“Kenalin, Na. Ini ini sahabat gue dari kecil, Nora.”
Luna tersenyum simpul pada perempuan di hadapannya, menyapa setenang mungkin.
“Ra, ini pacar gue, Luna.”
Allard memperkenalkan kedua gadis yang ada di depannya itu, agar Luna tidak salah paham akan hubungannya dengan Nora. Allard dan Nora sudah kenal sejak keduanya masih menjadi kanak-kanak, selalu bermain bersama sampai suatu situasi memisahkan mereka.
Dan sekarang, Nora kembali dan bersekolah di sekolah yang sama. Itu membuat Allard senang karena memang sudah sangat lama mereka tidak bertemu, sekitar tiga tahun yang lalu saat akan kelulusan sekolah menengah pertama.
“Na, lo gue pesanin taksi, ya.” Allard merangkul bahu Luna, “gue mau nganter Nora ke rumah sakit dulu.”
Luna kembali menelan pil pahit, dengan terpaksa dia mengangguk lagi dan lagi. Sudah dikatakan, Luna akan selalu mengiyakan pria di hadapannya itu. Selalu begitu, sejak mereka berpacaran Luna selalu mengiyakan semua mau Allard.
Allard mengantar Nora terlebih dahulu menuju mobilnya, baru membawa Luna menuju halte depan gerbang. Di mana banyak murid lain yang juga menunggu bus atau pun taksi.
“Gak pa pa, kan, pulang sendiri?”
“Iya, gak pa pa.”
Sebuah taksi berhenti tepat di depan mereka setelah Allard mengehentikannya. Sebelum Luna masuk, Allard menyempatkan untuk memeluk gadis itu.
“Nanti hubungin gue kalo udah sampek.” Allard mencium kening Luna, dan juga kedua mata kekasihnya itu yang terlihat berkaca-kaca.
“Gue sayang sama lo, percaya sama gue.”
Luna menganggukkan kepalanya, ia melepas pelukan Allard dan memasuki mobil. Sedikit membuka jendela dan tersenyum tipis pada Allard, ia melambaikan tangannya.
Allard juga melambai, menatap Luna yang sebentar lagi akan basah pipinya.
“Hati-hati, sayang.”
Taksi perlahan melaju, seiring tangisan Luna yang kembali hadir. Sebenarnya apa yang pria itu pikirkan, kenapa senang sekali menyakiti gadis cantik ini. Luna sudah sebaik itu tidak meninggalkannya, tapi Allard dengan tidak tahu dirinya menjadikan kebaikan Luna sebagai alasan untuk terus melukai hati gadis itu.
***
Pagi sekali Luna sudah bangun, matahari bahkan belum menyapa bumi dengan sinarnya. Sudah ia selesaikan pekerjaan rumahnya, karena Luna memang tinggal sendiri sejak duduk di bangku SMP. Kedua orang tuanya sudah lebih dulu berpulang, karena peristiwa empat tahun silam yang menyimpan luka dalam di hati Luna.
Dengan bantuan tongkat, Luna melangkahkan kakinya perlahan keluar pagar rumah sederhana yang menjadi kediamannya. Satu-satunya peninggalan orang tua Luna yang sangat berharga baginya.
Butuh lima belas menit Luna sampai di lapangan yang menjadi tempat di mana orang-orang akan berkumpul di akhir pekan ini, lapangan di mana selalu ramai akan muda-mudi hingga yang tua untuk menghabiskan weekend pagi mereka dengan jogging dan olahraga.
Luna melepas tongkatnya, ia berdiri hati-hati hendak melatih kakinya untuk berdiri sendiri tanpa bantuan. Sudah dua bulan ia hidup dengan tongkat, karena kakinya tidak cukup kuat untuk menopang tubuhnya sejak insiden itu terjadi.
Dan benar saja, Luna terjatuh saat ia mencoba untuk melangkahkan kakinya. Beruntung seseorang menahan tubuhnya hingga tidak sampai menyentuh rerumputan lapangan.
“Lo kenapa belajar jalan sendirian tanpa ada yang ngawasin, sih?” Allard menatap marah Luna, seharusnya gadis itu tidak nekad belajar berjalan sendiri tanpa pengawasan.
