Sarah tidak bisa berkata-kata ketika Ivan menamparnya, melihat Samuel saja nampak ketakutan dengan pria sepuh itu.
"Tu-Tuan Jenner, apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Samuel memastikan.Plak!Bukannya mendapatkan jawaban, Ivan malah menampar Samuel, kali ini tamparannya cukup keras, sehingga membuat Samuel terhuyung dan hampir jatuh."Berani sekali kamu menggoda Istri Tuan besar!" Ivan mengambil ponselnya, ia langsung menghubungi asisten Martin yang lain."Lisa, hancurkan Linston grup! Bila perlu lucuti semua properti mereka!" perintah Ivan langsung ketika panggilannya di angkat."Tunggu dulu, tidak biasanya kamu seperti ini Ivan," sahut wanita dari seberang telepon."Nanti aku jelaskan padamu, lakukan itu sekarang!" perintahnya kemudian mematikan ponselnya.Samuel tentu saja terkejut, ia langsung bersimpuh di kaki Ivan. "Tuan Jenner, tolong jangan lakukan i...."Ivan berteriak memanggil bawahan Martin yang merupakan Asasin dengan menepukkan tangannya beberapa kali.Tiba-tiba ada beberapa orang yang masuk dari luar dan langsung menyeret Samuel, melemparkannya ke luar rumah.Martin hanya tertegun melihat kejadian itu, ia tidak menyangka kalau pria sepuh yang memanggilnya tuan itu sangat berkuasa.Sarah tentu saja sangat ketakutan, ia sampai terduduk lemas di lantai, melihat Samuel yang diperlakukan seperti bukan keluarga terhormat."Tuan Besar, sekarang tidak akan ada lagi yang mengganggu hubungan Anda dan Nyonya, jikapun ada, kami akan membereskannya," ujar Brody mantap.Jesica dan kedua orangtuanya menatap tidak percaya apa yang mereka lihat, seorang Martin yang selalu mereka remehkan, nyatanya memiliki kekuatan sebesar itu."Aku tidak tahu apa maksud kamu, tapi terimakasih banyak," ucapnya seraya berjalan mendekati istrinya.Martin menggenggam kedua tangan istrinya. "Sayang, kamu tidak akan meninggalkan aku, kan?" tanyanya lembut.Jesica tidak bisa berkata-kata, ia bingung dengan kejadian yang di lihatnya barusan. Wanita itu menatap suaminya yang hanya mengenakan pakaian lusuh."Nyonya, anda tidak perlu bingung, suami anda tuan kami, mulai sekarang anda tidak perlu lagi meragukan Tuan besar," ucap Brody dengan sopan.Sarah mulai menyadari kalau Martin merupakan orang yang berkuasa, sehingga ia kembali bersemangat. Namun, tetap diam di tempat karena takut mendapatkan tamparan lagi dari Ivan."Maaf tuan, sebenarnya anda siapa? Kenapa anda bisa mengenal Martin?" tanya Jesica sopan.Ivan tersenyum simpul lalu memperkenalkan diri. "Nyonya, saya Ivan Jenner, Asisten nomor satu tuan Martin," jawabnya sopan.Jesica terkejut dengan pernyataan Ivan, mau bagaimanapun pengakuan pria sepuh itu diluar logikanya, mengingat Martin selama ini tidak memiliki siapa-siapa."Sebentar tuan, biarkan saya bicara dengan Martin dulu," Jesica tentu saja tidak ingin salah paham dengan pernyataan tiba-tiba tersebut.Wanita itu menarik Martin ke dalam kamar, ia mengunci kamar dan menyuruh suaminya itu duduk di ranjang."Jelaskan padaku? Siapa mereka sebenarnya, dan kenapa kamu bisa mengenal mereka?" cecar Jesica penasaran.Martin tersenyum kecut. "Aku harus menjawab apa sayang? Sementara aku saja tidak tahu mereka, tiba-tiba mereka memanggilku Tuan," jawab Martin tidak berdaya."Apa mungkin mereka dari masalalu kamu?"Martin menggendikan bahunya. "Mungkin, tapi aku tidak ingat siapa mereka dan tidak tahu apa pun. Namun, aku rasa kehidupan kita akan membaik, Pria sepuh itu mengajak kita tinggal di Newland, apakah kamu mau?""Newland? Tidak, aku tidak mau ke sana, kita