"Jadi begini, Pak Santoso yang terhormat." Ucapan Gara kali ini membuat semua orang tegang."Putri Pak Santoso, Laura,"Deg! Jantung pak Santoso dan Istri sudah berdebar saat Gara menyebut nama putri mereka. Mereka segera menduga jika ternyata Laura yang sudah berbuat masalah.Apa Laura bertengkar dengan Calia? Pak Santoso mulai curiga, Karena disini juga hadir Calia dan kedua orang tuanya. Selama ini pak Santoso juga tahu jika Calia adalah sahabat putrinya.Laura, apa mungkin dia sudah menyinggung Calia? Membuat keluarganya marah dan mendatangi rumah ini? Pak Santoso semakin terlihat khawatir dan penuh pertanyaan. Apalagi ketika Gara meminta nereka untuk memanggil Laura. Mereka semakin berdebar dan khawatir.Laura yang belum siap sama sekali juga nampak syok berat. Tidak menyangka jika Rehan datang malam ini membawa seluruh anggota keluarga Mahendra.Laura nampak pucat dan gemetaran, dengan hanya memakai gaun tidur dan tanpa make up dia duduk diantara kedua orang tuanya. Persis seper
Semua orang bisa bersamaan menarik nafas lega. Mereka juga serempak merasa senang dan bahagia.Keluarga Pak Santoso yang terkenal sombong, ternyata tidak seperti itu. Buktinya mereka telah menerima Rehan dengan apa adanya.Sesaat, cincin permata berwarna biru yang dikeluarkan oleh Rehan, kini telah pindah ke jari manis Laura. Kembali disambut dengan gemuruh doa-doa dari mereka.Laura terlihat menunduk, wajahnya yang cantik bersemu merah. Bibinya terlihat tersenyum tapi ujung matanya meneteskan air mata.Laura sangat bahagia, melirik Rehan yang juga sama seperti dirinya. Menunduk dengan menangkupkan kedua tangannya ke wajah diiringi ucap puji syukur.Waktu menunjukan pukul delapan malam, setelah mengucapkan rasa terima kasih yang sangat banyak, Gara melanjutkan obrolan hingga membahas hari dimana akan dilangsungkan pernikahan untuk mereka.Dan hari itupun telah dipilih serta ditentukan lalu disetujui bersama."Jika ingin berpesta, maka keluarga Mahendra tidak perlu repot-repot menyiap
Saat makan malam, Rehan mencoba untuk memberanikan diri berbicara pada kedua Mertuanya. Dan jawaban mereka sungguh membuat Rehan sangat lega."Laura itu sudah menjadi istrimu. Kami hanya butuh, kamu bisa menjaganya dan menyayanginya seperti kami yang juga menyayanginya. Jadi kami tidak mungkin melarang kalian jika ingin pulang dan tinggal disana."Sungguh bahagia rasa hati Rehan. Mendapat istri dari keluarga kaya di kota, rupanya tak semenakutkan yang ia bayangkan selama ini.Pada akhirnya mereka pun memilih hari dan pulang ke kampung halaman Rehan. Keluarga Santoso melepas dengan ikhlas putri mereka. Karena itu sudah pilihan Laura, dan Santoso entah kenapa sangat yakin jika Rehan adalah pria baik yang bertanggung jawab.Rehan sengaja tidak memberi kabar pada Ibunya jika hari ini mereka akan pulang.Jadi ketika di sore hari saat sebuah mobil berhenti di depan rumahnya, Bu Marni tidak terlalu peduli. Dia sibuk memasukan beberapa barang karena ingin menutup toko lebih awal. Dia bahkan t
"Laura, maafkan ibu jika waktu kalian menikah tidak dapat hadir."Laura tertawa kecil. "Laura ngerti kok,Bu. Ibu mabuk kendaraan berat, kan? Lagian gak papa kok, kan yang penting doa ibu dan kami sah saja."Bu Marni yang sekarang tertawa. "Dulu pas mau pesta mbak Fiah, Kan ibu dijemput, ibu teler. Jadi ibu kapok."Dua orang itu tertawa hangat. "Tapi Alhamdulillah.. Ibu sangat bahagia mendengar kabar kalian sudah sah. Dan lebih bahagia lagi, kalian mau tinggal disini." Mata Bu Marni berkaca-kaca lalu menetes air mata.Laura bergerak, dia memeluk lututnya di hadapan Bu Marni yang duduk diatas sofa. Dia meraih kedua tangan wanita yang sudah mulai keriput itu. Laura menciumnya beberapa kali lalu menggenggamnya dengan erat."Ibu, Laura Sekarang sudah menjadi menantu ibu. Ajari Laura menjadi seorang istri dan anak yang baik. Laura mungkin belum terbiasa dengan suasana atau adat budaya disini. Tolong bimbing Laura agar Laura tidak mengecewakan Ibu dan Mas Rehan. Sungguh, Laura hanya ingin me
