Share

Bab 3 - Kembali ke Venezuela

last update Last Updated: 2023-11-13 22:10:37

"Ke Kuba?"

Diana tahu betul jika Martha berasal dari Kepulauan Kuba, bagian Amerika Tengah, terletak sangat jauh dari Venezuela dan harus menyeberangi Lautan Karibia untuk sampai ke sana. Martha, pemilik rambut hitam bergelombang itu datang ke Caracas memang mengadu nasib di sini. Jika Diana pikir-pikir tidak ada salahnya dia ikut ke sana.

"Iya, ayo pergilah bersamaku, Diana. Aku pun belum tentu akan kembali ke kota ini, pakaianku akhir-akhir ini kurang peminat dan biaya sewa gedung juga sudah habis, aku tidak punya uang untuk membayarnya." Martha menjelaskan dengan raut wajah nelangsa.

Diana melempar senyum hambar, merasa kasihan dengan gadis 22 tahun itu. Selama berteman, Diana tahu betul betapa tekun dan uletnya Martha dalam melakukan perkerjaan meski toko kurang peminat selama ini.

"Apa aku tidak merepotkanmu, Martha? Aku membawa seseorang di dalam perutku ini?" tanya Diana sambil mengelus perut.

Martha menggeleng cepat lalu tersenyum sumringah. "Tidak sama sekali, Diana. Justru aku senang, nenekku akan ada teman bermain nanti."

Diana tak membalas malah mengelus lagi perutnya.

"Ayo, Diana, kita berangkat sekarang, takut kapal akan berlayar!" Martha menyambar tangan Diana seketika.

Diana mengangguk dan ikut bersama Martha pergi ke pelabuhan. Diana berharap tak akan lagi menginjakkan kakinya di Venezuela, kota yang pernah memberikan banyak luka.

'Selamat tinggal, Martin.'

Setelah menghabiskan beberapa hari di lautan lepas, akhirnya Diana dan Martha telah tiba di Kuba. Keduanya pun menggunakan bus ke Baracoa, kota tertua dan terkecil di kepulauan Kuba. Kota ini dikelilingi pengunungan-pengunungan dan lautan indah, yang memanjakan mata.

Nenek Martha, Ruth menyambut kedatangan mereka dengan hangat. Tubuh ringkih nenek Martha membuat Diana merasa iba. Dia berjanji akan menjaga dan merawat nenek Martha.

"Temanmu sangat cantik, Martha," ucap Ruth, sambil terbatuk-batuk sesaat. Wanita yang seluruh rambutnya sudah memutih itu sedang duduk di atas kasur saat ini.

"Hehe, tentu saja, Nek. Aku pun juga cantik 'kan?" Martha sedang berusaha membuat Ruth tersenyum walau sebenarnya dia sangat mengkhawatirkan keadaan neneknya yang memprihatinkan sekarang.

Kedua mata Ruth mendelik sesaat. "Iya, cantik dilihat dari lubang paralon!"

Mendengar komentar Ruth, bibir Martha mengerucut tajam. "Aish, cucu sendiri dihina-hina."

"Habisnya, kau itu terlalu percaya diri," balas Ruth.

Martha semakin cemberut, memilih tak menanggapi perkataan Ruth.

Melihat interaksi antara Martha dan Ruth, Diana terkekeh pelan sebentar. Wanita itu seakan lupa dengan kejadian kemarin.

"Nek, Diana akan tinggal di sini, tidak apa-apa, 'kan Nek?" lanjut Martha lagi.

Pandangan Ruth langsung tertuju pada Diana seketika, dengan sorot mata berbinar-binar. "Tentu saja, boleh, aku sangat senang, anggap saja ini rumahmu. Oh ya, nenek minta maaf karena belum memasakkan kalian makanan tadi."

"Tidak apa, Nek. Tak usah repot-repot, biarkan aku saja yang memasak nanti. Nenek pasti keletihan," ujar Diana sembari tersenyum kecil.

Ruth mengangguk.