tidak kenal siapapun di sana," jawab Jessica langsung.Jesica sadar kalau suaminya tidak bekerja sama sekali, jika mereka ke Newland sama saja mereka akan menjalani kehidupan pahit, di tambah Newland merupakan negara yang maju, pengeluaran di sana pasti akan lebih besar daripada di Souland.Martin tersenyum. "Kalau kamu tidak mau aku akan menolaknya asal selalu bersama kamu."Jesica menatap suaminya itu, setelah dua tahun menikah, ini pertama kalinya mereka mengobrol berdua di kamar dengan saling menatap seperti itu.Jesica baru menyadari, ternyata suaminya cukup tampan, hanya saja karena ia tidak merawat dirinya, penampilannya terlihat sangat lusuh."Ya sudah, kita keluar dulu, bilang pada pria sepuh itu, kalau kita akan tetap tinggal di sini," ucap Martin sambil tersenyum simpul.Jesica mengangguk, mereka berdua pun keluar dari kamar menemui Ivan yang sudah menunggunya di luar.Ketika mereka berdua keluar dari kamar. Betapa terkejutnya mereka, ketika melihat ada banyak orang di ruangan tersebut, dan kedua orang tua mereka sedang duduk bersimpuh di lantai dengan wajah pucat pasi.Pasangan suami istri itu bingung, siapa sebenarnya orang-orang yang ada di sana itu.Orang-orang berpakaian serba hitam, mereka ada di luar rumah juga, seolah seperti warga yang sedang melakukan penggerebekan."Tuan-Tuan ada apa ini?" tanya Jesica sopan.Mereka menoleh secara bersamaan, Adrian tangan kanan Martin Luther, ia terkejut ketika melihat tuannya benar-benar masih hidup."Tuan Luther!" Adrian langsung bertekuk lutut di hadapan Martin, ia terlihat menitihkan air matanya.Jesica yang melihatnya jelas saja bingung, kenapa orang-orang itu begitu menghormati suaminya, yang selama ini selalu di hina.Keterkejutan Jesica tidak sampai di situ saja, ketika Adrian bertekuk lutut, semua orang berpakaian serba hitam juga ikut bertekuk lutut dihadapan Martin.Jesica menatap suaminya, ia benar-benar bingung, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa suaminya begitu di hormati."Tuan dan Nyonya besar, maukah kalian pulang ke Newland?" tanya Ivan sopan."Sebelumnya saya minta maaf tuan-tuan, saya benar-benar tidak mengenal kalian, dan saya juga akan tinggal di sini bersama Istri saya, karena ia tidak mau pergi ke Newland," ucap Martin sopan sambil membungkukkan badan.Ivan tentu saja terkejut, ia bergegas menghampiri Martin, menyuruh tuannya itu untuk menegapkan badannya. Karena tidak pantas bos besar menundukkan kepala kepada bawahan."Tuan, kalau anda tidak mau pulang ke Newland, setidaknya anda harus pindah dari sini, kita pergi ke Mansion Dreams, di sana juga kebetulan properti anda," ucap Ivan memberikan saran."Ma-Mansion Dreams milik suami saya? Apa saya tidak salah dengar, tuan?" tanya Jesica tidak percaya."Benar Nyonya, dan tolong panggil saya Ivan saja, tidak pantas saya yang hanya asisten tuan Luther mendapatkan panggilan formal seperti itu," ucap Ivan sopan.Martin tidak bisa berkata-kata, karena menurutnya semua itu terlalu berlebihan untuknya."Mari Tuan dan Nyonya, silahkan ikut kami," ajak Ivan sopan.Jesica menatap suaminya, Martin hanya menggendikkan bahu, karena ia hanya akan pergi jika Istrinya itu juga pergi.Tentu saja Jesica mau pergi, karena semua orang di kota Bros, pasti menginginkan tinggal di Mansion Dreams.Mansion Dreams merupakan bangunan termewah di kota Bros, semua orang di kota Bros tahu betul bagaimana jika tinggal di sana bagaikan raja."Martin, apa aku beneran boleh melihat Mansion Dreams?" tanya Jesica malu-malu."Tentu saja boleh, benarkan