Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi pikiranku hingga membuatku pusing sendiri. Apalagi mengingat perkataan Ibu yang mengatakan bahwa Mas Zidan sempat menolak untuk menikahiku karena ia sudah punya kekasih.
"Astaghfirullah,""Astahgfirullah,""Astaghfirullah,"Aku cepat beristighfar agar pikiranku menjadi tenang kembali.Tetapi, sebagai seorang perempuan aku pasti merasa cemburu karena aku sudah mencintai Mas Zidan.Tiba - tiba saja, mulut ini terbuka dan melontakan pertanyaan yang menjadi privasi Mas Zidan."APAKAH MAS ZIDAN DAHULU MEMPUNYAI KEKASIH DAN MASIH MENCINTAINYA SAMPAI SEKARANG?" Tanyaku dengan suara pelan.Mas Zidan yang sebelumnya pandangannya lurus kedepan, kini menoleh kepadaku dengan rautw wajah yang penuh kebingungan."Apa? Maksud kamu apa? Kamu tuduh aku berselingkuh?" Tanya Mas Zidan kembali."Bu -- bukan, bukan seperti itu Mas, hanya saja aku cuma mau tau," Jawabku dengan gugup.Dapat kulihat raut wajah Mas Zidan berubah, sepertinya ia tidak suka jika aku bertanya seperti itu."Terus kalau kamu tau, apa pentingnya buatmu?" Tanya Mas Zidan kembali.Aku terdiam dan juga tidak tau harus menjawab apa. Sebenarnya aku tidak harus cemburu jika Mas Zidan dahulu mempunyai kekasih, toh sekarang aku yang menjadi istrinya."Umm, tidak ada Mas," Jawabku sambil menunduk."Nah, itu tau! Sudahlah kamu tidak usah bahas - bahas masa lalu. Kita punya masa lalu masing - masing, dan aku juga tidak ingin mengulik masa lalu mu," Jelas Mas Zidan.Aku mengangguk paham dan segera membuang keinginanku untuk mengetahui siapa saja kekasih Mas Zidan dahulu."Ba -- baiklah Mas," Ujarku.Mas Zidan tidak menyukai bila aku bertanya mengenai masa lalunya. Hal tersebut malah membuatku semakin penasaran saja.Kembali, suasana hening menyelimuti perjalanan kami. Mas Zidan mungkin masih jengkel denganku jadi dia memilih untuk diam saja, sedangkan aku masih sibuk bergelut dengan pikiran konyolku.Sebenarnya, aku takut jika Mas Zidan kembali berhubungan dengan mantan pacarnya. Karena yang kuketahui dari penjelasan Ibu tadi, bahwa Mas Zidan memiliki seorang kekasih dan sempat menolak perjodohanku dengannya, itu berarti Mas Zidan sangat mencintai kekasihnya bukan?."Ya Allah, beri aku kesabaran dan jaga rumah tanggaku tetap utuh," Gumamku berdo'a dalam hati.Karena perjalanan kami diselimuti oleh keheningan, jadi aku tertidur selama perjalanan."Kahiyang, Kahiyang, bangun! Kita sudah sampai!" Seru Mas Zidan sambil menepuk - nepuk pahaku."Eh, oh, iya?" Aku kaget dan langsung bangun dari tidurku."Kita sudah sampai," Ucap Mas Zidan pelan.Aku pun mengangguk kemudian turun dari mobil, sementara Mas Zidan sibuk membawa koperku turun dari mobil."Assalamu'alaikum," Sapaku."Wa'alaikumsalam," Tidak lama, Mama keluar dengan wajah yang sumringah."Kahiyang!!!" Seru Mama kemudian memelukku dengan erat.Kami layaknya ibu dan anak yang sudah terpisah lama, padahal baru tiga hari kami berpisah."Ayo, kalian berdua masuk nak!" Ajak Mama sambil menggandeng tanganku.Setelah tiga hari menikah, kini aku kembali menginjakkan kaki ke rumah lamaku di Bandung. Rasanya sudah seperti setahun aku meninggalkan rumah ini, padahal