“Panjang ceritanya.”Hans memberikan air mineral kepadanya dan mempersilakan untuk duduk. Wanita yang bertemu dengannya merupakan temannya yang sudah dikenal lama dan bernama Anggun Malati Sukma.“Setelah tidak bertemu denganmu dalam jangka waktu yang lama, rasanya rindu masa sekolah kekanak-kanakan, sekolah dasar hingga SMA,” kata Anggun lalu meminum air mineral.“Kamu sangat berani dengan pria, meskipun kamu mengenakan kerudung.”“Jangan membahas masa lalu ketika penampilanku tertutup,” balas Anggun nada sedih.Hans menegak minuman anggur yang telah disiapkan di kamar VIP sambil menatapnya. Ia tidak banyak mengetahui Anggun setelah berpisah dari sekolah menengah atas.Hans hanya mengetahui bahwa keluarga Anggun berasal dari keluarga Dokter yang terpandang di negaranya dan selalu mengutamakan pendidikan.“Apa yang membuatmu seperti ini? Di mana orang tuamu?”“Mereka sudah meninggal. Aku tinggal sendirian di negara ini dan tidak ada keluarga yang mau menampung karena dikenal dengan ke
Anggun yang tertunduk menjadi terdongak saat Hans menghampirinya dan menatap lamat. Dia mempersilakan untuk duduk lalu mengembalikan uang yang diberikan olehnya.“Aku tidak butuh dikasihani.” Anggun menolak pemberiannya.Hans mengambil uang itu dan dimasukkan ke dalam tas Anggun. “Maka dari itu, aku butuh bantuanmu,” katanya sambil mengembalikan tasnya.Anggun mengangkat satu alis. “Bantuan apa?”“Berpura-pura menjadi pelanggan.”Wajah Anggun penuh dengan tanda tanya. Dia tampak tidak memahami yang dikatakan olehnya. Hans menggandeng tangan untuk keluar dari kamar VIP menuju lantai dua ruang VIP.Suasana lantai dua masih ramai dengan bisnis gelap dan memiliki pelanggan masing-masing. Namun, mata Hans tertuju pada situasi di pojok yang ramai.“Kamu melihat pembeli yang berdesak-desakan di ujung ruangan ini sebelah kanan?” bisiknya sembari mengamati sekitarnya.“Ya. Aku melihatnya.”“Kamu tahu tempat ini?”“Aku tahu dari orang lain.”“Bagus.”“Lalu? Apa yang bisa kubantu?” tanya Anggun
“Dia berada di tengah kota, dekat toko bunga.”Rumah sakit di tengah kota ada lima. Kelima rumah sakit jaraknya berdekatan dengan arah jalan yang berbeda. Ada jalan perempatan, masing-masing jalan terdapat rumah sakit.Namun, hanya ada satu rumah sakit yang berdiri sendiri dan di tepat di tengah kota atau bisa dikatakan di jantung kota. Rumah sakit itu adalah Rumah Sakit Internasional, milik ayahnya.“Pantau mereka!” Hans meminta Carlos untuk memantau mereka dari layar handphone.Hans memeriksa keberadaan lima rumah sakit di tengah kota melalui peta digital. Lokasi bar berada dalam hotel mewah dan posisinya juga berada di tengah kota.Jemari sibuk di layar handphone-nya dengan memperhatikan posisi hotel yang tidak jauh dari tempat menginapnya.Berdasarkan dari peta digital, rumah sakit Internasional berada di seberang sisi kanan hotel, sisi kanan dan kiri terdapat gedung tinggi yang bertuliskan Twin Tower. Gedung kembar merupakan perkantoran.Jemari terus bergerak di layar handphone.
