‘Lard, mau malam mingguan sama aku?’
Luna menunggu balasan pesan yang ia kirimkan pada Allard, semoga saja Allard mengiyakan permintaannya. Sudah dua pekan ini Luna tidak menghabiskan hari-hari libur dengan Allard, karena pria itu selalu beralasan sibuk.
‘Mau ke mana?’
Luna segera membalas pesan masuk dari Allard, ia tidak menuntut pacarnya itu untuk bermalam mingguan di mana. Luna yang ingin Allard ada waktu untuknya, itu saja.
‘Terserah kamu aja.’
Tak lama, Allard membalas pesan teks Luna.
‘Ya udah, nanti gue jemput, ya.’
Luna tersenyum cerah ketika Allard mengiyakan permintaannya, ia jingkrak-jingkrak saat itu juga. Hari masih sore, masih ada banyak waktu untuk Luna bersiap-siap. Ia berjalan riang menuju lemari pakaiannya, dia akan memberikan penampilan terbaiknya malam nanti.
Hati Luna begitu berbunga-bunga, akhirnya ia ada waktu untuk bersama dengan Allard. Ia akan mengabadikan momen malam nanti dengan Allard, mengingat itu rasanya Luna akan terbang sekarang.
“Hm, bagusnya pake jeans atau dress?”
***
Luna memoleskan lipstik berwarna peach di bibirnya sebagai sentuhan terakhir, penampilannya sudah sangat sempurna. Ia berputar di depan cermin, ia mengenakan dress berwarna peach yang membuat penampilannya sangat manis malam ini.
Tit!
Luna menyambar tas selempangnya saat mendengar klakson yang berbunyi di depan rumah, Luna yakin itu pasti Allard. Ia berjalan cepat menggunakan tongkat menuju teras, benar saja, kekasihnya sudah datang. Pintu mobil terbuka memperlihatkan Allard dengan pakaian kasual yang menambah pesona pria itu, Allard mendekatinya dan melempar senyum manis.
“Cantik banget,” puji Allard.
Luna tersenyum akan pujian yang Allard lontarkan, kapan lagi kekasihnya itu bisa semanis ini. Namun, suara pintu mobil terbuka mengalihkan perhatian Luna.
Nora?
“Nora ikut gak pa pa, kan?” Allard menatap Luna dengan tatapan bertanya, “Nora bosen di rumah katanya.”
Luna kembali memasang senyumnya, ia menganggukkan kepala mengiyakan. Ia lalu menutup pintu rumah dan menguncinya. Setelah itu mengikuti langkah Allard yang mendekati Nora, Luna tersenyum pada gadis yang katanya adalah sahabat pacarnya itu.
Tangan Luna yang hendak membuka pintu mobil terhenti saat Allard menginterupsinya.
“Na, Nora gak suka duduk di belakang. Lo di belakang, ya.”
Luna memundurkan langkahnya, ia tersenyum canggung saat Allard berkata begitu. Tangannya ia turunkan tidak jadi membuka pintu mobil, membiarkan Nora yang kini memasuki mobil. Luna tersenyum miris, ia melangkah menuju pintu belakang. Luna kalah oleh gadis yang katanya hanya sahabat itu.
Mobil kemudian melaju membelah kota Jakarta, gedung-gedung tinggi menjadi saksi bisu untuk Luna yang kembali harus meredam sakit hatinya dalam-dalam.
***
Luna sebisa mungkin menahan air matanya, sepertinya ia salah sudah meminta Allard untuk bermalam minggu dengannya. Nyatanya, ia hanya menjadi penonton kemesraan antara Allard dan juga Nora. Rasanya seperti Luna yang menjadi orang ketiga di sini.
Di depan sana, Allard menggandeng tangan Nora mengabaikan Luna yang berjalan dengan bantuan tongkat yang jauh di belakangnya. Allard seperti melupakan Luna sebagai pacarnya, ia bahkan tega membiarkan gadis itu berjalan sendirian.
