"Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t
"Hei, wanita murahan! Aku tak menyangka wanita sepertimu mengkhianati kekasihku! Selama ini kau pandai menyembunyikan kelicikanmu di balik wajah polosmu itu! Kau memang tak pantas bersanding dengan Martin!" seru Cordelia sambil tersenyum sinis. Baru saja keluar dari gedung pengadilan, Diana Hamilton sudah disambut dengan suara teriakan Cordelia, adik tirinya. Setelah setahun lama menghilang, Cordelia muncul tiba-tiba tepat di hari perceraiannya. Diana penasaran, kemana Cordelia selama ini. Mengapa baru sekarang menampakkan diri. Dahulu, Cordelia menghilang tiba-tiba di hari pernikahan lalu dia pun disuruh Lauren untuk menggantikan Cordelia. Saat ini, Diana hanya bisa menerka-nerka.Diana mengangkat kepala, dengan perasaan remuk redam, melihat Cordelia tengah bergelayut manja di lengan Martin Martinez, mantan suami. Sekarang Diana sudah menyandang status janda. Diana diceraikan, dalam keadaan hamil muda, karena minggu lalu Martin mendapatkan fotonya tanpa busana bersama pria yang wajah
"Kenapa kau masih di sini hah! Masih punya muka kau rupanya?!"Bukan Martin yang menanggapi, melainkan Lauren. Wanita itu langsung berdiri dan menghampiri Diana. Sementara Kornelius hanya diam saja, tak langsung memberi penjelasan pada Martin. "Aku tidak butuh tanggapanmu, Ma. Aku ke sini ingin berbicara dengan Martin."Diana mengabaikan Lauren dan memilih memandang ke arah Martin masih bergeming duduk di atas sofa bersama Cordelia. Pemilik mata cokelat itu tak berniat mendekat. Semakin mendidih darah Lauren, matanya melotot tajam. "Kau!"Tanpa banyak kata Lauren melayangkan tamparan di pipi kanan Diana.Plak!Diana tersentak, matanya melebar sedikit, secepat kilat memegangi pipinya yang terasa amat panas sekarang. "Shft ..." Diana menatap Lauren dengan mata berkilat menyala. Lauren telah membuat kesabarannya habis. Plak!"Ahk!" Lauren terlonjak kaget saat Diana melayangkan tamparan pula di pipi kanannya seketika."Mama!" Cordelia berteriak, buru-buru mendekat diikuti Martin setela
"Ke Kuba?"Diana tahu betul jika Martha berasal dari Kepulauan Kuba, bagian Amerika Tengah, terletak sangat jauh dari Venezuela dan harus menyeberangi Lautan Karibia untuk sampai ke sana. Martha, pemilik rambut hitam bergelombang itu datang ke Caracas memang mengadu nasib di sini. Jika Diana pikir-pikir tidak ada salahnya dia ikut ke sana. "Iya, ayo pergilah bersamaku, Diana. Aku pun belum tentu akan kembali ke kota ini, pakaianku akhir-akhir ini kurang peminat dan biaya sewa gedung juga sudah habis, aku tidak punya uang untuk membayarnya." Martha menjelaskan dengan raut wajah nelangsa. Diana melempar senyum hambar, merasa kasihan dengan gadis 22 tahun itu. Selama berteman, Diana tahu betul betapa tekun dan uletnya Martha dalam melakukan perkerjaan meski toko kurang peminat selama ini. "Apa aku tidak merepotkanmu, Martha? Aku membawa seseorang di dalam perutku ini?" tanya Diana sambil mengelus perut. Martha menggeleng cepat lalu tersenyum sumringah. "Tidak sama sekali, Diana. Justr
"Martin, aku mencintaimu, aku tidak rela melihat kau menyentuh wanita lain, selain aku ...."Sedari tadi Cordelia menitihkan air mata kala mendengar Martin akan mencari wanita lain bermaksud ingin mendapatkan anak. Karena sampai saat ini Cordelia tak kunjung hamil. Cordelia tahu jika tetua alias papa angkat Martin memerlukan keturunan untuk melanjutkan bisnis hitam Martin.Martin duduk di sofa sambil memegang cerutu. Asap terlihat udara, menandakan cerutu baru saja disesap. Mata elang nan tajam itu memandang ke arah Cordelia sedang terduduk di atas lantai sejak tadi."Lalu apa yang harus aku lakukan, Cordelia? Kemarin Papaku bertanya kapan kau akan hamil? Sebelum papa pergi, dia memintaku untuk segera memberinya seorang pewaris. Kau tahu sendiri kan, Papa hanya memiliki aku saja.Di umur tujuh tahun, Martin Martinez sudah tidak lagi memiliki orang tua. Orang tua kandungnya dibunuh oleh komplotan mafia lain. Masa lalu kelam mempertemukan Martin dengan Pablo. Pablo yang kebetulan tidak m
