Aku menggeleng - gelengkan kepala melihat tingkah suamiku lalu berjalan keluar kamar menuju ke dapur untuk mengatur barang belanjaan sekaligus mengambil coklat dan beberapa snack milikku.
Saat aku tiba di dapur, aku melihat plastik belanjaan yang sudah acak - acakan dan tidak menemukan coklat dan snack milikku."Siapa yang sudah mengambil coklat milikku?!" Teriakku dari arah dapur."Ada apa sih teriak - teriak?" Tiba - tiba Ibu langsung keluar dari kamarnya dan menghampiriku.Aku langsung menunjukkan plastik belanjaanku yang sudah terlihat berantakan dan mengatakam kalau cemilanku tidak ada."Mungkin kamu salah simpan!" Ucal Ibu dengan sangat yakin."Bu, aku langsung menyimpan barang belanjaan disini sebelum masuk ke kamar mengganti baju! Bagaimana bisa aku salah simpan?" Jawabku dengan mantap."Sudah, ikhlaskan saja! Itu kan cuma makanan biasa," Tutur Ibu mertuaku sambil berlalu meninggalkanku sendirian yang masih berdiri mematung.Menyebalkan sekali! Kini cemilanku pun raib dicuri."Apa ada pencuri di rumah ini bu?" Tanyaku.Ibu yang sedang berjalan ingin masuk ke kamarnya lagi tiba - tiba menghentikan langkahnya."Kami bilang apa barusan hah?" Tanya Ibu dengan ketus sambil melotot kepadaku."Aku cuma tanya bu, apakah ada pencuri di rumah ini? Soalnya cemilanku hilang tiba - tiba saja padahal aku belum menyentuhnya sama sekali," Jawabku."Kamu jangan bicara sembarangan ya! Tidak ada pencuri di rumah ini! Adanya cuma kamu yang pelit!" Hardik Ibu Mertuaku lalu masuk dalam kamarnya dengan membanting pintu hingga membuatku tersentak kaget."Astaghfirullah," Ucapku sambil mengelus - elus dada.Ajaib sekali memang keluarga suamiku ini. Perasaan sikap mereka dulu sangat manis kepadaku ketika awal - awal bertemu. Saat Mas Zidan pertama kali membawaku ke rumahnya yang megah ini dan memperkenalkanku dengan Ibu dan saudara - saudaranya. Ayah Mas Zidan sudah lama meninggal sejak ia masih kecil.Ibunya berperan sebagai orangtua tunggal sejak sepeninggal suaminya. Ia mengurus Mas Zidan dan anak - anaknya yang lain seorang diri. Itulah alasan Mas Zidan sangat menghormati dan menyayangi ibunya meski ibunya bersikap tidak adil dan menyebalkan kepadaku. Aku juga tidak bisa serta merta melarang Mas Zidan untuk menuruti permintaan ibunya karena kewajiban seorang anak lelaki sehabis menikah, masih wajib untuk mengurus Ibunya. Seandainya saja Ibu Mertuaku itu tidak bersikap kasar kepadaku, tentulah aku juga menghormatinya sama seperti Mas Zidan lakukan.Sianh itu aku sibuk dengan pikiranku, menebak - nebak siapa yang telah mencuri cemilanku. Perkataan Ibu memang benar, kalau itu hanya makanan biasa. Tetapi aku sangat tidak suka jika ada yang mengambil barangku tanpa izin.