Carlos tersenyum lebar. “Jika tidak akrab. Aku boleh minta nomormu?”“Bukan waktu yang tepat.” Anggun menolak untuk memberikan nomor handphone lalu naik taksi yang melintas di depannya.“Baiklah. Next time, ya.” Carlos berteriak setelah taksi sudah pergi dari hadapan mereka.Hans memperhatikan ekor taksi yang sudah menjauh dan menghilang di depannya. Ia menghela napas panjang dengan berat setelah menyelamatkan teman lamanya.Kekhawatiran terhadap Anggun untuk mengungkap identitasnya adalah nomor satu. Namun, ia percaya kepadanya sehingga menyelamatkan dan menyuruhnya untuk hidup dengan layak.Hans berharap kejadian itu tidak akan pernah terjadi sebelum semua rencananya berjalan dengan baik.“Ada apa? Kamu gelisah ditinggal pergi sama wanita penghiburmu?” tanya Carlos sambil tersenyum miring dan meledeknya.Hans menatap sinis sambil berdecak. “Terima kasih.”“Sama-sama. Omong-omong, beri saya nomor handphone perempuan tadi. Dia terlihat seksi dan cerdas.”“Tidak akan pernah. Dia sudah
“Perkara buah tidak dimakan, Pak Adnan bisa marah begitu ke Pak Lee?”“Ada apa di antara mereka?”“Apakah mereka saling mengenal?”“Sepertinya persaingan sengit di dunia pekerjaan.”Beberapa karyawan berpikir dan berpendapat bahwa Hans mengenal Adnan. Memang benar bahwa Hans mengenalnya, tapi ia mengganti wajah yang sesungguhnya menggunakan topeng mirip wajah yang sesungguhnya.Hans tersenyum miring sambil menatapnya dan maju satu langkah. Ia mendekatkan diri ke telinga untuk mengingatkan selalu bersikap bijaksana di hadapan siapa pun.“Tetap bersikaplah normal dan bijaksana dalam keadaan apa pun. Jangan sampai perkara buah, kamu mempermalukan dan merendahkan diri.”Hans terkekeh pelan sambil menepuk pundaknya sekilas dan pergi meninggalkannya.Namun, langkah terhenti dan berbalik kepadanya. Hans mendekatkan bibir ke telinganya untuk mengatakan kandungan yang ada dalam buah hijau.“Aku tidak memakannya karena tahu bahwa buah itu tidak baik untukku. Jadi, aku simpan dan … sepertinya su
Tidak ada yang berbicara satu pun. Ruang keuangan hanya dipenuhi oleh suara pendingin ruangan selama lima menit.“Keuangan perusahaan sedang tidak baik-baik saja beberapa tahun yang lalu,” jawab Adnan dengan menundukkan kepala lalu menatapnya lamat.Keheningan dipecahkan oleh pendapat Manajer keuangan mengenai keuangan perusahaan yang pasang surut beberapa tahun terakhir.Keuangan perusahaan memang pernah mengalami pasang surut, tetapi tidak semakin merosot untuk keuntungan perusahaan. Adnan hanya menjelaskan keadaan keuangan tanpa memberi penyebabnya.Pembeberan seorang Manajer Keuangan terlihat dibuat-buat untuk menutupi sesuatu.Hans hanya tersenyum miring sambil mendengus dan menggeleng pelan. Alasan itu sangat tidak masuk akal.Keuangan perusahaan sedang tidak baik-baik saja seharusnya dilakukan audit keuangan bukan malah membiarkannya. Bagaimana bisa seorang Manajer memutuskan hal demikian ketika keuangan perusahaan sedang memburuk?“Tidak masuk akal untukku,” jawab Hans singkat