Diana begitu senang karena diterima begitu baik oleh Ruth. Dia pun menetap di Baracoa bersama Martha dan Ruth. Diana melupakan sejenak segala kesusahan yang dihadapinya kemarin. Di sini, Martha menjajakan bunga dari rumah ke rumah dan terkadang jika ada kesempatan Diana membantu Martha. Akan tetapi, Diana mulai berpikir tidak bisa mengantungkan hidupnya terus bersama Martha. Apalagi ke depannya biaya hidup anaknya pasti akan besar. Oleh sebab itu, wanita berambut kuning itu terpaksa berkerja di kedai kecil selagi menunggu buah hatinya datang ke dunia. Martha sempat melarang Diana, tapi Diana tetap bersikukuh pada pendiriannya.

Hari pun datang silih berganti, perut Diana kian membesar. Kemarin, saat periksa ke rumah sakit terdekat, Dokter mengatakan Diana memiliki dua anak kembar. Dia tak menyangka bila memiliki anak kembar berjenis kelamin berbeda. Tepat di musim gugur, lahirnya dua malaikat mungil di tengah-tengah kota Baracoa. Diana memberi nama kedua buah hatinya, Angelo dan Angela.

Waktu pun bergulir sangat cepat. Angelo dan Angela telah tumbuh menjadi anak lucu dan menggemaskan. Meskipun dalam keadaan serba kekurangan, kedua anaknya tidak rewel soal makanan. Alhasil tubuh keduanya nampak menggembul dan sehat.

Diana sangat bahagia. Kehadiran mereka memberi warna di hidupnya. Ruth dan Martha juga turut andil dalam membesarkan Angelo dan Angela. Hampir setiap hari pula Martha membuatkan mereka pakaian yang sama.

"Mommy! Angela hali ini ikut Mommy kelja ya!" Begitulah suara cempreng Angela bergema di pagi hari kala Diana hendak berangkat berkerja. Boneka beruang berwarna cokelat selalu bertengker di tangan kanannya, Angela mendekap boneka tersebut sambil menengadahkan kepala, melihat Diana sedang bersiap-siap.

Di depan pintu rumah, Diana merendahkan tubuh lalu mengelus perlahan rambut hitam Angela. Gadis mungil itu memiliki warna rambut persis seperti Martin dan bola matanya pun berwarna cokelat pula. Angela adalah versi perempuan, Martin.

"Tidak boleh, Sayang. Angela di sini saja bersama Nenek."

Angela mengerucutkan bibir ke depan. "Ih, tapi Mommy, Angela mau ikut Mommy, bial Angela bisa bantu Mommy cali uang!"

Angela bertambah cerewet semakin hari dan ingin tahu segala hal. Seperti kemarin Angela mengekori Martha berjualan bunga bermaksud ingin mendapat uang dari Martha. Sambil mencubit gemas pipi gembul Angela, Diana tersenyum kecil.

"Kalau sudah besar saja Angela bantu Mommy cari uang, sekarang Angela di rumah sama Abang dan Nenek ya."

Diana berusaha membujuk Angela sambil melirik sekilas ke arah Angelo dan Ruth sedang duduk bersama di kursi kayu sedari tadi.

Perangai Angela dan Angelo sangatlah berbeda. Angela bawel dan aktif sekali, sedangkan Angelo terkesan dingin, cuek dan jarang sekali berbicara. Angelo memiliki wajah dan aura yang sangat mirip dengan Martin. Dari hidung, bibir, alis, cara bicara dan sorot matanya begitu persis seperti Martin. Angelo adalah duplikat Martin. Hingga Diana terkadang merinding sendiri melihat sikap Angelo. Namun, anak laki-lakinya itu memiliki salah satu sifat yang tidak dimiliki Martin yaitu perhatian kepada semua orang.

Angela semakin cemberut lantas menatap Diana dengan tatapan memelas seperti mata kucing. "Ayolah, Mommy, Angela ikut Mommy ya, please."

Diana menggeleng pelan sambil mengulum senyum. "Sayang, di rumah saja ya, Mommy tidak akan lama kok hari ini."

"No, no, no, Mommy bohong! Angela tidak akan mudah teltipu lagi!" kata Angela sambil melipat tangan di dada.

Melihat betapa keras kepalanya Angela, Diana menarik napas dalam kemudian.

