Beranda / Romansa / Memory / Bab 13 Bersemu merah jambu

Share

Bab 13 Bersemu merah jambu

Penulis: Stefani Wijanto
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-25 16:42:44

Edlyn berteriak keras, sepertinya dia ingin mengeluarkan penat jiwa yang sudah lama terendap. Lirih isakannya berubah raungan yang mencabik telinga. Dia memelukku kuat.

Setiap orang yang melintas, melihat kami dengan kerut yang dalam seolah berkata, mereka berdua gila. Duduk di pelataran parkiran mobil, berpelukan dan yang satunya histeris.

Gila. Mungkin kadar gila sudah tinggi, sehingga menangis dan berteriak adalah pilihan terbaik. Setelah reda gejolak hati, Edlyn mulai tenang.

Kedua tanganku menangkup pipi Edlyn yang basah. "Lyn, kita pulang. Apa kamu kuat berdiri? Kalau tidak kuat, aku bisa menggendongmu."

Edlyn tertawa kecil. "Apa Bu Hasna kuat?"

"Jujur, aku tidak kuat menggendongmu. Ayo." Aku membimbing Edlyn berdiri, kami berdua masuk ke dalam mobil.

"Sudah dulu, aku harus kerja lagi ...." Roni buru-buru mematikan sambungan telepon.

Siapa y

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Memory   Bab 14 Membakar mulut mereka

    Sore. Sudah selesai semua pekerjaan. Aku duduk di tepi ranjang, memandangi foto Amanda. Sedang apa dia sekarang? Bagaimana kabarnya hari ini? Sepulang sekolah dia selalu bercerita tentang teman-temannya, guru yang galak atau kakak kelas yang ganteng. Aku rindu masa itu. Netraku melihat balsem milik Roni yang belum aku kembalikan. Aku meraih balsem, melangkahkan kedua kaki menuju kamar Roni. "Kita bertemu di hotel Anggrek? Kamar 32? Kita bisa membicarakan ini di rumah ... ya, aku tahu tidak aman, karena di rumah banyak mata. Oke, oke aku segera menemuimu." Aku yang berdiri di depan pintu kamar Roni, berlari cepat--bersembunyi di dekat jam besar. Roni pasti menemui Garneta. Aku akan ke hotel Anggrek, untuk mendapatkan bukti. 'Tunggu Hasna, kenapa kau peduli dengan masalah mereka?' bisik hatiku. Aku tidak peduli, aku hanya tidak bisa me

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-25
  • Memory   Bab 15 Drama

    Aku mengambil botol sambal dari dalam kulkas."Kenapa bawa sambal, Hasna? Itu sambal baru kubuat tadi pagi, buat persediaan.""Buat mengoles bibir mereka. Besok aku buatkan lagi," sahutku, setengah berlari menuju pintu keluar."Hasna, tunggu!" Lenni berlari menyusulku, napasnya terengah-engah--kedua tangannya bertumpu di lutut."Mau ikut?""Hiss, siapa yang mau ikut," jawab Lenni. "Jangan melakukan hal bodoh, bagaimana kalau kamu dituntut karena melakukan tindakan tidak menyenangkan? Mereka orang berduit.""Aku tidak takut," tandasku."Hasna, tunggu di situ ...." Lenni masuk ke dalam rumah, selang beberapa saat dia kembali. "Ini kunci motor dan jaketnya."Aku menepuk jidat sendiri. Lenni hafal di mana aku menaruh kunci--pada gantungan baju belakang pintu."Oh, ya, Hasna ... sambal itu sangat pedas level seratus, Pak Aksara suka sekali sambal super pedas. Gunakan sedikit saja.""Aku tidak janji." Aku tertawa

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-26
  • Memory   Bab 16 Es krim