Luna mencoba untuk menguatkan hatinya, seharusnya tidak sesakit ini melihat Allard bermesraan dengan gadis lain. Bukankah dia sudah terbiasa akan hal itu? Harusnya hati Luna sudah kebal. Allard sudah berulang kali menyakitinya tanpa pria itu sadari.
“Lard, gue mau beli lipstik.”
Allard menganggukkan kepalanya, lalu membiarkan Nora untuk memilih lipstik yang ingin dibeli. Selang beberapa menit Allard baru menyadari jika Luna berada di belakangnya, ia kemudian berbalik dan melihat kekasihnya sedang berjalan ke arahnya.
Luna yang melihat Allard akhirnya menyadari kehadirannya, tersenyum sakit. Bisa-bisanya pria itu melupakannya. Segitu tidak pedulinya Allard padanya sampai-sampai ia terlupakan? Ah, itu sangat menyakiti hati Luna.
“Lo lama banget, gue Sampek gak sadar lo ketinggalan jauh,” lontar Allard saat Luna sudah berada di depannya.
“Kamunya aja yang keasikan sama Nora, sampek lupa kalo kamu juga jalan sama aku.”
“Nora tadi antusias banget, maaf udah ninggalin lo.”
Hanya itu? Tidak adakah ucapan lain yang bisa membuat hati Luna sedikit membaik?
“Oh!” Luna hanya menganggukkan kepalanya mendengar alasan yang sama sekali tidak mengobati rasa sakit hati Luna.
“Lho, di sini gak ada polusi. Kok bisa lo kelilipan, Na?”
Luna menangis hatinya mendengar penuturan Allard, bisa-bisanya pria itu mengiranya sedang kelilipan. Jelas-jelas Luna matanya berkaca-kaca karena tindakan Allard yang begitu menyayat untuk Luna, Allard begitu tidak tahu dirinya.
“Ah, iya. AC di sini kencang banget, mata aku sampek berair.” Luna mengusap air matanya yang bahkan sudah menetes sebelum Allard menyadari.
Allard menganggukkan kepalanya, entah karena alasan Luna sebegitu masuk akalnya, ataukah Allard yang tidak peduli padanya. Dengan mudahnya pria itu percaya begitu saja akan perkataan Luna yang jelas-jelas hanya kebohongan di dalamnya.
“Lo mau beli lipstik juga, gak, Na?”
Luna menggelengkan kepalanya, ia kemudian memilih duduk di kursi yang tersedia di depan kios make up itu.
“Aku tunggu di sini aja, kamu temenin Nora aja sana.”
Allard melihat raut wajah pacarnya yang berubah, Luna tak seriang tadi saat ia menjemput gadis itu. Allard kemudian mendekati Luna, duduk di sebelah sang pacar. Menatap wajah Luna dari samping, karena pacarnya itu memalingkan wajah.
“Kenapa ke sini? Nora nanti nyariin kamu.”
Allard menarik pelan dan Luna menggunakan telunjuknya, senyum teduh menghiasi wajah tampan itu.
“Lo cemburu?”
“Ngapain cemburu? Kan cuma temen?” cetus Luna.
“Baguslah, gue kira lo cemburu.” Allard memeluk Luna, “Nora sahabat gue, gak ada alasan buat lo cemburu.”
“Gue sama dia udah temenan lama banget, wajar kalo deket.”
Dekat sampai-sampai pacar sendiri diabaikan? Apakah masih wajar?
Terkadang Luna ingin membelah kepala Allard, ia sangat ingin tahu apa yang ada dalam pikiran kekasihnya itu. Seakan-akan Luna hanyalah bonekanya, dia tidak memperlakukan Luna sebagaimana umumnya orang yang dicintai. Malah Luna lebih banyak makan hati.
Allard hanya mementingkan diri sendiri, melakukan semua yang dia inginkan tanpa memikirkan perasaan orang yang tersakiti akan tindakannya itu. Semua sah-sah saja di mata Allard, sampai selingkuh sudah menjadi kebiasaan pria itu.
Luna membalas genggaman tangan Allard, tangan yang sebelumnya menggenggam tangan gadis lain. Tidak bisakah Luna egois? Ia ingin tangan itu hanya menggenggam tangannya saja. Luna ingin jemari itu hanya untuknya, bisakah?
