Malam harinya, Ella berbaring di pelukan Javier, dalam kehangatan tempat tidur mereka dan cahaya lembut dari lilin. Dia pergi bersama Damon dan Tanner sepulang kerja untuk berbelanja dan pada saat dia tiba di flatnya, Javier sudah mengenakan celemek. Ya, Javier Summers, CEO Summers Entertainment Industry telah mengenakan celemek miliknya dan berdiri di dapur memasak steak. Tampaknya selama dia berbelanja dengan Damon dan Tanner, Javier telah mengatur segalanya mulai dari makan malam dengan cahaya lilin di balkon yang dikelilingi oleh bunga dan tanaman indahnya hingga kamar tidur dengan cahaya lilin. Sejujurnya, Javier akan menyiapkan kamar mandi yang dipenuhi cahaya lilin juga, tetapi karena Ella hanya memakai shower tanpa bak mandi dan Javier telah berjanji tidak akan mengeluh, jadi dia batalkan rencana itu.
Dengan punggung Ella ditekan ke dadanya, Javier mengusap lengan mulus gadis itu sampai ke pergelangan tangannya dan dengan halus menyentuh cincin pertunangannya. "Kau tahu, kita tidak pernah membicarakan tanggal pernikahan." Dia berhenti selama beberapa detik dan ruangan itu menjadi sunyi sekali lagi. "Apakah kau ingin pesta pernikahan, Nona Stanford?"
Butuh beberapa saat baginya untuk memberikan balasan. Sejujurnya, Ella tidak yakin apakah dia harus mengadakan pernikahan sebelum kehamilannya terlihat atau setelah dia melahirkan bayinya. Ibunya bersikeras bahwa dia harus mengadakan pernikahan dalam waktu maksimal satu bulan, tetapi Ella menyukai situasi saat ini. Hubungannya dengan Javier tampak terburu-buru. Meskipun benar bahwa mereka sudah saling kenal selama lebih dari lima tahun, tetapi mereka baru berkencan selama beberapa bulan dan dia ingin terus berkencan dengannya jika itu masuk akal.
"Aku tidak yakin," akhirnya dia memberikan jawaban yang jujur. “Aku ingin berkeluarga dan aku ingin menikahimu. Tapi entahlah, ini hanya terasa terburu-buru. Aku merasa kita bergerak terlalu cepat dan aku ingin kita sedikit santai tentang segalanya.”“Bayinya akan segera lahir, Ella,” kata Javier dengan lembut dan membiarkan kata-katanya tercerna sebelum melanjutkan, “Aku tahu saat ini banyak pasangan yang memiliki anak bersama tanpa menikah, tetapi aku, yah, kau telah bertemu keluargaku. Kami masih kuno. Jika kau bertemu dengan almarhum kakekku, aku yakin dia akan menghukumku karena membuatmu hamil sebelum menikah.”
"Aku tahu dan aku menyukaimu." Ella bergeser sehingga dia bisa melihatnya. "Aku ingin melakukannya dengan benar, Jiev." Dia menghela nafas kecil lalu memejamkan matanya. "Beri aku waktu seminggu untuk memikirkan ini, oke?"
"Jangan khawatir." Javier menggerakkan kepalanya dan mendaratkan ciuman di dahinya. “Santai saja. Kita memiliki Maxon, Reed, dan saudara laki-lakiku yang lain sehingga dapat kukatakan bahwa tempat dan kateringnya siap sedia. Kita juga memiliki Clarabelle yang akan berusaha keras untuk mendapatkan gaun pengantin yang kau suka. Jadi, jangan khawatir, oke?” Pria itu memberinya senyum meyakinkan dan memberikan ciuman lagi.
"Oke." Ella juga tersenyum.
Malam itu ketika Ella tertidur, Javier mengusap punggungnya. Kerutan dalam terbentuk di dahinya saat dia memikirkan apa yang dikatakan Derek Williams kepadanya sore ini. Berapa banyak dari kata katanya adalah kebenaran? Apa yang terjadi malam itu yang menyebabkan ibu Ella kabur? Ada begitu banyak pertanyaan di dalam kepalanya yang belum terjawab.
