Tangisan Hana pecah, aku tercengang melihat emosinya yang meledak-ledak. Apakah aku salah bicara? Kenapa tiba-tiba dia menangis?Aku mengambil beberapa helai tisu dan memberikan kepadanya. "Kamu kenapa? Aku salah bicara?"Hana melambaikan tangan. Aku tidak tega melihat air mana yang menodai riasan wajahnya. Di dalam benakku, Hana adalah wanita yang elegan dan tenang. Dia selalu tersenyum dan bersikap ramah, apa yang membuat wanita seceria dia menangis?Dia mengambil tisu yang aku berikan dan mengusap air matanya. Bahunya bergetar hebat, dia terisak-isak di hadapanku.Hatiku terasa seperti dihantam benda besar. Wanita harus mendukung sesama wanita. Aku langsung bersumpah, aku akan menganggap Hana sebagai sahabatku!Sebenarnya selama ini aku masih mencurigainya, makanya aku ragu untuk berteman dengannya.Aku membiarkan Hana menangis sepuasnya. Aku tidak mengganggu maupun membujuknya. Melampiaskan emosi bukanlah hal yang buruk.Setelah puas menangis, Hana menenangkan diri dan mengambil ti
Aku terkejut mendengar suara wanita di ujung telepon. Kemudian aku melihat layar ponselku, ternyata nomor asing yang menghubungiku."Maaf, tadi ... aku ...." Aku menjelaskan sikapku yang kurang sopan. Kata-kataku tadi terlalu kasar. "Ini dengan siapa?""Maya?" tanya wanita yang berada di ujung telepon."Benar, aku Maya.""Segera siapkan gambar jendela baja dan antar ke Departemen Perencanaan Bright Celestial." Nada bicara wanita itu terdengar dingin dan arogan. "Kamu antarkan sendiri ke kantor.""Baik," jawabku dengan gugup. Aku merasa terintimidasi? Siapa wanita ini? Sikapnya dingin sekali.Aku bergegas menghubungi Departemen Teknik untuk meminta mereka menyiapkan gambar yang diminta. Setelah memeriksa kelengkapan data, aku mengantarkannya sendiri ke Bright Celestial.Departemen Perencanaan Bright Celestial adalah departemen yang memiliki kuasa. Sesampainya di lantai yang dituju, aku memberi tahu tujuan kedatanganku kepada resepsionis.Resepsionis mengantarku ke ruang rapat Departemen
Aku tidak buru-buru kembali ke kantor, aku pergi menemui Fanny.Aku sudah beberapa hari tidak bertemu Fanny. Kami memiliki kesibukan masing-masing. Pergi pagi, pulang malam."Ada apa mencariku?" Fanny terkejut melihat kedatanganku.Aku meliriknya dengan ketus. "Kalau nggak ada apa-apa, aku nggak boleh datang menemuimu?""Siapa tahu." Fanny menatapku dengan misterius. "Hem, sudah punya kesenangan baru, aku dilupakan.""Jangan bertele-tele, apa maksudmu?" Aku memahami Fanny, dia pasti mengetahui rahasiaku. Kalau tidak, dia tidak mungkin menyindirku.Ternyata benar, Fanny merangkul lenganku sambil tersenyum dan mengedipkan mata. "Ceritakan padaku."Wajahku sontak memerah, aku menghindari tatapannya. "Apa, sih? Jangan asal bicara! Sana, minggir!""Aku asal bicara? Hari itu aku melihat dia mengantarmu pulang. Kalau aku nggak tahu gelagatmu, jangan menyebutku sahabatmu!" Fanny tersenyum bangga. "Aku nggak mungkin menginterogasimu kalau nggak punya bukti.""Sekarang kamu kok suka bergosip, si
Aku tersenyum sinis. Aku tidak berani menyinggung orang lain, tapi aku bisa menghadapi Jasmine. Bagaimanapun kontrak telah ditandatangani, banyak perusahaan yang iri setelah proyek jatuh ke tanganku. Aku harus menjaga diri, jangan terlalu sombong. Jangan sampai menyiram minyak ke api panas.Aku harus menunggu momen yang tepat untuk memanfaatkan Jasmine.Hari selasa adalah ulang tahunku. Aku bahkan lupa kalau ibuku tidak memaksakan mi panjang umur untukku.Pagi-pagi sekali, Adele bangun dan menyanyikan lagu ulang tahun untukku. Aku bahagia mendengar nyanyian putriku yang merdu.Tahun lalu, aku merayakan ulang tahun bersama keluarga kecilku yang masih utuh. Sebenarnya Harry sedang dinas, tapi dia buru-buru kembali pada sore hari untuk memberikanku hadiah. Dia memberikanku sebuah kalung dan satu set riasan wajah. Dia mendoakan semoga aku selalu awet muda dan cantik. Dia juga membawa aku dan Adele makan di sebuah restoran mewah.Jika dipikir ulang, aku tidak tahu apakah saat itu dia sunggu
