“Aku tahu mereka.”“Mereka adalah orang yang sangat berbahaya. Ayah Adnan merupakan petinggi kepolisian yang memperjualbelikan berbagai jenis narkoba dan kegiatan itu dilakukan di berbagai macam tempat, termasuk di balik jeruji.” Carlos membongkar kebusukan mereka.“Jadi, Adnan dan Ryan mendapatkan narkoba itu dari orang-orang Ayah Adnan?” tanya Hans terkejut.“Betul. Mereka ambil dari Ayah Adnan dan Rashid Omar Nadim hanya mengonsumsi narkoba jenis suntikan.”Hans teringat dengan sebuah kardus besar dan melihat Rashid Omar Nadim menyuntikkan diri sambil berbicara tentang bisnis. ‘Apakah bisnis yang dikatakan olehnya adalah bisnis narkoba jenis suntikan atau obat pil hijau kemudaan?’ batin Hans bertanya-tanya.“Kita bahas setelah berhasil mengendalikan enam perusahaan media. Fokus keenam perusahaan media itu dulu.”“Baiklah.”“Oke. Kalian pergi sekarang sambil memasang alat pendengar dan komunikasi,” pinta Hans sambil memberikan sebuah alat pendengar yang kecil dan perekam suara seba
Hans melihat banyak pria yang berada di samping dengan tato bulan dan bintang di pergelangan tangan. Para pria bertato itu pergi ke berbagai arah untuk mencari keberadaannya.Hans tidak mendengar suara apa pun lagi dan merasa aman sehingga keluar dari balik persembunyian secara bergantian. Hans berbalik badan lalu disuguhkan pemandangan sepatu boots yang mengkilap dengan ukuran yang besar. Bola mata merayap ke atas secara perlahan dan berharap bukan seorang pria yang memiliki tubuh besar dan kekar, tetapi pria bertubuh normal dan memiliki tubuh yang tidak kekar.“Siapa kalian?” tanya pria bertubuh sedang. Hans mengernyitkan dahi sambil memperhatikan wajah pria yang ada di depannya. Ia tidak asing baginya dan seperti pernah melihatnya.Kenangan menonton video penyiksaan ayahnya di sebuah kamar hotel mewah dengan kelas yang paling tinggi terdapat sosok pria yang ada di depannya dengan anting bulat, tato bulan dan bintang di pergelangan tangan.“Kamu tidak perlu tahu siapa kami.”Pri
“Ibu hanya ingin membantu kamu.”“Ibu tidak perlu melakukan itu, biarkan aku yang melakukannya.”Hans berbalik badan dan meninggalkan Abigail. Ia hendak membuka pintu ruangannya terdengar suara Abigail yang memberitahu sesuatu hingga menghentikan langkahnya.“Adnan akan diberangkatkan ke Canada nanti malam.”Hans berbalik badan. “Apa?”“Adnan pergi ke Canada nanti malam.”“Kenapa tiba-tiba?”“Dia ketahuan oleh seorang anak kecil saat berdagang narkoba.”“Lalu?”“Orang tua anak kecil tidak mau diberi uang dan tetap melaporkan hal itu kepada polisi karena orang tua dari anak kecil adalah Tentara dengan jabatan Panglima, paling tinggi.”“Mampus.”“Ibu sudah meminta kejaksaan untuk memberikan surat perintah keberangkatannya dengan memberikan bukti kuat bersama Tentara.”“Responnya seperti apa, Bu?”“Mereka menolak, padahal Ibu sudah pergi bersama Tentara.”Hans hanya tersenyum kecut saat mendengar perkataan Abigail yang sudah diduga olehnya. Laporan itu pasti ditolak dan tidak heran denga