Ella bergerak dalam tidurnya sebelum membuka matanya dan tangannya berhenti. "Ada yang salah?" Javier bertanya padanya saat dia melihat kebingungan di wajah gadis itu.
"Tidak apa-apa." Ella menggelengkan kepalanya, wajahnya tampak sedih. "Aku tidak pernah memikirkan dia lama sekali tapi aku—" dia berkedip, "Aku tidak tahu. Aku tiba-tiba teringat padanya dan itu membuatku heran.” Suara gadis itu menghilang dan meskipun dia menatap ke depan, Javier tahu bahwa pikirannya sedang melayang ke tempat lain.
“Heran tentang apa?” pria itu bertanya dengan suara lembut.
“Aku heran di mana dia, apa yang dia lakukan dan apakah dia masih mengingatku. Karena walaupun aku ingin melupakannya dan berpura-pura dia tidak pernah ada, aku tidak bisa melakukannya. Semua hal kecil ini terus mengingatkanku padanya.” Ella menghela napas putus asa. Ada ekspresi pasrah di wajahnya.
Meskipun Javier tahu betul siapa yang dimaksud Ella, dia ingin mencairkan suasana. Ia benci melihat gadis itu sedih seperti ini. “Apakah kau baru saja mengenang mantan kekasihmu, Nona Stanford? Terlebih di tempat tidur kita. Tepat setelah apa yang telah kita lakukan lima belas menit yang lalu.”
Gelak tawa keluar dari mulut Ella. "Tidak. Sudah kubilang, aku hanya punya satu mantan pacar. Leroy.”
"Dan kau pernah mendengar Clarabelle mengatakan bahwa itu tidak mungkin dan sulit dipercaya," godanya.
"Yah, sesi kencan acak di pesta sekolah menengah tidak dihitung dan kau tahu itu."
“Bagaimana kau melakukannya? Bagaimana kau tidak berkencan dengan siapa pun selama masa sekolah atau kuliahmu? ” tanya Javier karena penasaran.
Ella meletakkan satu tangan di sisi wajahnya, menangkup dan membelai pipinya saat dia menjawab, “Seperti yang kukatakan sebelumnya, aku sering berpindah tempat ketika aku masih remaja. Ibuku dan aku jarang tinggal di satu tempat lebih dari tiga bulan. Itu menyebalkan karena aku harus mengenal semua orang lagi tetapi setelah beberapa saat, aku jadi terbiasa. ” Dia mengangkat bahu kecil. “Kurasa aku hanya berpikir bahwa aku akan menyakiti jika aku berkencan dengan seseorang hanya untuk waktu yang singkat. Ini bisa membuang-buang waktu untuk kami berdua juga karena waktuku tinggal di satu tempat terbatas. Aku tidak pernah tahu kapan ibuku akan mengemasi barang-barang kami dan pergi. Aku pulang dan menemukannya sudah berkemas setidaknya dua kali. ” Ekspresinya berubah saat dia tersenyum. “Beruntung bagimu, aku hanya punya satu mantan pacar. Kalau aku, hmm,” Ella pura-pura berpikir, “berapa banyak mantan kekasih yang kau miliki, Pak?”
"Tidak ada yang perlu kau khawatirkan." Dia memutar matanya. "Aku hanya memiliki dua hubungan serius tetapi aku hanya jatuh cinta sekali."
"Ah, benarkah?" Gadis itu memiringkan kepalanya ke satu sisi dan mengetuk hidungnya dengan jari telunjuknya. "Dan siapa wanita ini yang berhasil meluluhkan hatimu yang beku?"
“Wanita yang akan kuajak berbagi sisa hidupku,” jawab Javier dengan ketulusan yang dalam. “Seseorang yang membuatku beruntung menjadi miliknya dan yang tidak akan pernah kulepaskan."
