Ponsel Luna berdering, sebuah panggilan masuk dari Allard. Ia segera mengangkat panggilan itu karena memang Luna sudah menunggu pacarnya itu sejak tadi.
“Halo?”
“Halo? Na, gue gak bisa jemput, ya. Hari ini gue sama temen, gak enak soalnya kemarin udah janjian.”
“Tapi, Lard ... aku udah tungguin kamu dari tadi. Harusnya kamu bilang lebih awal.”
“Iya gue lupa, lo ribet banget, sih. Tinggal pesen taksi, kan, bisa? Nanti gue bayarin, deh, taksinya.”
“Bukan masalah bayarnya, Lard. Aku dari tadi tungguin kamu, masa kamu tinggal gitu aja?” Luna melirik kanan-kiri, tidak ada satu pun bus atau pun taksi yang lewat, “Lagian kamu pake mobil, kan? Masa aku gak boleh ikut? Kan kamu lewat sini ke sekolahnya?”
“Lo jangan nyari ribut, Na! Udah lah, tinggal pesen taksi juga! Repot banget!”
Tut!
Panggilan itu mati sepihak, Luna memegangi dadanya yang terasa sangat sakit karena ucapan Allard. Dia rela berjalan dengan kaki pincang dari rumahnya menuju halte depan gang yang lumayan jauh, hanya karena kemarin sore Allard berjanji akan menjemputnya. Agar pria itu tidak perlu lagi ke rumahnya yang jalannya sangat sempit dan berbatu.
Mata Luna berkaca-kaca, ia kemudian berdiri melihat ke sekitarnya siapa tahu masih ada bus yang lewat. Namun sepuluh menit menunggu, satu pun tidak ada yang lewat di halte yang memang sering kali sepi itu.
Mau tidak mau Luna berjalan kaki, dengan bantuan tongkatnya dia melangkahkan kakinya langkah demi langkah. Air matanya kini mengalir, perasaannya begitu sakit saat Allard membentaknya tadi. Luna hanya ingin menebeng saja karena pria itu juga melewati halte tempatnya menunggu tadi, tapi Allard menyuruhnya untuk naik taksi saja.
Suara klakson berbunyi membuyarkan lamunan Luna, motor sport mengambil jalur kiri dan berhenti tepat di sebelah Luna yang sedang berjalan sendirian di trotoar.
“Luna, kok jalan?” Pria itu membuka helm full face-nya.
Luna dengan cepat menghapus air matanya, ia kemudian menoleh pada pria yang menghampirinya itu.
“Iya, Ka. Busnya aku tungguin gak datang-datang.”
“Pacar lo mana?”
“Allard ada urusan, jadi aku berangkat duluan.”
Arshaka mengangguk mengerti. “Berangkat sama gue aja, ya. Belakang kosong, nih.”
“Boleh?”
“Ya boleh, lah, bayar tapi.”
Luna terkekeh mendengar perkataan Arshaka, ia menganggukkan kepalanya.
“Iya, nanti aku bayar. Hutang dulu tapi, ya.”
Arshaka tersenyum tipis mengiyakan, “Iya, deh.”
Pria itu turun dari motornya, membantu Luna melipat tongkat dengan gadis itu yang berpegangan di lengannya lebih dulu.
“Ayo, naik.”
Arshaka membantu Luna naik ke motor, sebelumnya ia membuka jaketnya untuk menutupi paha gadis itu.
“Shaka!” jerit Luna saat Arshaka sengaja menggoyangkan motor sedang gadis itu sudah berada di atasnya.
Arshaka terkekeh melihat wajah panik Luna, ia menyudahi aksinya lalu naik ke motor. Melaju dengan kecepatan sedang menuju sekolah SMA Mediterania.
“Pelan banget, Ka?”
“Kapan lagi ngebonceng cewek cantik?”
Senyum tipis Luna terbit, bisa Arshaka lihat dari kaca spion yang memperlihatkan wajah cantik gadis itu. Angin pagi sepertinya mendukung Arshaka, ia berhembus sepoi-sepoi menerpa kedua anak manusia itu, mengiringi menuju gedung yang menjadi saksi keduanya bertemu pertama kalinya.
