Share

Makan Hati di Rumah Suami

Dengan langkah malas, aku menuju ke pintu dan membukanya.

[KRIET]

Benar saja, Ibu mertuaku sudah berdiri dengan tatapannya yang penuh amarah. Dengan kasar dia langsung menarik tanganku dengan kasar menjauh dari kamar, mungkin takut jika suaranya terdengar oleh suamiku.

"Heh, kamu tidak becus sekali ya! Semua makanan di meja di santap sama kucing!" Ucap Ibu mertuaku dengan tatapan tidak suka kepadaku.

"Tt -- tapi, aku sudah menutup semua makanan dengan tudung saji bu, jadi tidak mungkin kucing bisa memakannya," jawabku membela diri.

Sangat tidak masuk akal, aku sudah menutup makanan dengan tudung saji tetapi mengapa bisa kucing memakannya? Kecuali ada orang yang membukanya dan lupa menutupnya kembali, atau ada yang sengaja membiarkan kucing memakan semua makanan?

"Kamu sangat tidak becus! Udah sana kamu masak lagi! Ibu tidak mau tau!" bentak Ibu Mertuaku.

"Tapi bu,"

Belum sempat aku menyelesaikan perkataanku, Ibu mertuaku sudah kembali ke dapur dengan wajah yang melongos kesal.

"Aduh, padahal baru saja mau istirahat," keluhku karena merasa sangat lelah sekali.

Akhirnya dengan sangat terpaksa, aku masuk ke dapur kembali dan membuatkan kembali sarapan.

"Astaga, kenapa makanan diatas meja sangat berantakan?" Kakak iparku, Kak Rony berteriak kaget melihat meja yang sangat berantakan.

"Itu semua ulah si Kahiyang! Baru semalam dia menginap di rumah ini tapi sudah membuat masalah saja!" Tutur Ibu Mertuaku dengan bibir maju lima centimeter.

Aku hanya menari nafas panjang - panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Capek sekali rasanya diperlakukan seperti ini, baru saja bermalam di rumah suami satu malam tapi sudah makan hati.

"Kenapa diam saja? Cepat bereskan!" Bentak Kak Rony dengan suara tinggi hingga membuatku sedikit terkejut.

Aku langsung menurut dan membersihkan meja dan meninggalkan ayam yang sedang kugoreng diatas wajan.

"Astaga, ini ayam sudah hangus!" Keluh Ibu mertuaku yang baru saja datang dan melihat ayam yang kugoreng sudah hangus diatas wajan.

"Maaf bu, aku tadi sibuk membersihkan meja jadi lupa angkat ayamnya," jawabku sambil menunduk.

Pagi itu juga, aku diomeli oleh ibu Mertuaku hingga membuat kupingku panas.

"Kalau begini caranya, lebih baik aku tinggal di rumah saja!" Gumamku dalam hati.

Dengan terpaksa, aku menuruti semua perkataan mertua dengan hati yang kesal. Mau melawan juga tidak bisa, akhirnya aku hanya bisa pasrah saja.

"Sudah siap!" Ucapku dengan nada lantang.

Setelah selesai memasak, aku menghidangkan makanan di atas meja dan menutupnya dengan tudung saji supaya mertuaku tidak mengomeliku lagi.

Mertuaku hanya melihatku dengan tatapan sinisnya dan mulai makan dengan lahap.

Aku kemudian masuk ke kamar dan langsung merebahkan diri ke atas kasur.

"Selamat pagi sayang," ucap Mas Zidan suamiku yang langsung memeluk tubuhku.

"Selamat pagi Mas," ucapku dengan balas memeluknya.

Sebagai pengantin baru, tentu saja kami masih dalam suasana romantis, Mas Zidan memelukku dengan erat hingga membuatku sesak nafas.

"Lepas mas, aku mau mandi!" Seruku sambil melepas pelukan Mas Zidan suamiku.

"Tidak mau ah!" Tutur Mas Zidan yang tidak juga melepaskan pelukannya.

Dengan terpaksa, aku menggelitik tubuh Mas Zidan hingga membuatnya tertawa geli dan kesempatan bagiku untuk lepas dari pelukannya.

"Kamu curang sayang! Hahaha," ucap Mas Zidan sambil tertawa renyah.

Aku lalu melangkahkan kaki masuk ke dalam kamar mandi dan menjulurkan lidahku pada Mas Zidan.

"Awas kamu ya sayang! Tunggu pembalasanku malam nanti!" ujar Mas Zidan sambil tersenyum menggoda.

Aku tertawa geli dan akhirnya masuk ke kamar mandi. Masih pagi tetapi tubuhku sudah berkeringat saja.

"Ah segarnya," ucapku yang telah selesai mandi dan merasa sangat segar.

Ketika aku keluar dari kamar mandi, aku sudah tidak mendapati Mas Zidan di kamar, kemungkinan ia sudah keluar dan sarapan.

Aku lalu bergegas mengenakan pakaian dan parfum agar membuat suamiku semakin jatuh cinta kepadaku.