"Sampai maut memisahkan kita?" Ella menggodanya sebagai balasan, mengacu pada pertanyaannya tentang tanggal pernikahan mereka.
“Ya, Nona Stanford. Aku mau." Javier mengangkat tangan Ella ke bibirnya dan mencium punggung buku-buku jarinya.
* * *
Clarabelle menelan makanannya dan memaksa diri untuk menghabiskan sashiminya. Alisnya terangkat saat menatap kakaknya dengan tatapan kosong. “Oke, ayo kita dengarkan."
“Dengarkan apa?” Javier menjawab setelah menyesap tehnya. Biasanya dia makan dengan Ella, tetapi hari ini dia meminta saudara perempuannya untuk menemaninya ke restoran Jepang favoritnya. Dia diam-diam telah bertanya pada Reed restoran favorit adiknya karena Clarabelle biasanya pergi makan bersama Reed dan Maxon. Masalahnya karena memiliki terlalu banyak saudara tidak mungkin mereka berdelapan bisa pergi ke mana-mana bersama. Apalagi mereka semua memiliki kepribadian yang berbeda. Ada yang cocok dengan yang lain tetapi tidak semua orang. Clarabelle kebetulan dekat dengan Reed dan Maxon daripada saudaranya yang lain. Javier tidak mempermasalahkannya. Dia juga lebih dekat dengan Piers daripada yang lain. Itu tidak masalah. Yang penting sekarang adalah dia membutuhkan pendapat Clarabelle. Tidak mungkin dia meminta pendapat dari sudut pandang seorang gadis pada Piers.
Adiknya memutar matanya dan meletakkan sumpitnya. Dia menyesap Ocha (teh hijau) panasnya lalu dengan hati-hati meletakkan cangkir keramik di atas meja. "Tiba-tiba, kau meneleponku dan mengajakku makan siang denganmu." Dia menudigkan jari telunjuknya pada kakaknya dan kemudian pada dirinya sendiri. “Walaupun biasanya kita tidak berbaur, Kak, kecuali kalau kita membutuhkan bantuan. Jadi mengapa kau tidak memberi tahuku apa yang terjadi ? ” Dengan senyum manisnya, adknya memiringkan kepala dan menyapu rambutnya ke satu sisi. “Aku akan membantumu.”
Javier menggelengkan kepalanya, menahan diri untuk tidak tersenyum. “Tentu saja kau harus membantuku. Aku telah membantumu tempo hari. ” Dia kemudian menambahkan karena penasaran. “Ngomong-ngomong, bagaimana kabar pria itu? Apa kau masih menyukainya?”
"Ya tapi ugh, aku benci temannya." Adiknya menusuk sushi Tamago dengan sumpitnya dan memasukkannya ke mulutnya dengan kesal. "Aku benci wajahnya yang bodoh dan kabar baiknya dia juga membenciku jadi aku tidak harus sering melihatnya."
"Seorang pria yang tidak jatuh di kakimu?" Javier mengangkat alisnya karena terkejut. Dia tahu adiknya dan bagaimana tingkah lakunya. Dia cantik dan dia menyadarinya. Adiknya seseorang yang menyadari kelasnya, dan dia tahu dia pantas mendapatkan pria yang akan memperlakukannya dengan benar dan menghormatinya. Dia tidak akan pernah puas dengan sesuatu yang kurang. Meskipun dia sedikit gadis yang buruk. Sama seperti anak muda lainnya yang berjiwa bebas, dia suka berpetualang. Dia sering pergi ke pesta dan terkadang dia membawa pulang seorang pria. Seharusnya tak ada orang tidak menghakiminya. Itu semua tentang kesetaraan gender.
"Tidak semua pria jatuh di kakiku," dia terdengar agak tersinggung. “Tapi ya, yang ini alien, menurutku. Aku tidak ingin dia jatuh di kakiku, aku hanya ingin dia bersikap ramah atau setidaknya tidak mengganggu seperti saat ini.”