Memasuki pekarangan sekolah, Arshaka memarkirkan motornya di parkiran dekat lapangan bola basket. Kembali membantu Luna untuk turun, dan menyerahkan tongkat gadis itu. Mereka berdua lalu berjalan beriringan, melewati lapangan luas yang biasanya di pakai para siswa untuk bermain sepak bola.
“Bentar, Na. Gue ke kantin bentar, lo tunggu sini, ya.”
Luna menganggukkan kepalanya, menunggu Arshaka di pinggir lapangan. Sedang pria itu berlari menuju kantin, entah ingin membeli apa.
Tak lama, ia melihat sebuah mobil sedan Corolla Altis memasuki gerbang. Luna tahu itu adalah mobil pacarnya, karena hanya Allard yang punya mobil itu di sekolah ini. Mobil itu terparkir mulus, lalu pintu terbuka memperlihatkan Allard yang menyampirkan tasnya di punggung kanannya.
Luna merasa hatinya kembali tertusuk saat melihat seorang gadis yang keluar dari mobil Allard, itu kah teman yang pacarnya itu maksud?
Gadis itu baru kali ini Luna lihat, terlihat sangat akrab dengan Allard. Seperti sudah mengenal sangat lama, mereka berinteraksi sedekat itu. Lagi-lagi, Allard menyakiti hatinya untuk kesekian kalinya, pria itu kembali mendekati wanita lain dengan status masih berpacaran dengannya.
Seseorang tiba-tiba merangkulnya, membawanya pergi dari sana. Arshaka menggandengnya menjauh dari tempat di mana ia kembali menjadi sakit. Rupanya Allard batal menjemputnya karena ingin berangkat berdua dengan perempuan yang baru lagi.
“Jangan nangis, maaf, gue gak tau kalo debunya bakalan datang sepagi ini.”
Arshaka menghapus air mata gadis cantik itu, menuntun Luna menaiki tangga. Padahal tadi dia hanya meninggalkan Luna sebentar saja, tapi tak ia sangka debu itu datang lebih cepat. Sudah berapa kali dia meminta Luna untuk melepas Allard, tapi Luna menolak dengan keras.
“Salah aku apa, Ka? Kenapa Allard terus-terusan nyakitin hati aku?”
Arshaka menggelengkan kepalanya. “Lo gak salah apa-apa, Na.”
“Langit mulai cerah, lo gak seharusnya nangis.”
***
“Allard, kamu mau ke mana?” tanya Luna pada Allard saat pria itu akan menaiki tangga menuju lantai tiga.
“Gue mau ke atas,” jawab Allard.
“Kamu ke atas mau ngapain?”
“Ke kelas temen gue,” Allard mengeluarkan coki-coki dari kantong plastik yang ia bawa dan diberikan pada Luna, “buat lo, gue ke atas dulu, Na.”
Allard berlalu dari hadapan Luna setelah mengelus rambut panjang gadis itu, Allard lagi-lagi mengabaikan Luna yang sudah berjalan tergesa-gesa mengejarnya tadi.
Luna tersenyum miris melihat coki-coki pemberian Allard, sedang ia tahu jika dalam plastik tadi berisi makanan. Mungkin Allard akan memberikannya untuk sarapan gadis tadi. Selama ini Allard tidak pernah repot-repot untuk sekedar menemuinya di kelas, pasti Luna yang akan ke kelas pria itu.
Dengan hati yang kembali teriris, Luna berbalik badan. Melangkah perlahan kembali ke kelasnya, ia memegangi coki-coki itu dengan kuat. Ia menunduk dalam, bisa-bisanya ia jatuh hati pada pria brengsek seperti Allard.
Luna duduk di kursinya, meletakkan coki-coki tadi di atas meja dan tidak lagi ia sentuh sama sekali.
“Makan, lo belum sarapan, kan?”
