“Sepuluh menit lagi saya tiba di lokasi.”“Baik, Hans.”Hans mengakhir panggilan keluar ke Carlos tanpa memberitahu apa pun kepadanya tentang ia mengajak pasukan untuk berlatih menembak. Mereka harus dibekali ilmu menembak untuk bertempur menghadapi musuh yang sangat licik dan membahas strategi untuk mengungkapkan pelaku kejahatan.Beberapa menit berlalu, Hans tiba di restoran barat dekat museum kapal dan berpapasan dengan rekan timnya.Hans dan mereka keluar mobil dan sama-sama menuju pintu masuk restoran hingga langkah mereka terhenti saat melihat fisik mobil mewah ketua timnya. “Keren,” celetuk Tiwi melongo sambil melirik mobil mewahnya.“Mobil dan pemiliknya sama-sama keren dan cakep,” imbuh Mira yang takjub dengan fisik mereka.“Ayo, masuk.”Hans mempersilakan mereka masuk ke restoran dan memasuki ruangan rapat yang cukup besar dengan meja panjang untuk membahas strategi untuk menangkap dan melakukan hal yang sama kepada mereka. Hal itu yang diinginkan oleh Hans dan harus terw
“Dia menghubungi seseorang dan transaksi dengan seseorang. Aku punya beberapa video yang menunjukkan pria itu bertransaksi dengan banyak orang.”“Saya mau melihat video itu sekarang juga.”Semua rekan tim menatap sambil mengangguk memohon kepada Carlos untuk menunjukkan salah satu video dari rekaman yang pernah diambil olehnya saat menyelidiki markas bertato kepala tengkorak dan bulan bintang. Carlos menghabiskan makanannya terlebih dahulu lalu meminum dan menghela napas panjang. Dia tidak bisa menolak permintaan seseorang yang ingin tahu tentang bukti yang telah didapatkan olehnya.“Tapi, jangan terkejut dengan sebuah video yang akan saya tunjukkan secara random, ya,” pesan Carlos.“Kenapa? Ada apa? Apakah ada adegan yang menggairahkan?” tanya Agustinus bercanda.“Ada seseorang yang mungkin kalian kenal kecuali anak dari Pak Rashid Omar Nadim.” Carlos menjawab pertanyaan dari Agustinus sambil mengambil handphone.Carlos meletakkan handphone di meja restoran setelah menemukan video y
“Sayang, aku pulang.”“Jangan masuk. Aku masih ganti pakaian!”Hans tersenyum saat mendengar istrinya yang meminta untuk tidak masuk kamar terlebih dahulu dengan memperhatikan waktu yang melingkar di pergelangan tangannya.Hans terbiasa masuk kamar terlebih dahulu setelah pulang kerja yang seharian berada di jalan. Walaupun sang istri tidak menyukainya.“Duh!”Hans mendekatkan telinga ke pintu dengan mengernyitkan dahi saat mendengar keluhan suara pria seperti anggota tubuhnya terbentur benda di kamar.“Masih lama? Kamu baru selesai mandi?” tanya Hans sambil mengetuk pintu dan memandangi pintu kokoh berwarna cokelat tua.Wanita yang rambutnya diikat penuh berpakaian piyama berwarna ungu terlihat bentuk tubuhnya yang sempurna membuka pintu kamar dan berbalik meninggalkan pria berpakaian kusut dan aroma badan yang tidak pernah wangi saat pulang kerja.“Kenapa kamu lama sekali membuka pintunya?”“Aku lagi mandi tadi.”“Mandi? Kalau kamu mandi bukannya kamu pakai baju hand—”“Apa salahnya