“Coba dulu. Jika itu berhasil maka siapa pun yang pernah disuap akan berani untuk bicara di depan umum dan ketika ini menjadi bahan pembicaraan banyak orang akan mudah untuk menangkap pelaku pembunuh Pak Cody dan anak laki-laki itu.”Hans membisu sambil membaca tulisan Alan di sosial media yang menceritakan kronologi dengan nama akun Allout. “Apa maksud dari nama akun allout?”“Tanpa aku jelaskan kamu sudah mengerti yang kumaksud.”Hans mengangguk dan memahami arti dari allout. Allout menggambarkan antusias seseorang untuk membangunkan kebenaran dalam dunia yang tak adil karena hukum bisa dibeli dengan uang. Hans mendukung ide Alan untuk mengungkapkan semua yang pernah dilihat dan ditulis olehnya di sebuah website perusahaan media, tetapi dihapus. Bahkan, dia juga meletakkan bukti video dan foto yang masih dimiliki olehnya, meskipun banyak orang yang menginginkan bukti itu. Alan telah selesai menulis semua kronologi dan hukuman terhadapnya. Bahkan, dia juga menyiapkan nama perusah
“Tidak sangat ingin, tapi dia sudah berjuang untuk memenangkan kasus pembunuhan ayah dan adik saya.”“Lakukan yang ingin kamu lakukan, tapi sampaikan dengan baik.”Hans mengangguk mantap lalu menaiki anak tangga dengan mempercepat langkahnya menuju kamar Alan. Alan terkejut melihat sikap Hans yang aneh karena masuk sambil melompat hingga membuat kedua alisnya naik secara bersamaan.“Kamu kenapa?”“Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan kepadamu.”“Apa?”“Ikutlah saya ke ruangan santai dan kamu akan bertemu dengan beberapa orang.”“Timmu?”“Ikutlah.”Hans turun ke bawah bersama Alan. Ia menghentikan langkah dengan tubuh tegapnya dan hendak memperkenalkan Carlos kepada Alan, tetapi tatapan mereka terlihat tajam dan serius.“Apakah kalian saling mengenal?”“Aku tidak percaya bertemu dengan Pak Carlos,” kata Alan sembari tersenyum lebar.“Pertama kali melihatmu secara langsung,” balas Carlos sambil menepuk lengan Alan.Hans memasuki ruang santai di rumahnya. Kali ini, ia membahas rencana d
“Mereka hanya menyebutkan satu nama,” jawab Komar pelan.“Siapa?”“Rashid Omar Nadim,” jawab Komar tanpa ragu.“Aku juga mendapatkan nama itu.”“Aku juga.”“Aku juga.”“Iya, sama aku juga.”Semua rekan tim mendapat nama yang sama dengan Komar. Petinggi sekaligus pemilik dari keenam perusahaan media mengatakan hal yang sama. Hal yang mengejutkan bagi Hans. Mantan mertua menyuap mereka untuk apa? Apakah dia ada hubungannya dengan kematian Raja bisnis dan adiknya?Hans membisu sambil mengernyitkan dahi dan mengingat semua perkataan ibunya bahwa Rashid ingin menguasai harta kekayaan Cody Ruth dengan mengancam akan membunuh kekasih kesayangannya jika tidak memberikan semua aset yang dimiliki oleh Raja bisnis.‘Jika nama Rashid tersangkut dalam pencarian ini bahwa dia juga terlibat dalam kasus pembunuhan ayah dan adik? Lalu, apakah nama Misternot adalah Rashid Omar Nadim?’ batin Hans bertanya-tanya.Hans mencoba untuk membedah dan menganalisa masalah dan temuan yang ada padanya dengan perk
“Dia adalah seorang pengusaha elektronik yang memiliki pelindung kuat dari kepolisian.” Pria bertato menjawab terbata-bata. Hans mengernyitkan dahi hingga kedua alis saling bertautan sambil mengalihkan kepalan tangan dari wajahnya. Seseorang yang memimpin geng bertato bulan dan bintang serta kepala tengkorak adalah Rashid Omar Nadim. ‘Apakah dia adalah dalang dari pembunuhan ayah dan adik serta mengendalikan enam perusahaan media besar nan berpengaruh di kotanya?’ batin Hans bertanya-tanya.Hans merasakan nyeri di bagian kepala belakang saat melamun dan berasumsi dengan pernyataan pria itu bak dipukul menggunakan benda yang terbuat dari kayu.Hans tergeletak di lantai dengan pandangan yang berkunang-kunang hingga semua urat di kepala menonjol. Sakit sekali kepala bagian belakang lalu mengalihkan tangan di hadapannya.Kepala Hans berdarah. Salah satu dari mereka hendak memukulnya, tetapi Hans berhasil menghindar dengan memutar badannya ke arah kiri lalu berdiri secara perlahan. “