[TOK][TOK][TOK]Aku mengetuk pintu kamar Zenith yang berada di lanta dua."Ada apa kesini?" Tanya Zenith dengan tatapan sinisnya kepadaku."Aku cuma mau tanya, apa kamu melihat coklat dan beberapa cemilan didalam plastik belanjaan di dapur?" Tanyaku dengan pelan."Tidak, aku tidak tau! Sudah - sudah sana, pergi!" Usir Zenith sambil menutupkanku pintu."Astaga, begini ternyata rasanya punya ipar yang menyebalkan!" Gumamku dalam hati.Aku lalu berjalan menuju ke teras rumah dan ingin menemui Mas Rony."Mas, lihat cemilanku yang ada di dalam plastik belanjaan tidak? " Tanyaku dengan sopan."Eh? Plastik apaan?" Tanya Mas Rony balik."Plastik belanjaan yang terletak di dapur mas!" Tanyaku."Tidak - tidak, aku tidak tau apa - apa!" Jawab Mas Rony dengan ketus.Aku melihat ada plastik coklat yang berada di atas meja disamping Mas Rony."Terus, itu bungkus apaan di meja Mas?" Tanyaku sambil menunjuki bungkus coklat yang sama persis dengan coklat punyaku."Ini punyaku! Kamu jangan asal tuduh sembarangan!" Bentak Mas Rony kemudian bangkit dan masuk ke dalam rumah.Aku kembali menampilkan ekspresi wajah cemberut. Luar biasa sekali, dia sudah tertangkap basah mencuri tetapi tidak mau mengakuinya! Sungguh ajaib.Dengan perasaan kesal, aku kembali ke dapur dan menyusun barang belanjaan ke dalam kulkas. Aku sudah pasrah cemilanku diambil. Tidak ada juga gunanya bertanya karena mereka pasti tidak mau menjawabnya atau tidak ma mengakui jika mereka telah mengambil cemilan milikku."Sudahlah, biarkan saja," Gumamku dalam hati berusaha ikhlas.Sebenarnya, jika mereka meminta secara baik - baik kepadaku, aku dengan senang hati akan memberikannya kepada mereka asal jangan mencuri. Aku dididik kedua orangtuaku dengan sangat tegas, haram hukumnya anak - anak mereka untuk mencuri. Bahkan adik - adikku yang masih sekolah saja sudah tau sopan santun dan akan permisi jika ingin memakai atau meminta barang orang lain.Aku kembali mengelus - elus dadaku dan menguatkan diriku untuk bersabar."Assalamu'alaikum, paket!" Tiba - tiba terdengar suara kurir yang berteriak didepan rumah."Tunggu!" Jawabku sambil berteriak kemudian berjalan dengan cepat keluar rumah."Apa betul ini rumah Ibu Lidia?" Tanya kurir tersebut."Iya betul," JawabkuSang kurir tersebut lalu menyerahkan sebuah paket kepadaku dan mengatakan bahwa paket itu belum dibayar."Sebentar ya, aku panggil orangnya dulu," Ucapku tersenyum lalu masuk ke dalam rumah.[TOK][TOK][TOK]Aku mengetuk dengan pelan kamar ibu."Apa apa?" Tidak lama Ibu membukakan pintu dan bertanya dengan nada ketus kepadaku.Aku menyodorkan paket miliknya dan mengatakan bahwa kurir sedang menunggu pembayarannya diluar."Aku tidak punya uang! Kamu dulu yang bayarkan!" Jawab Ibu Mertuaku lalu menutup kembali pintu kamarnya dengan kasar.Aku memejamkan mata dan kembali mengelus dadaku."Sabar Kahiyang, sabar," Gumamku.Denga terpaksa dan tidak banyak protes, aku kembali masuk ke dalam kamar dan mengambil beberapa lembar uang merah. Kulihat tadi dengan sekilas jumlah tagihan Ibu sebesar lima ratus sembilan puluh tujuh ribu delapan ratus rupiah.Dengan berat hati, aku menyerahkan uang tersebut kepada si kurir."Terima kasih neng," Jawab kurir tersebut lalu pergi berlalu.Hatiku merasa tidak ikhlas, uang pribadi milikku sebesar lima ratus ribu tiba - tiba lenyap begitu saja tanpa bekas. Entah barang apa yang dibeli oleh Ibu Mertuaku itu sampai - sampai tagihannya sebesar lima ratus ribu lebih."Huh, hidupku penuh