Luna mengangkat wajahnya, Arshaka menyodorkan sekotak bekal. Ia menatap pria itu sejenak, lalu menggeleng setelahnya. Luna tahu itu kotak bekal milik Arshaka, Luna tidak ingin membuat pria itu repot. Lagian Luna tidak ingin dikasihani.
“Makan aja, tadi gue udah sarapan di rumah.”
“Enggak, Ka. Itu punya kamu, nanti aku bisa makan di kantin.”
“Nanti kapan? Ini udah mau masuk jam pelajaran lagi, dan lo sama sekali belum makan. Gak usah nolak.”
Luna akhirnya menerima pemberian Arshaka, membuka dan memakannya di depan pria itu.
“Enak?”
Luna menganggukkan kepalanya.
“Iya lah enak, calon mertua lo tuh yang bikin.”
“Kenalin, Na. Ini ini sahabat gue dari kecil, Nora.”Luna tersenyum simpul pada perempuan di hadapannya, menyapa setenang mungkin.“Ra, ini pacar gue, Luna.”Allard memperkenalkan kedua gadis yang ada di depannya itu, agar Luna tidak salah paham akan hubungannya dengan Nora. Allard dan Nora sudah kenal sejak keduanya masih menjadi kanak-kanak, selalu bermain bersama sampai suatu situasi memisahkan mereka.Dan sekarang, Nora kembali dan bersekolah di sekolah yang sama. Itu membuat Allard senang karena memang sudah sangat lama mereka tidak bertemu, sekitar tiga tahun yang lalu saat akan kelulusan sekolah menengah pertama.“Na, lo gue pesanin taksi, ya.” Allard merangkul bahu Luna, “gue mau nganter Nora ke rumah sakit dulu.”Luna kembali menelan pil pahit, dengan terpaksa dia mengangguk lagi dan lagi. Sudah dikatakan, Luna akan selalu mengiyakan pria di hadapannya itu. Selalu begitu, sejak mereka berpacaran Luna selalu mengiyakan semua mau Allard.
‘Lard, mau malam mingguan sama aku?’Luna menunggu balasan pesan yang ia kirimkan pada Allard, semoga saja Allard mengiyakan permintaannya. Sudah dua pekan ini Luna tidak menghabiskan hari-hari libur dengan Allard, karena pria itu selalu beralasan sibuk.‘Mau ke mana?’Luna segera membalas pesan masuk dari Allard, ia tidak menuntut pacarnya itu untuk bermalam mingguan di mana. Luna yang ingin Allard ada waktu untuknya, itu saja.‘Terserah kamu aja.’Tak lama, Allard membalas pesan teks Luna.‘Ya udah, nanti gue jemput, ya.’Luna tersenyum cerah ketika Allard mengiyakan permintaannya, ia jingkrak-jingkrak saat itu juga. Hari masih sore, masih ada banyak waktu untuk Luna bersiap-siap. Ia berjalan riang menuju lemari pakaiannya, dia akan memberikan penampilan terbaiknya malam nanti.Hati Luna begitu berbunga-bunga, akhirnya ia ada waktu untuk bersama dengan Allard. Ia akan mengabadikan momen malam nanti
“Pelan-pelan, Na. Gue gak bakal lepas tangan lo.”Luna memegang tangan Allard yang sedang menuntunnya untuk berjalan, langkah demi langkah menjadi saksi bertapa bahagianya gadis itu. Akhirnya ia memiliki waktu berdua dengan Allard, tanpa gangguan gadis lain, dan Nora tentu saja.Allard tersenyum hangat pada Luna, karena pacarnya itu terus menatapnya dengan tatapan berbunga-bunga.“Kenapa senyum terus?”“Gak pa pa.” Luna menggelengkan kepalanya dengan senyum yang masih bertahan.“Lo jatuh cinta, ya, sama gue?” tuduh Allard.Senyum salting Luna menjadi-jadi, ia masih mengikuti Allard yang terus menuntunnya.“Kan udah jadi pacar, masa gak boleh jatuh cinta?” Luna menampilkan wajah yang sangat ingin Allard gigit pipinya saking gemasnya.“Masa udah jadi pacar? Kapan?”“Ih, kamu mah.” Luna memukul tangan Allard dengan kekuatan penuh dan membuat pria itu meringis sakit.“Kok KDRT? Gue laporin ke pihak berwenang, ya, lo!”