Dalam sepersekian detik, Angela berlari kencang ke teras rumah hendak mengambil sepatu.

"Angela! Jangan buat Mommy pusing, ayo cepat ke sini, biarkan Mommy berkerja!" Dari atas kursi kayu, Angelo berseru tiba-tiba. Bocah laki-laki itu sudah fasih mengucapkan huruf r berbeda dengan Angela.

Ajaibnya gerakan kaki Angela pun terhenti. Dengan bibir manyun ke bawah, Angela melangkah masuk perlahan ke dalam ruang tamu kemudian memandang Angelo, dengan tatapan tajam setajam silet.

Angelo hanya diam saja lalu melirik sekilas Ruth di samping, sejak tadi senyam-senyum sendiri, melihat tingkah Angela.

Diana tersenyum tipis dan heran karena Angela hanya mau menuruti saudara kembarnya itu sedari dulu. Diana mendekat lalu memegang pundak Angela. "Sudah, Angela di rumah saja ya bersama Abang dan Nenek."

"Mommy jahat, Angela tidak mau!"

Bukannya mengiyakan perkataan Diana, Angela malah berguling-guling di atas lantai sambil berpura-pura mengeluarkan tangisan.

Diana menghela napas pelan, sebab putrinya ini selalu membuat drama jika keinginannya tidak dituruti.

"Angela! Berhenti membuat kegaduhan atau aku akan membakar boneka beruangmu itu nanti!" seru Angelo dengan mata melotot keluar.

Tangis Angela langsung berhenti. Dengan cepat dia duduk di lantai lalu mendekap boneka beruangnya dengan sangat erat.

"Ih dasal psikologi!" seru Angela dengan pipi mengembung.

Mendengar perkataan Angela, pecahlah tawa Diana dan Ruth seketika.

Berbeda dengan Angelo malah membuang napas kasar. "Psikopat, Angela! Psikopat!" teriaknya kesal.

"Telselah! Abang sangat menyelamkan!"

"Wah apa aku melewatkan sesuatu?" Martha baru saja tiba, wajahnya tampak berseri-seri saat ini seperti sedang memenangkan lotre.

Tawa Diana dan Ruth pun terhenti. Lantas dengan cepat menoleh ke sumber suara. Sedikit heran, mengapa Martha pulang cepat. Padahal bunga di dalam keranjang masih terlihat banyak. Saat ini, Martha tengah meletakkan keranjang bunga di atas lantai.

"Tidak ada, Martha? Mengapa kau pulang cepat?" tanya Diana, penasaran.

Martha tak langsung menjawab, malah tersenyum sumringah dan memeluknya tiba-tiba.

"Aaa Diana aku punya kabar gembira! Aku bingung harus dari mana memberitahumu!" seru Martha lalu berputar-putar bak balerina.

Angela bangkit berdiri. Gadis kecil itu terlihat penasaran juga.

"Kabar apa, Martha?"

"Kabal apa Aunty?" tanya Angela juga ikut berputar-putar.

Tak ada tanggapan, Martha malah mengambil tangan Angela dan mengajaknya berputar-putar sambil tertawa gembira.

"Waaa pusing Aunty! Kepala Angela pusing!" seru Angela sambil mengikuti langkah kaki Martha.

Diana menggeleng pelan. Dengan sabar menunggu jawaban dari Martha.

Semenit pun berlalu, Martha menghentikan gerakan lalu menatap Diana.

"Diana, aku baru saja mendapat kabar bahwa pinjamanku di bank diterima, akhirnya aku bisa membuka toko lagi! Hari ini kita pergi ke Venezuela! Kau berhenti saja berkerja! Aku membutuhkan seseorang untuk mempersiapkan tokoku di sana!" seru Diana, semangat.

Diana terpaku sejenak. "Kembali ke Venezuela? Tapi Martha, kau tahu sendiri—"

Martha langsung menyela. "Shft, kau tenang saja kita tidak ke Caracas kok, aku membuka toko pakaian di Puerto La Cruz, jadi tidak mungkin kita bertemu orang itu!"

Martha memberi bahasa isyarat agar Angelo dan Angela tak bertanya-tanya. Dahulu saat Angelo dan Angela bertanya tentang Daddynya, Diana mengatakan Daddynya sudah meninggal.