satu minggupun belum cukup."Ningsih! Ningsih! Tolong buatin minum untuk kakakmu ini loh!!!" Pinta Mama.Ningsih, adik ku yang kedua segera keluar dan sama terkejutnya dengan mama ketika pertama melihatku."Kak Kahiyang!!!" Seru Ningsih sambil berlari memeluk tubuhku.Aku mengusap kepala adikku itu yang sudah beranjak gadis dan membalas pelukannya. Dulu sebelum menikah, aku sekamar dengan Ningsih, jadi dialah orang yang paling kesepian sejak aku meninggalkan rumah."Aku kangen sekali kak," Ucap Ningsih dengan suara yang bergetar.Ningsih menangis dipelukanku, memang manja sekali gadis satu ini."Hahah, sudahlah dek. Kamu kayak tidak ketemu setahun aja sama kakak!" Ujarku.Ningsih tertawa kemudian melepas pelukannya dan bersalaman dengan Mas Zidan."Tunggu ya kak, aku buatin minuman yang enak supaya kakak betah tinggal disini lagi!!" Ucap Ningsih sambil berlalu pergi.Aku tersenyum dan menggeleng - gelengkan kepala melihat tingkah adikku yang sangat kekanak - kanakan itu, padahal umurnya sudah menginjak tujuh belas tahun."Ayah kemana Ma?" Tanyaku bingung."Ayahmu ada di Masjid, sekarang kan ada acara maulid yang dirayakan di Masjid!" Jawab Mama sambil tersenyum.Aku mengangguk paham dan tersenyum kepada Mama. Tidak lama Ningsih pun datang membawakan minuman. Kami berempat bercengkrama sambil sesekali saling bercanda."Nak Zidan, juga bermalam disini kan?" Tanya Mama.Kulihat raut wajah Mas Zidan seperti ragu untuk menjawab."Em, iya ma," Jawab Mas Zidan.Aku tau sebenarnya Mas Zidan tidak ingin tinggal di rumahku dan ingin langsung kembali ke Jakarta. Namun sepertinya Mas Zidan tidak enak menolak permintaan dari Mamaku.Setelah mengantar Mas Zidan masuk ke kamarku, tiba - tiba mama menarik tanganku pelan dan membawaku masuk ke kamarnya."Ada apa nak? Masalah apa yang sedang kamu hadapi sekarang?" Tanya Mama denga raut wajah khawatir.Aku menunduk dalam - dalam, sepertu ragu mengatakannya kepada Mama."Um, mama ... Benarkah pernikahanku sebagai penebus hutang mama kepada keluarga Mas Zidan?" Tanyaku dengan pelan.Kulihat raut wajah Mama yang berubah menjadi terkejut."Siapa yang mengatakannya kepadamu nak?" Tanya Mama kembali."Ibunya Mas Zidan," Jawabku singkat.Mama langsung menghela nafas panjang dan menghembuskannya dengan kasar. Diwajahnya terukir beban yang berat, tapi aku tidak tau dengan jelas apa itu."Maafkan mama nak, maafkan mama. Ini semua salah mama," Ujar Mama sambil tertunduk.Aku ikut duduk disamping mama dan menggenggam dengan erat kedua tangannya."Ma, kalau ada sesuatu lebih baik mama cerita dulu ke aku," Ucapku tanpa menyinggung perasaan mama.Tidak lama, air mata jatuh dari kedua sudut netra mama. Beliau menangis terisak dan berkali - kali meminta maaf kepadaku mengenai perjodohanku sebagai penebus hutang."Kamu tau sendiri kan nak, kehidupan kita sangat berkekurangan. Jadi papa dua tahun lalu meminjam uang dengan nominal cukup besar kepada mama Zidan, dan hingga saat ini papa tidak sanggup melunasinya, jadilah kamu sebagai penebus hutang atas permintaan mamanya Zidan," Jelas Mama.Aku bisa mengerti posisi mama, beliau pasti takut karena tidak bisa melunasi hutangnya karena menurut