Tu, eh... Ivan?" tanya Martin gugup.Ivan tersenyum. "Tentu Tuan,"Jessica juga ingin membawa orang tuanya, tapi ia takut Martin marah, sehingga wanita itu hanya bisa menatap kedua orang tuanya dengan Iba.Ivan dan Adrian bergegas membukakan pintu mobil untuk tuan mereka, tentu saja hal tersebut membuat Martin dan Jesica merasa bagaikan raja.Ketika Martin mulai duduk di dalam mobil mewahnya, bayangan masalalunya kembali muncul, ia memegangi kepalanya yang terasa pusing karena mengingat potongan-potongan masalalu tersebut."Martin kamu tidak apa-apa?" tanya Jesica khawatir.Martin mengangkat tangannya. "Aku tidak apa-apa, hanya sedikit pusing saja."Jesica hanya bisa menatap pria itu tidak berdaya, mau menyentuhnya saja ia merasa kaku, karena selama ini memang hubungannya dengan Martin hanya sebatas suami istri dalam lisan. Mereka tidak pernah berhubungan badan sekalipun, walau sudah hidup bersama selama dua tahun.Jesica mengepalkan tangannya, entah kenapa akhir-akhir ini ia sudah mulai khawatir dengan Martin. Ketika pulang bersama Samuel pun sebenarnya ia merasa tidak tega dengan suaminya itu, tapi ia yang butuh kebahagiaan seperti wanita lainnya, terpaksa memenuhi ajakan Samuel.Mobil yang mereka naiki meninggalkan kediaman orang tua Jesica, semua pengawal Martin juga naik mobil masing-masing, mengikuti mobil tuannya.Sarah dan Suaminya bergegas keluar. Sarah menginjak-injakkan kakinya kesal, karena Jesica tidak membawa mereka."Dasar, anak tidak tahu di untung!" gerutu Sarah marah.Martin dan Jesica sampai di Mansion Dreams, kedua orang itu menatap takjub bangunan megah yang ada di depan mereka ketika turun dari mobil."Mari Tuan!" ajak Ivan sopan.Pasangan suami istri tersebut mengangguk, Jesica tanpa sadar merangkul lengan suaminya. Tentu hal itu membuat Martin reflek menoleh ke arah lengannya, karena ini pertama kali Jesica merangkul dirinya.Mereka berdua mengekori Brody yang sudah berjalan di depan, para pelayan berbaris menyambut mereka. Saat pasangan suami istri tersebut masuk ke dalam mansion.Jesica dan Martin menatap kagum bangunan rumah itu, mereka berdua benar-benar takjub dengan setiap dekorasi dan perabotan yang begitu mewah."Tuan, Nyonya, mari saya ajak kalian berkeliling," ucap Ivan menegur keduanya.Martin dan Jesica mengangguk, mereka berdua tidak bisa berkata-kata, karena tempat itu begitu sangat menakjubkan.Ivan membawa mereka berkeliling Mansion, memerlihatkan ke pasangan suami istri itu dengan ramah. Meskipun Ivan sebenarnya merasa malu, k
Jesica terkejut dengan perlakuan Martin yang tiba-tiba, karena biasanya ia tidak seperti itu dan tidak berani menyentuhnya sama sekali. Namun, wanita itu juga tidak berontak, merasakan nyaman dalam dekapan suaminya."Aku punya sesuatu buat kamu, tunggu sebentar," Martin melepaskan pelukannya, ia membuka laci dekat dengan tempat tidur.Jesica bingung dengan maksud Martin, tapi ia hanya diam dan melihat apa yang sedang di cari Suaminya.Setelah mendapatkan apa yang ia cari, pria itu mendekati Istrinya yang masih berdiri di depan lemari."Selama ini aku tidak pernah memberikan cincin pernikahan untuk kamu, maaf baru bisa memberikannya," ucap Martin, bertekuk lutut di hadapan Jesica sambil membuka kotak merah yang berisi cincin berlian.Jesica menutup mulut tidak percaya, ia tidak menyangka kalau Martin bisa bersikap manis seperti itu. Walaupun wanita yang telah menemani Martin selama dua tahun tersebut bingung kenapa suaminya tiba-tiba bisa membeli cincin berlian."Martin, ini buat aku?"