“Tangan kamu hangat, aku suka.”
“Nora juga bilang gitu.”
Pisau tajam kembali menikam dada Luna, baru dua hari gadis bernama Nora itu hadir, luka Luna sudah semakin lebar. Ia lagi-lagi hanya bisa tersenyum mendengar ungkapan Allard yang terlampau jujur.
“Nora sering, ya, genggam tangan kamu?”
Allard mengangguk membuat hati Luna kembali mencelos, sungguh, sakitnya bukan main. Luna berusaha untuk tidak menitikkan air matanya lagi. Sudah cukup ia banyak menangis hari ini. Allard memang begitu, Luna tidak perlu heran lagi. Yang perlu ia heran, kan, kenapa dia tidak bisa membenci pria yang mendekapnya itu.
“Lard, kamu pernah, gak, nafas tapi rasanya berat banget?”
“Pelan-pelan, Na. Gue gak bakal lepas tangan lo.”Luna memegang tangan Allard yang sedang menuntunnya untuk berjalan, langkah demi langkah menjadi saksi bertapa bahagianya gadis itu. Akhirnya ia memiliki waktu berdua dengan Allard, tanpa gangguan gadis lain, dan Nora tentu saja.Allard tersenyum hangat pada Luna, karena pacarnya itu terus menatapnya dengan tatapan berbunga-bunga.“Kenapa senyum terus?”“Gak pa pa.” Luna menggelengkan kepalanya dengan senyum yang masih bertahan.“Lo jatuh cinta, ya, sama gue?” tuduh Allard.Senyum salting Luna menjadi-jadi, ia masih mengikuti Allard yang terus menuntunnya.“Kan udah jadi pacar, masa gak boleh jatuh cinta?” Luna menampilkan wajah yang sangat ingin Allard gigit pipinya saking gemasnya.“Masa udah jadi pacar? Kapan?”“Ih, kamu mah.” Luna memukul tangan Allard dengan kekuatan penuh dan membuat pria itu meringis sakit.“Kok KDRT? Gue laporin ke pihak berwenang, ya, lo!”
“Pake bedak merk apa lo bisa jadi cantik gini?” tanya Arshaka yang melihat Luna terlihat lebih cantik malam ini.“Kalo udah cantik diapain mah tetap cantik, gak usah sinis gitu kamu!” balas Luna mengibaskan rambutnya percaya diri dan membuka pintu mobil Arshaka.Arshaka menggelengkan kepala melihat tingkah Luna, ia kemudian ikut keluar setelah memarkirkan mobilnya. Ia mendekati gadis yang sudah menyiapkan tongkatnya.“Gak usah pake tongkat coba, Na.”“Terus kamu nyuruh aku jalan gimana? Merangkak?” bingung Luna.Arshaka meraih tongkat gadis itu dan melipatnya kembali lalu ditaruh di dalam mobil. “Gue gandeng aja, biar tangannya gak pegel pake tongkat terus.”“Modus gak, nih?”“Lo sok tau banget, ya. Mana ada gue modus sama lo, gak selera gue sama cewek narsis kayak lo. Bisa-bisa gue yang nahan malu tiap hari kalo sama lo.”Luna tertawa mendengar
Seandainya cinta tidak ada di dunia ini, dipastikan Luna adalah orang yang akan menyandang predikat manusia dengan bibir paling kaku. Hanya saja cinta sudah mencuci hatinya, ia selalu memaksa bibirnya untuk tersenyum walaupun hati terus ditikam.Luna seakan seperti manusia yang berjalan di tengah hutan dengan badai yang tidak bisa ia toleran, jika maju akan terkena petir, dan jika mundur pohon tumbang akan menerpanya. Hari semakin gelap, sedang ia tidak memiliki lilin untuk menerangi jalannya. Jadinya, kaki telanjang itu semakin terluka karena duri dan beling yang tidak bisa diraba oleh mata.Karena cinta sialan yang Luna miliki, dia menjadi gadis bodoh yang terbodoh di antara yang paling bodoh. Mampu untuk terus memaafkan kesalahan Allard yang sudah diluar batas, padahal sakit yang dia rasakan sudah sangat teratas.Di depan sana, kekasihnya sedang bercanda ria dengan gadis lain yang katanya hanya seorang sahabat. Tapi yang Luna lihat dari cara dua insan itu beraks
