“Tukang bersih-bersih kantor.”“Tukang bersih-bersih kantor atau karyawan divisi lain?” Hans bertanya kembali setelah Ryan menjawab pertanyaannya.Adnan mengatakan bahwa seseorang divisi lain melihat Hans sedang mengawasinya. Namun, Hans berhasil menutupinya dengan alasan yang masuk akal.Ryan memperhatikan Adnan sekilas sambil meremas tangannya secara bergantian. Dia terlihat takut dan ragu ketika menuduhnya tanpa bukti.Alis Hans naik satu dengan senyuman miring sambil memasukkan tangan ke kantong celana. Ia sangat santai menghadapi mereka yang tidak memiliki bukti karena tidak ada kamera pengintai di sana.“Kenapa diam dan kelihatan … ragu?” tanya Hans meledek sambil terkekeh.“Aku pasti membuktikan bahwa kamu adalah penulis artikel itu.” Adnan menjawab datar sambil mendekati dan menatap tajam.Senyuman lebar perlahan mengecil sambil menatap tajam. Ia tidak takut sama sekali atas perkataannya karena tindakan yang telah diambil sangat benar.“Silakan. Temukan bukti itu.”“Oke.”“Jik
Senyuman miring dengan desisan setelah Sandrina meremehkannya bahwa tidak mengetahui perbedaaan black card dengan kartu biasa yang sering digunakan oleh banyak orang.Bahkan, pengusaha seperti Rashid dan keluarganya tidak memiliki kartu yang dimiliki olehnya. Mereka terkejut karena tidak memiliki kartu dan menginginkannya atau sengaja merendahkannya.Karyawan restoran hotel memperhatikan mereka yang merendahkan pria dengan paras tampan dan menyegarkan. Dia hendak membelanya, tapi Hans menggelengkan kepala kepadanya untuk membiarkan mereka mau berbuat apa pun.“Benar juga, tapi aku rugi kalau menjelaskan kepadanya karena dia juga tidak tahu dan … sepertinya, kartu itu miliki atasannya atau mencuri dari orang lain.”Hans mengambil black card dari tangan Adnan dan bergegas dimasukkan ke dalam dompet. Ia menghela napas panjang sambil senyum heran kepadanya.“Kenapa ekspresimu begitu? Kamu meledek kita?” protes Sandrina dengan intonasi penekanan.Hans berdecak lalu berkata, “Aku kasihan sa
“Lihat saja nanti.”Hans memasuki ruangan rapat dan terdapat karyawan eksekutif di meja. Bola mata membulat saat melihat sosok Galih, Haedar, Abigail dan lima orang mengenakan jas hitam yang terdapat papan nama dan jabatannya.Samping kiri Galih bernama Agil Maxwell sebagai Direktur Sales, sisi kanan Agil bernama Nurdi Sutomo sebagai Direktur Produksi, Nana Niswanto sebagai Direktur Pengembangan Teknologi Informasi, Nikita Suwandi sebagai Direktur Pengelolaan dan Pengemasan Barang Jadi dan Suwanto Suroyo sebagai Direktur Pengembangan Hubungan Masyrakat.Hans duduk di samping rekan kerja wanita bernama Gabby Susanti bagian keuangan. Ia membuka laptop sembari memperhatikan ekspresi karyawan eksekutif.Mereka terlihat memiliki emosional yang bisa digambarkan seperti kesal dengan bagian keuangan. Namun, Hans harus memastikan ekspresi yang mereka perlihatkan dengan jelas maupun tidak sengaja.Rapat pun dimulai dan diawali oleh Galih Cahyadi. Galih Cahyadi memperjelaskan bagian keuangan per