pengakuan mama, dia diancam oleh mamanya Zidan jika tidak bisa melunasi hutang maka rumah kami akan disita."Mama menyesal meminjam uang padanga nak, mama merasa sangat bersalah," Ujar Mama diiringi tangisan yang tersedu - sedu.Aku memeluk mama dan juga ikut menangis. Mengingat perlakuan keluarga Mas Zidan yang sangat kasar kepadaku, membuatku menangis tersedu - sedu."Apa kamu memiliki masalah lain disana nak? Bagaimana sikap keluarga Zidan kepadamu?" Tanya Mama.Aku tidak mungkin mengadu kepada Mama mengenai sifat buruk keluarga Zidan kepadaku, bisa - bisa itu menjadi beban pikiran untuk mama. Apalagi Mama memiliki riwayat penyakit jantung jadi aku tidak bisa membuatnya terluka mendengar cerita piluku."Tidak ada ma, semua baik - baik saja," Jawabku sembari tersenyum."Maaf ma, aku terpaksa berbohong kepada mama. Ini juga untuk kebaikan mama, aku tidak mau mama terbebani pikirannya," Gumamku dalam hati.Setelah bercerita panjang lebar dengan mama, aku lalu pamit ke kamar kembali.[KRIET]Perlahan, aku membuka pintu dan tidak melihat Mas Zidan di kamar, rupanya ia sedang berada di toilet.[Drrt][Drrt][Drrt]Kudengar suara ponsel Mas Zidan yang bergetar diatas nakas. Lekas aku penasaran dan meraih ponsel Mas Zidan.Mataku seketika membulat kala melihat sebuah pesan mesra yang tertampil dilayar ponsel Mas Zidan, meskipun ponselnya dikunci.[Sayang, hari ini kita jadi check - in di hotel kan?]Perlahan, aku membuka pintu dan tidak melihat Mas Zidan di kamar, rupanya ia sedang berada di toilet.[Drrt][Drrt]Kudengar suara ponsel Mas Zidan yang bergetar diatas nakas. Lekas aku penasaran dan meraih ponsel Mas Zidan.Mataku seketika membulat kala melihat sebuah pesan mesra yang tertampil dilayar ponsel Mas Zidan, meskipun ponselnya dikunci.[Sayang, hari ini kita jadi check - in di hotel kan?]"Astaghfirullah, apa - apaan ini?" Ucapku yang sangat terkejut melihat pesan mesra di ponsel suamiku."Siapa wanita ini? Apakah selingkuhan Mas Zidan?" Gumamku dalam hati. Aku mencoba untuk membuka password ponsel Mas Zidan, tetapi ternyata passwordnya sudah diganti.Aku berusaha mencoba untuk membukanya, tetapi menyadari jika Mas Zidan sudah selesai mandi, aku langsung mengurungkan niatku dan kembali meletakkan ponselnya diatas nakas.[KRIET]Mas Zidan keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah dan handuk yang melingkar pada tubuh bagian bawahnya. Segera, aku berpura - pura menca
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, saatnya aku juga tertidur.Kubuka pintu kamar dengan perlahan, dan kudapati Mas Zidan yang sudah tertidur lelah. Aku menarik selimut untuknya dan mengecup keningnya serta meminta maaf sekali lagi kepadanya.Saat aku ingin tertidur, tiba - tiba sebuah notif pesan kembali masuk di ponsel Mas Zidan. Aku yang sangat penasaran, dengan sangat berhati - hati meraih ponsel Mas Zidan yang masih ada digenggamannya.Pesan itu ternyata dari ibu, dan membuat hatiku sangat teriris - iris membacanya.[Istrimu itu memang sangat kurang ajar. Mendingan kamu ceraikan dia dan kembali dengan Siska saja]DEG!Rasanya seakan tersambar petir."Ibu kok tega bilang begini ke Mas Zidan?" Gumamku dalam hati sambil terus menerus menatap notifikasi pesan tersebut.Tak terasa, air mataku menetes. Hatiku sangat sakit, sakit sekali hingga memicu buliran air mata keluar."Apa betul, mantan Mas Zidan itu bernama Siska?""Atau jangan - jangan, yang mengajak Mas Zidan ke hotel i
