"Zenith, kamu meminta uang tiga juta sama Mas Zidan? Apa itu tidak terlalu banyak?" Aku langsung muncul dan berbicara dari belakang hingga membuat Zenith sedikit terkejut karena keberadaanku.
Zenith langsung menoleh kebelakang dan menatapku dengan tatapan penuh kebencian. Tiba - tiba Zenith langsung maju ke hadapanku dan langsung mendorong tubuhku sehingga aku terdorong ke belakang."KAMU TIDAK USAH IKUT CAMPUR, INI URUSANKU DENGAN KAKAKKU!" teriak Zenith dengan lantang tepat didepan wajahku.Air liur Zenith terpercik ke wajahku membuatku jijik dan membersihkannya dengan cepat."Ini ada apa ribut - ribut?" Tiba - tiba mertuaku datang dan langsung muncul ditengah - tengah pembicaraanku dengan Zenith."Ini ma! Kak Kahiyang pelit sekali, masa aku minta uang sama Kak Zidan tidak boleh?" Ucap Zenith mengadu kepada ibunya.Ibu Mertuaku langsung saja menatapku tajam seperti ingin menerkamku hidup - hidup."Kamu itu ya keterlaluan sekali Kahiyang! Kamu tidak boleh melarang saudara - saudara suamimu untuk meminta uang pada Zidan!" Tutur Ibu Mertuaku dengan emosi yang memuncak.Mas Zidan langsung saja meleraiku dan menghentikan perdebatanku dengan Zenith dan Ibu Mertuaku, padahal aku baru saja ingin membalasnya."Sudah ya Kahiyang. Mas tidak keberatan memberikan uang kepada Zenith," tutur Mas Zidan sambil menarik lenganku masuk ke dalam rumah.Mas Zidan menarikku masuk ke dalam kamar."Mas, kemana kamu membawaku masuk ke kamar? Aku belum selesai bicara!" Protesku."Sudah sayang, kamu tidak baik ribut dengan ipar dan mertua kamu, apalagi kamu baru tinggal disini satu hari," jawab Mas Zidan.Aku menghela nafas dan menghembuskannya dengan kasar."Uang tiga juta itu besar sekali bagiku Mas! Itu bisa kita tabung untuk kehidupan kita mendatang!" Keluhku yang masih tidak menerima keputusan Mas Zidan untuk memberikan uang sebesar tiga juta rupiah meskipun kepada adiknya.Menurutku, nominalnya sangat besar untuk sekedar pergi study tour apalagi cuma ke Bandung."Tenang sayang, anggap ini sebaga sedekah biar rezeki kita tambah banyak," ucap Mas Zidan sambil memelukku dengan mesra.Aku pasrah dengan keputusan Mas Zidan. Bukannya aku pelit tidak mau memberikan uang kepada Zenith, tetapi nominal itu sangat besar. Lagi pula, Ibu Lidia mertuaku juga mempunyai usaha kos - kosan juga rumah makan di Jakarta, lantas mengapa Ibu Mertuaku mengatakan bahwa ia tidak memiliki uang?Setelah cukup tenang, Mas Zidan kemudian mengecup keningku lalu pamit kembali untuk mencuci mobil. Dengan hati yang sebal, aku membenamkan wajah ke kasur karena kesal."Hidup disini tersiksa sekali, baru juga hari pertama sudah makan hati," gumamku cemberut.Ingin sekali rasanya aku pulang dan tinggal di rumah mama saja, karena aku sudah malas berhadapan dengan Ibu Mertuaku, semua serba salah!Siang hari pun tiba, Mas Zidan mengajakku untuk makan siang diluar."Ayo kamu siap - siap sayang lalu kita makan diluar," ucap suamiku."Oke sayang," jawabku dengan nada manja yang dibuat - buat.Dengan hati yang sangat senang dan bahagia, aku bersiap - siap dan mengenakan pakaian terbaikku untuk jalan dengan suami tercintaku, sementara Mas Zidan menungguku diluar. Tak lupa pula, memoles make up diwajahku agar suamiku semakin jatuh cinta