Diana tak langsung memberi jawaban, masih dilema, takut bila Angelo dan Angela akan bertemu Martin.

"Ayolah, Diana. Lagipula orang itu kan sudah membuang Angelo dan Angela, jadi kau tenang saja. Please, ikut ya, aku mohon ikutlah aku, aku memerlukan bantuanmu, kita bisa berkerjasama Diana, nanti uangnya bisa kau pakai untuk sekolah si kembar." Martha berusaha membujuk Diana.

Diana menarik dan menghembuskan napas pelan lalu mengangguk lemah. Dia tak dapat menolak permintaan Martha. Apalagi selama ini Martha amat berjasa dalam hidupnya.

Sementara itu di sisi lain, tepatnya kota Puerto La Cruz, di hotel berbintang lima.

"Tidak! Aku tidak mau! Aku tidak mau kau menyentuh tubuh wanita lain selain aku, Martin! Kau tenang saja, sebentar lagi pasti aku akan hamil!" teriak Cordelia dengan berlinangan air mata.

Related chapters

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 4 - Puerto La Cruz

    "Martin, aku mencintaimu, aku tidak rela melihat kau menyentuh wanita lain, selain aku ...."Sedari tadi Cordelia menitihkan air mata kala mendengar Martin akan mencari wanita lain bermaksud ingin mendapatkan anak. Karena sampai saat ini Cordelia tak kunjung hamil. Cordelia tahu jika tetua alias papa angkat Martin memerlukan keturunan untuk melanjutkan bisnis hitam Martin.Martin duduk di sofa sambil memegang cerutu. Asap terlihat udara, menandakan cerutu baru saja disesap. Mata elang nan tajam itu memandang ke arah Cordelia sedang terduduk di atas lantai sejak tadi."Lalu apa yang harus aku lakukan, Cordelia? Kemarin Papaku bertanya kapan kau akan hamil? Sebelum papa pergi, dia memintaku untuk segera memberinya seorang pewaris. Kau tahu sendiri kan, Papa hanya memiliki aku saja.Di umur tujuh tahun, Martin Martinez sudah tidak lagi memiliki orang tua. Orang tua kandungnya dibunuh oleh komplotan mafia lain. Masa lalu kelam mempertemukan Martin dengan Pablo. Pablo yang kebetulan tidak m

    Last Updated : 2023-11-13
  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 5 - Wajah Yang Sama

    "Angela!" panggil Angelo. Angelo terlihat panik, melihat Angela berlari sangat kencang. "Ya ampun, bagaimana ini! Pasti Mommy marah padaku! Anak itu, apa sih yang dia lakukan!" gerutunya sambil mempercepat langkah kaki kala melihat Angela berbelok ke kanan tiba-tiba. Dia tak melihat apa yang telah terjadi barusan karena sibuk melayani pembeli. Sementara itu di toko pakaian, Pedro sedang sibuk melerai dua wanita pengunjung pakaian yang terlibat adu mulut. Sehingga sejak tadi perhatiannya teralihkan dan tak menyadari bila Angelo dan Angela tidak berada di dalam booth. Begitupula dengan Diana dan Martha. Karena matahari semakin meninggi, para pengunjung toko semakin padat merayap. Sampai-sampai kedua wanita itu kewalahan dan tak menyadari pula si kembar tidak berada di sekitar. "Hei, belhenti!"Angela masih mengejar Cordelia dan Ursula sambil memegangi mahkota bunga di atas kepala. Bocah itu tak mau uang hasil kerja kerasnya terbuang begitu saja. Cordelia dan Ursula pun tak berniat m

    Last Updated : 2023-11-13
  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 6 - Bangkit Dari Kuburan