“Pake bedak merk apa lo bisa jadi cantik gini?” tanya Arshaka yang melihat Luna terlihat lebih cantik malam ini.“Kalo udah cantik diapain mah tetap cantik, gak usah sinis gitu kamu!” balas Luna mengibaskan rambutnya percaya diri dan membuka pintu mobil Arshaka.Arshaka menggelengkan kepala melihat tingkah Luna, ia kemudian ikut keluar setelah memarkirkan mobilnya. Ia mendekati gadis yang sudah menyiapkan tongkatnya.“Gak usah pake tongkat coba, Na.”“Terus kamu nyuruh aku jalan gimana? Merangkak?” bingung Luna.Arshaka meraih tongkat gadis itu dan melipatnya kembali lalu ditaruh di dalam mobil. “Gue gandeng aja, biar tangannya gak pegel pake tongkat terus.”“Modus gak, nih?”“Lo sok tau banget, ya. Mana ada gue modus sama lo, gak selera gue sama cewek narsis kayak lo. Bisa-bisa gue yang nahan malu tiap hari kalo sama lo.”Luna tertawa mendengar
Seandainya cinta tidak ada di dunia ini, dipastikan Luna adalah orang yang akan menyandang predikat manusia dengan bibir paling kaku. Hanya saja cinta sudah mencuci hatinya, ia selalu memaksa bibirnya untuk tersenyum walaupun hati terus ditikam.Luna seakan seperti manusia yang berjalan di tengah hutan dengan badai yang tidak bisa ia toleran, jika maju akan terkena petir, dan jika mundur pohon tumbang akan menerpanya. Hari semakin gelap, sedang ia tidak memiliki lilin untuk menerangi jalannya. Jadinya, kaki telanjang itu semakin terluka karena duri dan beling yang tidak bisa diraba oleh mata.Karena cinta sialan yang Luna miliki, dia menjadi gadis bodoh yang terbodoh di antara yang paling bodoh. Mampu untuk terus memaafkan kesalahan Allard yang sudah diluar batas, padahal sakit yang dia rasakan sudah sangat teratas.Di depan sana, kekasihnya sedang bercanda ria dengan gadis lain yang katanya hanya seorang sahabat. Tapi yang Luna lihat dari cara dua insan itu beraks
“Shaka, aku gak mau ke UKS!”Arshaka mengabaikan penolakan Luna, gadis itu butuh pengobatan sekarang. Kakinya tergores dan terluka.“Lo mau kaki lo gak sembuh-sembuh, hah? Kaki lo keluar nanah!!”Luna terdiam, ia pasrah saja pria itu membawanya. Ia tidak akan menolak lagi. Kakinya memang sangat sakit, ia menahan dua rasa sakit yang menyerangnya di saat yang bersamaan.Baru memasuki UKS, suara pria lain terdengar begitu khawatir dan menuntut.“Luna kenapa?!!”Allard berdiri dari duduknya yang semula di samping Nora yang sedang di periksa oleh perawat UKS, ia terlihat begitu khawatir saat pria yang tidak ia kenali membaringkan Luna di atas brankar.“Lo kenapa, Na?!”Luna menggeleng pelan dengan air mata yang terus mengalir, ia memegang erat tangan Arshaka yang masih berada di genggamannya.“Lo masih tanya Luna kenapa?!” Arshaka terlihat murka, “harusnya lo tanya sama diri lo sendiri!!”“Gak usah sok peduli!! Urus aja selingku
Malam petang diisi ribuan cahaya indah menemani Luna, gadis itu termenung menatap rerumputan yang bergoyang karena udara seenaknya meniupkan anginnya. Namun bukan itu perhatian Luna, pikirannya melayang jauh menerawang entah ke mana. Gadis itu seakan tuli, padahal nyanyian jangkrik terdengar begitu jelas.Luna si gadis tangguh yang tidak pernah mengeluh, terlihat tidak baik-baik saja sekarang. Ini seperti Luna mempunyai liontin perak yang indah, dan juga memiliki dua pilihan. Pertama, ada amplop berisi cek yang harganya jauh di atas liontin. Yang kedua, hanya ada sekantong udara yang berisi lebah.Pilihan mana yang akan Luna tukarkan dengan Liontin miliknya?Sesuatu yang berharga, harusnya ditukar dengan yang berharga pula. Namun bodohnya, Luna malah membuang amplop jauh-jauh, dan memilih untuk merawat lebah itu. Untuk banyak orang, mungkin mereka berpikiran jika Luna melepaskan sesuatu yang begitu besar. Tapi bagi Luna, ia sedang merawat madu. Walaupun harus meras