    Aku sedang mengelap meja ruang keluarga ketika Pak Aksara dan Garneta pulang. Garneta menggamit lengan Pak Aksara, wajah perempuan itu sangat bahagia. Hari ini Pak Aksara pulang lebih cepat dan mengantar Garneta periksa ke dokter kandungan."Kami baru saja pulang dari dokter kandungan. Akan ada bayi di rumah ini," ucap Garneta.Edlyn tidak mengalihkan mata dari buku yang dibacanya. "Aku benci bayi, apalagi bayi di dalam kandunganmu.""Kita akan menjadi keluarga yang bahagia," lanjut Garneta, matanya memandangku penuh kemenangan. Kepalanya bersandar di bahu Pak Aksara."Hasna, tolong panggil semua pegawai. Aku ingin memberitahu kabar bahagia ini," perintah Pak Aksara."Baik, Pak," sahutku. Sebenarnya apa yang direncanakan Pak Aksara? Berita mengenai dirinya telah menikah dengan Garneta sudah menyebar karena ulah Bu Rosie.Aku memanggil semua pekerja di rumah ini, ada Lenni, Pak Wirjo, Roni dan Pak Heri--satpam rumah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-26
  • Memory   Bab 17 Kesabaran

    Gegas aku turun dari tempat tidur, tanganku menyambar kunci motor. Berlari keluar kamar."Hasna, mau ke mana?" Pak Aksara mendadak muncul dari dapur saat aku mencapai pintu belakang."Sa ... ya ... harus pergi ke rumah sakit. Putri saya mengalami kecelakaan," sahutku sembari membuka pintu.Dengan tangan gemetar aku berusaha memasukkan kunci motor. Persendianku terasa luluh lantak, aku tidak bisa konsentrasi hingga kunci jatuh di lantai.Aku menarik nafas perlahan, mencoba untuk tenang. Kemudian aku merunduk, mencari kunci motor."Ban motor bagian belakang kempis."Kedua tanganku menekan ban bagian belakang, benar kempis. Aku terduduk, di saat seperti ini motorku tidak bisa diajak kompromi."Masuk mobil," suruh Pak Aksara. "Aku akan mengantarmu.""Saya ... bisa ....""Jangan membantah! kamu ingin cepat sampai ke rumah sakit atau tidak!?"Aku bangkit berd

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-26
  • Memory   Bab 18 Hati yang Menghitam

    "Kamu agak kurusan," ujar Lenni. "Wajahmu kuyu, istirahatlah. Biar aku membereskan cucian.""Tidak, Lenni. Pekerjaan ini tanggung jawabku," tolakku."Tapi, sudah malam, istirahatlah ...." bujuk Lenni. "Jangan sampai kamu jatuh sakit.""Bik Yuni tidak kembali ke sini lagi?""Iya, tadi dia sudah memberitahu Pak Aksara lewat telepon. Ini gaji pertamamu, Hasna."Aku menerima amplop cokelat yang diulurkan Lenni."Aku tidur duluan ya ...." Lenni beranjak dari ruang cuci.Kenapa jumlah gaji yang kuterima utuh? Harusnya dipotong, karena aku izin satu minggu karena Amanda kecelakaan. Aku menyusul Lenni ke kamar tidur."Lenni, gajiku kok utuh satu bulan?""Maksudmu?""Aku pernah satu minggu tidak bekerja, harusnya kan dipotong ....""Tanya saja sama Pak bos," sahut Lenni, menarik selimut bersiap ke pulau mimpi."Pak bos sudah pulang?""Ada tuh ... di ruang kerja, baru saja aku

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-26
  • Memory   Bab 19 Cemburu

    Aku memegang lengan Edlyn, memberi tanda untuk tenang. Selama aku menjaga Amanda di rumah sakit, dia tidak menolak eksistensiku. Sekarang Amanda berulah lagi. Sesuatu atau seseorang telah membasuh kembali kerapuhannya."Dengar Manda, sekali lagi mama katakan, mama tidak pernah menyumpahimu," tandasku. "Wajahmu rusak, bahumu patah itu bukan salah mama."Amanda melengos."Koreksi dirimu. Masalah kontrak iklan dan sinetron kamu bisa menggapainya kembali.""Tapi, wajahku menyerupai monster!" pekik Amanda."Papamu punya banyak uang! Dia bisa membiayai operasi plastik." Aku menarik nafas dalam. "Keputusan hidupmu ada di tanganmu sendiri, Manda. Kamu mau bangkit atau hanya duduk meratapi nasib dan menyalahkan orang lain."Sudah beberapa kali aku ingin mengabaikan Amanda, tetapi nyatanya aku tidak bisa melihat dia menderita."Mama pulang dulu," pamitku, berjalan k