“Allard, kamu di sini?” tanya Luna tanpa menjawab pertanyaan Allard.
“Ngapain belajar jalan sendiri?” Allard sedikit menaikkan oktafnya, ia takut terjadi apa-apa pada kekasihnya itu.
“Aku mau normal lagi, aku capek pake tongkat terus.” Luna berpegangan di lengan kokoh Allard.
“Kenapa gak bilang gue kalo mau belajar jalan?” Allard membantu Luna duduk di kursi panjang yang tersedia di sisi lapangan.
“Tadi aku telepon kamu, tapi kamunya gak bisa dihubungi,” jawab Luna.
“Kamu ke sini sama siapa?” Dalam hati Luna berharap pria itu datang sendirian.
Namun sepertinya dunia lagi-lagi tidak berpihak padanya, gadis bernama Nora muncul dari belakangnya.
“Lard, gue mau pulang.”
Allard menoleh pada Nora, lalu menatap Luna dengan tatapan yang tidak enak. Mengerti akan tatapan itu, Luna menganggukkan kepalanya.
“Gak pa pa, kamu pulang aja,” tutur Luna menahan nyeri di dadanya.
Allard mengangguk, ia masih sempat-sempatnya memeluk Luna, mengelus lembut surai gadis itu dan mencium kening Luna sejenak.
“Gue pulang, kapan-kapan latihan jalan sama gue.”
Luna mengangguk lagi, memaksakan senyum terpatri di bibirnya. Mati-matian Luna menahan tangisnya melihat punggung Allard yang kini menjauh bersama Nora. Yang lebih menyakiti hati Luna, saat Allard menggenggam jemari Nora seakan mereka adalah sepasang kekasih.
Siapa sebenarnya pacar Allard di sini, Luna ataukah Nora? Bahkan Allard sudah melakukan hal itu pada banyak perempuan, gilanya Luna malah memaafkan Allard akan semua tindakan semena-mena kekasihnya itu pada hatinya.
Seseorang menahan tubuh Luna saat gadis itu oleng sebab mencoba untuk berjalan lagi, padahal kakinya masih sangat lemah.
“Gue udah bilang, kalo pagi jangan nangis.”
Luna mendongak melihat pria yang membantunya berjalan, ia sudah tahu siapa pria itu sebelum melihatnya. Arshaka tersenyum teduh, membuat Luna semakin berkaca-kaca matanya.
“Lho, Na. Kok malah tambah nangis, sih?” Arshaka dibuat kelimpungan saat gadis itu terisak.
“Shaka, kapan tangan aku digenggam segitu eratnya sama Allard? Kapan aku jadi prioritas dia, Ka?” Luna semakin terisak.
Arshaka mencoba menenangkan Luna, sebelum orang-orang mencurigainya yang tidak-tidak. Ia jelas tahu perasaan Luna teriris, sampai-sampai Arshaka sangat ingin mematahkan tulang Allard saat ini juga jika ia tidak mengingat betapa cintanya Luna pada pria bajingan itu.
“Jangan nangis, please. Lo Puteri kerajaan dengan mahkota, jangan jadi lemah.” Arshaka memegang tangan Luna yang mulai bergetar seiring isakan yang semakin terdengar.
Tiba-tiba Luna menyandarkan kepalanya di bahu lebar Arshaka, tangannya melingkar di pinggang pria itu. Pecah sudah tangis Luna, ia menggigit bibirnya berusaha agar suara tangisnya teredam. Bahu Arshaka bahkan terasa lebih aman dibanding bahu Allard yang hanya sesekali ia dekap.
“Kenapa harus aku, Ka? Kenapa harus aku yang selalu mengalah? Aku capek, Ka ... hiks.”
Arshaka mengusap rambut Luna, menenangkan gadis itu dengan sapuan tangannya. Arshaka tidak bisa melihat air mata mengalir dari mata cantik Luna, ia tidak pernah bisa untuk menyaksikan itu. Arshaka mendekap balik gadis itu lebih erat, mencoba menyalurkan sedikit kekuatan yang padahal dia sendiri juga tak punya banyak.