“Shaka, aku gak mau ke UKS!”Arshaka mengabaikan penolakan Luna, gadis itu butuh pengobatan sekarang. Kakinya tergores dan terluka.“Lo mau kaki lo gak sembuh-sembuh, hah? Kaki lo keluar nanah!!”Luna terdiam, ia pasrah saja pria itu membawanya. Ia tidak akan menolak lagi. Kakinya memang sangat sakit, ia menahan dua rasa sakit yang menyerangnya di saat yang bersamaan.Baru memasuki UKS, suara pria lain terdengar begitu khawatir dan menuntut.“Luna kenapa?!!”Allard berdiri dari duduknya yang semula di samping Nora yang sedang di periksa oleh perawat UKS, ia terlihat begitu khawatir saat pria yang tidak ia kenali membaringkan Luna di atas brankar.“Lo kenapa, Na?!”Luna menggeleng pelan dengan air mata yang terus mengalir, ia memegang erat tangan Arshaka yang masih berada di genggamannya.“Lo masih tanya Luna kenapa?!” Arshaka terlihat murka, “harusnya lo tanya sama diri lo sendiri!!”“Gak usah sok peduli!! Urus aja selingku
Malam petang diisi ribuan cahaya indah menemani Luna, gadis itu termenung menatap rerumputan yang bergoyang karena udara seenaknya meniupkan anginnya. Namun bukan itu perhatian Luna, pikirannya melayang jauh menerawang entah ke mana. Gadis itu seakan tuli, padahal nyanyian jangkrik terdengar begitu jelas.Luna si gadis tangguh yang tidak pernah mengeluh, terlihat tidak baik-baik saja sekarang. Ini seperti Luna mempunyai liontin perak yang indah, dan juga memiliki dua pilihan. Pertama, ada amplop berisi cek yang harganya jauh di atas liontin. Yang kedua, hanya ada sekantong udara yang berisi lebah.Pilihan mana yang akan Luna tukarkan dengan Liontin miliknya?Sesuatu yang berharga, harusnya ditukar dengan yang berharga pula. Namun bodohnya, Luna malah membuang amplop jauh-jauh, dan memilih untuk merawat lebah itu. Untuk banyak orang, mungkin mereka berpikiran jika Luna melepaskan sesuatu yang begitu besar. Tapi bagi Luna, ia sedang merawat madu. Walaupun harus meras
Luna melangkah tertatih dengan Allard yang menjadi penopangnya, mereka melangkahkan kaki menaiki tangga perlahan. Menuju ruang kelas Luna. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya tatkala Allard menggendongnya karena takut akan terjatuh lagi.Allard menggendong Luna menuju kelas gadis itu, diturunkan setelah benar-benar duduk di kursinya. Allard membelai rambut panjang Luna, lalu diikat setinggi-tinggi mungkin.“Ada ikat?”Luna memberikan ikat rambutnya pada Allard, membiarkan pria itu mengikat rambutnya walaupun ia tau akan serusak apa jadinya.“Gue ke kelas dulu, kakinya jangan sampek kebentur, ya.”Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya, membuat Allard gemas dan sangat ingin menggigit gadis itu. Tapi ditahan-tahan.“Dah, sayang.” Allard berlalu dengan mendaratkan kecupan di dahi Luna.Luna menganggukkan kepalanya dengan hati berbunga-bunga. “Dah, Allard.”Setelah peninggalan