Semua orang terdiam ketika Hans membahas masalah pengauditan yang ada pada perusahaan pangannya. Ia menatap Galih yang menunjukkan angka delapan, artinya audit keuangan dilakukan terakhir kali pada delapan tahun yang lalu.“Delapan tahun.”Hans mengangguk sekali. “Sudah lama ternyata. Menurut saya lebih baik dilakukan audit agar masalah yang sensitif tidak berujung lama dan semakin parah.”“Baik. Lakukan audit keuangan!” seru Abigail.Hans duduk bersandar sambil memperhatikan laporan keuangan yang terdapat keanehan. Sumber daya manusia yang bersifat jujur, bisa membelok ketika membutuhkan uang.Ia bisa bekerja sama dengan siapa pun yang melakukan kecurangan di perusahaan. Hans tidak boleh melengah kali ini karena untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya.Hans bekerja keras untuk memulihkan perusahaan pangan yang bisa dikatakan keuangannya sedang berada di ambang penyusutan. Semua pemasukan dari hasil produksi tidak kembali pada perusahaan.Tanpa diketahui siapa pun, Adnan pernah mengaks
“Iya,” jawab Adnan dengan senyuman miring dan menatapnya.“Pasti,” balasnya singkat lalu pergi dari ruang keuangan.Hans terus melangkah tanpa memperhatikan Adnan dengan senyuman miring dan mengembuskan napas dengan berat.Ia harus berhati-hati dengan Adnan, perebut istri orang dan tampak serakah dengan harta atau yang berbau uang.Dia bukanlah musuh yang mudah diatasi, seperti Ryan karena otak yang berasal dari keserakahan bisa melakukan apa pun untuk mencapai tujuannya.Bahkan, Hans meletakkan rasa curiga kepadanya terkait pembunuhan ayahnya. Namun, ia masih belum menemukan motif utama dan petunjuk yang mengarah kepadanya terkait kematian ayahnya.Hans masih berusaha keras untuk menemukannya hingga akhir. Semua pasti ada campur tangan dari pejabat kepolisian.Tidak semua orang yang memiliki banyak uang bisa menangkap pelaku kejahatan. Semua pasti ada bantuan dari kepolisian dan akhir-akhir ini nama polisi sedang tidak baik-baik saja di mata masyarakat di negara ini.Hans sangat yaki
Jika benar bahwa Adnan menggunakan tetering di kantor dalam proyek kantor atau tugas artinya ada sesuatu di balik semua itu.Dia sangat licik, picik dan bisa dikatakan cerdas untuk melakukan kejahatan. Asumsi Hans dalam kasus penggelapan dana mengarah padanya.Hans menutup laptop sambil tersenyum miring dan mengingat caranya saat meremehkan, menghina dan merendahkannya di hadapan keluarga mantan istrinya.Dia ternyata tidak sepandai yang dipikirkan karena telah melakukan berbagai cara yang buruk untuk naik jabatan.Hans pergi ke penjara yang dikatakan olehnya di malam hari sambil menunggu informasi dari Carlos. Beberapa detik yang lalu keluar dari kamar hotel, nada dering panjang berbunyi lalu mengangkat panggilan darinya.“Ya?”“Hans, aku sudah mengirimkan hasil rekaman ke pesan dan surel.”“Rekaman apa?”“Ahmad Sufroni tentang dia dijebak oleh bawahannya yang sering disuap. Dengarkan sekarang!”“Oke.”Hans kembali ke kamar dan duduk di sofa lalu memutar rekaman Ahmad. Ia bersandar d
“Gua dapat di Bar. Ada pengedar baru yang menyediakan produk baru dan harganya lebih terjangkau,” jawab pria berambut pirang.“Gua tahu, dia yang selalu ada di pojokan ruang VIP, kan? dia membawa dua kotak berwarna hitam yang satunya berisi serbuk dan satunya buah itu, kan?” sambar pria berambut panjang dan gimbal.“Iya. Itu dia. Gua dengar kalau dia merupakan pekerja kantoran di perusahaan besar.”“Lumayan juga. Gua mau ke sana.”Hans mengernyitkan dahi dan teringat buah yang diberikan oleh Adnan kepadanya dan ketika transaksi dengan Ryan. Dia sangat gigih untuk memintanya dalam memperkenalkan buah yang dibawa olehnya.Bahkan, ia juga teringat dengan rekaman suara Ahmad.Dia sudah lama membawa buah itu, tapi tidak diperjualbelikan kepada siapa pun. Ia yakin memiliki motif untuk menawarkan buah kepada rekan kerjanya.Percobaan.Percobaan adalah kata yang cocok untuknya saat memberikan buah hijau kepada rekan kerja dan melihat hasil yang sangat bagus ketika Ahmad memakan buah itu dan m