Arshaka sudah memendam perasaan pada Luna, jauh sebelum Luna mengenal Allard. Arshaka mampu terus menenangkan Luna yang sedang patah, padahal ia sudah tinggal puing-puing saja. Sesabar itu Arshaka menunggu di mana gadis itu akan menyadari kehadirannya, entah kapan, Arshaka akan terus menunggu.
“Na, kadang yang diinginkan hati, belum tentu diaminkan kenyataan.”
“Tapi kenapa keinginan Allard selalu diaminkan kenyataan?”
Arshaka terdiam mendengar perkataan Luna, Allard memang selalu mendapatkan apa yang ia mau. Selingkuh dan mempermainkan hati Luna sudah berkali-kali dilakukannya, permintaan maafnya juga selalu Luna terima. Bahkan hati Luna sudah pria bajingan itu kuasai tanpa menyisakan sedikit untuk Arshaka. Semudah itu semuanya Allard dapatkan, hati Luna sepenuhnya dia miliki.
“Gak pa pa, cinta memang sejahat itu, Na ....”
‘Lard, mau malam mingguan sama aku?’Luna menunggu balasan pesan yang ia kirimkan pada Allard, semoga saja Allard mengiyakan permintaannya. Sudah dua pekan ini Luna tidak menghabiskan hari-hari libur dengan Allard, karena pria itu selalu beralasan sibuk.‘Mau ke mana?’Luna segera membalas pesan masuk dari Allard, ia tidak menuntut pacarnya itu untuk bermalam mingguan di mana. Luna yang ingin Allard ada waktu untuknya, itu saja.‘Terserah kamu aja.’Tak lama, Allard membalas pesan teks Luna.‘Ya udah, nanti gue jemput, ya.’Luna tersenyum cerah ketika Allard mengiyakan permintaannya, ia jingkrak-jingkrak saat itu juga. Hari masih sore, masih ada banyak waktu untuk Luna bersiap-siap. Ia berjalan riang menuju lemari pakaiannya, dia akan memberikan penampilan terbaiknya malam nanti.Hati Luna begitu berbunga-bunga, akhirnya ia ada waktu untuk bersama dengan Allard. Ia akan mengabadikan momen malam nanti
“Pelan-pelan, Na. Gue gak bakal lepas tangan lo.”Luna memegang tangan Allard yang sedang menuntunnya untuk berjalan, langkah demi langkah menjadi saksi bertapa bahagianya gadis itu. Akhirnya ia memiliki waktu berdua dengan Allard, tanpa gangguan gadis lain, dan Nora tentu saja.Allard tersenyum hangat pada Luna, karena pacarnya itu terus menatapnya dengan tatapan berbunga-bunga.“Kenapa senyum terus?”“Gak pa pa.” Luna menggelengkan kepalanya dengan senyum yang masih bertahan.“Lo jatuh cinta, ya, sama gue?” tuduh Allard.Senyum salting Luna menjadi-jadi, ia masih mengikuti Allard yang terus menuntunnya.“Kan udah jadi pacar, masa gak boleh jatuh cinta?” Luna menampilkan wajah yang sangat ingin Allard gigit pipinya saking gemasnya.“Masa udah jadi pacar? Kapan?”“Ih, kamu mah.” Luna memukul tangan Allard dengan kekuatan penuh dan membuat pria itu meringis sakit.“Kok KDRT? Gue laporin ke pihak berwenang, ya, lo!”