    "Hai, Uncle siapa ya?"Angela mencoba bertanya. Karena dia sangat penasaran. Namun, Martin malah memberi kode pada kedua karyawannya untuk pergi sekarang. Mereka mengangguk cepat kemudian berlalu pergi, meninggalkan Martin sedang memicingkan mata, mengamati wajah yang mirip dengannya itu. Martin terlihat enggan menyahut. Namun, entah mengapa kedua bocah itu menarik perhatiannya sekarang. Dengan sabar Angela menanti jawaban dan pada akhirnya baru sadar akan tujuan awalnya datang kemari. "Astaga, wanita penjahat itu belum membayal!" celetuknya tiba-tiba. Secepat kilat Angela memutar kepala ke samping, melihat Angelo masih bergeming dengan kepala mendongak ke atas."Abang, ayo kita minta bantuan olang ini untuk naik ke atas?" kata Angela sambil menepuk kuat pundak Angelo. Angelo tersentak, dengan cepat menoleh ke samping kemudian mendekatkan bibirnya ke telinga Angela. "Kau benar, tapi sebaiknya jangan minta bantuan orang ini, lihatlah dia terlihat menyeramkan," sahutnya sambil melir

    Last Updated : 2023-11-29
  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 7 - Hilang

    "Agnes! Grace!" seru Angelo dan Angela bersamaan. Martin mengerutkan dahi sedikit ketika jawaban yang mereka berikan berbeda-beda. "Aku ulangi sekali lagi, siapa nama Mommy kalian?" Menyadari bila nama yang dilontarkan berbeda, Angelo dan Angela melirik satu sama lain. Mereka tengah kebingungan, ingin menyebut nama siapa. Walaupun saat ini berada jauh dari pantauan Diana. Keduanya tak lupa akan ajaran Diana, bila seseorang bertanya siapa nama orang tuanya, jangan pernah berkata jujur. Angelo dan Angela tak banyak bertanya dan mengira ajaran Diana untuk keselamatan mereka. "Hm, Agnes Grace nama lengkap Mommy kami, iya kan, Angela?" Angelo menyenggol kuat lengan Angela. Berharap pria asing di hadapannya dapat percaya.Angela langsung mengangguk-anggukkan kepala. "Iya benal, Agnes Grace, itu nama panjangnya, hehe."Martin memicingkan mata, tingkah laku Angelo dan Angela nampak mencurigakan. "Hmm."Tatapan Martin membuat Angela menatap balik. "Memangnya ada apa, Uncle? Mana uangnya, kam

    Last Updated : 2023-11-30
  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 8 - Pergi Ke Caracas

    Dikala Diana dilanda kepanikan dan saat ini mencari kesana kemari buah hatinya bersama Martha dan Pedro. Berbeda dengan Angelo dan Angela yang sedang berada di atas pencakar langit, tepatnya di helikopter, keduanya tengah tertidur dengan sangat pulas dalam pangkuan Martin sekarang. Sedari tadi pria berwajah bengis itu memperhatikan wajah mungil keduanya secara bergantian. Entah apa yang dipikirkan Martin. Namun, mampu membuat Cordelia gundah gulana. Sedari tadi, Cordelia mencoba mengajak Martin berbicara dan bertanya, mengapa membawa kedua anak itu ke Caracas. Akan tetapi, Martin tak menjawab sama sekali. Cordelia hanya dapat menahan kesal.'Tidak mungkin dua bocah ini anak Diana, itu tidak mungkin ....' Duduk di depan Martin, Cordelia mengigit ujung kuku-kukunya sambil menatap dingin Angelo dan Angela secara bergantian.Ursula yang duduk di sampingnya pun memandang Angelo dan Angela dari tadi. "Mister, kita langsung pergi ke mansion Hamilton?" Di kursi paling depan bersama co-pilot

    Last Updated : 2023-12-01
  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 9 - Kembalikan Anakku!

    Melihat mimik muka Martin, Diana semakin meradang. Matanya memancarkan kemarahan mendalam. Berarti benar prasangkanya jika Angelo dan Angela berada di sini. Dengan napas memburu Diana mendekat lalu melayangkan tatapan tajam pada Martin."Di mana anakku?!" tanya Diana lagi dengan rahang mengetat kuat. Martin menyungging senyum sinis lalu mengangkat sebelah alis mata kiri sedikit. "Apa aku tidak salah mendengar? Kau mencari anakmu di sini?"Netra Diana semakin melebar. Martin telah menyiram bensin di atas bara api. "Tentu saja, kau menculik mereka kan! Cepat jawab di mana mereka sekarang! Kau apakan mereka hah?!"Tawa keras membahana di ruang tamu itu seketika. Martin tertawa sambil memandang penuh cela. "Apa kau punya bukti kalau aku menculik mereka? Lihatlah tidak ada mereka di sini, 'kan?" Martin mengedarkan pandangan sesaat. Dia tak mau Diana sampai tahu bila si kembar ada di dalam kamarnya sekarang. Walau wajahnya mirip tapi Martin masih harus memeriksa apakah DNAnya cocok dengan