cobaan tinggal di rumah ini!" Keluhku dalam hati.Dengan langkah malas, aku kembali ke kamar dan membaringkan tubuhku yang sangat kelelahan ini.Hatiku masih memikirkan uangku lima ratus ribu yang melayang begitu saja, sampai - sampai terbawa ke mimpiku.Aku tertidur dengan nyenyak, dan tiba - tiba mendengar suara pintu kamarku dibuka.Aku yang saat itu tengah dalam kondisi mengantuk parah, tidak bisa bangkit untuk melihat orang tersebut. Tubuhku sudah terlanjur lelah dan sangat capek."Sayang, sayang, bangun!" Sentuhan lembut Mas Zidan di kedua pipiku membuaku terbangun dari tidur nyenyakku."Hoam," Aku menguap lebar dan membuat suamiku tersenyum melihatku."Bangun sayang, ayo kita shalat Ashar!" Ajak Suamiku sambil menarik lenganku.Rupanya sudah pukul empat sore, akhirnya aku bangun dan melaksanakan shalat empat rakaat bersama suamiku.Setelah shalat, aku iseng - iseng mengecek isi dompetku dan mengadu kepada Mas Zidan soal paket Ibu. Tetapi, baru saja aku memegang dompetku, tampak dompetku sudah terbuka lebar dan tidak tertutup.Aku segera membukanya lebar dan melihat dompetku kosong. Padahal sebelum aku tidur, masih ada tersisa uang sebesar empat ratus ribu rupiah lebih didalam dompetku."Mas, uangku hilang!"Aku segera membukanya lebar dan melihat dompetku kosong. Padahal sebelum aku tidur, masih ada tersisa uang sebesar empat ratus ribu rupiah lebih didalam dompetku."Mas, uangku hilang!" Seruku.Mas Zidan yang saat itu sudah berada di ambang pintu dan hampir keluar dari kamar, langsung menghampiriku."Bagaimana bisa sayang?" Tanya Mas Zidan yang juga sama terkejutnya denganku."Tidak tau Mas, aku sangat ingat tadi melihat isi dompetku masih ada uang sebesar empat ratus ribu rupih lebih mas," Jawabku dengan sangat yakin."Loh, kok sisa empat ratus dek? Bukannya ada sekitar satu juta uangmu?" Tanya Mas Zidan kembali dengan raut wajah terheran - heran.Aku pun menceritakan semuanya kepada Mas Zidan tentang paket Ibu yang kubayarkan siang tadi."Kenapa tidak bangunkan aku dek? Mas saja yang bayarkan Ibu!" Ucap Mas Zidan sambil menatap dompetku yang hanya tersisa uang dua ribu rupiah.Aku mengaku kalau merasa tidak enak jika harus membangunkan Mas Zidan, jadi aku berinisiatif membayarkan Ibu
Aku butuh ketenangan agar terhindar dari segala amarah dan caci maki di rumah ini, jika terus - terusan begini aku bisa stress."Aku akan memberitahu Mas Zidan sebentar," Gumamku dalam hati.Baru saja aku ingin melangkahkan kaki masuk ke kamar mandi, tiba - tiba terdengar suara Ibu mertuaku yang berteriak dari luar kamar sambil menggedor - gedor pintu dengan keras."KAHIYANG, BUKA PINTUNYA!!!" Teriak Ibu dari luar."Astaghfirullah, ada apa lagi ini?" Gumamku dalam hati.Lekasku melangkahkan kaki menuju ke pintu dan membukanya."Ada apa bu?" Tanyaku dengan sopan."Kamu tuh ya, mantu kurang ajar! Pasti kamu yang mengadu di suami kamu kalau aku yang mencuri uangmu!" Bentak Ibu dengan suara yang menggelegar.Segera aku membela diri dan mengatakan bahwa aku hanya mengadu jika uangku hilang, tetapi tidak menuduh ibu sebagai pelakunya, tetapi tetap saja Ibu bersikeras bahwa aku menuduhnya sebagai pencuri."Astaghfirullah, tidak bu ... Ibu hanya salah salah paham!" "Lantas jika Ibu bukan pen
Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi pikiranku hingga membuatku pusing sendiri. Apalagi mengingat perkataan Ibu yang mengatakan bahwa Mas Zidan sempat menolak untuk menikahiku karena ia sudah punya kekasih."Astaghfirullah,""Astahgfirullah,""Astaghfirullah,"Aku cepat beristighfar agar pikiranku menjadi tenang kembali.Tetapi, sebagai seorang perempuan aku pasti merasa cemburu karena aku sudah mencintai Mas Zidan. Tiba - tiba saja, mulut ini terbuka dan melontakan pertanyaan yang menjadi privasi Mas Zidan."APAKAH MAS ZIDAN DAHULU MEMPUNYAI KEKASIH DAN MASIH MENCINTAINYA SAMPAI SEKARANG?" Tanyaku dengan suara pelan.Mas Zidan yang sebelumnya pandangannya lurus kedepan, kini menoleh kepadaku dengan rautw wajah yang penuh kebingungan."Apa? Maksud kamu apa? Kamu tuduh aku berselingkuh?" Tanya Mas Zidan kembali."Bu -- bukan, bukan seperti itu Mas, hanya saja aku cuma mau tau," Jawabku dengan gugup.Dapat kulihat raut wajah Mas Zidan berubah, sepertinya ia tidak suka jika aku bertanya
Perlahan, aku membuka pintu dan tidak melihat Mas Zidan di kamar, rupanya ia sedang berada di toilet.[Drrt][Drrt]Kudengar suara ponsel Mas Zidan yang bergetar diatas nakas. Lekas aku penasaran dan meraih ponsel Mas Zidan.Mataku seketika membulat kala melihat sebuah pesan mesra yang tertampil dilayar ponsel Mas Zidan, meskipun ponselnya dikunci.[Sayang, hari ini kita jadi check - in di hotel kan?]"Astaghfirullah, apa - apaan ini?" Ucapku yang sangat terkejut melihat pesan mesra di ponsel suamiku."Siapa wanita ini? Apakah selingkuhan Mas Zidan?" Gumamku dalam hati. Aku mencoba untuk membuka password ponsel Mas Zidan, tetapi ternyata passwordnya sudah diganti.Aku berusaha mencoba untuk membukanya, tetapi menyadari jika Mas Zidan sudah selesai mandi, aku langsung mengurungkan niatku dan kembali meletakkan ponselnya diatas nakas.[KRIET]Mas Zidan keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah dan handuk yang melingkar pada tubuh bagian bawahnya. Segera, aku berpura - pura menca
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, saatnya aku juga tertidur.Kubuka pintu kamar dengan perlahan, dan kudapati Mas Zidan yang sudah tertidur lelah. Aku menarik selimut untuknya dan mengecup keningnya serta meminta maaf sekali lagi kepadanya.Saat aku ingin tertidur, tiba - tiba sebuah notif pesan kembali masuk di ponsel Mas Zidan. Aku yang sangat penasaran, dengan sangat berhati - hati meraih ponsel Mas Zidan yang masih ada digenggamannya.Pesan itu ternyata dari ibu, dan membuat hatiku sangat teriris - iris membacanya.[Istrimu itu memang sangat kurang ajar. Mendingan kamu ceraikan dia dan kembali dengan Siska saja]DEG!Rasanya seakan tersambar petir."Ibu kok tega bilang begini ke Mas Zidan?" Gumamku dalam hati sambil terus menerus menatap notifikasi pesan tersebut.Tak terasa, air mataku menetes. Hatiku sangat sakit, sakit sekali hingga memicu buliran air mata keluar."Apa betul, mantan Mas Zidan itu bernama Siska?""Atau jangan - jangan, yang mengajak Mas Zidan ke hotel i