“Pake bedak merk apa lo bisa jadi cantik gini?” tanya Arshaka yang melihat Luna terlihat lebih cantik malam ini.“Kalo udah cantik diapain mah tetap cantik, gak usah sinis gitu kamu!” balas Luna mengibaskan rambutnya percaya diri dan membuka pintu mobil Arshaka.Arshaka menggelengkan kepala melihat tingkah Luna, ia kemudian ikut keluar setelah memarkirkan mobilnya. Ia mendekati gadis yang sudah menyiapkan tongkatnya.“Gak usah pake tongkat coba, Na.”“Terus kamu nyuruh aku jalan gimana? Merangkak?” bingung Luna.Arshaka meraih tongkat gadis itu dan melipatnya kembali lalu ditaruh di dalam mobil. “Gue gandeng aja, biar tangannya gak pegel pake tongkat terus.”“Modus gak, nih?”“Lo sok tau banget, ya. Mana ada gue modus sama lo, gak selera gue sama cewek narsis kayak lo. Bisa-bisa gue yang nahan malu tiap hari kalo sama lo.”Luna tertawa mendengar
Seandainya cinta tidak ada di dunia ini, dipastikan Luna adalah orang yang akan menyandang predikat manusia dengan bibir paling kaku. Hanya saja cinta sudah mencuci hatinya, ia selalu memaksa bibirnya untuk tersenyum walaupun hati terus ditikam.Luna seakan seperti manusia yang berjalan di tengah hutan dengan badai yang tidak bisa ia toleran, jika maju akan terkena petir, dan jika mundur pohon tumbang akan menerpanya. Hari semakin gelap, sedang ia tidak memiliki lilin untuk menerangi jalannya. Jadinya, kaki telanjang itu semakin terluka karena duri dan beling yang tidak bisa diraba oleh mata.Karena cinta sialan yang Luna miliki, dia menjadi gadis bodoh yang terbodoh di antara yang paling bodoh. Mampu untuk terus memaafkan kesalahan Allard yang sudah diluar batas, padahal sakit yang dia rasakan sudah sangat teratas.Di depan sana, kekasihnya sedang bercanda ria dengan gadis lain yang katanya hanya seorang sahabat. Tapi yang Luna lihat dari cara dua insan itu beraks
“Shaka, aku gak mau ke UKS!”Arshaka mengabaikan penolakan Luna, gadis itu butuh pengobatan sekarang. Kakinya tergores dan terluka.“Lo mau kaki lo gak sembuh-sembuh, hah? Kaki lo keluar nanah!!”Luna terdiam, ia pasrah saja pria itu membawanya. Ia tidak akan menolak lagi. Kakinya memang sangat sakit, ia menahan dua rasa sakit yang menyerangnya di saat yang bersamaan.Baru memasuki UKS, suara pria lain terdengar begitu khawatir dan menuntut.“Luna kenapa?!!”Allard berdiri dari duduknya yang semula di samping Nora yang sedang di periksa oleh perawat UKS, ia terlihat begitu khawatir saat pria yang tidak ia kenali membaringkan Luna di atas brankar.“Lo kenapa, Na?!”Luna menggeleng pelan dengan air mata yang terus mengalir, ia memegang erat tangan Arshaka yang masih berada di genggamannya.“Lo masih tanya Luna kenapa?!” Arshaka terlihat murka, “harusnya lo tanya sama diri lo sendiri!!”“Gak usah sok peduli!! Urus aja selingku
Malam petang diisi ribuan cahaya indah menemani Luna, gadis itu termenung menatap rerumputan yang bergoyang karena udara seenaknya meniupkan anginnya. Namun bukan itu perhatian Luna, pikirannya melayang jauh menerawang entah ke mana. Gadis itu seakan tuli, padahal nyanyian jangkrik terdengar begitu jelas.Luna si gadis tangguh yang tidak pernah mengeluh, terlihat tidak baik-baik saja sekarang. Ini seperti Luna mempunyai liontin perak yang indah, dan juga memiliki dua pilihan. Pertama, ada amplop berisi cek yang harganya jauh di atas liontin. Yang kedua, hanya ada sekantong udara yang berisi lebah.Pilihan mana yang akan Luna tukarkan dengan Liontin miliknya?Sesuatu yang berharga, harusnya ditukar dengan yang berharga pula. Namun bodohnya, Luna malah membuang amplop jauh-jauh, dan memilih untuk merawat lebah itu. Untuk banyak orang, mungkin mereka berpikiran jika Luna melepaskan sesuatu yang begitu besar. Tapi bagi Luna, ia sedang merawat madu. Walaupun harus meras