    Last Updated : 2023-12-01
  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 10 - Kenapa Kau Ada Di Sini!

    "Jangan pikir aku hanya mengertakmu, Diana!" Tanpa berniat menurunkan senjata api, Martin mencoba menarik pelatuk, yang jika ditarik larasnya tidak akan bersuara. Martin mendekat hingga pada akhirnya ujung pistol menempel di kening Diana sekarang. Pria itu menyungging senyum tipis, sangat tipis, hingga mampu membuat Diana meneguk ludahnya berulang kali saat ini. Aura pekat yang menguar dari tubuh Martin membuat Diana merinding tiba-tiba. Di mata Diana, Martin bak iblis yang siap menjemput ajalnya. Diana mulai ketakutan, keringat dingin pun menjalar dari pori-pori kulitnya sekarang. Angelo dan Angela masih tertidur dengan pulas, Diana dapat mendengar dengkuran halus masih berhembus dari hidung mungilnya. "Bawa kembali mereka ke kamar, Diana. Aku Tuan rumah di sini, kau orang luar yang berusaha masuk ke rumahku," desis Martin, dingin.Demi keselamatan Angelo dan Angela, Diana terpaksa membawa mereka kembali ke kamar Martin.Setelah sampai di atas, secara perlahan-lahan Diana merebah

    Last Updated : 2023-12-02
  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 11 - Hati Tak Dapat Berkilah

    "Jaga ucapanmu!" pekik Diana saat Cordelia berhasil mendaratkan tamparan di pipi kanannya barusan. Sambil memegangi pipinya yang terasa pedas, ia menatap tajam Cordelia dengan napas memburu."Apa! Memang benar kan, kau wanita murahan!" Cordelia melebarkan mata. Wajahnya terlihat merah padam, amarah terpancar jelas dari bola matanya. Beberapa menit sebelumnya, saat telah selesai menyantap makanan yang disuguhkan oleh Ursula. Cordelia mendengar dari kaki tangannya itu jika ada seorang wanita menerobos masuk ke dalam kamar Martin. Ursula tak mengenali Diana. Namun, mencoba menjelaskan ciri-ciri wanita tersebut. Tanpa pikir panjang Cordelia yakin bila wanita yang dimaksud Ursula adalah Diana. Cordelia pun bergegas turun ke bawah lalu melihat Martin bersama Diana di dalam kamar. Darahnya mendadak mendidih. Kecemburuan melandanya seketika. Sebab selama ini Cordelia dilarang Martin untuk masuk ke kamar tersebut. Dengan angkara murka di dalam dadanya, Cordelia mendekati Diana."Atas dasar ap

    Last Updated : 2023-12-03

Latest chapter

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 147 - Sisi Lain

    "Angelo, aku mencintaimu, kembalilah padaku!" Kalimat yang dikeluarkan Claudia barusan. Membuat rahang Angelo semakin mengetat. Kini wajah wanita itu terlihat kumal dan kusam. Pakaian tahanan melekat dengan sempurna di tubuhnya saat ini. Claudia memandang Angelo dengan tatapan memuja. Angelo menebak bila Claudia melarikan diri dari penjara. Dia menahan kesal mengapa Claudia bisa meloloskan diri. Namun, mengingat ayah Claudia juga memiliki latar belakang di kemiliteran. Hal itu bukanlah hal yang sulit untuk Claudia bisa melarikan diri. Terlebih, saat ini ia dapat melihat sedikit bercak darah di pakaian Claudia. "Apa kau sudah gila! Aku sudah menikah!" seru Angelo dengan mata berkilat. Mendengar hal itu, mata Claudia yang semula berseri-seri langsung menyala bak kobaran api. Dengan napas mulai memburu ia pun berteriak,"Iya aku sudah gila, dan itu semua karena ulahmu! Aku tidak peduli, kau harus menjadi milikku!"Sesudah menanggapi, terdengarlah suara tawa keras di sekitar. Claudia t