Javier tetap diam selama beberapa detik sambil melahap salad wakame-nya lalu menenggaknya dengan segelas teh lemon segar. "Bolehkah aku bertanya? Lagi lagi karena penasaran.”
Adiknya mengangguk. "Tentu."
"Apakah kau pernah tidur dengan pria ini?"
Adiknya akan memasukkan California gulung ke dalam mulutnya dan berhenti di udara. "Pria yang mana?"
"Orang ini yang membencimu."
"Tentu saja tidak!" Adiknya segera menjawab, nadanya terperanjat. “Apakah kau tidak mendengarkanku? Dia membenciku dan aku juga membencinya. Kemarin adalah pertama kalinya Brett memperkenalkannya kepadaku, namun dia tampaknya sudah membenciku.”
"Pertama-tama, kau berkencan dengan seseorang bernama Brett?" Javier menggelengkan kepalanya seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan adiknya. “Kedua, kupikir kau mungkin telah menyinggung orang ini sebelumnya. Siapa namanya lagi?”
"Dean," jawab adiknya lalu menambahkan, "Kenapa?"
"Dean siapa?"
"Aku tidak mengerti mengapa kau sangat tertarik dengan douchebag ini, kak." Dia menghela nafas putus asa sebelum memberikan jawaban, "Dean Westminster."
Javier mengerutkan kening dan kerutannya semakin dalam setiap detik yang menyebabkan Clarabelle merasa gugup. "Apakah kau mengenalnya ?" adiknya bertanya dengan cemas.
Kerutan di dahinya menghilang saat mulutnya membentuk senyuman. Kemudian senyum itu berkembang menjadi seringai. "Aku tidak berharap kau mengingatnya, tetapi bukankah kau punya tetangga bernama Dean Westminster saat kau tinggal di apartemen di Toronto itu?"
Pada awalnya, Adiknya tidak mengingatnya tetapi kemudian dia terperanjat seperti tersengat petir. “Oh, sial!”
Kakaknya tertawa. "Ingat dia sekarang?"
Alih-alih tertawa bersamanya, Clarabelle menatap dengan rasa ngeri di matanya. "Aku memang tidur dengannya."
"Dan kau lupa." Javier menggelengkan kepalanya dan menghela nafas. “Kurasa kita sudah tahu kenapa dia membencimu, ya?”
“Sialan!”
"Anggap saja apa yang kau katakan padaku sejauh ini adalah kebenaran, apakah kau punya bukti?" Javier bertanya sambil memeriksa emailnya di komputer. Ketika ayah Ella belum menjawab, dia menambahkan dengan nada yang lebih mendesak, “Tolong ingatlah baik-baik karena ini mungkin percakapan kita yang terakhir jika kau tidak memiliki bukti sama sekali.”“Aku tidak punya bukti." Pria itu mengatakan kalimat yang terdengar seperti desahan. "Aku khawatir kau hanya bisa memegang kata-kataku saja, anak muda."Javier memikirkannya. “Kalau begitu kurasa aku tidak bisa membawamu menemui Ella. Terima kasih telah memberi tahuku sisi ceritamu. Aku sangat menghargainya….-““Tunggu dulu !” Derek Williams menyela dengan suara keras. “Kau tidak bisa hanya mengharapkan ku memiliki bukti ketika aku tidak tahu apa yang terjadi malam itu dengan Eleanor. Tapi aku tahu pasti bahwa Rachelle pasti tahu apa yang terjadi. Jadi jika kau memintaku untuk membuktikannya kepadamu, maka kau bisa bertanya pada Eleanor ata