Luna melangkah tertatih dengan Allard yang menjadi penopangnya, mereka melangkahkan kaki menaiki tangga perlahan. Menuju ruang kelas Luna. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya tatkala Allard menggendongnya karena takut akan terjatuh lagi.Allard menggendong Luna menuju kelas gadis itu, diturunkan setelah benar-benar duduk di kursinya. Allard membelai rambut panjang Luna, lalu diikat setinggi-tinggi mungkin.“Ada ikat?”Luna memberikan ikat rambutnya pada Allard, membiarkan pria itu mengikat rambutnya walaupun ia tau akan serusak apa jadinya.“Gue ke kelas dulu, kakinya jangan sampek kebentur, ya.”Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya, membuat Allard gemas dan sangat ingin menggigit gadis itu. Tapi ditahan-tahan.“Dah, sayang.” Allard berlalu dengan mendaratkan kecupan di dahi Luna.Luna menganggukkan kepalanya dengan hati berbunga-bunga. “Dah, Allard.”Setelah peninggalan
Pagi di akhir bulan Maret ini terlihat sangat cerah, mentari membawa cahayanya untuk bersinar begitu terang pagi ini. Sampai-sampai harus memicing untuk jarak yang tidak terlalu jauh padahal. Semua murid Mediterania terlihat mengenakan seragam olahraga sesuai kelas jurusan masing-masing. Hari ini adalah di mana sekolah mengadakan olahraga bersama untuk semua kelas. Jarum jam menunjukkan hampir pukul tujuh, sebentar lagi bel akan berbunyi. Luna melangkahkan kaki pelan untuk melatih otot kakinya, tongkatnya sengaja ia taruh di dekat vas bunga. Jika hanya beberapa langkah, Luna masih bisa tanpa tongkat. Kecuali jaraknya tidak memungkinkan untuk Luna, barulah ia memakai kembali tongkatnya. Triingg! Bunyi bel mendengung di telinga Luna, ia mengambil tongkatnya dan melangkahkan kaki menuju tangga. Ia sendiri saja karena Maya sudah berada di lapangan, temannya itu menjadi pemandu senam pagi ini. Sebelum kakinya menapak di anak tangga, seseorang memanggilnya
Melihat Allard yang muncul dari balik tangga, Allard hendak menyapa pacarnya itu tapi urung. Luna melewatinya begitu saja, dan menimbulkan robekan kecil di hatinya. Pria itu berlalu meliriknya sekilas dan berlalu begitu saja, sangat bajingan. Apakah kejadian dua hari lalu membuat Allard sangat marah padanya? Padahal bukan salah Luna sepenuhnya, pasti Nora sudah memberi garam dan cuka agar seolah-olah semua karenanya. Luna mematung di tempatnya hingga Arshaka mendekat, sedari tadi pria itu mengamati Luna. Mulai dari menyendiri di depan kelas, Allard yang muncul hingga gadis itu kembali merenung. Pemandangan entah kenapa membuat matanya tidak enak, ia tidak suka Luna bersedih. “Beli cireng, yuk!” Luna menoleh pada Arshaka yang merangkulnya, ia lalu mengangguk dan melengkungkan bibir. Helaan nafas berat terdengar, rasanya sesak sekali melihat tatapan Allard tadi. Seakan ia yang paling dihindari. “Ka, aku gak salah.” Arshaka mengangguk pah