“Kami memilih untuk bekerja dengan Bapak.”“Oke. Jika kalian berkhianat maka tanggung sendiri akibatnya.”“Iya, Pak.”“Kami sudah mengirim nomor rekening,” kata pria berambut panjang sambil menunjukkan nomor rekening yang sudah dicatat olehnya.Hans mengambil handphone-nya lalu mencatat lima rekening pria itu lalu mengirim uang sebesar seratus lima puluh juta rupiah ke masing-masing rekening. “Saya sudah mengirim uang ke kalian, silakan cek.”Kelima pria itu bergegas memeriksa nomor rekeningnya untuk memeriksa ada uang masuk atau tidak.Hitungan detik, bola mata mereka membulat bersama lalu merayap ke arah Hans dengan mulut sedikit terbuka.“Kenapa?”“Apakah ini tidak kebanyakan, Pak?”“Kalian dibayar berapa sama dia?” tanya Hans datar.“Kami dibayar dua puluh juta saat itu.”Hans hanya menatap sadis ke arah mereka sambil memasukkan handphone ke dalam kantong celana jeans. “Buat bekal hidup kalian yang lebih baik.”“Terima kasih, Pak.”Hans mengangguk lalu keluar dari kamar berisi l
Semua menoleh ke arah Alan sambil menunggu jawabannya. Hans berharap semua yang dikatakan mereka adalah benar.“Mereka adalah salah satu orang yang menghampiriku dengan meminta bukti yang kumiliki. Perkataan Adnan benar, Ajudan dia hendak membunuhku, tetapi niat itu diurungkan dan memilih melanggar perintah dari atasannya dengan membuat perjanjian di antara mereka.”“Perjanjian apa itu?” tanya Hans menekan.“Aku juga tidak tahu perjanjian apa yang mereka bicarakan karena bicara di luar rumahku.”Hans mengalihkan pandangannya ke arah lantai dengan mengingat rekaman yang dijeda olehnya. Adnan berkata bahwa Ajudannya yang menghentikan pembunuhan terhadap Alan, apakah dia memiliki sisi sadar dalam membunuh seseorang atau ada sesuatu di balik itu semua?Semua berkaitan dengan kematian Cody Ruth dan adiknya. Ajudan dan Adnan menemui Alan dengan meminta bukti dimiliki oleh Alan. Hans mendapat titik terang berupa petunjuk dari rekaman video. Ia memutar rekaman itu kembali dan mendengarkan
Abigail terdiam saat ditembak pertanyaan tentang Rashid dirawat di rumah sakit. Hans tersenyum miring sambil menghela napas dan menggeleng pelan. “Ibu tahu.”Hans hendak membuka pintu ruangan Abigail terhenti dengan tangan mungil yang sudah tidak muda lagi dan jemari dipenuhi oleh perhiasan yang melingkar di sana.Bola mata Hans merayap perlahan ke arah ibunya. Ia menatap lamat dengan mulut tertutup lalu menyingkirkan tangan ibunya perlahan. “Aku tidak ingin membahas dia lagi.” Hans menolak secara halus.Tatapan Abigail menunjukkan ada sebuah rahasia yang harus diberitahu kepadanya. Namun, jika itu membahas Rashid maka tidak ingin lagi mendengar dan memperhatikannya.Kedua kali hendak membuka pintu, lagi dan lagi pandangannya teralihkan dengan perkataan ibunya.“Penyakit ibu tidak sembuh.”Hans menyingkirkan tangan dari pegangan pintu. “Apa maksudnya?”“Operasi kemarin berjalan lancar, tapi tidak bisa mengangkat akarnya karena sudah menyebar di beberapa anggota tubuh ibu. Ibu memin