"Kamu lagi sibuk?" tanyaku ragu-ragu."Ada apa?"Jantungku berdegup kencang mendengar suaranya yang dingin. "Kamu di mana?""Negara Cado," jawabnya dengan singkat.Sepertinya Taufan sedang rapat, dia menjawabku sambil berbisik. Aku segera mengakhiri pembicaraan ini agar tidak mengganggunya. "Aku cuma mau tahu kamu di mana. Lanjutkan pekerjaanmu, kita ngobrol setelah kamu nggak sibuk."Aku menutup panggilanku setelah berbicara. Hanya saja aku tidak dapat menutupi kesedihanku.Sebenarnya aku ingin mengatakan bahwa aku merindukannya. Namun situasi tidak memungkinkan, aku juga sanggup mengucapkannya.Taufan memimpin perusahaan besar, dia tidak mungkin menemaniku setiap hari. Jika bersamanya, aku tidak akan bisa menjalani kehidupan yang sederhana.Aku tersenyum kecut, ini hanyalah hari ulang tahunku, seharusnya aku bahagia.Aku menata kembali perasaanku, ada banyak hal yang harus diselesaikan. Aku tidak ingin membiarkan pikiran buruk dan kesedihan menguasai hatiku. Aku harus belajar menghad
Sebuah sosok tinggi berdiri di samping mobil. Begitu melihat kami pulang, dia berjalan menghampiriku sambil berkata, "Kalian sudah pulang?"Ayahku masih mengingat Taufan. Ketika ayahku dirawat di rumah sakit, Taufan pernah menjenguknya.Ibuku menyapanya, "Pak Taufan, mari masuk. Maaf, kamu pasti sudah menunggu lama.""Halo, Bi. Aku baru sampai." Taufan tersenyum.Melihat aku yang menggendong Adele, Taufan bertanya kepadaku, "Aku ... boleh bantu?"Aku pun salah tingkah, aku tidak tahu harus berbuat apa. Di saat aku sedang berpikir, Taufan kembali mendesakku. "Sini, aku yang gendong."Aku masih berusaha mencerna kemunculannya. Seketika mataku langsung terasa panas."Aku bisa sendiri," jawabku."Biar aku saja. Aku lihat kamu kewalahan menggendongnya." Taufan mengulurkan lengannya dan menggendong Adele. Taufan pasti tidak pernah menggendong anak kecil, gerakannya agak kaku.Namun Taufan serius menggendong, seakan takut kalau Adele jatuh. Aku tertawa melihat cara Taufan menggendong Adele.A
Sesampainya di Hotel Capital International, hidangan berserta anggur merah telah tersedia di atas meja.Taufan memelukku. "Selamat ulang tahun.""Aku buru-buru pulang, cuma sempat menyiapkan perayaan sederhana. Yang penting kita merayakannya bersama. Aku bersyukur tidak melewatkan ulang tahunmu."Aku bersandar di pelukannya. "Aku senang merayakan ulang tahun ini bersamamu. Aku memang lebih suka merayakannya dengan sederhana. Yang penting ada kamu."Taufan seperti melakukan sulap, tiba-tiba sebuah kotak muncul di tangannya. Dia memberikan kotak tersebut kepadaku. "Bukalah."Aku membuka kotak itu dengan perlahan. Isinya bukan perhiasan, melainkan sebuah pulpen yang dilapisi berlian. Di bagian samping terukir dua kata yang melambangkan singkatan dari namaku, "MS", Maya Shario."Cantik banget." Mataku berbinar-binar. Perasaan ini sangat aneh, bagaimana Taufan mengetahui hal-hal yang aku sukai?Entah sejak kapan, aku mulai menyukai pulpen. Aku mengoleksi berbagai macam pulpen. Aku masih men
Taufan mengernyit. "Apakah terjadi sesuatu?""Nggak, tadi pagi Departemen Perencanaan Bright Celestial meminta gambar desain kepadaku. Aku sempat bertemu Pak Marvin saat mengantarkan gambarnya, Beliau sudah tahu," jawabku."Departemen Perencanaan?" Taufan mengulang ucapanku dengan ragu, lalu kembali mengingatkanku. "Lain kali suruh mereka untuk menghubungi Pak Marvin. Kalian sudah menyerahkan semua data kepada Departemen Proyek, tidak perlu mengirimkan sampai dua kali."Aku mengangguk. Awalnya aku mau menceritakan tentang sikap wanita yang arogan itu, tetapi aku menekan kembali semua kata-kataku. Bagaimanapun wanita itu bekerja di Bright Celestial, rasanya tidak etis menjelek-jelekkan karyawannya di hadapan Taufan.Aku tidak banyak bicara maupun bertanya.Waktu berlalu sangat cepat. Tidak terasa kami sudah 4 jam bersama.Hari sudah larut malam saat aku sampai di rumah. Aku merasa bersalah melihat Taufan yang kelelahan. Dia sampai buru-buru pulang untuk merayakan ulang tahunku. Ditambah