"Hiks, Bu Riani, aku nggak memukul Kevin. Dia ... dia yang merebut mainanku. Lalu, saat dia berlari, dia terpeleset sendiri."Di dalam ruangan, Livy tampak menaruh kedua tangan kecilnya di belakang. Bocah perempuan lucu itu sedang berdiri di sudut ruangan sambil menangis tersedu-sedu dan mencoba untuk membela dirinya sendiri.Sementara itu, bocah lelaki yang bernama Kevin duduk di seberangnya dengan hidung sedikit berdarah.Bocah lelaki yang bernama lengkap Kevin Setiadi itu juga sedang menangis."Plak!"Stefanus Setiadi, ayah Kevin langsung memukul meja dan berkata, "Berani sekali bocah sialan sepertimu membela diri lagi. Kevin adalah anakku, aku tahu bagaimana kepribadiannya. Dia adalah seorang anak yang sangat baik dan patuh. Lagi pula, dia punya banyak mainan. Mainan seperti apa yang belum pernah dia mainkan? Dia nggak akan berebutan mainan jelek seperti itu denganmu!""Baru sekecil ini saja sudah pandai memfitnah orang lain. Ternyata memang benar kamu adalah anak yang nggak dididi
Tidak lama kemudian, seorang pria paruh baya berumur sekitar empat puluhan tahun dan memakai kacamata memasuki ruangan.Pria itu tidak lain adalah kepala sekolah Taman Kanak-Kanak Candika, Heri.Begitu memasuki ruangan, dia langsung bertanya, "Riani, ada apa ini?"Riani menceritakan kejadian itu dari awal hingga akhir sekali lagi."Pak Heri, Livy sudah memukul putraku, tapi dia malah memfitnah putraku merebut mainannya. Aku nggak tenang membiarkan bocah berkepribadian buruk ini bersekolah di sekolah yang sama dengan putraku. Kamu pikirkan sendiri saja apa yang harus kamu lakukan!"Stefanus mendengus.Ardika berkata dengan dingin, "Aku sudah bilang dengan sangat jelas periksa video rekaman kamera pengawasan terlebih dahulu, apa kamu nggak mengerti?!"Heri melirik Ardika yang tampak bersikeras mempertahankan opininya, lalu melirik Stefanus yang juga terlihat tidak mau mengalah itu.'Sepertinya wali murid kedua murid ini punya latar belakang nggak bisa. Benar-benar memusingkan saja.'Dia
Mendengar ucapan Ardika, Stefanus langsung tertawa."Eh, bocah, jangan membual, hati-hati lidahmu keseleo."Rebecca juga tertawa dingin dan berkata, "Investor Taman Kanak-Kanak Candika adalah Grup Cetta Moral. Kamu bilang nggak ada seorang pun yang bisa mengeluarkan bocah sialan itu? Kamu pikir kamu siapa?!"Ardika malas menanggapi kedua orang itu.Dia langsung mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Jesika yang sedang menunggu di luar sekolah. "Jesika, apa kamu tahu Grup Cetta Moral? Siapa bos mereka?""Pak, Anda nggak pernah dengar nama Grup Cetta Moral?"Jesika merasa agak heran. Namun, dia buru-buru berkata, "Arini adalah presdir Grup Cetta Moral. Dia membuka perusahaan itu bersama orang lain.""Perusahaan itu milik Arini?"Ardika benar-benar tidak menyangka, pemilik perusahaan itu adalah Arini.Sebelumnya, dia sama sekali tidak tertarik untuk mengetahui wanita itu membuka perusahaan apa dan menjalankan bisnis sebesar apa.Sekalipun dia adalah orang paling kaya, dia tetap harus berl
Begitu mendengar ucapan Ardika, tubuh Arini refleks gemetaran.Dia mengamati sekeliling. Saat inilah dia baru menyadari keberadaan Stefanus. Dalam sekejap, dia langsung menatap pria itu dengan dingin dan berkata, "Stefanus, berani sekali kamu mau mengeluarkan Nona Livy?"Saat ini, Ardika sedang memeluk Livy dengan penuh kasih sayang.Dia tahu betapa pentingnya keluarga Delvin dalam lubuk hati Ardika.'Dasar Stefanus sialan! Benar-benar cari mati saja!'Stefanus sudah terkejut setengah mati.Begitu mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Arini, dia langsung membungkuk dan berkata, "Bu Arini, aku nggak sengaja ....""Plak!"Arini langsung melayangkan tamparan ke wajah pria itu. Dalam sekejap, jejak lima jari berwarna merah cerah tampak jelas di wajahnya."Mulai sekarang, kamu dipecat!""Ah?"Sambil memegang wajahnya, Stefanus langsung tercengang.Tadi, dia yang berlagak mau mengeluarkan Livy dari sekolah. Siapa sangka sekarang dia sendiri yang dikeluarkan dari perusahaan.Posisi petin