Dasar Menantu Tidak Tahu Diri!“Kemampuanku hanya sebatas itu.”Hans memang membeli buah, barang dan makanan yang murah di pinggir jalan saat memenuhi keinginan dan kebutuhan Sandria. Ia hanya mampu membeli dengan harga yang murah.Pendapatan tiap bulan tidak sampai minimal pendapatan kota.Harga menjadi tolak ukur bagi wanita kaya, seperti Sandria.Usaha untuk membahagiakan dan menyenangkannya selama ini tidak ada artinya karena harga yang murah. Ia juga curiga kepadanya bahwa semua itu dibuang saat tidak ada dirinya.“Kalau kemampuanmu hanya sebatas itu dan keahlianmu hanya mengirim barang, lebih baik tidak perlu ikut campur urusanku karena kapasitas otakmu takkan mampu menganalisis. Jadi, berhentilah bertanya, seperti detektif, polisi dan jaksa!” hina Sandria sampai terlihat otot lehernya.Hans tertegun sambil mengepalkan tangannya dengan erat.“Baiklah.”“Kamu tidur di ruang tamu malam ini dan seterusnya!” sungut Sandria sambil mengusirnya dan menutup pintu kamar dengan keras.Hina
Rashid mendaratkan pukulan di wajahnya hingga Hans tersungkur di lantai dan sudut bibir berdarah. Saat dia marah dengannya tidak pernah memukul wajahnya menggunakan tangan yang mengepal erat dan hanya tamparan.Tidak hanya itu, dia bisa menyuruh dan memerintah banyak orang untuk membunuhnya saat sedang amarah membara. Namun, kemarahannya sangat berbeda saat ini.Apakah karena pengaruh obat suntikan itu?Hans berdiri sambil menatap Rashid yang berdiri sempoyongan dan mengeluarkan banyak keringat di dahi. Dia memegang kepala dan hitungan detik terkapar di lantai dan mengenai kardus itu dan lima suntikan beserta cairannya pecah di lantai.Suara suntikan yang pecah membuat ibu mertua dan Ryan mendatangi sumber arah. Ibu mertua berteriak histeris saat melihat suaminya terkapar di lantai dan pecahan kaca berserakan di mana-mana.“Apa yang kamu lakukan kepada suamiku, Haaannss?” pekik Ibu mertua sambil terisak dan melotot. Dia terduduk dan menepuk pipi Rashid.“Saya tidak melakukan apa pun, B
“Ibu tanyakan pada Sandria sekarang dan … bukankah perpisahan saya dengan Sandria sudah diinginkan oleh keluarga ini?”“Sandria tidak ada salah apa pun, Bu. Dia yang salah!” sambar Ryan dari lorong kamar Sandria.“Jika ibu ingin lebih jelas, datangi dia di kamar,” kata Hans lembut sembari melirik Ryan yang mendelik dan mengancam untuk memukulnya.Ibu mertua berbalik badan dan menyingkirkan tubuh kekar anaknya. Dia bergegas mendatanginya di kamar, tapi Sandria muncul di hadapan ibunya sebelum berbelok ke lorong menuju kamarnya.“Dia memang bukan suami Sandria lagi, Bu.”“Apa? Bagaimana kalau media tahu?” Ibu mertua mengkhawatirkan nama keluarga besarnya hancur.“Tenang saja, Bu. Sandria sedang tidak hamil, kan?”“Tapi, kenapa dia menceraikanmu?” tanya Ibu mertua yang masih ingin tahu alasannya.“Karena dia selingkuh.”“Hans selingkuh?” Ibu mertua terlihat tidak percaya dengan jawabannya.“Iya, dia selingkuh.”“Pembohong dan pezina!” ujar Hans sembari menatap tajam dan rahang menegang.“
Hans menghela napas panjang setelah diminta untuk datang ke rumahnya. Ia sudah bisa menebak bahwa masalah semalam anak lelakinya dipukul oleh anak buahnya.Ryan, selain pengangguran, dia tukang penasaran dengan kehidupan orang lain dan sok jadi jagoan. Dia terkenal anak yang selalu sembunyi di bawah ketiak ayahnya yang berkuasa.Ia datang dengan pakaian kurir seperti biasa agar tidak membuat keluarga mantan istrinya curiga.Ia tiba di kediaman Rashid dan disuguhkan pemandangan Rashid sudah duduk di sofa bersama anak buahnya yang memiliki badan besar dan tinggi, istrinya dan Ryan yang wajahnya babak belur.“Kamu yang membalas dia?”“Bukan.”Rashid memukul meja dengan keras. “Jangan bohong!”“Aku tidak tahu hal apa pun yang ada di wajahnya.”“Lalu, kenapa wajahnya babak belur setelah mengikutimu di rumah mewah? Kamu merampok di sana?” cecar Rashid dengan intonasi penekanan.Hans melirik Ryan dengan santai sembari pura-pura terkejut dan tidak mengetahui hal itu. Pria yang jarang berhati-h