Iring-iringan mobil mewah membelah jalanan Souland. Tampak semua mobil yang ada didepan iring-iringan tersebut lebih memilih menyingkir. Mereka sadar jika menghalangi mobil-mobil mewah itu urusannya bisa panjang.Jesica didalam mobil tidak bisa berkata-kata. Ia benar-benar gugup, di perlakukan bagaikan ratu malam ini."Apa kamu menyukainya sayang?" tanya Martin lembut.Jesica mengangguk lirih, wanita itu tidak bicara, ia masih merasa bersalah dengan Martin. Karena sempat memiliki pikiran untuk menceriakan suaminya itu.Martin menggenggam tangan Istrinya lalu mengecupnya. "Maafkan aku, karena selama ini telah membuat kamu menderita."Jesica menatap suaminya itu yang tampak berbeda dari biasanya. Malam ini ia terlihat sangat tampan dan berkarisma, tidak seperti penampilannya dulu."Martin, apa kau boleh bertanya?" Martin mengangguk lirih. "Silahkan." "Sebenarnya kamu ini siapa? Dan kenapa tiba-tiba kamu berubah drastis seperti ini?" Begitu banyak pertanyaan yang ingin di lontarkan da
Martin tahu Istrinya mulai merasa tidak enak, pria itu mengusap lembut lengan sang Istri sembari tersenyum simpul.Jesica menatapnya tidak berdaya, pasalnya wanita itu tidak bisa berbuat apa-apa untuk membela sang suami. Namun, Martin tetap mengajak Jesica naik ke panggung tidak perduli dengan perkataan orang yang hadir di sana."Tidak apa, ini sudah biasa bagiku, bukankah kamu tahu itu?" bisik Martin lembut.Jesica menatap suaminya, terlihat tatapan Martin yang penuh kepercayaan diri membuat wanita itu sedikit tertegun.Selama dua tahun menikah, baru kali ini ia melihat Martin yang tampak percaya diri dihadapan banyak orang.Martin menganggukkan kepalanya mengajak Jesica naik ke atas panggung. Wanita itu hanya bisa menurut naik ke panggung dengan tatapan sinis dari wanita muda yang hadir di sana, pasalnya Martin tampak lebih tampan daripada biasanya."Tuan Luther, terima kasih sudah mau datang ke acara pria tua ini," sambut Pak tua Vlar bersemangat.Sebelum Martin menjawab, tiba-tiba
Theodore terus mendekat ke arah Jesica, pria tersebut mengulurkan tangannya untuk meraih dagu wanita itu. Namun, tiba-tiba Martin meraih tangan Theodore lalu memelintir tangan yang akan menyentuh istrinya.Argh!Theodore memekik kesakitan saat Martin memelintir tangannya. Pria itu sedikit terkejut dengan tindakan suami Jesica."Berani kau menyentuh Istriku dengan tangan kotor mu, aku pastikan kau tidak bisa menggunakannya lagi!" ujar Martin dingin."Bedebah, kau hanyalah sampah keluarga Bloody tidak usah sok keras!" raung Theodore marah masih tidak mau kalah.Klak!Argh!Suara tulang bahu Theodore terdengar bergeser dari tempatnya, membuat pria itu meraung kesakitan. Semua orang yang melihat hal tersebut sangat terkejut, bahkan Pak tua Vlar yang ada di atas panggung juga tidak menduganya.Jesica menutup mulutnya tidak percaya, ia baru melihat sosok suaminya yang begitu sangat berbeda. Pria yang selalu dirundung kini berubah seratus delapan puluh derajat di hadapannya."Pengawal apa ya
Ramsdale Roosevelt tentu saja terkejut saat mendengar Ivan Jenner bersama dengan orang yang mengaku tuan Luther. Pria itu bergegas menghubungi Danil Luther, Paman Martin yang sekarang memimpin keluarga Luther di Newland.Ramsdale terlihat gugup ketika menelepon Danil, belum apa-apa keringat dingin sudah mengucur deras di dahinya.Bagaimanapun Danil merupakan sosok yang sangat disegani, ia menjadi pemimpin Mafia keluarga Luther setelah Martin menghilang dua tahun lalu.Setelah beberapa saat panggilan Ramsdale dijawab Danil. "Ada apa Ramsdale?" tanya Danil langsung diseberang telepon."T-Tuan besar Luther, saya mendengar tuan Jenner telah mempermalukan anak saya di acara ulang tahun Pak tua Vlar ....""Lalu apa masalahnya denganku? Bukankah sudah wajar kalau anakmu berbuat salah, Ivan tidak mungkin mempermalukan orang sembarangan!" Ramsdale belum selesai bicara Danil memotong sambil memarahinya."B-Bukan itu masalahnya tuan besar Luther, anak saya mengatakan kau ada orang yang mengaku me