Ella menatap tangannya yang gemetar dan mengepalkan tangannya.Ini tidak mungkin terjadi. Ketika hidupnya mulai membaik dan semuanya tepat pada tempatnya, hidup memberinya cobaan lagi. Setetes air mata meluncur dari ujung matanya dan dengan cepat dia mengusapnya. Yang lebih menyakitkan adalah bahwa Javier melakukannya tanpa memberitahunya terlebih dahulu. Dia tidak menanyakan pendapat Ella padahal jelas jelas masa lalu Ella yang diselidikinya. Javier tidak berhak melakukannya. Seharusnya dia megatakan pada Ella, menanyakan pendapat Ella dulu. Mereka adalah partner. Seharusnya mereka duduk bersama dan membicarakannya, tetapi Javier membuat keputusan tanpa bertanya pada Ella dulu. Apakah ini akhir dari hubungan mereka ? Keputusan Javier untuk mencoba sesuatu tanpa mengajaknya bicara, hanya dengan asumsi itu adalah sesuatu yang benar menurut pria ituMenutup matanya, Ella bersandar pada kursi taksi dan menangkupkan kedua tangannya diatas pangkuannya, sementara sopir taksi sibuk menyetir
Saat Javier memasuki apartemen Ella, dia tahu bahwa Ella barusan disana dan tanpa mencar atau memanggil namanya, dia juga tahu bahwa Ella telah pergi. Pertanyaannya adalah kemana dia pergi. Dia mulai mengeliminasi tempat dimana Ella mungkin berada, seperti kantor dan apartemen Damon dan Tanner karena saat itu masih jam kerja dan tak ada seorangpun di apartemen mereka. Saat berikutnya yang muncul adalah rumah ibu Ella yang tepat berada diluar Seattle.Dia cepat cepat mengambil tilponnya dan mengirim pesan ke Ella, menanyakan dia berada dimana. Dia ingin menilponnya tetapi karena dia tidak melihat mobil Ella di parkiran, dia tahu Ella masih menyetir dan dia tidak ingin konsentrasi Ella hilang. Dengan pesan singkat, Ella dapat membacanya nanti. Kemudian dia menghubungi nomor Eleanor. Dering pertama masuk ke kotak suara tetapi Eleanor mengangkat tilponnya yang kedua. “Hello.”“Eleanor, ini Javier dan aku ingin tahu apakah Ella disana.”Sebelum dia memberikan jawaban pada Javier, dia menari
Javier mondar-mandir di lantai ruang tunggu, jari-jarinya menelusuri rambutnya yang acak-acakan. Ini bukan pertama kalinya dia melakukan ini. Dasinya dibuang di suatu tempat sembarangan di mobil. Dia terus berjalan, tetapi dia tidak bisa memikirkan hal lain untuk dilakukan. Dia perlu melakukan sesuatu, apa saja.“Javier?”Dia melompat dan berhenti mondar-mandir saat dia melirik Draven yang berjalan ke arahnya. Javier berjuang untuk menahan isak tangisnya dan langsung menuju ke arahnya, lengannya melingkari adiknya dalam pelukan erat. Dia menempelkan wajahnya ke leher adiknya dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. Draven melingkarkan lengannya pada saudaranya dan memeluknya erat-erat sambil bergumam, “Maafkan aku. Aku datang ke sini secepat mungkin. Jangan khawatir, kak. Dia akan baik-baik saja. Ella akan baik-baik saja.”Kemudian kedua pria itu duduk di kursi plastik tidak nyaman yang berjajar di ruang tunggu. Ruangan itu berwarna putih polos, warna yang hanya menambah sakit
POV Sang CEO Liar “Aku tahu kau tidak percaya padaku, Javier,” kata Aimee begitu Perawat Jo pergi. Aimee duduk di sofa dengan tangan tergenggam di pangkuannya sementara Javier duduk di kursi di sebelah tempat tidur Ella. “Dan aku tidak menyalahkanmu setelah apa yang terjadi di antara kita, tetapi kau harus tahu bahwa ini adalah pekerjaan. Aku tidak akan pernah melibatkan kehidupan atau kesehatan siapa pun.” Ketika Javier tidak mengatakan apa-apa dan masih menatap Ella, gadis itu terus berbicara, “Sudah sepuluh tahun. Kau seharusnya sudah memaafkan dan melupakannya. Aku telah lupa menghitung berapa kali aku mengatakan aku minta maaf. Itu adalah kesalahan yang bodoh. Aku seharusnya tidak melakukannya. Jika itu tidak terjadi, mungkin—" dia mengambil jeda dan menghela nafas sedih, "mungkin kau dan aku masih bersama. Mungkin kita bahkan sudah menikah dan memiliki satu atau dua anak.”Tanpa menatapnya, Javier bergumam pelan, cukup keras untuk didengarnya, "Berhentilah bicara."Namun Aimee m
