Meski sepakat tidak bisa membayar akan dikencingi, Davin, juga memiliki rasa kemanusiaan. Pride-nya sebagai Tuan Muda seolah hilang gara-gara supir taksi. Apalagi, sopir taksi di daerah ibukota terkenal dengan ciri khas kejamnya dalam sirkel pertaksian.
“Tutup mulut besarmu, Bangsat! Ini jadi bayar apa nggak? Jangan cuma bisa itu-itu aja tapi ujung-ujungnya tetap sama, bohong dan cuma bisa ngebual! Mau dibuat apa kartu itu? Setahuku, di ibukota, nggak ada satu pun yang bawa kartu tanpa merk sepertimu!”
“Sudah, turuti saja! Aku bisa bayar. Aku janji. Jani seorang lelaki bisa dipegang, bukan?” Davin menjawabnya santai.
“Awas sampai bohong! Lihat saja, aku nggak segan bunuh kamu!”
“Lakukan saja jika kamu bisa! Toh, apa kamu yakin, dengan tubuh agak krempeng dan perut buncit seperti itu bisa melukai tubuhku yang masih gesit? Tidak, kan? Makannya, diam dan turuti permintaanku sebelum aku makin marah!”
“Kamu barusan bilang, aku boleh melakukan apapun yang aku mau. Kesepakatannya benar begitu, kan?” lirih Ujang, sedikit mendesis.“Benar.”“Dengan tubuh krempengku, mustahil aku membuatmu kesakitan. Mungkin, aku mau merubah kesepakatannya. Semisal kamu tidak mampu bayar agro taksi, bagaimana kalau kamu memenuhi hasratku? Tubuhmu bagus, wajahmu rupawan. Aku pasti puas dibuatnya!”Deg!Jantung Davin berhenti berdenyut, sejenak, karena kaget. Permintaan Ujang di luar ekspektasi Davin.Dia, tanpa basa-basi, mengiyakan permintaan Ujang. Toh, di sana, ada ATM yang berfungsi dan dia bisa membalas pelecehan Ujang dengan sepuluh tamparan.“Sepakat!” Davin berujar tanpa basa-basi. Dia tidak takut pada ancaman itu. Toh, kalau dia berhasil mengambil uang dari ATM, dia bisa memberi si sopir pelajaran dengan menamparnya sepuluh kali.Toh, Davin, lama sekali tidak menampar orang sejak dia keluar dari pa
Namun, yang diharapkan Ujang tidak akan pernah terjadi. Hanya harapan belaka. Terutama, saat dia melihat Davin tersenyum dari balik pintu transparan ATM.Davin keluar dari sana membawa begitu banyak uang. Belum lagi, Davin membawanya seolah itu adalah uang mainan. Dia tidak peduli dengan uang yang berserakan di tanah.“Ini, kan, yang kamu mau?” Davin melihat Ujang dengan tatapan tajam. “Cepat buka bagasi mobilmu sebelum aku menghancurkannya!?”Ujang tidak percaya dengan apa yang dia lihat.Berulang kali dia meneguk ludah, takut. Matanya terbelalak hebat seolah habis melihat keajaiban yang tidak masuk di akal.“Woi, cepat buka bagasimu!?” Davin menaikkan suaranya sembari menendang pintu depan mobil.Ujang, dengan tangan gemetar, memencet tombol bagasi belakang.“Kamu lihat, kan? Aku masukkan semuanya! Aku tidak pernah berbohong soal uang. Kembaliannya bisa kamu ambil, asal kamu mau menuruti kes
Usai mengirim berkas yang dia dapat dari pergudangan tua, Davin menghubungi Andre dan Victor, memastikan kalau informasi itu benar-benar masuk.“Benar, ini informasi mahal.” Tuan Besar Juta mengamati layar komputer Victor lekat-lekat.“Aku belum bisa membahasnya lagi. Urusan Hans yang bekerja sama dengan The Table, sementara aku tunda dulu. Ada urusan yang lebih genting, ini masalah Lisa.”“Tenang aja, Vin, nanti kita kabari kemajuan informasi mengenai Hans.”“Tapi, ini ada kaitannya dengan The Table, aku pusing mendengar nama itu. Mereka terlalu berpengaruh di mafia dunia bawah, bahkan bisa dikata, mereka penguasanya.“Selesaikan urusanmu. Masa depanmu jauh lebih penting. Di sini, ada tim khusus yang bertugas mengurus hal itu.” Tuan Besar Juta coba bijak menyikapi tingkah Davin....Pagi ini Davindan Lisaberangkat menuju Australia untuk menyelesaikan urusan masing-masi