Orang yang berada didalam mobil tidak terkejut sama sekali saat bawahan Adrian menghampirinya, dengan wajah malas pria itu turun dari mobil."Ada apa?" tanya pria itu saat keluar dari mobil."Masih bertanya kau ada apa?!" tanya bawahan Adrian sedikit membentak.SwutKlapSebuah pukulan melesat ke arah pria tersebut. Namun, ia dengan mudah menangkap pukulan itu.Duak BruakPria itu menarik tangan bawah Adrian memukul tengkuknya lalu membenturkannya ke mobil, membuatnya jatuh tidak sadarkan diri seketika.Bawahan Adrian yang satunya menggertakkan gigi ketika melihat rekannya jatuh pingsan. Ia menyerang pria itu tanpa aba-aba.SwutDuakBruakBukannya pengintai yang kena, bawahan Adrian malah terkena tendangan pria tersebut dengan keras diperut membuatnya jatuh bersimpuh dihadapan pengintai sambil memegangi perutnya."Lemah sekali ka ...." Suara pria itu tercekat ketika moncong pistol tiba-tiba menempel di kepalanya."Heeeh, aku kira mereka hanya anjing jalanan," lanjutnya sambil menole
Zarko masih tertegun ditempatnya, sebelum akhirnya ia tersadar dan segera menghampiri Martin, bertekuk lutut dihadapannya."Seingat ku dulu kau sudah mengabaikan aku saat dikejar para pembunuh bayaran Zarko!" hardik Martin."Tuan, saya bisa menjelaskan semuanya," jawabnya sambil mendongak menatap Martin.BugZarko terjungkal kebelakang saat Martin menendangnya dengan keras, membuat pria itu sedikit terkejut. Namun, ia tidak melawan sama sekali."Jelaskan? Bukankah tidak perlu dijelaskan lagi, kamu orang pertama yang aku mintai bantuan dan terdekat dari wilayah itu, tapi mengabaikannya begitu saja?!" bentak Martin sambil menatap Sinis Zarko yang masih duduk ditanah."Tuan, semua itu karena tuan Danil memfitnah anda!" jawab Zarko tegas.Ivan dan Adrian yang mendengar hal tersebut terkejut, mereka saling menatap satu sama lain, ternyata memang Danil kemungkinan ada dibalik kejadian pada saat itu.Martin tersenyum saat mendengar pengakuan Zarko, setidaknya ia memiliki titik terang siapa or
Setelah Adama sampai di Narika, pria itu langsung melakukan penangkapan terhadap Patricia. Mengatasnamakan keamanan Narika atas transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu, membuat Patricia pun tidak bisa berkilah lagi.Patricia berhasil ditangkap oleh Adama di bantu keamanan Narika, menggunakan bukti-bukti transaksi ilegal yang dilakukan wanita itu.Bahkan beberapa orang yang bekerjasama dengannya juga ikut terseret masuk kedalam jeruji besi.Di ruang interogasi, terlihat Adama sedang duduk dihadapan Patricia yang sudah mengenakan pakaian tahanan."Katakan padaku, apa saja yang kamu ketahui tentang Martin Luther?" tanya Adama.Patricia hanya diam, menatap tajam Adama, tanpa berbicara sepatah kata pun.Adama menghela napas panjang. "Kakakmu bukanlah orang yang baik, seharusnya kamu hidup lebih baik darinya, tidak perlu meneruskan usahanya, tetap sembunyi di Vlasir."Patricia masih tetap diam, ia tidak berbicara sama sekali, hanya memperhatikan Adama dengan seksama.Adama memijat pangkal
Adama sebenarnya tidak ingin melibatkan Martin terlebih dahulu. Akan tetapi Patricia berhubungan dengan Leonardo dan yang lebih penting wanita itu sedang mengincar Jessica, sehingga ia pikir kalau Martin harus tahu tentang masalah tersebut."Kamu tidak perlu datang ke Narika, aku cuma memberitahumu. Setelah bukti-bukti terkumpul, akan aku seret wanita itu kehadapan kamu," ucap Adama mencoba menenangkan Martin.Martin menghela napas. "Selama ini aku sudah merepotkan kalian, tidak enak jika diriku tetap diam dan masalah ini juga berhubungan dengan Istriku, Adama.""Ck, kau baru saja kembali, anak dan Istrimu masih merindukan kamu, serahkan semuanya pada kami," ujar Adama.Adama mengangguk pelan sembari tersenyum agar Martin percaya padanya dan tidak memikirkan masalah tersebut.Martin memijat pangkal hidungnya, lantas buka suara. "Baiklah ... selesaikan dengan cepat Adama, aku tidak ingin Istriku kenapa-napa.""Siap Bos!" jawab Adama sembari hormat.Martin terkekeh geli melihat tingkah A