“Kenapa terkejut seperti itu, Pak? Apakah bapak mengenal saya?” tanya Hans meledek dengan senyuman iblisnya yang memperhatikan tubuh Rashid yang tampak sehat bugar.“Tidak. Saya tidak mengenalmu.” Rashid terbata-bata dan berusaha menghindar kontak mata darinya. Lagi dan lagi, kebiasaan keluarga Rashid ketika berbuat salah atau menyembunyikan sesuatu maka berpaling dari lawan bicaranya dan berusaha menutupi apa pun yang diketahui olehnya. Ciri khas itu sudah dipelajari olehnya, sama halnya ketika dia menyuntikkan benda cair ke dalam tubuhnya lalu kolaps hingga dipanggil oleh Dokter yang menanganinya. Dokter yang menangani Rashid adalah dokter yang bekerja di rumah sakit Internasional dan telah berbicara yang sesungguhnya bahwa dia kecanduan obat terlarang sehingga membuka bisnis demi melancarkan pengedaran obat terlarang.“Sungguh? Bukankah Anda mengenal saya, Pak Rashid Omar Nadim?” tanya Hans santai sambil melangkah mendekatinya. Rashid menjauh perlahan dengan kedua tangan yang m
Hans duduk di depan kamar VIP yang jaraknya dua dari kamar Rashid Omar Nadim. Ia bersandar di dinding sambil bermain handphone dan mendengarkan pembicaraan mereka. Sandria tertawa dengan seorang pria yang terlihat seperti Ryan. Ia berusaha fokus terhadap pembicaraan mereka yang terdengar samar.“Ayah sungguh luar biasa.”“Saat mengetahui liputan dari Alan seorang Jurnalis handal yang terpercaya di negara ini, langsung bertindak,” kata Sandria sambil menepuk pundak pria itu. Hans terus menundukkan kepala dengan sibuk di layar handphone sembari berpura-pura menghubungi keluarga yang berada di dalam kamar itu. Mata Hans tidak luput dari pandangan ke arah Sandria dan pria itu. Senyuman Sandria masih terlihat sumringah dan tidak menunjukkan kesedihan sama sekali. Hans perlahan mengarahkan handphone ke Sandria dan pria itu untuk merekam kegiatan dan pembicaraannya. Namun, Sandria menyadari aktivitas Hans yang sengaja merekam perkataan dan aktivitasnya. Ia menggerakkan handphone ke sega
“Saya masih berpegang teguh dengan pendirian apa pun itu. Walaupun pernah memiliki hubungan dengan saya.”“Lalu, apa penilaian bapak terkait hal ini? apakah semuanya akan berhubungan secara kebetulan atau sudah direncanakan oleh mereka hingga tidak menyelidiki kasus kematian Pak Cody, Raja bisnis. Semua dunia akan membicarakan berita ini.” Agustinus menekan.Hans membisu lalu meminum minum kopi dingin sambil menghela napas panjang.Ia tidak bisa menilai sebelum mengamati, mengetahui dan menganalisis hasil yang didapatkan dari usahanya bersama rekan tim. Musuh yang dihadapi oleh Hans bukanlah musuh kelas bawah, melainkan mereka adalah musuh kelas kakap. Musuh yang memiliki banyak orang yang digunakan untuk menghabisi nyawa seseorang.Semua yang didapat olehnya seperti kebetulan dan atau bisa dikatakan dengan satu kata, yaitu takdir. Takdir yang mempertemukan Hans dengan keluarga Rashid dan Adnan yang memiliki niat buruk kepada keluarganya saat bertemu dengan seorang pria di London y
Tono mengangguk sambil tersenyum lebar. Semua menatap khawatir ke Tono yang berkorban untuk mencari tahu informasi penembak jitu ke dalam kandang yang berbahaya.“Maaf, Pak, Pak Tono lebih baik datang ke rumah Adnan saat saya melakukan liputan dengan alat yang dipasang karena ingin tahu ekspresi mereka ketika membahas malam tragis dan menyebut nama mereka.” Alan memberi saran kepada Pak Tono. Tono menoleh ke arah Hans dengan menatap lamat lalu Hans mengangguk. “Baiklah. Semangat,” kata Tono sambil mengepalkan tangan erat dan menggerakkannya dari atas ke bawah dengan senyuman lebar.Semua rekan tim mengikuti gerakan dia dengan senyuman lebar. “Aku sela,” potong Carlos.“Ada apa?” tanya Hans santai.“Kamu tadi bilang kalau ibu Abigail dan Pak Haedar mengawasi Alan yang meliput di depan hotel mewah, kan?” tanya Carlos menekan sambil mengusap dagu.“Iya. Kenapa?”“Sebaiknya, jangan. Jangan membawa ibumu ke hotel mewah karena mereka akan tahu keberadaannya.”“Lalu?” tanya Hans dengan in