"Mama tau kalau kamu sama Zidan sedang bertengkar, ternyata Zidan itu adalah laki - laki yang kasar. Mama menyesal menjodohkanmu dengannya nak!" Tutur Mama dengan mata berkaca - kaca."Aku tidak apa - apa kok ma," Jawabku dengan santai karena tidak ingin membebani pikiran Mama."Kahiyang, kamu tau nak? Sebenarnya ibunya Zidan berpesan kepada Mama, jika sampai kalian bercerai maka hutang mama dianggap tidak lunas dan akan berbunga lima puluh persen,"Seketika aku menoleh karena sangat terkejut mendengar perkataan Mama barusan."ASTAGHFIRULLAH," Aku sangat kaget mendengar pernyataan dari Mama barusan. Hatiku bertambah sakit dan remuk. Bagaimana tidak? Jika aku bercerai atau berpiah dengan Mas Zidan, semua hutang kedua orangtuaku akan dibungakan. "Kejam sekali mereka Ma," Rengekku.Mama hanya pasrah dan tidak banyak berbicara. Jika saja Mama mengatakan hal tersebut jauh sebelum aku menikah dengan Mas Zidan, pastinya aku tidak akan menjalani perjodohan bodoh ini. "Ma, padahal aku bisa
"Aduh, bekal Mas Zidan kelupaan!" Ucapku panik.Aku ingin menyusul Mas Zidan ke kantor untuk membawakan bekalnya. Beruntung, aku mengetahui lokasi perusahaan Mas Zidan sehingga aku bisa pergi naik motor.Sesampainya aku di kantor Mas Zidan, aku langsung bertanya ke bagian admin dan informasi."Maaf, permisi Mba saya ingin bertemu dengan Pak Zidan Anggara," Ucapku dengan sopan."Maaf bu, tapi Mas Zidan masih cuti hari ini dan baru akan kembali masuk satu minggu kemudian,"DEG!"APA? MAS ZIDAN MASIH CUTI? KENAPA DIA MENGAKU KE KANTOR? KEMANA DIA SEBENARNYA? Gumamku dalam hati.Aku masih tidak percaya, berarti Mas Zidan sudah berbohong kepadaku. Tapi mengapa? Mengapa Mas Zidan malah membohongiku? Apakah ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku?"Masa sih mba ? Tadi pagi suami saya pamit untuk berangkat kerka loh! Ini malah saya mau mengantarkan bekal suami saya yang ketinggalan!" Tegasku."Tidak ada bu, Pak Zidan itu jabatannya sebagai Wakil Direktur disini jadi pasti semua karyawan tau j
"Ini pesanannya bu," Tidak lama pesanan Jus jerukku datang. Segera ku membayarnya kemudian meminumnya sambil memperhatikan gerak gerik Mas Zidan dengan wanita itu.Sekitar lima menit mereka berbincang - bincang di halaman kantor, sambil sesekali Mas Zidan memperhatikan ke arah sekitar, mungkin dia takut jika aku mengawasinya. Setelah itu kulihat dengan mata kepalaku sendiri, Mas Zidan meraih tangan wanita tersebut lalu mengajaknya masuk ke dalam mobil."Sudah kuduga ada yang tidak beres!" Ucapku dengan tatapan tajam."Ada apa bu?" Seorang wanita muda bertanya kepadaku, mungkin karena melihatku terus - terusan memperhatikan sesuatu."Eh, oh tidak ada apa - apa bu," Jawabku dengan gugup.Dari yang kulihat, wanita tersebut memakai seragam kantoran. Aku tidak tau jika wanita tersebut adalah teman kerja suamiku atau bukan."Em, maaf mba kerja dimana ya?" Tanyaku dengan sopan.Wanita tersebut lalu memperkenalkan dirinya bernama Karen. Ia juga ternyata bekerja diperusahaan yang sama dengan s