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-28
  • Memory   Bab 20 Kasih Tulus

    Lenni menyuruhku membeli daging sapi, dia senang sekali menyuruhku. Aku memilih membeli di supermarket dekat rumah. Sebelum balik, aku menyempatkan membeli jus buah mangga--jus kesukaan Amanda. Kemudian duduk di bangku berderet di luar supermarket."Dunia ini, kota ini sempit sekali, kenapa kita selalu bertemu?"Sang super model yang sudah pensiun duduk di sebelahku."Jika tidak suka bertemu denganku kenapa menghampiri diriku?" Aku menatap tajam Soraya."Ada yang ingin aku sampaikan, Hasna. Aku tidak akan mempertahankan pernikahan dengan Mandala. Untuk apa tetap di samping lelaki yang sudah tidak mencintaiku? Lebih baik aku lepaskan.""Itu tidak penting bagiku," sungutku."Aku telah menemukan seseorang yang lebih kaya dan pastinya memujaku. Ah, hidup tidak perlu di bikin susah," kata Soraya.Aku mengacuhkan Soraya."Kembalilah pada Mandala, Hasna. Aku tidak akan menghalangi kalian.""Aku tidak akan kembali ke

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-28
  • Memory   Bab 21 Serigala di pagi hari

    Aku celingukan, mencari mobil yang mengantar Amanda. "Kamu ke sini naik apa?""Taksi.""Mama akan mengantarmu pulang," ujarku."Aku tidak mau pulang ke rumah Papa," tolak Amanda, kepalanya menggeleng lemah."Heh, kenapa?" tanyaku, heran."Aku ingin tinggal dengan Mama lagi." Lirih suara Amanda menjawab. Dia terlihat lelah dan menahan nyeri."Malam ini, kamu sementara tidur di rumah Pak Aksara. Besok kita baru pulang ke rumah."Amanda agak ragu saat memasuki rumah. "Bagaimana kalau Edlyn mengusirku?""Edlyn anak yang baik, dia tidak akan mengusirmu," jelasku.Aku membantu melepaskan sepatu Amanda, menyelimuti tubuhnya. Mata Amanda mengamati kamar--pada Lenni yang tidur tengkurap dan suara mendengkurnya yang khas."Tidurlah ...." Aku membelai rambut Amanda."Mama ... aku sayang mama. Selama

    Terakhir Diperbarui : 2021-11-29

Bab terbaru

  • Memory   Bab 37 I Love You (END)

    Nampak Soraya keluar dari dalam vila, dia berjalan menghampiri kami. Di bawah temaram langit malam, wajah Soraya terlihat antara geram dan gugup. Namun, sepertinya dia berusaha tenang."Aku akan mengakui perbuatanku. Yeah, sebelum matahari terbit di timur," ujar Soraya. "Aku juga akan menyampaikan permintaan maafku pada kalian.""Mari kita hidup dengan tenang, Soraya," ucapku.Soraya tersenyum sinis. "Tenang untukmu bukan untukku.""Jika uang bisa membuat hidupmu tenang, aku akan memberimu sejumlah uang," tukas Aksara. "Tinggalkan keluargaku, carilah kebahagiaan untuk dirimu sendiri."Tawa meledak dari bibir Soraya, wajah cantik itu menyeringai. Mungkin dia memang butuh uang, tetapi tidak mau mengakui. Terlalu gengsi."Aku bisa menghasilkan uang sendiri, kalian pikir aku wanita gila harta," sungut Soraya."Lalu kenapa kamu jadi gundiknya Pak Danu? Demi uan

  • Memory   Bab 36 Gamang

    "Kita bicara di dalam." Aksara menarik lengan Soraya supaya berdiri, wanita itu malah memanfaatkan situasi dengan memeluk Aksara. Dengan pelan Aksara mendorong tubuh Soraya."Tanpa kamera!" tegas Aksara pada seorang kameramen yang ikut berjalan masuk.Aku menutup pintu, sang super model duduk di sofa. Dia menarik napas panjang, lalu berkata pelan, "Aku tahu di rumah ini ada CCTV.""Apa yang kau inginkan? uang?" Aksara menyilangkan kedua tangan di dadanya.Soraya pura-pura menangis lagi. "Aku hanya ingin bertemu dengan putriku ... Aku tidak ingin uangmu, Aksara.""Dasar sinting!" Aku yang bergerak maju ingin menampar Soraya, dicegah Aksara--dia menarik pinggangku."Hasna, tenang," ucap Aksara.Soraya berdiri, berhadapan denganku begitu dekat. "Aku hanya ingin merusak citra Aksara, seorang pengusaha yang memisahkan mantan istrinya dengan putrinya," bisik Sor