Pagi di akhir bulan Maret ini terlihat sangat cerah, mentari membawa cahayanya untuk bersinar begitu terang pagi ini. Sampai-sampai harus memicing untuk jarak yang tidak terlalu jauh padahal. Semua murid Mediterania terlihat mengenakan seragam olahraga sesuai kelas jurusan masing-masing. Hari ini adalah di mana sekolah mengadakan olahraga bersama untuk semua kelas. Jarum jam menunjukkan hampir pukul tujuh, sebentar lagi bel akan berbunyi. Luna melangkahkan kaki pelan untuk melatih otot kakinya, tongkatnya sengaja ia taruh di dekat vas bunga. Jika hanya beberapa langkah, Luna masih bisa tanpa tongkat. Kecuali jaraknya tidak memungkinkan untuk Luna, barulah ia memakai kembali tongkatnya. Triingg! Bunyi bel mendengung di telinga Luna, ia mengambil tongkatnya dan melangkahkan kaki menuju tangga. Ia sendiri saja karena Maya sudah berada di lapangan, temannya itu menjadi pemandu senam pagi ini. Sebelum kakinya menapak di anak tangga, seseorang memanggilnya
Melihat Allard yang muncul dari balik tangga, Allard hendak menyapa pacarnya itu tapi urung. Luna melewatinya begitu saja, dan menimbulkan robekan kecil di hatinya. Pria itu berlalu meliriknya sekilas dan berlalu begitu saja, sangat bajingan. Apakah kejadian dua hari lalu membuat Allard sangat marah padanya? Padahal bukan salah Luna sepenuhnya, pasti Nora sudah memberi garam dan cuka agar seolah-olah semua karenanya. Luna mematung di tempatnya hingga Arshaka mendekat, sedari tadi pria itu mengamati Luna. Mulai dari menyendiri di depan kelas, Allard yang muncul hingga gadis itu kembali merenung. Pemandangan entah kenapa membuat matanya tidak enak, ia tidak suka Luna bersedih. “Beli cireng, yuk!” Luna menoleh pada Arshaka yang merangkulnya, ia lalu mengangguk dan melengkungkan bibir. Helaan nafas berat terdengar, rasanya sesak sekali melihat tatapan Allard tadi. Seakan ia yang paling dihindari. “Ka, aku gak salah.” Arshaka mengangguk pah
Melihat Allard yang muncul dari balik tangga, Allard hendak menyapa pacarnya itu tapi urung. Luna melewatinya begitu saja, dan menimbulkan robekan kecil di hatinya. Pria itu berlalu meliriknya sekilas dan berlalu begitu saja, sangat bajingan. Apakah kejadian dua hari lalu membuat Allard sangat marah padanya? Padahal bukan salah Luna sepenuhnya, pasti Nora sudah memberi garam dan cuka agar seolah-olah semua karenanya. Luna mematung di tempatnya hingga Arshaka mendekat, sedari tadi pria itu mengamati Luna. Mulai dari menyendiri di depan kelas, Allard yang muncul hingga gadis itu kembali merenung. Pemandangan entah kenapa membuat matanya tidak enak, ia tidak suka Luna bersedih. “Beli cireng, yuk!” Luna menoleh pada Arshaka yang merangkulnya, ia lalu mengangguk dan melengkungkan bibir. Helaan nafas berat terdengar, rasanya sesak sekali melihat tatapan Allard tadi. Seakan ia yang paling dihindari. “Ka, aku gak salah.” Arshaka mengangguk pah
Pagi di akhir bulan Maret ini terlihat sangat cerah, mentari membawa cahayanya untuk bersinar begitu terang pagi ini. Sampai-sampai harus memicing untuk jarak yang tidak terlalu jauh padahal. Semua murid Mediterania terlihat mengenakan seragam olahraga sesuai kelas jurusan masing-masing. Hari ini adalah di mana sekolah mengadakan olahraga bersama untuk semua kelas. Jarum jam menunjukkan hampir pukul tujuh, sebentar lagi bel akan berbunyi. Luna melangkahkan kaki pelan untuk melatih otot kakinya, tongkatnya sengaja ia taruh di dekat vas bunga. Jika hanya beberapa langkah, Luna masih bisa tanpa tongkat. Kecuali jaraknya tidak memungkinkan untuk Luna, barulah ia memakai kembali tongkatnya. Triingg! Bunyi bel mendengung di telinga Luna, ia mengambil tongkatnya dan melangkahkan kaki menuju tangga. Ia sendiri saja karena Maya sudah berada di lapangan, temannya itu menjadi pemandu senam pagi ini. Sebelum kakinya menapak di anak tangga, seseorang memanggilnya