“Perhatian semuanya, ada anggota keuangan baru. Saya akan memperkenalkannya kepada kalian. Namanya adalah Lee.” Haedar memperkenalkan Lee Hans Cody kepada seluruh karyawannya, tapi tidak menyebutkan nama aslinya.“Halo, nama saya Lee.”“Wah, cakep banget. Halo, Lee.” Salah satu karyawan wanita memuji paras wajah yang mempesona di depannya.Karyawan yang berkumpul di depan Direktur Utama dengan baris yang melingkar berkenalan satu per satu dengannya, terutama karyawan wanita yang berebutan untuk berjabat tangan dengannya.Hans sengaja menggunakan nama depannya yang tidak diketahui oleh siapa pun karena terdapat Adnan yang bekerja di perusahaannya. Ia mulai beraksi untuk memberantas masalah di kantor, membalas dendam kepada siapa pun yang pernah merendahkan, menghina dan meremehkannya, serta mencari sosok pembunuh ayah dan adiknya.“Senang berkenalan dengan kalian,” katanya ramah dengan senyuman lebar.Beberapa karyawan wanita hampir pingsan saat melihat senyuman manis dan tampannya. Han
“Dia menghubungi seseorang dan transaksi dengan seseorang. Aku punya beberapa video yang menunjukkan pria itu bertransaksi dengan banyak orang.”“Saya mau melihat video itu sekarang juga.”Semua rekan tim menatap sambil mengangguk memohon kepada Carlos untuk menunjukkan salah satu video dari rekaman yang pernah diambil olehnya saat menyelidiki markas bertato kepala tengkorak dan bulan bintang. Carlos menghabiskan makanannya terlebih dahulu lalu meminum dan menghela napas panjang. Dia tidak bisa menolak permintaan seseorang yang ingin tahu tentang bukti yang telah didapatkan olehnya.“Tapi, jangan terkejut dengan sebuah video yang akan saya tunjukkan secara random, ya,” pesan Carlos.“Kenapa? Ada apa? Apakah ada adegan yang menggairahkan?” tanya Agustinus bercanda.“Ada seseorang yang mungkin kalian kenal kecuali anak dari Pak Rashid Omar Nadim.” Carlos menjawab pertanyaan dari Agustinus sambil mengambil handphone.Carlos meletakkan handphone di meja restoran setelah menemukan video y
“Sepuluh menit lagi saya tiba di lokasi.”“Baik, Hans.”Hans mengakhir panggilan keluar ke Carlos tanpa memberitahu apa pun kepadanya tentang ia mengajak pasukan untuk berlatih menembak. Mereka harus dibekali ilmu menembak untuk bertempur menghadapi musuh yang sangat licik dan membahas strategi untuk mengungkapkan pelaku kejahatan.Beberapa menit berlalu, Hans tiba di restoran barat dekat museum kapal dan berpapasan dengan rekan timnya.Hans dan mereka keluar mobil dan sama-sama menuju pintu masuk restoran hingga langkah mereka terhenti saat melihat fisik mobil mewah ketua timnya. “Keren,” celetuk Tiwi melongo sambil melirik mobil mewahnya.“Mobil dan pemiliknya sama-sama keren dan cakep,” imbuh Mira yang takjub dengan fisik mereka.“Ayo, masuk.”Hans mempersilakan mereka masuk ke restoran dan memasuki ruangan rapat yang cukup besar dengan meja panjang untuk membahas strategi untuk menangkap dan melakukan hal yang sama kepada mereka. Hal itu yang diinginkan oleh Hans dan harus terw