Rasanya ini semua seperti mimpi. Kecuali fakta bahwa Javier tidak tidur sepanjang malam dan ketika matahari terbit, semuanya masih tetap sama. Ella masih terbaring tak sadarkan diri di ranjang. Laki-laki itu terus menjaganya, mengawasinya sepanjang malam dan berharap gadis itu akan menggerakkan ototnya atau bahkan lebih baik lagi, membuka matanya, namun sejauh ini tidak ada apa-apa. Javier khawatir akan kehilangan Ella dan jika bukan karena ritme detak jantungnya yang stabil di monitor, dia sudah kehilangan akal. Mengalihkan pandangannya dari Ella, dia melihat Damon dan Tanner tertidur di sofa. Tanner sedang tidur dalam posisi duduk sementara Damon meletakkan kepalanya di paha Tanner sedangkan tubuhnya terbaring di sofa. Tanner meletakkan satu lengan di atas mata dan dahi Damon dan apabila di lain waktu, Javier akan tertawa membayangkan Damon sebagai anak nakal yang nakal dan Tanner sebagai ibunya yang mencoba membuatnya tertidur. Ella mempunyai teman-teman yang baik. Javier sangat b
POV Sang Sekretaris Tidak ada hitungan hari maupun malam. Hanya ada kegelapan. Hanya hitam pekat yang bisa ia lihat. Sekarang setelah dipikir-pikir, Ella yakin bahwa ia tidak bisa melihat apa-apa. Matanya hanya bisa tertutup, dan gadis itu hanya bisa menatap kelopak matanya. Terdengar suara-suara samar. Meskipun ia sendiri bahkan tidak yakin apakah itu betul suara seseorang atau hanya imajinasinya belaka. Kadang-kadang suara-suara itu sangat lemah, sampai-sampai mereka tidak bisa terdengar sama sekali. Itu hampir seolah-olah dia sedang berimajinasi saja. Tapi di lain waktu, suaranya sangat lantang. Begitu keras sehingga gadis itu merasa ia akan menjadi tuli karenanya. Namun ia tidak pernah bisa mendapatkan suara dengan volume yang cukup. Selalu terlalu pelan, atau terlalu keras sehingga ia tidak bisa benar-benar memahami dengan betul apa yang mereka katakan, atau bicarakan. Tapi gadis itu yakin bahwa suara itu bukan hanya berasal dari satu orang saja atau suara yang berbeda pada wa
Matanya menyipit meskipun keinginan masih berkilauan dalam kebiruan mata pria itu tatkala memperhatikannya dengan intensitas yang sama seperti ketika ia menciumnya. Entah dari mana, muncul bayangan pemangsa yang sedang mengintai mangsanya melintas di kepala Ella. Siapa pun pria ini, dia berbahaya. Mungkin tidak secara fisik, karena Ella tidak berpikir pria itu akan menyakitinya, tetapi pada tingkat yang lebih dalam dan lebih intim. “Aku bertanya siapa kamu,” katanya, terkesima oleh keheningannya. “Javier.” “Javier,” ulangnya, mencicipi nama pria itu di bibirnya. Dia menunggu beberapa saat sembari berharap beberapa memori akan pria itu muncul di benaknya. Ketika tidak ada yang datang, kepalanya mulai berdenyut-denyut. Sembari menekan jari-jari ke pelipisnya, Ella memejamkan mata dan mencari-cari nama pria itu, wajahnya, ciumannya di benaknya lagi. Tidak ada apa-apa. Bahkan tidak ada firasat bahwa dia mengenal pria itu, bahwa dia mengingat Javier. Yang gadis itu temukan justru lebih b