"Angela!" panggil Angelo. Angelo terlihat panik, melihat Angela berlari sangat kencang. "Ya ampun, bagaimana ini! Pasti Mommy marah padaku! Anak itu, apa sih yang dia lakukan!" gerutunya sambil mempercepat langkah kaki kala melihat Angela berbelok ke kanan tiba-tiba. Dia tak melihat apa yang telah terjadi barusan karena sibuk melayani pembeli. Sementara itu di toko pakaian, Pedro sedang sibuk melerai dua wanita pengunjung pakaian yang terlibat adu mulut. Sehingga sejak tadi perhatiannya teralihkan dan tak menyadari bila Angelo dan Angela tidak berada di dalam booth. Begitupula dengan Diana dan Martha. Karena matahari semakin meninggi, para pengunjung toko semakin padat merayap. Sampai-sampai kedua wanita itu kewalahan dan tak menyadari pula si kembar tidak berada di sekitar. "Hei, belhenti!"Angela masih mengejar Cordelia dan Ursula sambil memegangi mahkota bunga di atas kepala. Bocah itu tak mau uang hasil kerja kerasnya terbuang begitu saja. Cordelia dan Ursula pun tak berniat m
"Hai, Uncle siapa ya?"Angela mencoba bertanya. Karena dia sangat penasaran. Namun, Martin malah memberi kode pada kedua karyawannya untuk pergi sekarang. Mereka mengangguk cepat kemudian berlalu pergi, meninggalkan Martin sedang memicingkan mata, mengamati wajah yang mirip dengannya itu. Martin terlihat enggan menyahut. Namun, entah mengapa kedua bocah itu menarik perhatiannya sekarang. Dengan sabar Angela menanti jawaban dan pada akhirnya baru sadar akan tujuan awalnya datang kemari. "Astaga, wanita penjahat itu belum membayal!" celetuknya tiba-tiba. Secepat kilat Angela memutar kepala ke samping, melihat Angelo masih bergeming dengan kepala mendongak ke atas."Abang, ayo kita minta bantuan olang ini untuk naik ke atas?" kata Angela sambil menepuk kuat pundak Angelo. Angelo tersentak, dengan cepat menoleh ke samping kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Angela. "Kau benar, tapi sebaiknya jangan minta bantuan orang ini, lihatlah dia terlihat menyeramkan," sahutnya sambil melir
"Agnes! Grace!" seru Angelo dan Angela bersamaan. Martin mengerutkan dahi sedikit ketika jawaban yang mereka berikan berbeda-beda. "Aku ulangi sekali lagi, siapa nama Mommy kalian?" Menyadari bila nama yang dilontarkan berbeda, Angelo dan Angela melirik satu sama lain. Mereka tengah kebingungan, ingin menyebut nama siapa. Walaupun saat ini berada jauh dari pantauan Diana. Keduanya tak lupa akan ajaran Diana, bila seseorang bertanya siapa nama orang tuanya, jangan pernah berkata jujur. Angelo dan Angela tak banyak bertanya dan mengira ajaran Diana untuk keselamatan mereka. "Hm, Agnes Grace nama lengkap Mommy kami, iya kan, Angela?" Angelo menyenggol kuat lengan Angela. Berharap pria asing di hadapannya dapat percaya.Angela langsung mengangguk-anggukkan kepala. "Iya benal, Agnes Grace, itu nama panjangnya, hehe."Martin memicingkan mata, tingkah laku Angelo dan Angela nampak mencurigakan. "Hmm."Tatapan Martin membuat Angela menatap balik. "Memangnya ada apa, Uncle? Mana uangnya, kam
"Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t