  • Memory   Bab 35 Reality Show

    Aku termangu, mengamati surat dengan amplop putih, di pojok kanan atas tertulis untuk Hasna. Surat dari Mandala yang dititipkan pada Amanda, ketika dia mengunjungi Mandala sebelum ke rumah sakit--seminggu yang lalu.Surat itu belum aku buka apalagi dibaca. Ada perasaan takut."Kenapa tidak dibaca?" Aksara menarik selimut, dia bersiap untuk tidur. "Aku tidak cemburu.""Baiklah, aku akan membacanya." Dengan perasaan cemas aku merobek ujung amplop. Mengeluarkan secarik kertas.Apa kabar, Hasna? Aku berharap kamu selalu sehat dan bahagia.Hasna, jangan berpikiran untuk mencabut tuntutan demi Amanda. Aku pantas menerima hukuman. Aku pantas meringkuk di dalam bui. Jadi, biarkan aku menuai apa yang kutabur. Mandala.

  • Memory   Bab 34 Malam Bersama

    Soraya menarik napas panjang, seolah pasokan oksigen untuk tubuhnya menipis. Sekarang ekspresi mukanya berubah marah."Kalian berbohong, tidak ada berita mengenai pernikahan seorang Aksara Winata!" teriak Soraya, tubuhnya berbalik ke arah keempat temannya. "Apa di antara kalian ada yang tahu?"Mereka berlomba mengeluarkan ponsel, sepertinya mereka mencari berita tentang Aksara di media online."Tidak ada berita pernikahan," sahut Dee, perempuan dengan kemeja hijau tua dan anting besar."Di Instagram ada." Seorang perempuan berambut bob memperlihatkan ponselnya pada Soraya.Aksara membuat status di IG, dua hari yang lalu--sebuah foto kami berempat, aku, Aksara, Edlyn dan Amanda--duduk di halaman berumput. Sisi kanan wajah Amanda yang rusak menempel di bahuku, jadi tidak terlihat. Aksara menuliskan caption Istriku tercinta dan dua bidadari tercan

  • Memory   Bab 33 Otw Pingsan

    Matahari sudah meninggi, sinarnya menyeruak masuk melalui kisi jendela, sedikit menyilaukan mata yang baru terbuka. Aksara tidak berada di tempat tidur. Mungkin dia sudah berangkat kerja, tapi sekarang hari Sabtu. Aku sempat bangun ketika hari masih subuh, karena kondisi yang belum sehat--aku terlelap kembali.Perlahan aku beranjak turun dari pembaringan, berjalan ke arah jendela lalu membuka semua tirai jendela. Ini hari kelima aku tinggal di rumah Aksara, setelah satu minggu dirawat di rumah sakit. Statusku sekarang adalah istri Aksara, namun terkadang aku belum memercayai hal indah yang telah terjadi.Aku melihat Amanda dan Edlyn sedang duduk di kursi ayunan. Mengobrol sambil menikmati sepiring biskuit gandum. Edlyn melambaikan tangannya begitu mengetahui keberadaanku--yang memandangi lewat jendela."Sudah bangun?"Aku menoleh, Aksara menutup pintu kamar kembali. Wajahnya p