“Panjang ceritanya.”Hans memberikan air mineral kepadanya dan mempersilakan untuk duduk. Wanita yang bertemu dengannya merupakan temannya yang sudah dikenal lama dan bernama Anggun Malati Sukma.“Setelah tidak bertemu denganmu dalam jangka waktu yang lama, rasanya rindu masa sekolah kekanak-kanakan, sekolah dasar hingga SMA,” kata Anggun lalu meminum air mineral.“Kamu sangat berani dengan pria, meskipun kamu mengenakan kerudung.”“Jangan membahas masa lalu ketika penampilanku tertutup,” balas Anggun nada sedih.Hans menegak minuman anggur yang telah disiapkan di kamar VIP sambil menatapnya. Ia tidak banyak mengetahui Anggun setelah berpisah dari sekolah menengah atas.Hans hanya mengetahui bahwa keluarga Anggun berasal dari keluarga Dokter yang terpandang di negaranya dan selalu mengutamakan pendidikan.“Apa yang membuatmu seperti ini? Di mana orang tuamu?”“Mereka sudah meninggal. Aku tinggal sendirian di negara ini dan tidak ada keluarga yang mau menampung karena dikenal dengan ke
“Tidak pernah, Pak, tapi saya pernah melihat Pak Rashid beberapa kali datang ke kantor untuk menemui ibu Abigail.” Komar memberitahu dengan hati-hati.“Kata siapa dia datang untuk menemui ibu Abigail?”“Saya pernah menanyainya langsung saat menunggu di ruang tunggu ketika ibu Abigail sedang rapat dengan pengusaha lain yang berasal dari Inggris.”Hans membisu sambil mengernyitkan dahi dan memikirkan tujuan Rashid Omar Nadim mendatangi ibunya kesekian kali. ‘Apakah tujuan dia masih sama seperti dulu? Atau semakin parah dengan mengancam ibu?’ batin Hans penasaran.Hans beranjak dari kursi lalu pergi meninggalkan tim yang masih ingin berdiskusi dengannya. Sorot mata tertuju padanya karena sikap yang tak pernah terjadi padanya.“Aku mau ke toilet dulu, udah kebelet dari tadi.”Tiwi ikut beranjak dari kursi dengan alasan pergi ke toilet pada awalnya, tetapi tujuan itu berubah saat melihat arah Hans menuju ruangan pemilik atau CEO perusahaan sehingga diikuti olehnya secara diam-diam karena
“Saya kembali ke ruangan kerja saya dulu,” pamit Galih lalu keluar ruangan.Rekan kerja bagian keuangan meninggalkan ruangan keuangan untuk pengerjaan laporan dan audit sedang berlangsung. Ruangan keuangan tersisa rekan timnya. Tiwi mengalihkan kue tart di kulkas. Hans tidak ingin membahas dirinya sehingga mengganti topik pembicaraan dengan menanyakan kebingungan mereka terkait temuan di rumah Rashid. Semua rekan tim mengambil berkas, laptop dan buku catatan untuk membahas masalah audit yang belum terselesaikan karena terduga diusahakan untuk tidak tertangkap.“Saya ingat bahwa salah satu dari kalian naik ke atas saat mendengar langkah kaki yang turun dari tangga. Siapa dia? Apakah dia wanita atau pria?” tanya Hans santai sambil menatap rekan timnya satu per satu.“Dia adalah seorang pria karena saat suaranya mengerang dan saat kita keluar dari kamar rahasia mewah tanpa sengaja lampu senter milik Mira menyoroti wajah pria itu.”“Kami tidak tahu siapa dan berpikir bahwa dia adalah p