Pagi di akhir bulan Maret ini terlihat sangat cerah, mentari membawa cahayanya untuk bersinar begitu terang pagi ini. Sampai-sampai harus memicing untuk jarak yang tidak terlalu jauh padahal. Semua murid Mediterania terlihat mengenakan seragam olahraga sesuai kelas jurusan masing-masing. Hari ini adalah di mana sekolah mengadakan olahraga bersama untuk semua kelas. Jarum jam menunjukkan hampir pukul tujuh, sebentar lagi bel akan berbunyi. Luna melangkahkan kaki pelan untuk melatih otot kakinya, tongkatnya sengaja ia taruh di dekat vas bunga. Jika hanya beberapa langkah, Luna masih bisa tanpa tongkat. Kecuali jaraknya tidak memungkinkan untuk Luna, barulah ia memakai kembali tongkatnya. Triingg! Bunyi bel mendengung di telinga Luna, ia mengambil tongkatnya dan melangkahkan kaki menuju tangga. Ia sendiri saja karena Maya sudah berada di lapangan, temannya itu menjadi pemandu senam pagi ini. Sebelum kakinya menapak di anak tangga, seseorang memanggilnya
Luna melangkah tertatih dengan Allard yang menjadi penopangnya, mereka melangkahkan kaki menaiki tangga perlahan. Menuju ruang kelas Luna. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya tatkala Allard menggendongnya karena takut akan terjatuh lagi.Allard menggendong Luna menuju kelas gadis itu, diturunkan setelah benar-benar duduk di kursinya. Allard membelai rambut panjang Luna, lalu diikat setinggi-tinggi mungkin.“Ada ikat?”Luna memberikan ikat rambutnya pada Allard, membiarkan pria itu mengikat rambutnya walaupun ia tau akan serusak apa jadinya.“Gue ke kelas dulu, kakinya jangan sampek kebentur, ya.”Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya, membuat Allard gemas dan sangat ingin menggigit gadis itu. Tapi ditahan-tahan.“Dah, sayang.” Allard berlalu dengan mendaratkan kecupan di dahi Luna.Luna menganggukkan kepalanya dengan hati berbunga-bunga. “Dah, Allard.”Setelah peninggalan
Malam petang diisi ribuan cahaya indah menemani Luna, gadis itu termenung menatap rerumputan yang bergoyang karena udara seenaknya meniupkan anginnya. Namun bukan itu perhatian Luna, pikirannya melayang jauh menerawang entah ke mana. Gadis itu seakan tuli, padahal nyanyian jangkrik terdengar begitu jelas.Luna si gadis tangguh yang tidak pernah mengeluh, terlihat tidak baik-baik saja sekarang. Ini seperti Luna mempunyai liontin perak yang indah, dan juga memiliki dua pilihan. Pertama, ada amplop berisi cek yang harganya jauh di atas liontin. Yang kedua, hanya ada sekantong udara yang berisi lebah.Pilihan mana yang akan Luna tukarkan dengan Liontin miliknya?Sesuatu yang berharga, harusnya ditukar dengan yang berharga pula. Namun bodohnya, Luna malah membuang amplop jauh-jauh, dan memilih untuk merawat lebah itu. Untuk banyak orang, mungkin mereka berpikiran jika Luna melepaskan sesuatu yang begitu besar. Tapi bagi Luna, ia sedang merawat madu. Walaupun harus meras
“Shaka, aku gak mau ke UKS!”Arshaka mengabaikan penolakan Luna, gadis itu butuh pengobatan sekarang. Kakinya tergores dan terluka.“Lo mau kaki lo gak sembuh-sembuh, hah? Kaki lo keluar nanah!!”Luna terdiam, ia pasrah saja pria itu membawanya. Ia tidak akan menolak lagi. Kakinya memang sangat sakit, ia menahan dua rasa sakit yang menyerangnya di saat yang bersamaan.Baru memasuki UKS, suara pria lain terdengar begitu khawatir dan menuntut.“Luna kenapa?!!”Allard berdiri dari duduknya yang semula di samping Nora yang sedang di periksa oleh perawat UKS, ia terlihat begitu khawatir saat pria yang tidak ia kenali membaringkan Luna di atas brankar.“Lo kenapa, Na?!”Luna menggeleng pelan dengan air mata yang terus mengalir, ia memegang erat tangan Arshaka yang masih berada di genggamannya.“Lo masih tanya Luna kenapa?!” Arshaka terlihat murka, “harusnya lo tanya sama diri lo sendiri!!”“Gak usah sok peduli!! Urus aja selingku
