Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas137. CERITA BEJO(Bagian A)POV GALUH[Bang, aku di rumah Ibu. Ntar, jemput ke sini, ya!]Galuh melihat ponselnya sekilas, sebelum kembali menatap ke depan dan melanjutkan pembicaraannya dengan teman-temannya."Gimana? Wak Ijal galak nggak?" tanya Sugeng sambil mengambil sebiji bakwan dari dalam kantong plastik."Nggak! Ramah banget! Nggak cocok sama muka sangarnya," sahut Galuh antusias."Hah? Masak sih? Bejo pernah di sambit kayu loh, sama Wak Ijal," kata Marwan tak percaya."Hah? Beneran? Kok bisa?" tanya Galuh penasaran.Dia tidak pernah mendengar kisah ini sebelumnya, wajar saja sih sebenarnya. Karena memang Galuh sudah menikah dan jarang nongkrong bareng dengan teman-temannya.Sedangkan teman-temannya banyak yang belum menikah dan masih betah untuk melajang, contohnya ya si Marwan dan juga si Sugeng ini. Entah apa yang mereka tunggu, padahal mereka sudah cukup mapan, mereka juga tampan, dan baik serta sopan.Tapi setiap ditanya, mereka akan
138. CERITA BEJO(Bagian B)“Hahhhhh?!” pekik Galuh terkejut. “Seriusan?” tanyanya memastikan.“Iya loh, bahkan sempat di kejar sama Lek Ponidi. Karena dikira mau maling beha istrinya,” kata Marwan lagi.“Serius, lah!” ujar Sugeng yakin. “Untung saja kami bisa meyakinkan Lek Ponidi kalau itu cuma kesalahpahaman, ngeri cuy … Lek Ponidi ngejar sambil bawa-bawa parang panjang!” kata Sugeng sambil bergidik.Galuh langsung menghadap ke arah Bejo yang kini murung, ah, dia pasti merasa tidak enak karena sudah diingatkan pada pengalaman kelamnya. Apalagi sampai dikejar pakai parang panjang, padahal Bejo tidak salah dan hanya salah paham.“Sabar ya Jo,” kata Galuh sambil menepuk bahu Bejo dengan pelan.“Wah, makasih ya, Luh. Baru kamu loh yang denger cerita aku ini tapi nggak ketawa,” kata Bejo terharu.Marwan dan Sugeng serta yang lain kembali tertawa bahagia saat mendengar ucapan yang bejo keluarkan, mereka tertawa puas hingga menghentak-hentak amben yang mereka duduki.“Sialan! Nggak capek a
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas139. ERATNYA PERSAUDARAAN (Bagian A)"Assalamualaikum!" Suara Bang Galuh terdengar memasuki gendang telinga kami semua, kami yang sedang duduk di ruang tamu serempak menoleh dan juga menjawab salam secara bersamaan."Waalaikumsalam!" Dia duduk di sampingku setelah menyalami Bapak dan Ibu, wajah suamiku itu terlihat sumringah entah karena apa. Memang kebiasaannya untuk duduk di tongkrongannya itu, bisa membuat dia bahagia karena bisa bertemu dengan teman-temannya.Bagaimanapun juga, aku sadar kalau Bang Galuh juga butuh untuk kumpul-kumpul dengan teman-temannya. Makanya aku tidak pernah melarang dia untuk nongkrong, asal ingat waktu untuk pulang."Gimana, Luh? Lancar belajarnya?" tanya Bang Usman pada Bang Galuh.Suamiku itu mengangguk semangat dan juga tersenyum bahagia, "Lancar, Bang. InsyaAllah jum'at ini, bengkel mulai buka," katanya pelan."Wah, bagus itu! Bapak sama Ibu selalu mendoakan kalian agar bisa sukses, usaha kalian selalu di lanc
140. ERATNYA PERSAUDARAAN (Bagian B)Dia tertawa bahagia, sama seperti Bapak yang langsung menyemburkan tawa. Aku dan yang lain bertatapan bingung, jarang-jarang sekali Bapak dan Ibu sebahagia ini.“Bukannya begitu, Bu, Pak ….” ucap Bang Galuh ragu, dia menatap Bapak dan Ibu dengan pandangan serba salah. “Terus? Maksudnya apa?” tanya Bapak sambil tersenyum kecil.“Ya kami seneng-seneng aja di kasih duit, Pak. Tapi dalam rangka apa ini?” tanya Bang Usman penasaran.“Lah, orang tua ngasih duit sama anaknya memang harus ada alasannya?” tanya Bapak.Kami kembali bingung untuk menjawabnya.“Ya memang tidak ada, Pak. Tapi kami tidak mau merepotkan Bapak dan juga Ibu, toh kami juga punya uang,” kata Bang Galuh hati-hati, pasti suamiku itu takut menyinggung hati Bapak dan Ibu.“Wah, sombong!” ujar Bapak tiba-tiba.Bang Galuh tersentak kaget dan langsung menunduk, aku menatap Bapak dengan pandangan malas. Sedangkan orang yang kutatap hanya meringis kecil.“Pak, Bang Galuh itu tidak paham joke