“Ibu juga belum tahu siapa dia, tapi dia sering pergi dengan Ayah Adnan dan mendampinginya ke mana pun pergi.”Hans memperhatikan foto pria yang tubuhnya tegap dan kekar dengan senyuman yang terdapat lesung pipi. Jika dia sering mendampingi Ayah Adnan ke mana pun pergi hanya memiliki dua arti. Kemungkinan dia bekerja sebagai Asisten atau Ajudannya. Tugas dua jabatan itu hampir sama, tetapi memiliki perbedaan. Ia belum pernah melihat dengan dua matanya terkait pria yang sedang dicari dan masih tanda tanya. “Aku akan cari tahu dia.”“Hati-hati, Nak. Ibu juga mencari tahu siapa dia.”“Apakah pria yang mengurus warisan Ayah untukku tahu dia?” tanya Hans tiba-tiba kepikiran pria yang memberitahu sosok mereka terkait hubungan dengan ayahnya. “Sepertinya tahu.”“Oke. Aku mau berangkat kerja dan Adnan tidak boleh lolos dari jeratan hukum dengan kasus penggelapan dana.” Hans memasukkan foto ke dalam dashboard dan bersiap untuk berangkat ke kantor.Tangan memegang pengatur perpindahan laju
Hans tidak mendengar pertanyaan dari Putri, tetapi Arman mendengarnya dan dibalas anggukan olehnya. Hans memasuki pesawat dan duduk seorang diri dengan kelas pesawat yang mewah. Ia merebahkan badan sambil menonton film untuk menikmati perjalanan dari Korea Selatan menuju Indonesia.Puluhan jam berlalu, Hans dan tiga pengawal tiba di Bandara Indonesia. Hans naik taksi menuju rumahnya dengan wajah yang kembali normal. Ia tiba di malam hari sehingga mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya. Hans telah beristirahat bekerja hampir satu bulan. Beberapa jam berlalu, hari telah berganti dan memasuki pagi hari. Ia bersiap-siap menuju kantor untuk bekerja.Hans menuruni anak tangga untuk berangkat kerja, tetapi disuguhkan pemandangan Haedar dan ibunya yang sedang duduk di meja makan dengan makanan yang telah siap untuk disantap.“Sarapan dulu.”Hans sarapan bersama ibu dan Haedar. Ia merasakan tatapan kedua orang di hadapannya mengarah kepadanya tanpa berkedip.“Jangan lupa berkedip saat meliha
“Ciri-cirinya itu tinggi sekitar seratus delapan puluh sentimeter, putih dan bertubuh atletis. Dia mirip Sandria dan pria satunya bertubuh kekar, tinggi, rambut cepak seperti potongan tentara atau polisi dan terlihat cerdas.”Hans mengernyitkan dahi saat mendengar ciri-ciri dua pria yang salah satunya tidak asing baginya. Ciri-ciri pertama masuk ke Ryan. Namun, ia penasaran dengan ciri-ciri pria kedua.Hans mengambil handphone lalu menghubungi Haedar. Dia siapa tau mengetahui ciri-ciri fisik pria yang disebutkan oleh Arman.“Halo, Pak.”“Tuan muda. Bagaimana keadaan Tuan muda? Apakah semuanya baik-baik saja?”“Baik-baik saja, Pak. Bapak tenang saja.”“Syukurlah.” Haedar terdengar lega mendengar kabar darinya.“Saya mendapatkan informasi dari Arman, Pak.”“Informasi tentang apa, Tuan muda?”“Arman pernah melihat sosok pria bertubuh kekar di acara bergengsi bersama Ryan keluar dari ruangan sebelah. Ciri-cirinya adalah bertubuh kekar, tinggi, berambut cepak seperti potongan seorang ten
“Dia ada di rumah sakit dan terbaring di ranjang. Lee belum bisa berbicara dengan kalian karena keadaannya yang belum membaik.” “Apakah kami boleh melihatnya sebentar saja?”“Kamu berada di kamarnya, kan?”Arman membisu dan merayapkan bola mata ke arah Hans secara perlahan. Hans mendengar permintaan rekan timnya hanya mengangguk sembari merebahkan badan dan berpura-pura memejamkan matanya. Arman mendekati Hans yang terbaring di ranjang rumah sakit dengan mengarahkan kamera kepada Hans yang tertidur di ranjangnya.“Astaga, Pak Lee,” sontak Tiwi nada sedih.“Sayangku. Kenapa kamu bisa seperti itu, Pak? Ada apa dengan wajah tampanmu?” Mira khawatir akan keselamatan Lee.“Apa yang terjadi kepada Pak Lee? Kenapa wajahnya diperban?” cecar Agustinus.“Saya belum tau kronologinya. Dia pasti cerita kepada kalian.”“Di mana rumah sakitnya?” tanya Mira dengan intonasi penekanan.“Apakah dia bisa dikunjungi?”“Maaf, saya tidak bisa memberitahu kalian karena Lee tidak mengatakan apa pun kepada s