kepadaku."Zidan, kamu mau kemana?" Terdengar suara Ibu Mertuaku yang penasaran.Aku semakin mendekatkan telinga ke pintu kamar sehingga bisa mendengar dengan jelas apa yang dikatakan oleh Ibu Mertuaku selanjutnya."Mau pergi makan diluar dengan Kahiyang ma," Jawab suamiku dengan santai."Ibu ikut ya!" Sontak aku kaget dan berharap suamiku tidak mengizinkan ibunya untuk ikut.Aku membayangkan hari ini bisa pergi makan berduaan dengan suamiku, sehingga merayakan status hubungan kami yang sudah menikah. Tetapi, harapanku harus musnah tatkala mendengar bahwa suamiku mengizinkan ibunya untuk ikut serta."Aku juga mau ikut dong!" Tiba - tiba terdengar suara Zenith yang juga meminta untuk ikut."Iya - iya, kalian siap - siap sana!" Pinta suamiku kepada adik dan ibunya.Aku langsung menaruh lipstikku dengan kasar diatas meja karena merasa kesal tidak jadi jalan berduaan dengan suamiku."Huh, Mas Zidan kenapa kasih izin orang lain untuk ikut sih?" Gumamku dalam hati.[KRIET]Terdengar suara pintu dibuka, dan itu adalah suamiku."Kamu sudah siap sayang?" Tanya Mas Zidan sambil tersenyum manis."Sudah," Jawabku singkat dengan wajah masam.Mas Zidan mendekat dan memelukku dari belakang."Kenapa cemberut sayang?" Tanya Mas Zidan bingung.Aku kemudian jujur terhadap perasaanku dan mengatakan semuanya kepada Mas Zidan."Ya, maaf sayang. Aku tidak bisa menolak permintaan ibu dan adikku," Jawab Mas Zidan.Aku kembali cemberut dan semakin memonyongkan bibirku hingga membuat Mas Zidan tertawa geli."Haha, kamu lucu sekali sayang! Lain kali kita jalan berdua deh, Mas janji!" Ucap Mas Zidan."Betul ya Mas? Tidak bohong?" Tanyaku memastikan."Iya sayang," Jawab Mas Zidan lalu mencium kedua pipiku dengan mesra.Berkat bujukan dari Mas Zidan, aku kembali bersemangat."Zidan, Zidan? Kamu dimana? Ibu dan Zenith sudah siap!" Teriakan Ibu Mertuaku terdengar menggelegar sampai ke kamar kami.Aku dan suamiku langsung bergegas keluar untuk menemui Ibu dan Zenith."Ayo, sekarang kita pergi," Ajak Mas Zidan sambil berlalu keluar.Mertuaku dan Zenith menatapku dari atas sampai ke bawah dan menunjukkan ekspresi wajah mengejek dan terkesan menghina."Ada apa dengan penampilanku? Perasaan aku sudah pakai baju dress yang cantik dan juga make up?" Gumamku dalam hati bingung sambil menatap Ibu dan Zenith yang jalan terlebih dahulu keluar.Aku berusaha mengabaikan ekspresi mereka dan tetap percaya diri."Kamu cantik sekali hari ini sayang," Puji suamiku yang terus - terusan melirikku padahal ia sedang membawa mobil.Aku tersipu malu karena dipuji didepan orang lain."Istriku cantik sekali kan ma?" Tanya Mas Zidan kepada Ibunya."Ii -- iya, Kahiyang cantik kok," Jawab Ibu dengan terpaksa.Aku tertawa dalam hatinya, meskipun mertuaku membenciku tetapi anaknya tetap mencintaiku.Kulihat Zenith dari kaca spion yang memutar kedua bola matanya dan bibirnya yang maju lima centimeter, tidak salah lagi kalau dia tidak setuju dengan pendapat kakaknya dan ibunya bahwa aku cantik, meskipun ibunya menjawab dengan terpaksa dan berbohong.Sesampainya kami di rumah makan, para pelayan mendatangi kami dan menyodorkan menu kepada kami."Kamu mau pesan apa sayang?" Tanya Suamiku kepadaku.Pilihanku jatuh kepada ayam goreng lalapan dengan jus jeruk segar dan