"Kenapa bengong, tidak mau?" tegur si gadis.Matias seketika langsung tersadar, mengambil kopi kaleng pemberian gadis tersebut. "Terima kasih."Gadis itu mengangguk pelan, ia duduk disebelah Ivan sambil menenggak minuman kaleng yang ada ditangannya.Matias terlihat gugup, ia mencuri-curi pandang ke arah di gadis sambil mengusap-usap minuman kaleng yang dipegangnya."Seila Rosemary Weil, itu namaku," ucap si gadis tiba-tiba."Eh ... a-aku Mati ....""Matias Luther, aku sudah tahu," sela Seila ketika Matias belum selesai berbicara.Matias hanya tersenyum kecut, ia tidak bisa berkata-kata lagi, karena saking gugupnya. Ini pertama kalinya ia mengobrol dengan gadis tapi segugup itu, padahal kalau disekolah ia tidak pernah seperti itu.Seila menoleh menatap Matias, ia memperhatikan Matias yang sedang menundukkan kepalanya sambil menggenggam minuman kaleng yang ia berikan."Kamu tidak suka kopi?" tanya Seila."Su-suka!" jawab Matias langsung membuka kopi kaleng ditangannya dan menenggaknya."
Orang yang datang tersebut ternyata anak dan cucu Profesor Erikson, mereka memang sering menjemput pria tua itu, jika Martin tidak mengundangnya.Anak dan Cucu Profesor Erikson terkejut saat melihat wajah Martin yang terlihat buruk rupa, bahkan gadis yang usianya sama dengan Matias sampai bersembunyi di balik tubuh sang Ayah, padahal tadi sangat bersemangat."Ayah, siapa mereka?" tanya anak profesor Erikson penasaran."Orang yang selalu Ayah bicarakan, dialah yang selama ini meminta bantuan Ayah. Martin, kenalkan mereka anak dan cucuku," ucap Profesor Erikson."Astaga, jadi benar ada orang yang terluka parah masih hidup," celetuk cucu profesor Erikson.Ayah gadis itu langsung memelototi sang anak, sehingga si gadis langsung menutup mulutnya sambil sedikit membungkukkan badan.Martin mengulas sebuah senyum, ia mengulurkan tangannya. "Maaf selama ini telah merepotkan Ayah anda, saya Martin Luther, mereka anak dan Istriku."Anak Profesor Erikson menyambut uluran tangan Martin, balas terse
Martin, Istri dan anaknya pulang ke Mansion, kedatangan mereka di sambut Celine, Adama dan Norman yang memang sudah menunggu mereka.Adama dan Norman memang langsung terbang ke Souland setelah mendengar Martin telah kembali."Martin!" Adama langsung menghambur memeluknya.Martin balas memeluk sambil tersenyum. Norman yang melihat wajah Martin separuh buruk rupa membuatnya sedih, ia tidak pernah menyangka kalau keponakannya menjadi seperti itu.Adama melepaskan pelukannya. "Kondisi kamu, kenapa seperti ini?""Aku tidak apa, asalkan kalian sudah mengenaliku itu lebih dari cukup," jawab Martin lembut.Adama menghela napas, melihat kondisi saudaranya seperti itu, jelas saja membuatnya sedih, ia yakin kalau Martin telah melewati masa sulit."Lama tidak bertemu Paman," sapa Martin, memeluk Norman yang sudah terlihat semakin tua.Norman balas memeluk Martin, sedikit menepuk-nepuk punggungnya. "Syukurlah kamu baik-baik saja."Martin melepaskan pelukannya, ia tersenyum menatap Norman dan Adama,