  • Memory   Bab 32 Menikah

    Aku terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit. Tangan kiriku dipasang infus.Pada bagian leher terasa nyeri dan bengkak. Pipiku lebam, pelipis robek. Beruntungnya aku tidak mengalami cedera parah. Aku menoleh ke arah kiri. Amanda dan Edlyn tertidur di sofa.Aksara duduk di kursi--samping ranjang, dia juga terlelap. Kepalanya tersuruk di ranjang. Jemariku menyusuri rambutnya.Tadi siang ketika aku tersadar, wajah-wajah panik mengelilingi diriku--Amanda yang memelukku, Edlyn yang menangis dan Aksara yang terlihat emosi, antara sedih dan geram.Menurut cerita Amanda, setelah tubuhku dilempar keras ke dinding dan tidak sadarkan diri, Mandala panik. Dia membopong tubuhku lalu keluar rumah, tapi, Aksara muncul. Mereka terlibat perkelahian siapa yang berhak membawaku ke rumah sakit.Setelah menganiaya diriku, Mandala khawatir? Sepertinya dia tidak waras."Hasna," lirih Aksara, dia menegakkan bad

  • Memory   Bab 31 Hitam

    Edlyn memberi potongan kue pertamanya pada Amanda. "Ini buat lu, Manda."Amanda tampak terperanjat."Selama bertahun-tahun, gue selalu memberi potongan kue pertama pada Papa. Tahun ini gue mempunyai seorang Ibu dan saudara," jelas Edlyn. "Mimpiku terwujud. Semoga tahun depan saudara gue tambah satu lagi.""Maksud lu?" tanya Amanda sambil menerima potonga kue dari Edlyn."Adik bayi, dari perut Mama Hasna," jawab Edlyn merangkul pundakku.Mungkin, jika aku sedang makan atau minum, aku akan tersedak mendengar ucapan Edlyn."Iya, kalau bisa kembar cowok dan cewek. Ih, pasti seru," timpal Amanda.Di usia yang mencapai 35 tahun, aku tidak memikirkan tentang bayi. Cukup Amanda dan Edlyn."Bagaimana, Ma? Nanti kita bantu menjaga, memandikan, menyuapi ...." Amanda menatapku penuh harap."Mama, pikir ....""Papa dan Mama akan bekerja keras untuk memberikan adik untuk kalian berdua," sela Aksara.

  • Memory   Bab 30 Cincin Permata

    "Apa yang kamu bawa?" tanya Aksara."Aku buat mie goreng.""Ayo, masuk."Aku menggelengkan kepala. "Kita duduk di teras saja," tolakku, "jika kita berdua di dalam rumah akan menimbulkan fitnah. Aku juga takut dengan diriku sendiri."Aku langsung duduk di kursi teras, Aksara malah menatapku dengan ekspresi bingung. "Ada apa, tidak boleh duduk di sini?""Kenapa takut dengan dirimu sendiri?" Kepala Aksara meneleng ke kiri. Aku menggelepar karena kehabisan napas."Karena ada sesuatu yang ... Ah, sudahlah, kamu tidak menawarkan aku kopi atau teh?""Baiklah, Nyonya."Aksara masuk ke dalam rumah, sementara aku mengamati langit yang semakin cerah."Kopi untuk Anda, Nyonya." Aksara meletakkan cangkir kopi di meja, dia duduk di kursi satunya lagi. "Apa aku membuatmu khawatir?""Sedikit," sahutku."Aku hanya ingin memberimu kejutan," ujar Aksara, enteng.Aksara memang memberikan kejutan

  • Memory   Bab 29 Apa Kabar?

    Mandala hampir setiap hari datang ke rumah, walaupun kadang hanya sebentar dengan membawa kue atau buah. Malam ini dia datang lagi. Sebenarnya aku jengah dengan kehadiran Mandala. Apalagi tetangga mulai menggunjing tentang kami berdua."Kalian sudah makan?" tanya Mandala, menaruh sekotak pizza di meja makan."Sudah, Pa," jawab Amanda."Hasna, apa bisa kita bicara?" Mandala berjalan keluar rumah. Dia berdiri dekat pagar rumah--dengan satu tangan berada di dalam saku celana.Apa yang ingin dia bicarakan, sehingga harus menjauh dari Amanda? Aku mengikutinya keluar."Ada apa?" tanyaku."Aku sudah menemukan dokter bedah plastik terbaik.""Aku senang mendengarnya," ucapku. Hembusan adara malam terasa hangat karena aku bahagia untuk Amanda. Cedera bahunya sudah mulai pulih, walaupun ruang gerak Amanda masih terbatas."Hasn

DMCA.com Protection Status