Luna melangkah tertatih dengan Allard yang menjadi penopangnya, mereka melangkahkan kaki menaiki tangga perlahan. Menuju ruang kelas Luna. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya tatkala Allard menggendongnya karena takut akan terjatuh lagi.Allard menggendong Luna menuju kelas gadis itu, diturunkan setelah benar-benar duduk di kursinya. Allard membelai rambut panjang Luna, lalu diikat setinggi-tinggi mungkin.“Ada ikat?”Luna memberikan ikat rambutnya pada Allard, membiarkan pria itu mengikat rambutnya walaupun ia tau akan serusak apa jadinya.“Gue ke kelas dulu, kakinya jangan sampek kebentur, ya.”Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya, membuat Allard gemas dan sangat ingin menggigit gadis itu. Tapi ditahan-tahan.“Dah, sayang.” Allard berlalu dengan mendaratkan kecupan di dahi Luna.Luna menganggukkan kepalanya dengan hati berbunga-bunga. “Dah, Allard.”Setelah peninggalan
Melihat Allard yang muncul dari balik tangga, Allard hendak menyapa pacarnya itu tapi urung. Luna melewatinya begitu saja, dan menimbulkan robekan kecil di hatinya. Pria itu berlalu meliriknya sekilas dan berlalu begitu saja, sangat bajingan. Apakah kejadian dua hari lalu membuat Allard sangat marah padanya? Padahal bukan salah Luna sepenuhnya, pasti Nora sudah memberi garam dan cuka agar seolah-olah semua karenanya. Luna mematung di tempatnya hingga Arshaka mendekat, sedari tadi pria itu mengamati Luna. Mulai dari menyendiri di depan kelas, Allard yang muncul hingga gadis itu kembali merenung. Pemandangan entah kenapa membuat matanya tidak enak, ia tidak suka Luna bersedih. “Beli cireng, yuk!” Luna menoleh pada Arshaka yang merangkulnya, ia lalu mengangguk dan melengkungkan bibir. Helaan nafas berat terdengar, rasanya sesak sekali melihat tatapan Allard tadi. Seakan ia yang paling dihindari. “Ka, aku gak salah.” Arshaka mengangguk pah
Pagi di akhir bulan Maret ini terlihat sangat cerah, mentari membawa cahayanya untuk bersinar begitu terang pagi ini. Sampai-sampai harus memicing untuk jarak yang tidak terlalu jauh padahal. Semua murid Mediterania terlihat mengenakan seragam olahraga sesuai kelas jurusan masing-masing. Hari ini adalah di mana sekolah mengadakan olahraga bersama untuk semua kelas. Jarum jam menunjukkan hampir pukul tujuh, sebentar lagi bel akan berbunyi. Luna melangkahkan kaki pelan untuk melatih otot kakinya, tongkatnya sengaja ia taruh di dekat vas bunga. Jika hanya beberapa langkah, Luna masih bisa tanpa tongkat. Kecuali jaraknya tidak memungkinkan untuk Luna, barulah ia memakai kembali tongkatnya. Triingg! Bunyi bel mendengung di telinga Luna, ia mengambil tongkatnya dan melangkahkan kaki menuju tangga. Ia sendiri saja karena Maya sudah berada di lapangan, temannya itu menjadi pemandu senam pagi ini. Sebelum kakinya menapak di anak tangga, seseorang memanggilnya