Melihat Livy dan Robin, Jesika tampak ragu untuk mengatakan apa yang hendak dikatakannya."Paman, Paman bawa Livy masuk ke dalam mobil dulu, ya."Selesai berbicara, Ardika langsung menyerahkan Livy pada Robin.Setelah mereka masuk ke dalam mobil, dia baru bertanya sambil mengerutkan keningnya, "Apa yang terjadi?"Jesika berkata, "Nona Luna dan anggota Keluarga Basagita pergi mengambil alih Grup Susanto Raya, tapi mereka malah diusir oleh Tio, manajer umum Grup Susanto Raya. Selain itu, Jenny juga melompat turun dari gedung Grup Susanto Raya tepat di hadapan anggota Keluarga Basagita.""Saat Jenny tewas bunuh diri dengan melompat dari ketinggian, Tony yang sedang dirawat di rumah sakit juga tewas setelah melompat dari gedung rumah sakit."Begitu mendengar ucapan Jesika, Arini yang daritadi mengikuti mereka dari belakang langsung berlutut di hadapan Ardika."Ardika, tolong jangan bunuh aku. Aku sudah menyadari kesalahanku. Selama kamu nggak membunuhku, kamu bersedia melakukan apa pun yan
"Rumah lama?"Ardika mengalihkan pandangannya ke arah Robin dan Selvi.Sambil menghela napas, Selvi berkata, "Maksud Livy adalah vila yang dibeli oleh Delvin saat dia baru kembali ke Kota Banyuli. Sejak mulai punya ingatan, dia sudah tinggal di sana."Saat itu, keluarga mereka yang beranggotakan lima orang tinggal di sana.Elsy memelihara banyak hewan kecil untuk Livy.Jadi, kesan Livy terhadap tempat itu sangat dalam. Bocah perempuan itu bahkan sering memimpikan tinggal di sana bersama orang tuanya.Robin berkata, "Jangan membahas vila itu lagi. Sejak Delvin tertimpa masalah, vila itu sudah disita oleh pihak bank. Sekarang pasti sudah ada pemilik barunya."Selvi langsung menutup mulutnya, kilatan kerinduan melintas di matanya.Saat itu keluarga mereka yang beranggotakan lima orang sangat bahagia.Diam-diam Ardika mengingat hal ini dalam hatinya.Setelah meninggalkan rumah Keluarga Darma, dia meminta Jesika untuk memeriksa situasi vila itu sekarang.Karena Livy ingin tinggal di rumah l
Tidak lama lagi, proyek yang sedang dijalankannya saat ini sudah memasuki tahap promosi dan penjualan. Luna sangat sibuk.Hal yang paling penting adalah dia harus mengurus pinjaman bank terlebih dahulu.Modal yang dimiliki oleh Grup Agung Makmur tidak memadai, tetapi sekarang pengeluaran setiap hari sangatlah besar.Masih ada dana-dana lainnya yang harus dikeluarkan, jadi modal yang kurang sangat besar.Hal-hal seperti ini perlu Luna sendiri yang mengurusnya.Ardika langsung mengiakan permintaan istrinya."Sayang, apa kamu nggak enak badan?" tanya Ardika dengan penuh perhatian setelah melihat ekspresi Luna agak pucat.Luna menyentuh wajahnya sejenak, lalu berkata, "Ah, nggak apa-apa, tadi aku hanya sedikit terkejut. Jenny lompat dari lantai paling atas gedung Grup Susanto Raya tepat di hadapan kami."Pertahanan mental Luna lumayan baik.Sementara itu, hari ini Wisnu dan Wulan yang biasanya suka berlagak dan tampak arogan terkejut setengah mati menyaksikan pemandangan itu sampai-sampai
Geri dan beberapa rekannya adalah prajurit khusus investigasi, jadi kemampuan mereka dalam hal menguntit memang hebat.Namun, tentu saja keberadaan mereka tetap terdeteksi mata elang Ardika.Sejak keluar dari Kompleks Vila Bumantara, dia sudah menyadari ada yang menguntitnya.Hanya saja, Ardika tidak menyangka yang menguntitnya adalah Geri dan rekan-rekannya.Geri berkata, "Tuan Dewa Perang, Kak Romi meminta kami untuk mengikuti Tuan saja kelak. Kami bisa membantu Tuan mengurus hal-hal tertentu dan sedikit urusan mendadak.""Oke, kalau begitu, kalian ikut aku saja."Ardika menganggukkan kepalanya, dia tidak keberatan mereka mengikutinya.Dia memang membutuhkan anak buah seperti enam jenderal perang ini untuk membantunya mengurus hal-hal tertentu.Dia bisa menggerakkan Korps Taring Harimau, Pasukan Khusus Serigala, bahkan tim tempur tingkat provinsi di bawah naungan tim tempur Kota Banyuli juga bisa dia gerakkan sesuka hatinya, tapi tetap saja kurang praktis melakukannya.Dia juga tidak