manis. Sedangkan suamiku juga memilih menu yang sama denganku."Kalau ibu dan Zenith pilih yang mana?" Tanya Mas Zidan kepada ibu dan adiknya."Aku mau yang ini, ini dan ini!""Aku juga kak, mau makan ini, ini, ini dan minumnya yang ini!"Ibu mertua dan adik iparku memilih makanan banyak sekali, hingga membuatku bertatap - tatapan dengan Mas Zidan."Eng, apa kalian yakin bisa menghabiskannya?" Tanya Mas Zidan yang kurang percaya mereka bisa menghabiskan semuanya."Bisa dong! Iya kan ibu?" Sahut Zenith sembari menyikut ibunya.Ibu Lidia lantas mengangguk dan setuju dengan perkataan Zenith. Akhirnya suamiku memesan semua yang dipesan oleh ibu dan adiknya meski lumayan menguras kantongnya.Setelah beberapa saat menunggu, akhirnya pelayan datang membawakan pesanan kami."Yes, makanannya sudah datang!" Sorak Zenith sambil bertepuk tangan riang.Kami mulai menyantap makan siang, tetapi suara bising ibu dan Zenith yang sedang makan sangat menggangguku. Mereka seolah - olah sengaja untuk makan berlebihan dan mengunyahnya kuat - kuat sehingga suara kunyahan terdengar oleh beberapa pelanggan yang duduk disekitar meja kami."Bu, makannya pelan - pelan. Zenith juga," Ucap suamiku pelan karena takut menyinggung perasaan ubunya."Ah, tidak apa - apa Zidan! Tidak ada yang melarang kok!" Jawab Ibu Lidia.Aku sudah paham perasaan Mas Zidan yang sedikit malu karena tingkah Ibu dan adiknya yang berlebihan saat makan, seperti orang yang kelaparan.Kebetulan makananku dipiring belum habis dan aku berniat menghabiskannya. Tetapi, baru saja ingin menyuap potongan daging ayam goreng ke mulutku, tangan Zenith sudah berada dipiringku dan langsung mengambil ayam goreng lalapanku."Zenith, itu kan makananku!"Kebetulan makananku dipiring belum habis dan aku berniat menghabiskannya. Tetapi, baru saja ingin menyuap potongan daging ayam goreng ke mulutku, tangan Zenith sudah berada dipiringku dan langsung mengambil ayam goreng lalapanku."Zenith, itu kan makananku!" Seruku karena terkejut Zenith tiba - tiba langsung mengambil ayam gorengku."Minta, punyaku sudah habis!" Ucap Zenith tanpa merasa bersalah, dan langsung melahap habis potongan ayam goreng didepanku."Hahaha," Sementara ibu tertawa dengan renyah melihat sikap Zenith.Harusnya ia memarahi anaknya karena perilakunya yang tidak sopan, tetapi dia malah memaklumi sikap Zenith dan menganggapnya lucu.Mas Zidan kulihat ia pasrah dengan kelakuan adiknya yang sangat luar biasa itu."Hum, kamu pesan aja lagi ya sayang?" Tanya Mas Zidan sambil mengelus lembut kepalaku."Tidak Mas, aku sudah kenyang!" Jawabku dengan penuh penekanan sambil menatap sinis ke arah Zenith."Jadi orang itu jangan pelit, baru ayam aja diambil langsung marah - marah
Aku menggeleng - gelengkan kepala melihat tingkah suamiku lalu berjalan keluar kamar menuju ke dapur untuk mengatur barang belanjaan sekaligus mengambil coklat dan beberapa snack milikku.Saat aku tiba di dapur, aku melihat plastik belanjaan yang sudah acak - acakan dan tidak menemukan coklat dan snack milikku."Siapa yang sudah mengambil coklat milikku?!" Teriakku dari arah dapur."Ada apa sih teriak - teriak?" Tiba - tiba Ibu langsung keluar dari kamarnya dan menghampiriku.Aku langsung menunjukkan plastik belanjaanku yang sudah terlihat berantakan dan mengatakam kalau cemilanku tidak ada."Mungkin kamu salah simpan!" Ucal Ibu dengan sangat yakin. "Bu, aku langsung menyimpan barang belanjaan disini sebelum masuk ke kamar mengganti baju! Bagaimana bisa aku salah simpan?" Jawabku dengan mantap."Sudah, ikhlaskan saja! Itu kan cuma makanan biasa," Tutur Ibu mertuaku sambil berlalu meninggalkanku sendirian yang masih berdiri mematung.Menyebalkan sekali! Kini cemilanku pun raib dicuri