“Kenapa kau membela Serigala Merah?” tanya Yudha, dia penasaran, kok kembarannya tiba-tiba membelot, menentang idealismenya yang semula.“Dan kenapa juga kau membela Mamba?” balas Yudhis bertanya.“Aku membela Mamba karena aku tahu Nayamaakan berkuasa di negeri ini. Jika aku mengikuti jejakmu, bisa-bisa Nayamamemburuku karena kesepakatan awalku dengan Mamba.”“Memangnya kamu sepakat apa?”“Kontrak darah.”“Deg…”Detak jantung Yudhis berhenti sejenak. Dia kaget mengetahui saudara kembarnya mengikat kontrak darah dengan orang-orang Mamba.Tapi, namanya takdir, semua tidak bisa dirubah.Pilihannya hanya dua, Yudhis menyingkirkan ego dan berpihak pada Mamba, atau tetap membela Serigala Merahmeskipun bermusuhan dengan saudara kandungnya sendiri.Kalau dipikir-pikir, omongan Yudha benar adanya.Serigala Merahhanyalah o
Yudha tergelak.“Sebentar! Ini masalah rumit. Jauh lebih rumit dari yang pernah kau pikir. Sekarang, bagaimana mungkin aku tega membunuh saudara kembarku sendiri? Bahkan, meski kau melakukannya, kau pasti menyesal seumur hidup!?”“Aku tidak peduli. Kontrak darah sudah kau tanda tangani, apapun resikonya.”Yudha, agaknya, menyesal menerima tawaran ini. Entah menyesali keputusannya, atau menyesali keputusan saudara kembarnya.“Lantas, apa kau ada rencana?”“Keamanan bagian udara serta keamanan jarak jauh ada dalam pantauan kami. Tuan Gaga hanya perlu mengawasi bagian bawah serta keamanan jarak dekat. Kami tidak bisa membidik musuh apabila mereka terus-terusan bergerak.”“Tentang saudara kembarku?”“Aku tidak peduli, itu urusanmu. Setelah ini, aku akan menghubungi Kenneth dan kuminta bergerak zigzag atau berjalan agak cepat guna menghindari senapan musuh.”&ld
Secarik kertas usang yang Bellasendiri tidak tahu apa yang tertulis di sana.Amplop itu sudah lama berada dalam tumpukan berkas penting. Bellatidak pernah membukanya sejak satu bulan lalu.“Mungkin ini yang jadi sumber masalah di perusahaan,” kata Lisa.Bellamemberikan amplop cokelat itu pada Lisadan Lisalangsung membukanya tanpa basa-basi. Secarik kertas usang dibersihkan dari debu yang menempel. Di situ tertulis nama dan nomor rekening seseorang.Entah modus apa yang digunakan si pengirim, tapi dia minta ditranfer satu juta dollar ke rekening yang ada di sana.Lisamenelepon Galih yang sedang duduk santai di markas besar angkatan udara. Dia minta dikirimi nomor intel atau hacker terkenal yang tinggal di sekitaran Brisbane.“Saya tidak pernah memiliki nomer orang-orang underground di sana. Kalau di Indonesia, saya punya banyak channel. Tapi kalau di luar Indonesia, sepertinya Paman Anda j
Bellamasih menggeleng, tidak percaya ada yang tahu nomor teleponnya.“Angkat saja,” ujar Lisa.“Tapi siapa?” balas Bella.”Sudah angkat saja, nanti kamu tahu sendiri siapa yang menelepon.”Lisa tidak ikut mamanya pergi menjenguk Yudhistira yang masih terbaring di rumah sakit. Dia penasaran kinerja Davin.Toh, pemikirannya sebagai gadis milenial tidak diragukan lagi.Prestasi mentereng dalam hal jurnal internasional dan karya ilmiah, semakin menguatkan popularitas Lisa di mata orang-orang milenial.Dan, Davin tidak melarang dengan alasan, agar Lisa tahu seberapa rumit masalah yang terjadi antara Serigala Merah, Lone Werewolf, Nayama, dan Black Mamba.“Angkat saja, ikuti kata Lisa. Perkiraan gadis itu selalu tepat. Percaya padaku. Aku sudah membuktikannya beberapa kali,” kata Davin, semakin menguatkan tekad Bella.Bellamengangkat teleponnya dan dia langsung berdir
Dia kenal dengan Letnan Jenderal Toretto, yang pernah melibatkannya dalam sebuah misi serius : penangkapan dan ekspedisi militer di daerah konflik.Selain jadi mahasiswi teladan dan primadona kampus, Lisa seringkali terjun menyelesaikan konflik lapangan sebagai aktivis kemanusiaan. Mirip seperti salah satu artis terkenal yang sekarang kuliah di Cambridge, tapi bedanya, Lisa tidak pernah kuliah di luar negeri.“Maafkan kekasihku, Toretto, dia lumayan kasar. Tapi, kau harusnya tahu watak gadis itu, usai bekerja sama dalam waktu yang cukup lama. Bukankah begitu?”“Hahaha… maafkan aku, Tuan Muda, aku tidak tahu kalau kekasihmu merupakan seorang bidadari super cantik. Tapi, direktur Nayama Losment juga tidak kalah cantik. Percaya padaku, dia jadi primadona di ranah militer pusat Australia.”Pipi Bellasemakin bersemu merah. Dia mendengarkan percakapan itu karena Lisaselalu mengeraskan speaker ponsel ketika menelepon.