Luna melangkah tertatih dengan Allard yang menjadi penopangnya, mereka melangkahkan kaki menaiki tangga perlahan. Menuju ruang kelas Luna. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya tatkala Allard menggendongnya karena takut akan terjatuh lagi.Allard menggendong Luna menuju kelas gadis itu, diturunkan setelah benar-benar duduk di kursinya. Allard membelai rambut panjang Luna, lalu diikat setinggi-tinggi mungkin.“Ada ikat?”Luna memberikan ikat rambutnya pada Allard, membiarkan pria itu mengikat rambutnya walaupun ia tau akan serusak apa jadinya.“Gue ke kelas dulu, kakinya jangan sampek kebentur, ya.”Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya, membuat Allard gemas dan sangat ingin menggigit gadis itu. Tapi ditahan-tahan.“Dah, sayang.” Allard berlalu dengan mendaratkan kecupan di dahi Luna.Luna menganggukkan kepalanya dengan hati berbunga-bunga. “Dah, Allard.”Setelah peninggalan
Malam petang diisi ribuan cahaya indah menemani Luna, gadis itu termenung menatap rerumputan yang bergoyang karena udara seenaknya meniupkan anginnya. Namun bukan itu perhatian Luna, pikirannya melayang jauh menerawang entah ke mana. Gadis itu seakan tuli, padahal nyanyian jangkrik terdengar begitu jelas.Luna si gadis tangguh yang tidak pernah mengeluh, terlihat tidak baik-baik saja sekarang. Ini seperti Luna mempunyai liontin perak yang indah, dan juga memiliki dua pilihan. Pertama, ada amplop berisi cek yang harganya jauh di atas liontin. Yang kedua, hanya ada sekantong udara yang berisi lebah.Pilihan mana yang akan Luna tukarkan dengan Liontin miliknya?Sesuatu yang berharga, harusnya ditukar dengan yang berharga pula. Namun bodohnya, Luna malah membuang amplop jauh-jauh, dan memilih untuk merawat lebah itu. Untuk banyak orang, mungkin mereka berpikiran jika Luna melepaskan sesuatu yang begitu besar. Tapi bagi Luna, ia sedang merawat madu. Walaupun harus meras
“Shaka, aku gak mau ke UKS!”Arshaka mengabaikan penolakan Luna, gadis itu butuh pengobatan sekarang. Kakinya tergores dan terluka.“Lo mau kaki lo gak sembuh-sembuh, hah? Kaki lo keluar nanah!!”Luna terdiam, ia pasrah saja pria itu membawanya. Ia tidak akan menolak lagi. Kakinya memang sangat sakit, ia menahan dua rasa sakit yang menyerangnya di saat yang bersamaan.Baru memasuki UKS, suara pria lain terdengar begitu khawatir dan menuntut.“Luna kenapa?!!”Allard berdiri dari duduknya yang semula di samping Nora yang sedang di periksa oleh perawat UKS, ia terlihat begitu khawatir saat pria yang tidak ia kenali membaringkan Luna di atas brankar.“Lo kenapa, Na?!”Luna menggeleng pelan dengan air mata yang terus mengalir, ia memegang erat tangan Arshaka yang masih berada di genggamannya.“Lo masih tanya Luna kenapa?!” Arshaka terlihat murka, “harusnya lo tanya sama diri lo sendiri!!”“Gak usah sok peduli!! Urus aja selingku