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 146 - Merasa Bersalah

    Kening Jane lantas mengernyit. "Ada apa?" tanyanya. Amat penasaran ia, mengapa mimik muka Angelo mulai berubah menjadi lebih dingin sekarang, seolah-olah tengah marah pada seseorang. Angelo tak membalas, sejak tadi mendengar dengan seksama penjelasan Eliot. Di mana Adam, papa Claudia merupakan salah satu tersangka yang terlibat di dalam penculikan Jane."Pantas saja kita kesulitan mencari letak lokasi tempat penyekapan Jane, ternyata lelaki bedebah itu yang menutupinya, mama tiri Jane benar-benar gila! Seandainya saja kalau dia masih bernapas aku akan membakarnya hidup-hidup." Di ujung sana Eliot memberi pendapat. Tarikan napas berat pun terdengar bersamaan. Ia begitu kesal karena orang dipercayainya telah berkhianat dan membuat proses penyelamatan sempat terhambat kemarin. Angelo enggan menanggapi, namun dari sorot matanya berkabut kekecewaan mendalam pada Adam.Eliot menarik napas panjang kemudian, memahami Angelo yang masih diam di balik ponsel. "Dan satu lagi, pasti ini akan m

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 145 - Selamat

    Jane terlonjak kaget kala Claudia berhasil membuatnya terhuyung-huyung ke belakang dan hampir saja terjatuh. Beruntung dirinya dapat menahan diri meski kakinya sekarang terkena pecahan kaca. "Mati kau!" pekik Claudia lagi. "Kau yang mati!" Cukup sudah, Jane habis kesabaran. Dengan sekuat tenaga ia mendorong dada Claudia hingga wanita tersebut terpental jauh, di mana punggung dan kepala bagian belakangnya membentur dinding. Claudia pun langsung pingsan di tempat. "Ck, menyusahkan sekali!" kata Jane sembari menarik napas lega. "Jane!"Perhatian Jane teralihkan kala mendengar suara Angelo di sekitar. Ia alihkan matanya ke arah pintu utama apartment, di mana Angelo berdiri dengan mimik muka terkejut dan panik."Baby!" Dengan hati-hati Angelo mendekat lalu menuntun Jane ke sisi yang aman. Usai itu, tanpa mengucapkan satu patah kata lelaki tersebut memeluk dan mencium kening Jane berkali

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 144 - Satu Lawan Satu

    Jane mencoba untuk tetap tenang. Sebab sosok di hadapannya auranya tak seperti dahulu. Terakhkir kali bertemu, wajahnya nampak teduh. Namun, sekarang terasa dingin dan hitam pekat. Ada sesuatu yang tidak dapat Jane jelaskan sendiri."Apa maumu, Clau?" tanya Jane sembari memundurkan langkah kaki perlahan-lahan hendak mengambil pisau di dapur. Pasalnya saat ini Claudia tengah memegang pisau. Bukannya menjawab, wanita berambut panjang tersebut malah melangkah maju, sambil melayangkan tatapan mengintimidasi. Namun, Jane sama sekali tidak takut. Mungkin karena latar belakangnya dari keluarga mafia. Menjadikan dia tak gentar sama sekali.Jane tersenyum mengejek setelahnya. "Apa kau belum bisa menerima kalau Angelo memilih aku daripada kau?" ujarnya, sengaja memancing emosi Claudia.Kalimat yang dilontarkan Jane barusan membuat napas Claudia menderu cepat dan matanya pun langsung melotot tajam."Kalau kau sudah tah

