Saat Javier memasuki apartemen Ella, dia tahu bahwa Ella barusan disana dan tanpa mencar atau memanggil namanya, dia juga tahu bahwa Ella telah pergi. Pertanyaannya adalah kemana dia pergi. Dia mulai mengeliminasi tempat dimana Ella mungkin berada, seperti kantor dan apartemen Damon dan Tanner karena saat itu masih jam kerja dan tak ada seorangpun di apartemen mereka. Saat berikutnya yang muncul adalah rumah ibu Ella yang tepat berada diluar Seattle.Dia cepat cepat mengambil tilponnya dan mengirim pesan ke Ella, menanyakan dia berada dimana. Dia ingin menilponnya tetapi karena dia tidak melihat mobil Ella di parkiran, dia tahu Ella masih menyetir dan dia tidak ingin konsentrasi Ella hilang. Dengan pesan singkat, Ella dapat membacanya nanti. Kemudian dia menghubungi nomor Eleanor. Dering pertama masuk ke kotak suara tetapi Eleanor mengangkat tilponnya yang kedua. “Hello.”“Eleanor, ini Javier dan aku ingin tahu apakah Ella disana.”Sebelum dia memberikan jawaban pada Javier, dia menari
Javier mondar-mandir di lantai ruang tunggu, jari-jarinya menelusuri rambutnya yang acak-acakan. Ini bukan pertama kalinya dia melakukan ini. Dasinya dibuang di suatu tempat sembarangan di mobil. Dia terus berjalan, tetapi dia tidak bisa memikirkan hal lain untuk dilakukan. Dia perlu melakukan sesuatu, apa saja.“Javier?”Dia melompat dan berhenti mondar-mandir saat dia melirik Draven yang berjalan ke arahnya. Javier berjuang untuk menahan isak tangisnya dan langsung menuju ke arahnya, lengannya melingkari adiknya dalam pelukan erat. Dia menempelkan wajahnya ke leher adiknya dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. Draven melingkarkan lengannya pada saudaranya dan memeluknya erat-erat sambil bergumam, “Maafkan aku. Aku datang ke sini secepat mungkin. Jangan khawatir, kak. Dia akan baik-baik saja. Ella akan baik-baik saja.”Kemudian kedua pria itu duduk di kursi plastik tidak nyaman yang berjajar di ruang tunggu. Ruangan itu berwarna putih polos, warna yang hanya menambah sakit
POV Sang CEO Liar “Aku tahu kau tidak percaya padaku, Javier,” kata Aimee begitu Perawat Jo pergi. Aimee duduk di sofa dengan tangan tergenggam di pangkuannya sementara Javier duduk di kursi di sebelah tempat tidur Ella. “Dan aku tidak menyalahkanmu setelah apa yang terjadi di antara kita, tetapi kau harus tahu bahwa ini adalah pekerjaan. Aku tidak akan pernah melibatkan kehidupan atau kesehatan siapa pun.” Ketika Javier tidak mengatakan apa-apa dan masih menatap Ella, gadis itu terus berbicara, “Sudah sepuluh tahun. Kau seharusnya sudah memaafkan dan melupakannya. Aku telah lupa menghitung berapa kali aku mengatakan aku minta maaf. Itu adalah kesalahan yang bodoh. Aku seharusnya tidak melakukannya. Jika itu tidak terjadi, mungkin—" dia mengambil jeda dan menghela nafas sedih, "mungkin kau dan aku masih bersama. Mungkin kita bahkan sudah menikah dan memiliki satu atau dua anak.”Tanpa menatapnya, Javier bergumam pelan, cukup keras untuk didengarnya, "Berhentilah bicara."Namun Aimee m
Rasanya ini semua seperti mimpi. Kecuali fakta bahwa Javier tidak tidur sepanjang malam dan ketika matahari terbit, semuanya masih tetap sama. Ella masih terbaring tak sadarkan diri di ranjang. Laki-laki itu terus menjaganya, mengawasinya sepanjang malam dan berharap gadis itu akan menggerakkan ototnya atau bahkan lebih baik lagi, membuka matanya, namun sejauh ini tidak ada apa-apa. Javier khawatir akan kehilangan Ella dan jika bukan karena ritme detak jantungnya yang stabil di monitor, dia sudah kehilangan akal. Mengalihkan pandangannya dari Ella, dia melihat Damon dan Tanner tertidur di sofa. Tanner sedang tidur dalam posisi duduk sementara Damon meletakkan kepalanya di paha Tanner sedangkan tubuhnya terbaring di sofa. Tanner meletakkan satu lengan di atas mata dan dahi Damon dan apabila di lain waktu, Javier akan tertawa membayangkan Damon sebagai anak nakal yang nakal dan Tanner sebagai ibunya yang mencoba membuatnya tertidur. Ella mempunyai teman-teman yang baik. Javier sangat b