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas141. HAMIL? (Bagian A)Aku dan Bang Galuh pulang dari rumah orang tuaku dalam keadaan diam, kami berdua tidak mengeluarkan suara sedikitpun. Aku sedang di bayangi oleh kata-kata Bapak dan juga Ibu tadi.Tidak bisa dipungkiri, aku kini merasakan perasaan yang sangat tidak nyaman. Entahlah, aku juga tidak bisa menjabarkannya, pandanganku mengabur dan aku segera menyandarkan kepalaku di punggung Bang Galuh.“Dek, kamu nggak apa-apa?” tanya Bang Galuh dengan nada khawatir yang sangat kentara.Dia menggenggam tanganku yang sedang memeluk pinggangnya, dengan lembut dia meremas jemariku. Aku tahu dia pasti bermaksud ingin menenangkan aku.“Nggak apa-apa,” kataku pelan. “Ini sudah sampai mana, Bang?” tanyaku padanya, tapi wajahku masih tenggelam di punggungnya yang lebar dn juga kokoh.“Sampai simpang, ni mau ke rumah. Bentar lagi, kok,” balasnya sambil menarik tangannya dan memegang stang motor lagi. “Kamu ngantuk? Sabar ya,” lanjutnya pelan.“LUH!” A
142. HAMIL? (Bagian B)“Nggak mau apa-apa, aku cuma mau bilang … Bukan teh lemon, tapi lemon tea,” kataku sambil terkekeh kecil, menggoda sedikit tidak masalah aku rasa.“Sama aja,” balasnya ikut terkekeh.Setelah kepergian Bang Galuh aku langsung mengecek ponselku dan segera membuka aplikasi kalender. Aku adalah tipe wanita yang sangat suka menandai hari-hari tertentu.Apalagi hari dan tanggal datang bulanku, karena aku berharap segera memiliki anak, makanya aku selalu memperhatikan siklus kedatangan tamu bulanan. Sehingga aku tahu kapan aku berada dalam masa subur.Mataku membola saat melihat tanggal terakhir aku datang bulan, dua bulan yang lalu. Dan selama ini aku tidak menyadarinya. Bagaimana bisa? Apakah aku hamil? Apakah sakit di perutku ini karena aku hamil?Ya Allah, bahagia sekali rasanya jika hal itu adalah kebenaran. Aku tidak sabar rasanya, dan aku bahkan sampai tidak menyadari air mataku yang turun dengan deras.“Dek! Kamu kok, nangis? Ada yang sakit?” tanyanya panik.D
Menantu Tegas, Ipar Panas, Mertua Lemas143. POV GALUH (Bagian A)POV GALUHSaat melihat Ellen menangis di dalam kamar aku langsung panik dan ketakutan, aku takut Ellen kesakitan karena bekas benturan keras yang di perutnya sewaktu kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Karena aku sering melihat dia meringis kesakitan, dia akhir-akhir ini sering mengalihkan kepala dan juga perutnya sakit padaku. Makanya aku takut terjadi sesuatu dengan dia, bahkan aku belum berani untuk jujur kepadanya.Aku takut kondisinya kembali drop, dan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Bukannya aku tak mempunyai keinginan memberitahukan keadaan sebenarnya pada Ellen, tapi apa dia siap menerima kalau dia telah keguguran? Bahkan di saat dia belum tahu, kalau dia tengah mengandung.Melihat Ellen yang semakin menangis, aku langsung bergegas masuk ke dalam kamar. Aku benar-benar ketakutan saat ini, apa sesakit itu?“Dek! Kamu kok, nangis? Ada yang sakit?” tanyaku panik.Aku meletakkan teh buatanku ke atas nakas ya
144. POV GALUH (Bagian B)“A-apa maksudmu, Dek? Ka-kamu hamil?” tanyaku dengan nada ketakutan. “Ya Allah, bagaimana ini?” tanyaku dengan nada frustasi.Apa yang harus aku lakukan? Apa yang harus aku katakan? Astaghfirullahaladzim, bagaimana ini? Apakah ini salahku, karena menunda-nunda memberitahu Ellen yang sebenarnya? Tapi bagaimana jika dia drop dan semakin melemah? Aku takut sekali ya Allah, di kampung ini ada orang yang menjadi gila karena keguguran. Anaknya meninggal di usia empat bulan, karena kandungannya memang lemah.Nah jika yang tahu, bahwasanya dia tengah hamil saja bisa menjadi gila. Bagaimana pula dengan istriku yang tidak menyadari kehamilannya? Bisa saja dia menyalahkan dirinya karena nyawa anak kami yang telah lama di tunggu-tunggu meninggal di rahimnya.Astaghfirullah, bagaimana ini?Apakah aku harus jujur? Dan mengakhiri semua kebohongan ini? Orang tua Ellen dan juga Bang Usman sepakat, mereka ikut dengan keputusanku, untuk kapan memberitahu semuanya pada Ellena.