“Jika itu dia maka lebih mudah untuk menangkapnya karena seseorang yang bekerja sama dengan kepolisian telah diketahui identitasnya dan siapa pun yang bekerja sama dengannya pasti ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.”“Bagaimana jika kita tidak melibatkan kepolisian?”“Apa maksudmu?”“Aku ingin mereka mati dengan cara yang lebih mengenaskan dari pada Ayah.”“Apa maksud dari mati yang lebih mengenaskan dari suamiku?”Hans turun dari ranjang sembari membawa infus berjalan ke luar kamar VIP untuk berbicara dengan ibunya.Ia belum membicarakan temuan apa pun yang berhubungan dengan kematian ayahnya. Kematian seorang Raja bisnis yang sangat disegani, dihormati dan disayang oleh banyak orang sangat mengenaskan.“Intinya adalah Ayah meninggal disiksa secara berkeroyok lalu ditembak dari kejauhan di hotel bintang lima. Kaca besar yang bisa digunakan untuk memandangi indahnya lampu kota berlubang dan sengaja dilubangi untuk bisa menembak Ayah tanpa menimbulkan suara apa pun.” Hans menjelaskan
Arman menggeleng cepat sambil merapatkan kedua telapak tangan dan sedikit membungkukkan badan kepadanya. Dia tampak enggan dekat dengan seorang wanita yang memiliki masa lalu dan keluarga yang berbahaya serta berhubungan dengan jasad yang bisa menyeret namanya.Hans terkekeh melihat ekspresi pengawalnya yang sudah tidak mau berurusan dengannya setelah tidur dengannya sampai terdengar menikmati dari rekamannya. “Saya harap kamu mendapatkan pendamping yang baik dan penyayang. Jauh-jauh dari wanita seperti Sandria.”“Aamiin. Bagaimana ceritanya Tuan muda bertemu dengan wanita seperti itu?”“Kamu tahu kalau saya pernah bersama dengannya?”“Tahu. Kami yang mencari keberadaan Tuan muda. Wajah tampan Tuan muda rusak dan bekerja sebagai kurir hanya karena tidak mengungkapkan identitas Tuan muda. Apakah alasannya karena Tuan besar dan adiknya?”“Saya tidak ingin merusak niat baiknya yang menyembunyikan kedua anaknya dari hadapan media atau siapa pun itu. Ayah hanya memperkenalkanku dan dia k
Arman memberikan kamera pengawas dan alat perekam suara kepada Hans. “Tuan muda lebih baik mendengarkan dari kedua alat itu karena saya takut tidak percaya dengan perkataan saya. Saya sudah berusaha mencoba untuk menggali informasi sebanyak-banyaknya.”Hans menerima kedua alat itu lalu mengambil kartu memori dari setiap barang yang ada di tangannya. Ia memasang kartu memori di sebuah alat yang menggabungkan kamera memori ke laptopnya untuk membaca data yang ada dalam kedua kartu memori itu. Ia menyalin video bercinta mereka dan dipindahkan ke laptop dengan sebuah folder yang bernama Arman. Setelah menyalin dari kamera pengawas, harddisk terpasang.Hans tidak lupa menyalin dan menempelkan rekaman audio mereka saat berbicara ke dalam sebuah folder yang sama. “Kamu bicara dengan Sandria berapa menit saat bercinta dengannya?”“Sepertinya menit keenam belas karena dia bercinta sambil minum alkohol dan saya dipaksa untuk minum dan menjilat di gunung besarnya karena dia sengaja menumpahka