Haedar menghela napas panjang lalu tersenyum setelah ekspresinya menegang beberapa detik. Dia tampak sesuatu yang tidak diketahui olehnya. Dia mengeluarkan sebuah makanan yang masih terbungkus dari kantong jasnya.Hans bingung dengan sikap tangan kanannya yang tiba-tiba memberikan roti dengan senyuman panjang. Ia terdiam selama satu menit sembari mengamati pandangannya yang terlihat khawatir akan sesuatu.Hans mengambil roti itu dengan senyuman lebar lalu membuka dan memakannya dengan lahap di depannya.“Jangan ke parkiran karena rekan kerja Tuan muda sedang mengawasi dari lantai dua kantin.”Hans meringis sambil mengangguk dan mengunyah. “Baiklah. Aku mengerti. Terima kasih rotinya, Pak.”Hans menepuk pundak Haedar seperti seseorang yang sudah mengenal dekat dengannya. Ia pergi meninggalkan ke depan perusahaan untuk mencegah ojek yang memangkal di sekitar kantornya.Bola mata merayap ke arah Wulan secepat kilat dan masih mengawasinya dengan tatapan tajam dan alis yang bertautan. Dia
“Tidak? Apa maksudnya?” tanya Hans bingung. Ia kembali duduk dengan dahi mengernyit.Naufal tertunduk dengan memeras kedua tangannya beberapa kali. Dia kembali terdiam setelah mengatakan tidak dengan keras.Hans mengernyitkan dahi sambil menatapnya. Kesabarannya sudah di ujung dan sedari tadi mengatakan informasi yang tidak lengkap.“Tidak ada jawaban? Baiklah, saya bawa ini ke atasan dan segera meminta untuk menangkap Anda!” Hans mengancamnya dengan menekan.“Pria itu ada di perusahaan pangan Pak Cody. Saya tidak tahu motifnya apa, tapi saya yakin bahwa dia punya niat jahat terhadap atasan dan ingin menjadi pemegang saham nomor satu di perusahaan.”“Maksudnya?”“Seorang pria yang sering dipanggil Misternot.”“Misternot?”“Dia adalah seorang pria yang menyuruh saya untuk memanipulasi laporan keuangan selama tiga tahun terakhir dan memberikan tawaran yang menggiurkan melalui anak buahnya. Anak buahnya merupakan seorang wanita kalau dilihat dari tubuhnya saat berdiri.”“Jadi, maksud And
Semua menoleh ke arah Alan sambil menunggu jawabannya. Hans berharap semua yang dikatakan mereka adalah benar.“Mereka adalah salah satu orang yang menghampiriku dengan meminta bukti yang kumiliki. Perkataan Adnan benar, Ajudan dia hendak membunuhku, tetapi niat itu diurungkan dan memilih melanggar perintah dari atasannya dengan membuat perjanjian di antara mereka.”“Perjanjian apa itu?” tanya Hans menekan.“Aku juga tidak tahu perjanjian apa yang mereka bicarakan karena bicara di luar rumahku.”Hans mengalihkan pandangannya ke arah lantai dengan mengingat rekaman yang dijeda olehnya. Adnan berkata bahwa Ajudannya yang menghentikan pembunuhan terhadap Alan, apakah dia memiliki sisi sadar dalam membunuh seseorang atau ada sesuatu di balik itu semua?Semua berkaitan dengan kematian Cody Ruth dan adiknya. Ajudan dan Adnan menemui Alan dengan meminta bukti dimiliki oleh Alan. Hans mendapat titik terang berupa petunjuk dari rekaman video. Ia memutar rekaman itu kembali dan mendengarkan
Abigail terdiam saat ditembak pertanyaan tentang Rashid dirawat di rumah sakit. Hans tersenyum miring sambil menghela napas dan menggeleng pelan. “Ibu tahu.”Hans hendak membuka pintu ruangan Abigail terhenti dengan tangan mungil yang sudah tidak muda lagi dan jemari dipenuhi oleh perhiasan yang melingkar di sana.Bola mata Hans merayap perlahan ke arah ibunya. Ia menatap lamat dengan mulut tertutup lalu menyingkirkan tangan ibunya perlahan. “Aku tidak ingin membahas dia lagi.” Hans menolak secara halus.Tatapan Abigail menunjukkan ada sebuah rahasia yang harus diberitahu kepadanya. Namun, jika itu membahas Rashid maka tidak ingin lagi mendengar dan memperhatikannya.Kedua kali hendak membuka pintu, lagi dan lagi pandangannya teralihkan dengan perkataan ibunya.“Penyakit ibu tidak sembuh.”Hans menyingkirkan tangan dari pegangan pintu. “Apa maksudnya?”“Operasi kemarin berjalan lancar, tapi tidak bisa mengangkat akarnya karena sudah menyebar di beberapa anggota tubuh ibu. Ibu memin