Sekilas, kamar tersebut sangat berbeda dengan kamar yang lainnya karena dari pintunya saja sangat berbeda dan kuyakin tipe kamar tersebut lebih luas dan pastinya lebih mahal dari kamar yang lainnya."Mas, teganya kau mengeluarkan banyak uangmu hanya untuk memesan hotel bersama wanita yang seharusnya tidak bersamamu!" Ucapku dengan suara bergetar.Tak terasa air mata menetes dikedua pipiku, melihat kamar tersebut membuatku sangat sakit hati dan melukai jiwaku.Dengan langkah gontai, aku langsung berjalan mendekat ke arah pintu dan langsung membukanya dengan kasar.Begitu masuk, aku sangat terkejut dengan apa yang kulihat, begitu juga dengan Mas Zidan yang terkejut melihat kehadiranku disana."KAHIYANG??!!" Ucap Mas Zidan dengan sangat terkejut melihat kehadiranku disana.Begitu pula dengan aku, tidak menyangka jika harus masuk dan mengganggu meeting Mas Zidan saat itu.Ya! Ternyata Mas Zidan tidak berdua saja dengan wanita itu. Ada beberapa orang karyawan yang lainnya dan sepertinya me
"Kahiyang, buka pintunya!"Tanpa membuka pintu saja aku sudah tau siapa orang yang berada dibalik pintu, ya dia adalah Ibu mertuaku.Begitu ku membuka pintu, sudah ada ibu berdiri didepanku"Heh Kahiyang, sekarang kamu harus membersihkan ruang tamu dan ruang tengah!" Pinta Ibu mertuaku.Aku langsung menolaknya dan mengatakan bahwa aku ingin beristirahat sebentar, tapi ibu tidak peduli dan menyodorkanku sapu dan kemoceng.Lagi - lagi aku tidak bisa menolak dan dengan terpaksa mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Ibu. Disaat aku sedang asyik membersihkan tiba - tiba Mas Zidan datang dan berteriak memanggilku."KAHIYANG?""KAHIYANG!!""DIMANA KAU HAH"?Aku seketika tersentak kaget mendengar teriakan dari Mas Zidan dari luar. Dengan langkah yang tergopoh - gopoh, aku menghampiri Mas Zidan."Iya, ada apa Mas? Kenapa berteriak - teriak seperti itu?" Tanyaku bingung."Kamu kurang ajar!" Hardik Mas Zidan sambil menunjuk - nunjuk wajahku."Aku salah apa Mas?" Tanyaku bingung.[PLAK]Satu ta
"Ya Allah sampai kapan aku harus seperti ini? Umur pernikahanku yang masih seumur jagung, pantaskah aku untuk pergi dan mengakhiri ini semua?" Gumamku dengan merasa bimbang.Akhirnya aku memutuskan untuk mengambil air wudhu dan menunaikan shalat sunnah dua rakaat, itu menjadikanku kembali kuat dan merasa lega. Kucurahkan semua keluh kesah ini kepada sang khaliq.Ketika selesai shalat sunnah, aku kembali ingin merogoh ponselku dan menghubungi sahabatku untuk curhat, tetapi tiba - tiba saja dari luar terdengar suara benda yang jatuh dan pecah.[PRANK]"Suara apa itu?!" Ucapku dengan raut wajah panik.Dengan segera, aku loncat dari tempat tidur dan langsung melangkahkan kaki dengan lebar menuju ke asal suara tersebut."Astaghfirullah,"Betapa terkejutnya aku melihat vas bunga kesayangan Ibu yang jatuh berkeping - keping dilantai. Seekor kucing liar berhasil masuk menyelinap ke dalam rumah dan berhasil menghancurkan vas bunga serta mengotori lantai karena tubuhnya yang dipenuhi dengan lum