"Sudah selesai, saatnya aku keluar," gumamku sambil tersenyum centil ke kaca.

[KRIET]

Aku membuka pintu dan langsung menuju ka dapur untuk sarapan, Mas Zidan sedang menonton televisi dengan santai di ruang tengah.

"Mas, sudah sarapan belum?" tanyaku.

"Wih, cantik banget istriku pagi - pagi!" ujar Suamiku menggoda.

Aku hanya tersenyum kecil kemudian berlalu menuju ke ruang makan untuk sarapan.

Betapa terkejutnya aku ketika membuka tudung saji dan mendapati semua makanan telah habis, begitu nasi, semuanya sudah habis dimakan.

"Kok makanan sudah habis semua?" Tanyaku denga sangat heran. Padahal aku memasak lumayan banyak dan menurutku cukul bagi semua anggota keluarga di rumah ini yang berjumlah lima orang termasuk diriku.

"Makanya, kalau sudah waktu makan itu langsung makan!" Tiba - tiba Ibu Mertuaku muncul dan menyemburku lagi.

"Tapi aku sudah masak banyak tadi bu," jawabku tidak ingin kalah.

"Alah, kalau banyak pasti masih ada sisanya!" jawab Ibu Mertuaku.

Aku hanya bisa mengelus dada untuk bersabar. Percuma meladeni orangtua seperti model Ibu mertuaku itu, aku akan kalah debat.

Aku melongos kemudian mulai memasak lagi, tetapi aku hanya membuat telur mata sapi saja karena bahan - bahan makanan sudah habis.

"Loh, sayang kamu baru makan ya?" Tanya Mas Zidan yang tiba - tiba masuk ke dapur.

"Begitulah nasib orang yang menunda - nunda waktu makan! Makanan sudah habis baru menyesal!" Baru saja aku ingin menjawab pertanyaan suamiku, tetapi Ibu Mertuaku sudah melambungku.

Mas Zidan membelaku dan mengatakan bahwa aku tadi sedang mandi, tetapi mertuaku tetap saja menyalahkanku. Aku hanya terdiam dan fokus menggoreng telurku.

"Ya sudah, nanti siang kita makan diluar ya sayang," ucap suamiku sambil mengecup keningku dengan lembut.

Sementara Ibu mertuaku hanya melirik dengan tatapan sinisnya dan pergi berlalu meninggalkanku berdua dengan Mas Zidan.

"Kupikir tadi kamu sudah makan sayang, karena ibu bilang kalau kamu sudah sarapan dari tadi," ucap suamiku.

"Belum mas, aku tadi cuma masak lalu kembali ke kamar untuk mandi," jawabku sambil menggeleng - gelengkan kepalaku.

"Ya sudah, kamu makan ya! Mas mau cuci mobil dulu," ujar Mas Zidan lalu kembali mengecup keningku dengan mesra.

Aku merasa bahagia karena ada Mas Zidan yang meredam emosiku.

Setelah masak, aku langsung makan karena perutku sudah keroncongan sedari tadi.

Saat aku tengah menikmati makananku, tiba - tiba Zenith muncul. Dia merupakan adik suamiku yang paling bungsu.

"Ma, minta uang dong!" Ucap Zenith sambil berteriak dengan lantang.

"Ibu tidak punya uang! Minta saja sama kakakmu si Zidan!" Jawab mertuaku yang juga berteriak dari dalam kamar.

Semenjak pertemuan pertamaku dengan Zenith, ia tidak pernah menyapaku bahkan tersenyum kepadaku juga tidak pernah. Zenith hanya lewat didepanku tanpa menyapaku sama sekali.

"Kak Zidan, minta uang dong!" Teriak Zenith dari ruang tamu.

"Berapa dek?" Mas Zidan langsung berhenti mencuci mobil dan mendekat kepada adiknya yang manja itu.

"Tiga juta saja kak! Aku mau pergi study tour ke Bandung!" Jawab Zenith.

Mendengar hal itu, seketika jantungku langsung mau copot. Tiga juta adalah nominal yang sangat besar dan bisa - bisanya Zenith dengan begitu enaknya meminta begitu saja. Jujur, diri ini merasa sangat keberatan.

"Aku tidak bisa membiarkan hal ini terjadi, nominal tiga juta itu sangat besar untuk sekedar dipakai untuk study tour," gumamku dalam hati.

Aku langsung melangkahkan kaki lebar menuju ke ruang tamu dan bergabung bersama Zenith dan juga suamiku yang tengah berbicara.

"Zenith, kamu meminta uang tiga juta sama Mas Zidan? Apa itu tidak terlalu banyak?" Aku langsung muncul dan berbicara dari belakang hingga membuat Zenith sedikit terkejut karena keberadaanku.

Zenith langsung menoleh kebelakang dan menatapku dengan tatapan penuh kebencian. Tiba - tiba Zenith langsung maju ke hadapanku dan langsung mendorong tubuhku sehingga aku terdorong ke belakang.

"KAMU TIDAK USAH IKUT CAMPUR, INI URUSANKU DENGAN KAKAK KU!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status