“Kenapa terkejut seperti itu, Pak? Apakah bapak mengenal saya?” tanya Hans meledek dengan senyuman iblisnya yang memperhatikan tubuh Rashid yang tampak sehat bugar.“Tidak. Saya tidak mengenalmu.” Rashid terbata-bata dan berusaha menghindar kontak mata darinya. Lagi dan lagi, kebiasaan keluarga Rashid ketika berbuat salah atau menyembunyikan sesuatu maka berpaling dari lawan bicaranya dan berusaha menutupi apa pun yang diketahui olehnya. Ciri khas itu sudah dipelajari olehnya, sama halnya ketika dia menyuntikkan benda cair ke dalam tubuhnya lalu kolaps hingga dipanggil oleh Dokter yang menanganinya. Dokter yang menangani Rashid adalah dokter yang bekerja di rumah sakit Internasional dan telah berbicara yang sesungguhnya bahwa dia kecanduan obat terlarang sehingga membuka bisnis demi melancarkan pengedaran obat terlarang.“Sungguh? Bukankah Anda mengenal saya, Pak Rashid Omar Nadim?” tanya Hans santai sambil melangkah mendekatinya. Rashid menjauh perlahan dengan kedua tangan yang m
Hans duduk di depan kamar VIP yang jaraknya dua dari kamar Rashid Omar Nadim. Ia bersandar di dinding sambil bermain handphone dan mendengarkan pembicaraan mereka. Sandria tertawa dengan seorang pria yang terlihat seperti Ryan. Ia berusaha fokus terhadap pembicaraan mereka yang terdengar samar.“Ayah sungguh luar biasa.”“Saat mengetahui liputan dari Alan seorang Jurnalis handal yang terpercaya di negara ini, langsung bertindak,” kata Sandria sambil menepuk pundak pria itu. Hans terus menundukkan kepala dengan sibuk di layar handphone sembari berpura-pura menghubungi keluarga yang berada di dalam kamar itu. Mata Hans tidak luput dari pandangan ke arah Sandria dan pria itu. Senyuman Sandria masih terlihat sumringah dan tidak menunjukkan kesedihan sama sekali. Hans perlahan mengarahkan handphone ke Sandria dan pria itu untuk merekam kegiatan dan pembicaraannya. Namun, Sandria menyadari aktivitas Hans yang sengaja merekam perkataan dan aktivitasnya. Ia menggerakkan handphone ke sega
“Saya masih berpegang teguh dengan pendirian apa pun itu. Walaupun pernah memiliki hubungan dengan saya.”“Lalu, apa penilaian bapak terkait hal ini? apakah semuanya akan berhubungan secara kebetulan atau sudah direncanakan oleh mereka hingga tidak menyelidiki kasus kematian Pak Cody, Raja bisnis. Semua dunia akan membicarakan berita ini.” Agustinus menekan.Hans membisu lalu meminum minum kopi dingin sambil menghela napas panjang.Ia tidak bisa menilai sebelum mengamati, mengetahui dan menganalisis hasil yang didapatkan dari usahanya bersama rekan tim. Musuh yang dihadapi oleh Hans bukanlah musuh kelas bawah, melainkan mereka adalah musuh kelas kakap. Musuh yang memiliki banyak orang yang digunakan untuk menghabisi nyawa seseorang.Semua yang didapat olehnya seperti kebetulan dan atau bisa dikatakan dengan satu kata, yaitu takdir. Takdir yang mempertemukan Hans dengan keluarga Rashid dan Adnan yang memiliki niat buruk kepada keluarganya saat bertemu dengan seorang pria di London y