Kening Jane lantas mengernyit. "Ada apa?" tanyanya. Amat penasaran ia, mengapa mimik muka Angelo mulai berubah menjadi lebih dingin sekarang, seolah-olah tengah marah pada seseorang. Angelo tak membalas, sejak tadi mendengar dengan seksama penjelasan Eliot. Di mana Adam, papa Claudia merupakan salah satu tersangka yang terlibat di dalam penculikan Jane."Pantas saja kita kesulitan mencari letak lokasi tempat penyekapan Jane, ternyata lelaki bedebah itu yang menutupinya, mama tiri Jane benar-benar gila! Seandainya saja kalau dia masih bernapas aku akan membakarnya hidup-hidup." Di ujung sana Eliot memberi pendapat. Tarikan napas berat pun terdengar bersamaan. Ia begitu kesal karena orang dipercayainya telah berkhianat dan membuat proses penyelamatan sempat terhambat kemarin. Angelo enggan menanggapi, namun dari sorot matanya berkabut kekecewaan mendalam pada Adam.Eliot menarik napas panjang kemudian, memahami Angelo yang masih diam di balik ponsel. "Dan satu lagi, pasti ini akan m
Jane terlonjak kaget kala Claudia berhasil membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung dirinya dapat menahan diri meski kakinya sekarang terkena pecahan kaca. "Mati kau!" pekik Claudia lagi. "Kau yang mati!" Cukup sudah, Jane habis kesabaran. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Claudia hingga wanita tersebut terpental jauh, di mana punggung dan kepala bagian belakangnya membentur dinding. Claudia pun langsung pingsan di tempat. "Ck, menyusahkan sekali!" kata Jane sembari menarik napas lega. "Jane!"Perhatian Jane teralihkan kala mendengar suara Angelo di sekitar. Ia alihkan matanya ke arah pintu utama apartment, di mana Angelo berdiri dengan mimik muka terkejut dan panik."Baby!" Dengan hati-hati Angelo mendekat lalu menuntun Jane ke sisi yang aman. Usai itu, tanpa mengucapkan satu patah kata lelaki tersebut memeluk dan mencium kening Jane berkali
Jane mencoba untuk tetap tenang. Sebab sosok di hadapannya auranya tak seperti dahulu. Terakhkir kali bertemu, wajahnya nampak teduh. Namun, sekarang terasa dingin dan hitam pekat. Ada sesuatu yang tidak dapat Jane jelaskan sendiri."Apa maumu, Clau?" tanya Jane sembari memundurkan langkah kaki perlahan-lahan hendak mengambil pisau di dapur. Pasalnya saat ini Claudia tengah memegang pisau. Bukannya menjawab, wanita berambut panjang tersebut malah melangkah maju, sambil melayangkan tatapan mengintimidasi. Namun, Jane sama sekali tidak takut. Mungkin karena latar belakangnya dari keluarga mafia. Menjadikan dia tak gentar sama sekali.Jane tersenyum mengejek setelahnya. "Apa kau belum bisa menerima kalau Angelo memilih aku daripada kau?" ujarnya, sengaja memancing emosi Claudia.Kalimat yang dilontarkan Jane barusan membuat napas Claudia menderu cepat dan matanya pun langsung melotot tajam."Kalau kau sudah tah
"Astaga, kita melupakan Jane, oh ya selamat Jane, semoga kau tahan dengan sikap Angelo. Kami senang ingatanmu sudah pulih sekarang," ucap Eros seketika. Keasikan mengobrol membuat mereka melupakan wanita mungil di samping Angelo. Yang sejak tadi tersenyum kecil, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Jane mengulum senyum. "Terima kasih, tenanglah aku sudah terbiasa dengan sikapnya, katanya seraya melirik Angelo sekilas. Angelo balas dengan mengulas senyum kecil."Oh ya, nanti malam jangan terlalu cepat kasihan anak orang," kelakar Ronald membuat semburat merah di kedua pipi Jane langsung muncul. "Ya, pelan-pelan Angelo, aku tahu ini pertama kalinya bagimu," timpal Eros sembari tertawa pelan. Sontak Angelo dan Jane saling lempar pandangan. Seandainya saja teman-temannya tahu bila mereka sudah bercinta kemarin. Maka dapat dipastikan akan dijadikan bahan olok-olokkan oleh ketiga pria jahil di depan."Hei, sepertinya tawa kita membuat orang risih." Eros melirik ke segala arah kala