Aku segera membukanya lebar dan melihat dompetku kosong. Padahal sebelum aku tidur, masih ada tersisa uang sebesar empat ratus ribu rupiah lebih didalam dompetku."Mas, uangku hilang!" Seruku.Mas Zidan yang saat itu sudah berada di ambang pintu dan hampir keluar dari kamar, langsung menghampiriku."Bagaimana bisa sayang?" Tanya Mas Zidan yang juga sama terkejutnya denganku."Tidak tau Mas, aku sangat ingat tadi melihat isi dompetku masih ada uang sebesar empat ratus ribu rupih lebih mas," Jawabku dengan sangat yakin."Loh, kok sisa empat ratus dek? Bukannya ada sekitar satu juta uangmu?" Tanya Mas Zidan kembali dengan raut wajah terheran - heran.Aku pun menceritakan semuanya kepada Mas Zidan tentang paket Ibu yang kubayarkan siang tadi."Kenapa tidak bangunkan aku dek? Mas saja yang bayarkan Ibu!" Ucap Mas Zidan sambil menatap dompetku yang hanya tersisa uang dua ribu rupiah.Aku mengaku kalau merasa tidak enak jika harus membangunkan Mas Zidan, jadi aku berinisiatif membayarkan Ibu
Aku butuh ketenangan agar terhindar dari segala amarah dan caci maki di rumah ini, jika terus - terusan begini aku bisa stress."Aku akan memberitahu Mas Zidan sebentar," Gumamku dalam hati.Baru saja aku ingin melangkahkan kaki masuk ke kamar mandi, tiba - tiba terdengar suara Ibu mertuaku yang berteriak dari luar kamar sambil menggedor - gedor pintu dengan keras."KAHIYANG, BUKA PINTUNYA!!!" Teriak Ibu dari luar."Astaghfirullah, ada apa lagi ini?" Gumamku dalam hati.Lekasku melangkahkan kaki menuju ke pintu dan membukanya."Ada apa bu?" Tanyaku dengan sopan."Kamu tuh ya, mantu kurang ajar! Pasti kamu yang mengadu di suami kamu kalau aku yang mencuri uangmu!" Bentak Ibu dengan suara yang menggelegar.Segera aku membela diri dan mengatakan bahwa aku hanya mengadu jika uangku hilang, tetapi tidak menuduh ibu sebagai pelakunya, tetapi tetap saja Ibu bersikeras bahwa aku menuduhnya sebagai pencuri."Astaghfirullah, tidak bu ... Ibu hanya salah salah paham!" "Lantas jika Ibu bukan pen
Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi pikiranku hingga membuatku pusing sendiri. Apalagi mengingat perkataan Ibu yang mengatakan bahwa Mas Zidan sempat menolak untuk menikahiku karena ia sudah punya kekasih."Astaghfirullah,""Astahgfirullah,""Astaghfirullah,"Aku cepat beristighfar agar pikiranku menjadi tenang kembali.Tetapi, sebagai seorang perempuan aku pasti merasa cemburu karena aku sudah mencintai Mas Zidan. Tiba - tiba saja, mulut ini terbuka dan melontakan pertanyaan yang menjadi privasi Mas Zidan."APAKAH MAS ZIDAN DAHULU MEMPUNYAI KEKASIH DAN MASIH MENCINTAINYA SAMPAI SEKARANG?" Tanyaku dengan suara pelan.Mas Zidan yang sebelumnya pandangannya lurus kedepan, kini menoleh kepadaku dengan rautw wajah yang penuh kebingungan."Apa? Maksud kamu apa? Kamu tuduh aku berselingkuh?" Tanya Mas Zidan kembali."Bu -- bukan, bukan seperti itu Mas, hanya saja aku cuma mau tau," Jawabku dengan gugup.Dapat kulihat raut wajah Mas Zidan berubah, sepertinya ia tidak suka jika aku bertanya