Tono mengangguk sambil tersenyum lebar. Semua menatap khawatir ke Tono yang berkorban untuk mencari tahu informasi penembak jitu ke dalam kandang yang berbahaya.“Maaf, Pak, Pak Tono lebih baik datang ke rumah Adnan saat saya melakukan liputan dengan alat yang dipasang karena ingin tahu ekspresi mereka ketika membahas malam tragis dan menyebut nama mereka.” Alan memberi saran kepada Pak Tono. Tono menoleh ke arah Hans dengan menatap lamat lalu Hans mengangguk. “Baiklah. Semangat,” kata Tono sambil mengepalkan tangan erat dan menggerakkannya dari atas ke bawah dengan senyuman lebar.Semua rekan tim mengikuti gerakan dia dengan senyuman lebar. “Aku sela,” potong Carlos.“Ada apa?” tanya Hans santai.“Kamu tadi bilang kalau ibu Abigail dan Pak Haedar mengawasi Alan yang meliput di depan hotel mewah, kan?” tanya Carlos menekan sambil mengusap dagu.“Iya. Kenapa?”“Sebaiknya, jangan. Jangan membawa ibumu ke hotel mewah karena mereka akan tahu keberadaannya.”“Lalu?” tanya Hans dengan in
“Aku melibatkan ibu agar Pak Presiden tahu bahwa seorang istri dari Raja bisnis juga membutuhkan keadilan,” jawab Hans menekan.“Maaf, Pak, boleh saya beri saran?” tanya Komar.“Silakan.”“Jika Bapak melibatkan ibu Abigail yang ada memperkeruh suasana karena Pak Presiden pasti mengabaikan hal itu. Posisi ibu Abigail juga berbahaya kalau berada di luar.”Hans membisu sambil menegangkan rahang dan mengepalkan tangannya dengan erat. Perkataan Komar ada benarnya. Banyak musuh yang masih berkeliaran di luar sana.“Baiklah. Alan saja yang meliput di luar sana di depan hotel Santorini yang di mana bisa dipantau oleh Pak Haedar dan ibu Abigail.”“Oke, setuju.”Hans menjelaskan strategi berikutnya di papan transparan yang terbuat dari kaca yang diterangi oleh lampu LED.Langkah selanjutnya adalah memancing pelaku yang terdeteksi dan paling menonjol ketika berita peliputan itu muncul. Alan sebagai umpan untuk memancing mereka ketika tidak terlihat lama di depan publik. Banyak masyarakat dan s
Saat Hans dan Carlos berdebat untuk mengutarakan argumentasi membuat Alan tak tinggal diam.Tanpa ada yang tahu, Alan memeriksa postingan dengan anonim di sosial media sudah jutaan orang yang melihat dan menyukai postingannya.“Apa yang kamu lakukan, Alan?” tanya Hans nada tinggi.Alan terkejut. “Aku hanya melihat postinganku sebelumnya.”“Postingan tentang kisah kematian Raja bisnis yang memiliki motif sama dengan kematian anak laki-laki tanpa identitas atau adiknya?” tanya Mira pelan.Alan mengangguk. Semua rekan tim mendekati dan menatap ke layar laptop yang ada dalam pangkuannya.Sontak, semua sorot mata terbelalak ketika melihat jumlah orang yang melihat, membagikan, menyukai dan berkomentar.“Serius itu jumlahnya?”“Aku juga kaget.”“Keren, baru dua jam kamu sudah mendapatkan satu juta orang yang menyukai, membagikan, komen dan melihat,” puji Mira sambil menatap rekan tim bergantian.Hans dan Carlos saling memandang saat melihat jumlah pengikut dan pembaca kisah kematian Raja bi
“Kami memilih untuk bekerja dengan Bapak.”“Oke. Jika kalian berkhianat maka tanggung sendiri akibatnya.”“Iya, Pak.”“Kami sudah mengirim nomor rekening,” kata pria berambut panjang sambil menunjukkan nomor rekening yang sudah dicatat olehnya.Hans mengambil handphone-nya lalu mencatat lima rekening pria itu lalu mengirim uang sebesar seratus lima puluh juta rupiah ke masing-masing rekening. “Saya sudah mengirim uang ke kalian, silakan cek.”Kelima pria itu bergegas memeriksa nomor rekeningnya untuk memeriksa ada uang masuk atau tidak.Hitungan detik, bola mata mereka membulat bersama lalu merayap ke arah Hans dengan mulut sedikit terbuka.“Kenapa?”“Apakah ini tidak kebanyakan, Pak?”“Kalian dibayar berapa sama dia?” tanya Hans datar.“Kami dibayar dua puluh juta saat itu.”Hans hanya menatap sadis ke arah mereka sambil memasukkan handphone ke dalam kantong celana jeans. “Buat bekal hidup kalian yang lebih baik.”“Terima kasih, Pak.”Hans mengangguk lalu keluar dari kamar berisi l