Seandainya cinta tidak ada di dunia ini, dipastikan Luna adalah orang yang akan menyandang predikat manusia dengan bibir paling kaku. Hanya saja cinta sudah mencuci hatinya, ia selalu memaksa bibirnya untuk tersenyum walaupun hati terus ditikam.Luna seakan seperti manusia yang berjalan di tengah hutan dengan badai yang tidak bisa ia toleran, jika maju akan terkena petir, dan jika mundur pohon tumbang akan menerpanya. Hari semakin gelap, sedang ia tidak memiliki lilin untuk menerangi jalannya. Jadinya, kaki telanjang itu semakin terluka karena duri dan beling yang tidak bisa diraba oleh mata.Karena cinta sialan yang Luna miliki, dia menjadi gadis bodoh yang terbodoh di antara yang paling bodoh. Mampu untuk terus memaafkan kesalahan Allard yang sudah diluar batas, padahal sakit yang dia rasakan sudah sangat teratas.Di depan sana, kekasihnya sedang bercanda ria dengan gadis lain yang katanya hanya seorang sahabat. Tapi yang Luna lihat dari cara dua insan itu beraks
“Pake bedak merk apa lo bisa jadi cantik gini?” tanya Arshaka yang melihat Luna terlihat lebih cantik malam ini.“Kalo udah cantik diapain mah tetap cantik, gak usah sinis gitu kamu!” balas Luna mengibaskan rambutnya percaya diri dan membuka pintu mobil Arshaka.Arshaka menggelengkan kepala melihat tingkah Luna, ia kemudian ikut keluar setelah memarkirkan mobilnya. Ia mendekati gadis yang sudah menyiapkan tongkatnya.“Gak usah pake tongkat coba, Na.”“Terus kamu nyuruh aku jalan gimana? Merangkak?” bingung Luna.Arshaka meraih tongkat gadis itu dan melipatnya kembali lalu ditaruh di dalam mobil. “Gue gandeng aja, biar tangannya gak pegel pake tongkat terus.”“Modus gak, nih?”“Lo sok tau banget, ya. Mana ada gue modus sama lo, gak selera gue sama cewek narsis kayak lo. Bisa-bisa gue yang nahan malu tiap hari kalo sama lo.”Luna tertawa mendengar
“Pelan-pelan, Na. Gue gak bakal lepas tangan lo.”Luna memegang tangan Allard yang sedang menuntunnya untuk berjalan, langkah demi langkah menjadi saksi bertapa bahagianya gadis itu. Akhirnya ia memiliki waktu berdua dengan Allard, tanpa gangguan gadis lain, dan Nora tentu saja.Allard tersenyum hangat pada Luna, karena pacarnya itu terus menatapnya dengan tatapan berbunga-bunga.“Kenapa senyum terus?”“Gak pa pa.” Luna menggelengkan kepalanya dengan senyum yang masih bertahan.“Lo jatuh cinta, ya, sama gue?” tuduh Allard.Senyum salting Luna menjadi-jadi, ia masih mengikuti Allard yang terus menuntunnya.“Kan udah jadi pacar, masa gak boleh jatuh cinta?” Luna menampilkan wajah yang sangat ingin Allard gigit pipinya saking gemasnya.“Masa udah jadi pacar? Kapan?”“Ih, kamu mah.” Luna memukul tangan Allard dengan kekuatan penuh dan membuat pria itu meringis sakit.“Kok KDRT? Gue laporin ke pihak berwenang, ya, lo!”
‘Lard, mau malam mingguan sama aku?’Luna menunggu balasan pesan yang ia kirimkan pada Allard, semoga saja Allard mengiyakan permintaannya. Sudah dua pekan ini Luna tidak menghabiskan hari-hari libur dengan Allard, karena pria itu selalu beralasan sibuk.‘Mau ke mana?’Luna segera membalas pesan masuk dari Allard, ia tidak menuntut pacarnya itu untuk bermalam mingguan di mana. Luna yang ingin Allard ada waktu untuknya, itu saja.‘Terserah kamu aja.’Tak lama, Allard membalas pesan teks Luna.‘Ya udah, nanti gue jemput, ya.’Luna tersenyum cerah ketika Allard mengiyakan permintaannya, ia jingkrak-jingkrak saat itu juga. Hari masih sore, masih ada banyak waktu untuk Luna bersiap-siap. Ia berjalan riang menuju lemari pakaiannya, dia akan memberikan penampilan terbaiknya malam nanti.Hati Luna begitu berbunga-bunga, akhirnya ia ada waktu untuk bersama dengan Allard. Ia akan mengabadikan momen malam nanti