Perlahan, aku membuka pintu dan tidak melihat Mas Zidan di kamar, rupanya ia sedang berada di toilet.[Drrt][Drrt]Kudengar suara ponsel Mas Zidan yang bergetar diatas nakas. Lekas aku penasaran dan meraih ponsel Mas Zidan.Mataku seketika membulat kala melihat sebuah pesan mesra yang tertampil dilayar ponsel Mas Zidan, meskipun ponselnya dikunci.[Sayang, hari ini kita jadi check - in di hotel kan?]"Astaghfirullah, apa - apaan ini?" Ucapku yang sangat terkejut melihat pesan mesra di ponsel suamiku."Siapa wanita ini? Apakah selingkuhan Mas Zidan?" Gumamku dalam hati. Aku mencoba untuk membuka password ponsel Mas Zidan, tetapi ternyata passwordnya sudah diganti.Aku berusaha mencoba untuk membukanya, tetapi menyadari jika Mas Zidan sudah selesai mandi, aku langsung mengurungkan niatku dan kembali meletakkan ponselnya diatas nakas.[KRIET]Mas Zidan keluar dari kamar mandi dengan rambut yang basah dan handuk yang melingkar pada tubuh bagian bawahnya. Segera, aku berpura - pura menca
Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam, saatnya aku juga tertidur.Kubuka pintu kamar dengan perlahan, dan kudapati Mas Zidan yang sudah tertidur lelah. Aku menarik selimut untuknya dan mengecup keningnya serta meminta maaf sekali lagi kepadanya.Saat aku ingin tertidur, tiba - tiba sebuah notif pesan kembali masuk di ponsel Mas Zidan. Aku yang sangat penasaran, dengan sangat berhati - hati meraih ponsel Mas Zidan yang masih ada digenggamannya.Pesan itu ternyata dari ibu, dan membuat hatiku sangat teriris - iris membacanya.[Istrimu itu memang sangat kurang ajar. Mendingan kamu ceraikan dia dan kembali dengan Siska saja]DEG!Rasanya seakan tersambar petir."Ibu kok tega bilang begini ke Mas Zidan?" Gumamku dalam hati sambil terus menerus menatap notifikasi pesan tersebut.Tak terasa, air mataku menetes. Hatiku sangat sakit, sakit sekali hingga memicu buliran air mata keluar."Apa betul, mantan Mas Zidan itu bernama Siska?""Atau jangan - jangan, yang mengajak Mas Zidan ke hotel i
"Mama tau kalau kamu sama Zidan sedang bertengkar, ternyata Zidan itu adalah laki - laki yang kasar. Mama menyesal menjodohkanmu dengannya nak!" Tutur Mama dengan mata berkaca - kaca."Aku tidak apa - apa kok ma," Jawabku dengan santai karena tidak ingin membebani pikiran Mama."Kahiyang, kamu tau nak? Sebenarnya ibunya Zidan berpesan kepada Mama, jika sampai kalian bercerai maka hutang mama dianggap tidak lunas dan akan berbunga lima puluh persen,"Seketika aku menoleh karena sangat terkejut mendengar perkataan Mama barusan."ASTAGHFIRULLAH," Aku sangat kaget mendengar pernyataan dari Mama barusan. Hatiku bertambah sakit dan remuk. Bagaimana tidak? Jika aku bercerai atau berpiah dengan Mas Zidan, semua hutang kedua orangtuaku akan dibungakan. "Kejam sekali mereka Ma," Rengekku.Mama hanya pasrah dan tidak banyak berbicara. Jika saja Mama mengatakan hal tersebut jauh sebelum aku menikah dengan Mas Zidan, pastinya aku tidak akan menjalani perjodohan bodoh ini. "Ma, padahal aku bisa