian, dia berkata, “Menurut para saksi mata … lukanya sangat para
Wajah Cynthia tampak begitu muram dan menakutkan. Dia duduk jauh di sana sambil menegakkan punggungnya. Matanya menyiratkan aura ganas, yang sama sekali tidak terdapat kehangatan di dalamnya. Mata Cynthia itu membuatku tanpa sadar teringat pada posisi seekor ular sebelum melancarkan serangan pada musuhnya.Kejam, ganas, dan menakutkan.Aku menenangkan diri sebentar. Sebenarnya, saat melihat Cynthia, aku sudah yakin jika orang di dalam ruangan itu pastilah Taufan. Rasa takut yang belum pernah kurasakan sebelumnya memenuhi dadaku. Aku kembali menatap pintu ruang gawat darurat yang tertutup rapat dan berdoa dalam hati agar tidak terjadi apa-apa.“Kenapa? Apa kamu mau membuat keributan dengan datang kemari?” Nada bicara Cynthia begitu dingin. Matanya yang bagaikan elang terus saja menatap wajahku.Aku menarik napas dalam-dalam, menggertakkan gigiku, dan berjalan menghampirinya. Seketika itu juga, aku bisa merasakan apa yang dirasakan orang yang ada dalam ruangan itu. Hal tersebut langsung