Luna melangkah tertatih dengan Allard yang menjadi penopangnya, mereka melangkahkan kaki menaiki tangga perlahan. Menuju ruang kelas Luna. Gadis itu tidak bisa menahan senyumnya tatkala Allard menggendongnya karena takut akan terjatuh lagi.Allard menggendong Luna menuju kelas gadis itu, diturunkan setelah benar-benar duduk di kursinya. Allard membelai rambut panjang Luna, lalu diikat setinggi-tinggi mungkin.“Ada ikat?”Luna memberikan ikat rambutnya pada Allard, membiarkan pria itu mengikat rambutnya walaupun ia tau akan serusak apa jadinya.“Gue ke kelas dulu, kakinya jangan sampek kebentur, ya.”Luna tersenyum dan menganggukkan kepalanya, membuat Allard gemas dan sangat ingin menggigit gadis itu. Tapi ditahan-tahan.“Dah, sayang.” Allard berlalu dengan mendaratkan kecupan di dahi Luna.Luna menganggukkan kepalanya dengan hati berbunga-bunga. “Dah, Allard.”Setelah peninggalan
Malam petang diisi ribuan cahaya indah menemani Luna, gadis itu termenung menatap rerumputan yang bergoyang karena udara seenaknya meniupkan anginnya. Namun bukan itu perhatian Luna, pikirannya melayang jauh menerawang entah ke mana. Gadis itu seakan tuli, padahal nyanyian jangkrik terdengar begitu jelas.Luna si gadis tangguh yang tidak pernah mengeluh, terlihat tidak baik-baik saja sekarang. Ini seperti Luna mempunyai liontin perak yang indah, dan juga memiliki dua pilihan. Pertama, ada amplop berisi cek yang harganya jauh di atas liontin. Yang kedua, hanya ada sekantong udara yang berisi lebah.Pilihan mana yang akan Luna tukarkan dengan Liontin miliknya?Sesuatu yang berharga, harusnya ditukar dengan yang berharga pula. Namun bodohnya, Luna malah membuang amplop jauh-jauh, dan memilih untuk merawat lebah itu. Untuk banyak orang, mungkin mereka berpikiran jika Luna melepaskan sesuatu yang begitu besar. Tapi bagi Luna, ia sedang merawat madu. Walaupun harus meras
“Shaka, aku gak mau ke UKS!”Arshaka mengabaikan penolakan Luna, gadis itu butuh pengobatan sekarang. Kakinya tergores dan terluka.“Lo mau kaki lo gak sembuh-sembuh, hah? Kaki lo keluar nanah!!”Luna terdiam, ia pasrah saja pria itu membawanya. Ia tidak akan menolak lagi. Kakinya memang sangat sakit, ia menahan dua rasa sakit yang menyerangnya di saat yang bersamaan.Baru memasuki UKS, suara pria lain terdengar begitu khawatir dan menuntut.“Luna kenapa?!!”Allard berdiri dari duduknya yang semula di samping Nora yang sedang di periksa oleh perawat UKS, ia terlihat begitu khawatir saat pria yang tidak ia kenali membaringkan Luna di atas brankar.“Lo kenapa, Na?!”Luna menggeleng pelan dengan air mata yang terus mengalir, ia memegang erat tangan Arshaka yang masih berada di genggamannya.“Lo masih tanya Luna kenapa?!” Arshaka terlihat murka, “harusnya lo tanya sama diri lo sendiri!!”“Gak usah sok peduli!! Urus aja selingku