Seandainya cinta tidak ada di dunia ini, dipastikan Luna adalah orang yang akan menyandang predikat manusia dengan bibir paling kaku. Hanya saja cinta sudah mencuci hatinya, ia selalu memaksa bibirnya untuk tersenyum walaupun hati terus ditikam.Luna seakan seperti manusia yang berjalan di tengah hutan dengan badai yang tidak bisa ia toleran, jika maju akan terkena petir, dan jika mundur pohon tumbang akan menerpanya. Hari semakin gelap, sedang ia tidak memiliki lilin untuk menerangi jalannya. Jadinya, kaki telanjang itu semakin terluka karena duri dan beling yang tidak bisa diraba oleh mata.Karena cinta sialan yang Luna miliki, dia menjadi gadis bodoh yang terbodoh di antara yang paling bodoh. Mampu untuk terus memaafkan kesalahan Allard yang sudah diluar batas, padahal sakit yang dia rasakan sudah sangat teratas.Di depan sana, kekasihnya sedang bercanda ria dengan gadis lain yang katanya hanya seorang sahabat. Tapi yang Luna lihat dari cara dua insan itu beraks
“Pake bedak merk apa lo bisa jadi cantik gini?” tanya Arshaka yang melihat Luna terlihat lebih cantik malam ini.“Kalo udah cantik diapain mah tetap cantik, gak usah sinis gitu kamu!” balas Luna mengibaskan rambutnya percaya diri dan membuka pintu mobil Arshaka.Arshaka menggelengkan kepala melihat tingkah Luna, ia kemudian ikut keluar setelah memarkirkan mobilnya. Ia mendekati gadis yang sudah menyiapkan tongkatnya.“Gak usah pake tongkat coba, Na.”“Terus kamu nyuruh aku jalan gimana? Merangkak?” bingung Luna.Arshaka meraih tongkat gadis itu dan melipatnya kembali lalu ditaruh di dalam mobil. “Gue gandeng aja, biar tangannya gak pegel pake tongkat terus.”“Modus gak, nih?”“Lo sok tau banget, ya. Mana ada gue modus sama lo, gak selera gue sama cewek narsis kayak lo. Bisa-bisa gue yang nahan malu tiap hari kalo sama lo.”Luna tertawa mendengar
“Pelan-pelan, Na. Gue gak bakal lepas tangan lo.”Luna memegang tangan Allard yang sedang menuntunnya untuk berjalan, langkah demi langkah menjadi saksi bertapa bahagianya gadis itu. Akhirnya ia memiliki waktu berdua dengan Allard, tanpa gangguan gadis lain, dan Nora tentu saja.Allard tersenyum hangat pada Luna, karena pacarnya itu terus menatapnya dengan tatapan berbunga-bunga.“Kenapa senyum terus?”“Gak pa pa.” Luna menggelengkan kepalanya dengan senyum yang masih bertahan.“Lo jatuh cinta, ya, sama gue?” tuduh Allard.Senyum salting Luna menjadi-jadi, ia masih mengikuti Allard yang terus menuntunnya.“Kan udah jadi pacar, masa gak boleh jatuh cinta?” Luna menampilkan wajah yang sangat ingin Allard gigit pipinya saking gemasnya.“Masa udah jadi pacar? Kapan?”“Ih, kamu mah.” Luna memukul tangan Allard dengan kekuatan penuh dan membuat pria itu meringis sakit.“Kok KDRT? Gue laporin ke pihak berwenang, ya, lo!”
‘Lard, mau malam mingguan sama aku?’Luna menunggu balasan pesan yang ia kirimkan pada Allard, semoga saja Allard mengiyakan permintaannya. Sudah dua pekan ini Luna tidak menghabiskan hari-hari libur dengan Allard, karena pria itu selalu beralasan sibuk.‘Mau ke mana?’Luna segera membalas pesan masuk dari Allard, ia tidak menuntut pacarnya itu untuk bermalam mingguan di mana. Luna yang ingin Allard ada waktu untuknya, itu saja.‘Terserah kamu aja.’Tak lama, Allard membalas pesan teks Luna.‘Ya udah, nanti gue jemput, ya.’Luna tersenyum cerah ketika Allard mengiyakan permintaannya, ia jingkrak-jingkrak saat itu juga. Hari masih sore, masih ada banyak waktu untuk Luna bersiap-siap. Ia berjalan riang menuju lemari pakaiannya, dia akan memberikan penampilan terbaiknya malam nanti.Hati Luna begitu berbunga-bunga, akhirnya ia ada waktu untuk bersama dengan Allard. Ia akan mengabadikan momen malam nanti