"Mama tau kalau kamu sama Zidan sedang bertengkar, ternyata Zidan itu adalah laki - laki yang kasar. Mama menyesal menjodohkanmu dengannya nak!" Tutur Mama dengan mata berkaca - kaca."Aku tidak apa - apa kok ma," Jawabku dengan santai karena tidak ingin membebani pikiran Mama."Kahiyang, kamu tau nak? Sebenarnya ibunya Zidan berpesan kepada Mama, jika sampai kalian bercerai maka hutang mama dianggap tidak lunas dan akan berbunga lima puluh persen,"Seketika aku menoleh karena sangat terkejut mendengar perkataan Mama barusan."ASTAGHFIRULLAH," Aku sangat kaget mendengar pernyataan dari Mama barusan. Hatiku bertambah sakit dan remuk. Bagaimana tidak? Jika aku bercerai atau berpiah dengan Mas Zidan, semua hutang kedua orangtuaku akan dibungakan. "Kejam sekali mereka Ma," Rengekku.Mama hanya pasrah dan tidak banyak berbicara. Jika saja Mama mengatakan hal tersebut jauh sebelum aku menikah dengan Mas Zidan, pastinya aku tidak akan menjalani perjodohan bodoh ini. "Ma, padahal aku bisa
"Aduh, bekal Mas Zidan kelupaan!" Ucapku panik.Aku ingin menyusul Mas Zidan ke kantor untuk membawakan bekalnya. Beruntung, aku mengetahui lokasi perusahaan Mas Zidan sehingga aku bisa pergi naik motor.Sesampainya aku di kantor Mas Zidan, aku langsung bertanya ke bagian admin dan informasi."Maaf, permisi Mba saya ingin bertemu dengan Pak Zidan Anggara," Ucapku dengan sopan."Maaf bu, tapi Mas Zidan masih cuti hari ini dan baru akan kembali masuk satu minggu kemudian,"DEG!"APA? MAS ZIDAN MASIH CUTI? KENAPA DIA MENGAKU KE KANTOR? KEMANA DIA SEBENARNYA? Gumamku dalam hati.Aku masih tidak percaya, berarti Mas Zidan sudah berbohong kepadaku. Tapi mengapa? Mengapa Mas Zidan malah membohongiku? Apakah ada sesuatu yang ia sembunyikan dariku?"Masa sih mba ? Tadi pagi suami saya pamit untuk berangkat kerka loh! Ini malah saya mau mengantarkan bekal suami saya yang ketinggalan!" Tegasku."Tidak ada bu, Pak Zidan itu jabatannya sebagai Wakil Direktur disini jadi pasti semua karyawan tau j
"Ini pesanannya bu," Tidak lama pesanan Jus jerukku datang. Segera ku membayarnya kemudian meminumnya sambil memperhatikan gerak gerik Mas Zidan dengan wanita itu.Sekitar lima menit mereka berbincang - bincang di halaman kantor, sambil sesekali Mas Zidan memperhatikan ke arah sekitar, mungkin dia takut jika aku mengawasinya. Setelah itu kulihat dengan mata kepalaku sendiri, Mas Zidan meraih tangan wanita tersebut lalu mengajaknya masuk ke dalam mobil."Sudah kuduga ada yang tidak beres!" Ucapku dengan tatapan tajam."Ada apa bu?" Seorang wanita muda bertanya kepadaku, mungkin karena melihatku terus - terusan memperhatikan sesuatu."Eh, oh tidak ada apa - apa bu," Jawabku dengan gugup.Dari yang kulihat, wanita tersebut memakai seragam kantoran. Aku tidak tau jika wanita tersebut adalah teman kerja suamiku atau bukan."Em, maaf mba kerja dimana ya?" Tanyaku dengan sopan.Wanita tersebut lalu memperkenalkan dirinya bernama Karen. Ia juga ternyata bekerja diperusahaan yang sama dengan s