Seandainya cinta tidak ada di dunia ini, dipastikan Luna adalah orang yang akan menyandang predikat manusia dengan bibir paling kaku. Hanya saja cinta sudah mencuci hatinya, ia selalu memaksa bibirnya untuk tersenyum walaupun hati terus ditikam.Luna seakan seperti manusia yang berjalan di tengah hutan dengan badai yang tidak bisa ia toleran, jika maju akan terkena petir, dan jika mundur pohon tumbang akan menerpanya. Hari semakin gelap, sedang ia tidak memiliki lilin untuk menerangi jalannya. Jadinya, kaki telanjang itu semakin terluka karena duri dan beling yang tidak bisa diraba oleh mata.Karena cinta sialan yang Luna miliki, dia menjadi gadis bodoh yang terbodoh di antara yang paling bodoh. Mampu untuk terus memaafkan kesalahan Allard yang sudah diluar batas, padahal sakit yang dia rasakan sudah sangat teratas.Di depan sana, kekasihnya sedang bercanda ria dengan gadis lain yang katanya hanya seorang sahabat. Tapi yang Luna lihat dari cara dua insan itu beraks
“Pake bedak merk apa lo bisa jadi cantik gini?” tanya Arshaka yang melihat Luna terlihat lebih cantik malam ini.“Kalo udah cantik diapain mah tetap cantik, gak usah sinis gitu kamu!” balas Luna mengibaskan rambutnya percaya diri dan membuka pintu mobil Arshaka.Arshaka menggelengkan kepala melihat tingkah Luna, ia kemudian ikut keluar setelah memarkirkan mobilnya. Ia mendekati gadis yang sudah menyiapkan tongkatnya.“Gak usah pake tongkat coba, Na.”“Terus kamu nyuruh aku jalan gimana? Merangkak?” bingung Luna.Arshaka meraih tongkat gadis itu dan melipatnya kembali lalu ditaruh di dalam mobil. “Gue gandeng aja, biar tangannya gak pegel pake tongkat terus.”“Modus gak, nih?”“Lo sok tau banget, ya. Mana ada gue modus sama lo, gak selera gue sama cewek narsis kayak lo. Bisa-bisa gue yang nahan malu tiap hari kalo sama lo.”Luna tertawa mendengar
“Pelan-pelan, Na. Gue gak bakal lepas tangan lo.”Luna memegang tangan Allard yang sedang menuntunnya untuk berjalan, langkah demi langkah menjadi saksi bertapa bahagianya gadis itu. Akhirnya ia memiliki waktu berdua dengan Allard, tanpa gangguan gadis lain, dan Nora tentu saja.Allard tersenyum hangat pada Luna, karena pacarnya itu terus menatapnya dengan tatapan berbunga-bunga.“Kenapa senyum terus?”“Gak pa pa.” Luna menggelengkan kepalanya dengan senyum yang masih bertahan.“Lo jatuh cinta, ya, sama gue?” tuduh Allard.Senyum salting Luna menjadi-jadi, ia masih mengikuti Allard yang terus menuntunnya.“Kan udah jadi pacar, masa gak boleh jatuh cinta?” Luna menampilkan wajah yang sangat ingin Allard gigit pipinya saking gemasnya.“Masa udah jadi pacar? Kapan?”“Ih, kamu mah.” Luna memukul tangan Allard dengan kekuatan penuh dan membuat pria itu meringis sakit.“Kok KDRT? Gue laporin ke pihak berwenang, ya, lo!”
‘Lard, mau malam mingguan sama aku?’Luna menunggu balasan pesan yang ia kirimkan pada Allard, semoga saja Allard mengiyakan permintaannya. Sudah dua pekan ini Luna tidak menghabiskan hari-hari libur dengan Allard, karena pria itu selalu beralasan sibuk.‘Mau ke mana?’Luna segera membalas pesan masuk dari Allard, ia tidak menuntut pacarnya itu untuk bermalam mingguan di mana. Luna yang ingin Allard ada waktu untuknya, itu saja.‘Terserah kamu aja.’Tak lama, Allard membalas pesan teks Luna.‘Ya udah, nanti gue jemput, ya.’Luna tersenyum cerah ketika Allard mengiyakan permintaannya, ia jingkrak-jingkrak saat itu juga. Hari masih sore, masih ada banyak waktu untuk Luna bersiap-siap. Ia berjalan riang menuju lemari pakaiannya, dia akan memberikan penampilan terbaiknya malam nanti.Hati Luna begitu berbunga-bunga, akhirnya ia ada waktu untuk bersama dengan Allard. Ia akan mengabadikan momen malam nanti