“Astaga. Jadi, Bapak tidak masuk beberapa minggu melakukan perawatan luka dan operasi?” tanya Mira dengan intonasi penekanan.“Betul. Saya harus melakukan ini untuk rencana ke depannya nanti.”“Astaga.”“Wajah yang kalian lihat sekarang adalah wajah saya yang sesungguhnya dan sudah saatnya beraksi untuk menangkap banyak orang yang melakukan kejahatan.”“Siap, Pak.”“Tolong jaga rahasia ini, ya.”“Iya, Pak. Kami bisa menjaga rahasia.”Hans tersenyum saat mendengar bahwa mereka bisa menyimpan dan menjaga rahasia penting. Ia mempercayai mereka untuk menjaga semua yang dimiliki olehnya. Hans duduk di samping Komar sembari membuka catatan hasil audit. Adnan sudah dinyatakan bersalah dan diberhentikan secara tidak hormat beserta timnya, tetapi siapa pun yang berada di dekatnya tidak akan membiarkan Adnan dijerat hukuman penjara.“Pak Adnan sudah diberhentikan bekerja di sini dan dinyatakan bersalah oleh ibu Abigail, tetapi ada seseorang yang menginginkan atau berusaha dia tidak dijatuhi hu
Hans tersenyum. “Saya sudah pernah menikah, tapi pernikahan saya gagal.”“Tapi, tidak terlihat seperti pria pernah menikah,” celetuk Agustinus.“Jangan tanya masalah pernikahan saya.”Hans meminta kepada rekan tim untuk tidak menanyakan masalah pribadinya.Hampir semua rekan tim mengangguk kecuali, Tiwi yang sedari tadi membisu dan merengut. Dia terlihat memikirkan sesuatu.“Apakah mantan istri bapak adalah Mbak Sandria?” tanya Tiwi menembak langsung ke Sandria.Keheningan dibubarkan oleh pertanyaannya hingga menoleh ke arah Hans dan menatap lamat disertai dengan posisi duduk semula.Lagi dan lagi, mereka penasaran dengan jawaban Hans.Hans memperhatikan rekan timnya satu per satu sambil menelan air saliva. Tiwi menyadari sikap marah dan kesalnya terhadap Sandria dan Adnan saat menyelidiki kasus penggelapan dana. “Apakah yang dikatakan oleh Tiwi benar, Pak?” tanya Agustinus menekan.Hans mengusap bibir secara perlahan sambil menghela napas panjang. Ia harus menjawab pertanyaan dari m
Hans tersenyum miring. “Jangan bicara sembarangan, mana ada saya itu anak Pak Cody Ruth, Raja bisnis.”Hans mengelak dan tetap memilih untuk membungkam rahasianya. “Bapak tidak perlu menutupi rahasia itu lagi,” kata Agustinus sambil menatapnya.“Rahasia apa, sih? Saya tidak punya rahasia apa pun,” balas Hans sembari beranjak dari kursi kerja dan menghindar dari tatapan maut mereka. Hans berusaha hendak kabur, tapi teringat dengan janjinya bahwa kabur dari masalah bukanlah solusi, melainkan memperparah keadaan.“Saya mendengar semuanya, Pak di ruangan Ibu Abigail!” sahut Tiwi dengan intonasi penekanan.Darah Hans seolah berhenti mengalir saat mendengar perkataan Tiwi. Ia kaget bukan main bahwa Tiwi mendengar semua percakapannya dengan istri dari pemilik perusahaan pangan.Hans memejamkan mata dengan mengatur napas untuk tetap tenang dan mencoba untuk memberikan pengertian untuk mereka.“Kamu mengikuti saya?” tanya Hans sambil berbalik badan dan menatap lamat ke arah Tiwi.Tiwi berdir
“Tidak pernah, Pak, tapi saya pernah melihat Pak Rashid beberapa kali datang ke kantor untuk menemui ibu Abigail.” Komar memberitahu dengan hati-hati.“Kata siapa dia datang untuk menemui ibu Abigail?”“Saya pernah menanyainya langsung saat menunggu di ruang tunggu ketika ibu Abigail sedang rapat dengan pengusaha lain yang berasal dari Inggris.”Hans membisu sambil mengernyitkan dahi dan memikirkan tujuan Rashid Omar Nadim mendatangi ibunya kesekian kali. ‘Apakah tujuan dia masih sama seperti dulu? Atau semakin parah dengan mengancam ibu?’ batin Hans penasaran.Hans beranjak dari kursi lalu pergi meninggalkan tim yang masih ingin berdiskusi dengannya. Sorot mata tertuju padanya karena sikap yang tak pernah terjadi padanya.“Aku mau ke toilet dulu, udah kebelet dari tadi.”Tiwi ikut beranjak dari kursi dengan alasan pergi ke toilet pada awalnya, tetapi tujuan itu berubah saat melihat arah Hans menuju ruangan pemilik atau CEO perusahaan sehingga diikuti olehnya secara diam-diam karena