Matias tidak mempermasalahkan Ibunya mengencani siapa pun, tetapi yang membuat ia bingung kenapa tiba-tiba, ditambah pria yang dikencani buruk rupa.Melihat Matias yang menatapnya dengan seksama. Martin menyadari kalau putranya tersebut mengenali dirinya saat pertama kali bertemu di gunung Soul."Kita bertemu lagi," ucap Martin sambil tersenyum."Astaga ... jadi benar itu kau Paman!" Matias terlihat terkejut, kemudian bertanya, "Paman mengenal Ibuku?""Tunggu dulu, kalian sudah saling kenal?" sela Jessica diantara Suami dan Putranya.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, tapi kami pernah bertemu satu kali, saat anak kita bolos sekolah ke gunung Soul.""Astaga ...." Jessica menutup mulutnya tidak percaya, ternyata ada sebuah kebetulan seperti itu bukan hanya di film-film saja.Matias mengernyitkan dahi ketika Paman buruk rupa itu menganggapnya sebagai anak. Ia menatap sang Ibu yang tampak sangat tergila-gila dengan sosok tersebut, terlihat dari sorot matanya.Pemuda itu ingin bertanya
Jessica tidak merasa sama sekali kalau Suaminya buruk rupa, ia masih memperlakukannya sama seperti dulu, ketika ia masih sangat tampan.Mereka berdua keluar dari Mansion Luther. Martin dan Jessica sedikit terkejut ketika melihat semua bawahannya berbaris di halaman Mansion. Adrian, Zarko, Jimy, Ivan dan Sulivan berdiri paling depan memimpin mereka semua."Selamat datang kembali Tuan!" sapa semua bawahan Martin serempak sambil membungkukkan badan.Martin merasa terharu melihat mereka semua masih menghargainya, padahal ia sudah berprasangka buruk kepada mereka semua dan tidak berani memunculkan wajah buruk rupanya.Jessica merangkul lengan sang Suami, Martin menoleh menatap sang Istri, terlihat Jessica tersenyum padanya sambil menganggukkan kepala.Martin meminta para bawahannya untuk berdiri tegap kembali, mereka semua pun langsung berdiri tegap siap mendengarkan apa yang akan pemimpinnya katakan."Terima kasih untuk kalian semua yang sudah menjaga keluargaku dengan baik ... dan maaf, s
Semua orang yang ada di sana tercengang, mereka semua tidak menyangka kalau Istri Tuannya tidak merasa jijik sama sekali dengan kondisi wajah Martin.Celine yang tertegun segera tersadar, ia memberikan kode kepada semua pengawal penjaga Mansion agar pergi meninggalkan tempat tersebut.Mereka semua pun bergegas pergi sesuai dengan kode yang Celine berikan agar tidak mengganggu pertemuan kembali Tuan mereka.Celine tersenyum ketika ikut keluar dengan para penjaga Mansion. Ia juga merasa lega melihat Martin yang ternyata masih hidup.Martin membalas kecupan Jessica, ia memeluk wanita yang telah ditinggalkannya tersebut selama belasan tahun lamanya, ia memeluk tubuhnya dengan erat.Keduanya melepaskan cumbuan mereka, terlihat Jessica memegang kedua pipi Martin. "Selama ini ... kamu pasti menderita sendirian," ucapnya lembut.Martin menggelengkan kepalanya. "Tidak, kalian lah yang lebih menderita dariku, maaf."Air mata mereka berdua tidak terbendung lagi, keduanya kembali berpelukan melepa
Zarko dan Adrian sampai di pantai Heracles, di mana Jimy mengatakan terlihat di salah satu CCTV jalan dekat dengan pantai.Mereka berdua turun dari mobil mendongak menatap CCTV yang ada di sebuah tiang pinggir jalan."Zarko, apa kamu yakin kemungkinan beliau ada di sini?" tanya Adrian sambil menatap tepi pantai yang tampak sangat sepi."Jangan banyak bertanya, kita cari jejaknya!" tegur Zarko yang langsung berlari ke arah CCTV menyorot.Adrian berdecak kesal, pasalnya jika Zarko sudah bergerak, pria itu tidak akan menyerah sampai apa yang ia inginkan terpenuhi.Mereka berdua pun menyusuri pantai Heracles sepanjang malam. Namun, keduanya tidak menemukan apa pun di sana."Ah ... aku lelah." Adrian ambruk di pantai, telentang menatap langit yang mulai cerah.Zarko menghela napas, ia juga berhenti dan duduk di sebelah rekannya tersebut sambil mengacak-acak rambutnya. Karena tidak berhasil menemukan apa pun di sana."Tuan, di mana kamu sebenarnya?" gumam Zarko.Adrian menoleh mendengar reka