“Aku melibatkan ibu agar Pak Presiden tahu bahwa seorang istri dari Raja bisnis juga membutuhkan keadilan,” jawab Hans menekan.“Maaf, Pak, boleh saya beri saran?” tanya Komar.“Silakan.”“Jika Bapak melibatkan ibu Abigail yang ada memperkeruh suasana karena Pak Presiden pasti mengabaikan hal itu. Posisi ibu Abigail juga berbahaya kalau berada di luar.”Hans membisu sambil menegangkan rahang dan mengepalkan tangannya dengan erat. Perkataan Komar ada benarnya. Banyak musuh yang masih berkeliaran di luar sana.“Baiklah. Alan saja yang meliput di luar sana di depan hotel Santorini yang di mana bisa dipantau oleh Pak Haedar dan ibu Abigail.”“Oke, setuju.”Hans menjelaskan strategi berikutnya di papan transparan yang terbuat dari kaca yang diterangi oleh lampu LED.Langkah selanjutnya adalah memancing pelaku yang terdeteksi dan paling menonjol ketika berita peliputan itu muncul. Alan sebagai umpan untuk memancing mereka ketika tidak terlihat lama di depan publik. Banyak masyarakat dan s
Saat Hans dan Carlos berdebat untuk mengutarakan argumentasi membuat Alan tak tinggal diam.Tanpa ada yang tahu, Alan memeriksa postingan dengan anonim di sosial media sudah jutaan orang yang melihat dan menyukai postingannya.“Apa yang kamu lakukan, Alan?” tanya Hans nada tinggi.Alan terkejut. “Aku hanya melihat postinganku sebelumnya.”“Postingan tentang kisah kematian Raja bisnis yang memiliki motif sama dengan kematian anak laki-laki tanpa identitas atau adiknya?” tanya Mira pelan.Alan mengangguk. Semua rekan tim mendekati dan menatap ke layar laptop yang ada dalam pangkuannya.Sontak, semua sorot mata terbelalak ketika melihat jumlah orang yang melihat, membagikan, menyukai dan berkomentar.“Serius itu jumlahnya?”“Aku juga kaget.”“Keren, baru dua jam kamu sudah mendapatkan satu juta orang yang menyukai, membagikan, komen dan melihat,” puji Mira sambil menatap rekan tim bergantian.Hans dan Carlos saling memandang saat melihat jumlah pengikut dan pembaca kisah kematian Raja bi
“Kami memilih untuk bekerja dengan Bapak.”“Oke. Jika kalian berkhianat maka tanggung sendiri akibatnya.”“Iya, Pak.”“Kami sudah mengirim nomor rekening,” kata pria berambut panjang sambil menunjukkan nomor rekening yang sudah dicatat olehnya.Hans mengambil handphone-nya lalu mencatat lima rekening pria itu lalu mengirim uang sebesar seratus lima puluh juta rupiah ke masing-masing rekening. “Saya sudah mengirim uang ke kalian, silakan cek.”Kelima pria itu bergegas memeriksa nomor rekeningnya untuk memeriksa ada uang masuk atau tidak.Hitungan detik, bola mata mereka membulat bersama lalu merayap ke arah Hans dengan mulut sedikit terbuka.“Kenapa?”“Apakah ini tidak kebanyakan, Pak?”“Kalian dibayar berapa sama dia?” tanya Hans datar.“Kami dibayar dua puluh juta saat itu.”Hans hanya menatap sadis ke arah mereka sambil memasukkan handphone ke dalam kantong celana jeans. “Buat bekal hidup kalian yang lebih baik.”“Terima kasih, Pak.”Hans mengangguk lalu keluar dari kamar berisi l