“Saya kembali ke ruangan kerja saya dulu,” pamit Galih lalu keluar ruangan.Rekan kerja bagian keuangan meninggalkan ruangan keuangan untuk pengerjaan laporan dan audit sedang berlangsung. Ruangan keuangan tersisa rekan timnya. Tiwi mengalihkan kue tart di kulkas. Hans tidak ingin membahas dirinya sehingga mengganti topik pembicaraan dengan menanyakan kebingungan mereka terkait temuan di rumah Rashid. Semua rekan tim mengambil berkas, laptop dan buku catatan untuk membahas masalah audit yang belum terselesaikan karena terduga diusahakan untuk tidak tertangkap.“Saya ingat bahwa salah satu dari kalian naik ke atas saat mendengar langkah kaki yang turun dari tangga. Siapa dia? Apakah dia wanita atau pria?” tanya Hans santai sambil menatap rekan timnya satu per satu.“Dia adalah seorang pria karena saat suaranya mengerang dan saat kita keluar dari kamar rahasia mewah tanpa sengaja lampu senter milik Mira menyoroti wajah pria itu.”“Kami tidak tahu siapa dan berpikir bahwa dia adalah p
“Ibu juga belum tahu siapa dia, tapi dia sering pergi dengan Ayah Adnan dan mendampinginya ke mana pun pergi.”Hans memperhatikan foto pria yang tubuhnya tegap dan kekar dengan senyuman yang terdapat lesung pipi. Jika dia sering mendampingi Ayah Adnan ke mana pun pergi hanya memiliki dua arti. Kemungkinan dia bekerja sebagai Asisten atau Ajudannya. Tugas dua jabatan itu hampir sama, tetapi memiliki perbedaan. Ia belum pernah melihat dengan dua matanya terkait pria yang sedang dicari dan masih tanda tanya. “Aku akan cari tahu dia.”“Hati-hati, Nak. Ibu juga mencari tahu siapa dia.”“Apakah pria yang mengurus warisan Ayah untukku tahu dia?” tanya Hans tiba-tiba kepikiran pria yang memberitahu sosok mereka terkait hubungan dengan ayahnya. “Sepertinya tahu.”“Oke. Aku mau berangkat kerja dan Adnan tidak boleh lolos dari jeratan hukum dengan kasus penggelapan dana.” Hans memasukkan foto ke dalam dashboard dan bersiap untuk berangkat ke kantor.Tangan memegang pengatur perpindahan laju
Hans tidak mendengar pertanyaan dari Putri, tetapi Arman mendengarnya dan dibalas anggukan olehnya. Hans memasuki pesawat dan duduk seorang diri dengan kelas pesawat yang mewah. Ia merebahkan badan sambil menonton film untuk menikmati perjalanan dari Korea Selatan menuju Indonesia.Puluhan jam berlalu, Hans dan tiga pengawal tiba di Bandara Indonesia. Hans naik taksi menuju rumahnya dengan wajah yang kembali normal. Ia tiba di malam hari sehingga mengistirahatkan pikiran dan tubuhnya. Hans telah beristirahat bekerja hampir satu bulan. Beberapa jam berlalu, hari telah berganti dan memasuki pagi hari. Ia bersiap-siap menuju kantor untuk bekerja.Hans menuruni anak tangga untuk berangkat kerja, tetapi disuguhkan pemandangan Haedar dan ibunya yang sedang duduk di meja makan dengan makanan yang telah siap untuk disantap.“Sarapan dulu.”Hans sarapan bersama ibu dan Haedar. Ia merasakan tatapan kedua orang di hadapannya mengarah kepadanya tanpa berkedip.“Jangan lupa berkedip saat meliha