POV Sang Sekretaris Tidak ada hitungan hari maupun malam. Hanya ada kegelapan. Hanya hitam pekat yang bisa ia lihat. Sekarang setelah dipikir-pikir, Ella yakin bahwa ia tidak bisa melihat apa-apa. Matanya hanya bisa tertutup, dan gadis itu hanya bisa menatap kelopak matanya. Terdengar suara-suara samar. Meskipun ia sendiri bahkan tidak yakin apakah itu betul suara seseorang atau hanya imajinasinya belaka. Kadang-kadang suara-suara itu sangat lemah, sampai-sampai mereka tidak bisa terdengar sama sekali. Itu hampir seolah-olah dia sedang berimajinasi saja. Tapi di lain waktu, suaranya sangat lantang. Begitu keras sehingga gadis itu merasa ia akan menjadi tuli karenanya. Namun ia tidak pernah bisa mendapatkan suara dengan volume yang cukup. Selalu terlalu pelan, atau terlalu keras sehingga ia tidak bisa benar-benar memahami dengan betul apa yang mereka katakan, atau bicarakan. Tapi gadis itu yakin bahwa suara itu bukan hanya berasal dari satu orang saja atau suara yang berbeda pada wa
Matanya menyipit meskipun keinginan masih berkilauan dalam kebiruan mata pria itu tatkala memperhatikannya dengan intensitas yang sama seperti ketika ia menciumnya. Entah dari mana, muncul bayangan pemangsa yang sedang mengintai mangsanya melintas di kepala Ella. Siapa pun pria ini, dia berbahaya. Mungkin tidak secara fisik, karena Ella tidak berpikir pria itu akan menyakitinya, tetapi pada tingkat yang lebih dalam dan lebih intim. “Aku bertanya siapa kamu,” katanya, terkesima oleh keheningannya. “Javier.” “Javier,” ulangnya, mencicipi nama pria itu di bibirnya. Dia menunggu beberapa saat sembari berharap beberapa memori akan pria itu muncul di benaknya. Ketika tidak ada yang datang, kepalanya mulai berdenyut-denyut. Sembari menekan jari-jari ke pelipisnya, Ella memejamkan mata dan mencari-cari nama pria itu, wajahnya, ciumannya di benaknya lagi. Tidak ada apa-apa. Bahkan tidak ada firasat bahwa dia mengenal pria itu, bahwa dia mengingat Javier. Yang gadis itu temukan justru lebih b
Ella menatap ibunya, Eleanor Stanford, selama beberapa detik sebelum akhirnya mengalihkan pandangannya kembali ke ayahnya, Derek Williams. Kedua orang tuanya menatap kembali padanya dengan penuh harap seolah menunggu jawabannya namun dia tidak memilikinya. Pada akhirnya, gadis itu malah mengajukan pertanyaan kepada mereka, “Hal apa yang kamu minta aku memaafkanmu?”Ibunya berkedip. Satu kali. Dua kali. Kemudian ibunya menoleh ke ayahnya. “Berapa banyak yang sudah kamu ceritakan padanya, Derek?” “Aku tidak mendapat kesempatan untuk bercerita banyak padanya. Aku pikir Javier mungkin telah memberitahunya sesuatu sebelumnya,” jawab Ayah Ella dan ketika dia melihat Eleanor hendak menyela, ia dengan cepat menambahkan, “yang aku tidak tahu apa itu.” Ella mengerutkan kening, tiba-tiba kepalanya pusing. “Bisakah kalian berdua menjelaskan kepadaku apa yang sebenarnya terjadi? Yang aku dapat ingat hanyalah bahwa Anda,” gadis itu menunjuk ayahnya, kerutannya semakin dalam ketika ia mencoba dan
POV Sang CEO Liar | JAVIER “Kak?” Clarabelle memiringkan kepalanya dan mengerutkan kening sebelum memanggil kakaknya lagi dengan nama lengkapnya, kali ini lebih keras. “Javier Rainard Summers!” Kakaknya yang selama sepuluh menit terakhir tengah menatap kosong ke depan dengan ekspresi sedih di wajahnya berkedip kemudian mengalihkan pandangannya ke Clarabelle. “Apakah kau mencoba memberiku serangan jantung, Clarabelle Anneliese Summers?" “Tentu saja tidak,” jawabnya kembali dengan gusar. “Berhenti memanggilku dengan nama lengkapku. Kakak kan tahu aku benci nama tengahku.” “Kau dulu yang memulainya,” komentar Javier pelan. “Hanya karena kau tidak menggubrisku. Aku sudah berbicara padamu selama setengah jam dan saya telah bertanya dua kali. Tak satu pun dari pertanyaanku yang kau jawab.” Javier memberinya senyum sedih. “Aku menyesal.” “Aku tahu kau tidak ingin memikirkan skenario terburuk, Kakak,” Clarabelle mengulurkan tangan dan meletakkan tangannya dengan hati-hati di atas tanga