"Laura, kamu mau kemana, Nak?" Bu Marni melihat Laura sudah menjinjing sebuah keranjang kecil dan berjalan ke arah belakang."Eh, ibu. Aku ingin mengambil daun singkong dibelakang kandang. Aku mau makan daun singkong rebus cocol sambal tomat seperti kemarin. Boleh kan?"Bu Marni segera mengambil keranjang dari tangan Laura. "Tentu boleh. Tapi biar ibu saja yang mengambil. Banyak nyamuk disana.""Tidak apa-apa, Bu.""Aduh, jangan Laura. Kulit kamu nanti bentol semua. Sudah sana, kamu rebus air saja. Ibu yang cari." Bu Marni segera berangkat. Mana dia bisa melihat kulit menantunya yang mulus itu digigit nyamuk. Apalagi kalau pagi-pagi, di kebun kan banyak nyamuk.Laura hanya menghela nafas, lalu menyiapkan air guna merebus daun singkong.Saat sarapan pagi sudah selesai pun ada lagi yang membuat ibu mertuanya itu kembali melarangnya.Laura melihat halaman, banyak daun kering yang jatuh berterbangan karena halaman luas itu memang ditanam beberapa pohon buah buahan. Dia mengambil sapu lid
Besoknya, Bu Marni mendatangi satu persatu tetangga dan meminta mereka datang ke rumah, untuk membantu segala sesuatunya."Ya ampun, aku gak dengar lho kalau Rehan sudah menikah saja. Pergi ke kota, pulang pulang bawa istri." Celetuk seorang ibu-ibu."Iya Bu, Alhamdulillah.. Sebenarnya tadinya tidak ada rencana untuk berpesta.""Ya gak papa Bu Marni, kan Rehan juga yang terakhir. Lagian kan, belum pernah ada yang dirayain kan? Dari almarhum Alex dulu sampai Nita."Bu Marni hanya mengangguk. "Datang ya? Gak usah repot bawa apa-apa. Pokoknya datang saja. Kami butuh tenaga kalian, bukan bawaan kalian." Ucap Bu Marni sebelum pergi."Iya Bu Marni, pasti datang. Memang tidak bisa bawa apa-apa ini. Masih paceklik. Tapi kalau urusan tenaga, jangan khawatir. Yang penting dikasih makan saja."Mereka tertawa.Kabar berita tentang akan adanya' pesta resepsi pernikahan di rumah Bu Marni telah didengar sampai ke ujung desa. Mereka terkejut sekaligus kagum. Rehan yang dicap sebagai perjaka tua dan t
Satu orang merengut. Tapi bagaimana dengan menantu barunya yang sekarang, coba? Sepertinya Bu Marni bakal bernasib tak mujur kali ini. Dapat menantu perempuan anak orang kaya, dan sepertinya sangat manja! Tidak tahu pekerjaan. Pemalas!""Eh, iya. Aku sering melihat istrinya Rehan itu, gak punya perasaan tau. Mertuanya sibuk nyapu, dia cuma duduk manis di bawah pohon jadi mandor. Mertuanya sibuk di dapur, dia mah manja manjaan sama suaminya di toko. Kan gak punya perasaan namanya.""Eh, masa sih?”"Namanya juga anak orang kaya, ya gitu lah. Cantik mah iya, tapi hatinya itu, hih.. kalau aku males punya menantu orang kota. Nanti ujung-ujungnya kayak Widya, menantunya Bu Leha. Keluarga suami jadi budak!"Bisik bisik negatif pun bersaing dengan prasangka Positif. Banyak yang menyayangkan pilihan Rehan. Banyak yang mengira jika Laura bukan wanita yang baik. Judes dan memperbudak Rehan dan Bu Marni.Pernah dulu ketika pagi, Bu Marni sibuk memilih sayur."Bu Marni mau masak apa?" Satu ibu-ibu
Laura mendongak, menatap ibu tua yang baru saja menegurnya itu. Dia tidak tahu harus menjawab apa, tapi beruntung satu orang langsung menyahut, "Bude, ini bukan calon pengantin lagi. Mereka kan sudah nikah, sudah sah!" "Ealah.. hehe, lupa bude. Iya ya? Jadi sudah bukan calon pengantin lagi, ya?" Bude itu tertawa. "Kalau begitu ndak papa. Tadi bude lupa kalau kalian sudah menikah duluan. Ayo, ayo teruskan." Bude itu beringsut mundur untuk mengerjakan lainnya. Bu Marni tersenyum, menatap bangga pada menantunya itu. Sesekali dia menyeka keringat yang mengalir di kening Laura dengan tisu kering. "Ya ampun, Nak. Kamu kegerahan ini? Sudah sana cuci tangan dan masuk kamar. Istirahat saja." Pinta Bu Marni. Laura mencondongkan kepalanya dengan manja di bahu Bu Marni. "Nanti Bu, Laura masih betah disini." "Ee, tapi kan kamu butuh istirahat yang cukup, Laura. Besok kamu itu harus berdiri seharian di pelaminan lho.." "Nggak papa Bu, Laura pasti kuat. Ibu tuh yang harus istirahat, kan