Martin nampak syok ketika melihat Angelo berdiri dalam keadaan dada terbuka. Dapat dipastikan anak sulungnya tersebut baru saja selesai berhubungan badan. Jane pun berbaring di atas kasur sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya sekarang.Dengan muka tak berdosa, Angelo melirik Jane sekilas, memberinya kode untuk tetap diam di tempat dan jangan bergerak. Jane mengerti, membalas melalui gerakan mata. Mengatakan takut pula pada Angelo. Namun, Angelo memberi bahasa isyarat untuk jangan takut. "Biadap!" murka Georgio, lantas mendekat kemudian melayangkan tamparan kuat pada pipi kanan Angelo. Kepala Angelo bergerak ke kanan seketika. Pipinya pun langsung memerah. Sambil memegang pipi, Angelo menoleh ke depan."Apa kau sudah gila hah?!" jerit Georgio."Maafkan aku Tuan Georgio, aku memang sudah gila. Kalau aku tidak melakukan ini. Kau pasti tidak akan merestui hubungan kami! Jadi, lebih baik aku hamili anakmu dulu!" seru Angelo tegas, hin
21+++***(Maaf tidak sesuai ekspetasi) ~~~Sepasang mata bulat Jane langsung membola, hendak melawan. Namun, Angelo mengekang tubuhnya. Terlebih, bibirnya dibungkam Angelo sekarang. Kali ini Jane tak bisa menolak. Mungkin karena rindu yang mengebu-gebu. Dia mulai pasrah terhadap perlakuan Angelo.Bibirnya dikecup, disesap dan lidahnya pun dililit-lilit Angelo hingga keduanya saling bertukar saliva. Jane memejamkan mata, menikmati kecupan ganas yang dilakukan Angelo saat ini. Sementara Angelo amat tak tahan. Sejak tadi menahan diri, melihat bibir ranum Jane bergerak-gerak. Di mata Angelo, wanita bertubuh mungil ini amat menggemaskan. Kini lelaki bermata cokelat tersebut. Dengan mata menutup mencekal pergelangan tangan Jane. Napasnya memburu, jantungnya pun berdetak kencang, seakan-akan organ dalamnya akan meledak. Sampai pada akhirnya ia menjauhkan sedikit wajah kala mendengar Jane kesulitan mengambil napas. Angelo membuka mata, menatap seksama wajah Jane yang masih berusaha mera
Sampai keluar mata Angelo kala mendengar perkataan Martin barusan. Dia terperangah sejenak."Daddy." Angelo menahan geram karena Martin tak dapat diajak berkompromi saat ini. "Ck, berkerjasamalah denganku, Dad, ayo cepat ralat ucapan Daddy barusan."Martin tak menyahut, malah mendengus lalu melipat tangan di dada. Angelo menghela napas lelah kemudian. Dengan cepat ia menekan bell rumah lalu berkata,"Maaf Tuan Georgio, Daddyku hanya bercanda tadi, sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Tuan.""Cih, aku tidak bercanda! Aku memang mengajakmu berduel, sialan!" protes Martin cepat membuat Angelo semakin kalang kabut.Angelo menatap tajam Martin, memberi bahasa isyarat untuk diam. Lagi dan lagi Martin balas dengan mengeluarkan dengkusan kesal.Tak ada tanda-tanda pagar akan terbuka. Angelo pun mulai memarahi Martin. Tak lupa ia berulang kali melontarkan kata maaf dengan berbicara melalui alat di dekat pagar, yang di mana itulah adalah kamera pengintai berupa suara yang terhubung ke dalam m
Jane terbelalak. Dengan cepat meloncat dari atas ranjang kemudian bergegas menghidupkan lampu ruangan. Angelo meringis pelan tatkala mendapat pukulan di rahangnya barusan. Seumur-umurnya baru kali ini dia dipukul oleh seorang wanita. Sambil memegangi pipi, dia memandang ke sudut ruangan, di mana Jane berdiri dengan raut wajah kebingungan. "Angelo, kenapa kau bisa di sini?" Jane heran mengapa Angelo bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal setahunya keamanan di mansion sudah diperketat Georgio. Namun, detik selanjutnya dia sadar bila Angelo adalah tentara yang memiliki kemampuan khusus di dunia militer. "Pergilah Angelo, sebelum ketahuan Daddyku," ujar Jane kemudian sambil membuang muka ke samping. Jujur saja, ia ingin sekali berlari kencang ke arah Angelo dan memeluknya erat-erat sekarang. Namun, mengingat pesan yang dikirim Claudia tadi, Jane urungkan. Angelo mendengus lalu menghampiri Jane hendak meraih tangan pujaan hatinya. Akan tetapi, Jane segera menepis tangannya dengan cepat