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 143 - Kembali ke Toronto

    "Astaga, kita melupakan Jane, oh ya selamat Jane, semoga kau tahan dengan sikap Angelo. Kami senang ingatanmu sudah pulih sekarang," ucap Eros seketika. Keasikan mengobrol membuat mereka melupakan wanita mungil di samping Angelo. Yang sejak tadi tersenyum kecil, mendengarkan mereka berbincang-bincang. Jane mengulum senyum. "Terima kasih, tenanglah aku sudah terbiasa dengan sikapnya, katanya seraya melirik Angelo sekilas. Angelo balas dengan mengulas senyum kecil."Oh ya, nanti malam jangan terlalu cepat kasihan anak orang," kelakar Ronald membuat semburat merah di kedua pipi Jane langsung muncul. "Ya, pelan-pelan Angelo, aku tahu ini pertama kalinya bagimu," timpal Eros sembari tertawa pelan. Sontak Angelo dan Jane saling lempar pandangan. Seandainya saja teman-temannya tahu bila mereka sudah bercinta kemarin. Maka dapat dipastikan akan dijadikan bahan olok-olokkan oleh ketiga pria jahil di depan."Hei, sepertinya tawa kita membuat orang risih." Eros melirik ke segala arah kala

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 142 - Lupakan

    Martin nampak syok ketika melihat Angelo berdiri dalam keadaan dada terbuka. Dapat dipastikan anak sulungnya tersebut baru saja selesai berhubungan badan. Jane pun berbaring di atas kasur sambil menutupi tubuh polosnya dengan selimut. Gurat kepanikan tergambar jelas di wajahnya sekarang.Dengan muka tak berdosa, Angelo melirik Jane sekilas, memberinya kode untuk tetap diam di tempat dan jangan bergerak. Jane mengerti, membalas melalui gerakan mata. Mengatakan takut pula pada Angelo. Namun, Angelo memberi bahasa isyarat untuk jangan takut. "Biadap!" murka Georgio, lantas mendekat kemudian melayangkan tamparan kuat pada pipi kanan Angelo. Kepala Angelo bergerak ke kanan seketika. Pipinya pun langsung memerah. Sambil memegang pipi, Angelo menoleh ke depan."Apa kau sudah gila hah?!" jerit Georgio."Maafkan aku Tuan Georgio, aku memang sudah gila. Kalau aku tidak melakukan ini. Kau pasti tidak akan merestui hubungan kami! Jadi, lebih baik aku hamili anakmu dulu!" seru Angelo tegas, hin

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 141 - Suara Apa Itu

    21+++***(Maaf tidak sesuai ekspetasi) ~~~Sepasang mata bulat Jane langsung membola, hendak melawan. Namun, Angelo mengekang tubuhnya. Terlebih, bibirnya dibungkam Angelo sekarang. Kali ini Jane tak bisa menolak. Mungkin karena rindu yang mengebu-gebu. Dia mulai pasrah terhadap perlakuan Angelo.Bibirnya dikecup, disesap dan lidahnya pun dililit-lilit Angelo hingga keduanya saling bertukar saliva. Jane memejamkan mata, menikmati kecupan ganas yang dilakukan Angelo saat ini. Sementara Angelo amat tak tahan. Sejak tadi menahan diri, melihat bibir ranum Jane bergerak-gerak. Di mata Angelo, wanita bertubuh mungil ini amat menggemaskan. Kini lelaki bermata cokelat tersebut. Dengan mata menutup mencekal pergelangan tangan Jane. Napasnya memburu, jantungnya pun berdetak kencang, seakan-akan organ dalamnya akan meledak. Sampai pada akhirnya ia menjauhkan sedikit wajah kala mendengar Jane kesulitan mengambil napas. Angelo membuka mata, menatap seksama wajah Jane yang masih berusaha mera

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 140 - Bukti

    Sampai keluar mata Angelo kala mendengar perkataan Martin barusan. Dia terperangah sejenak."Daddy." Angelo menahan geram karena Martin tak dapat diajak berkompromi saat ini. "Ck, berkerjasamalah denganku, Dad, ayo cepat ralat ucapan Daddy barusan."Martin tak menyahut, malah mendengus lalu melipat tangan di dada. Angelo menghela napas lelah kemudian. Dengan cepat ia menekan bell rumah lalu berkata,"Maaf Tuan Georgio, Daddyku hanya bercanda tadi, sebenarnya dia ingin meminta maaf pada Tuan.""Cih, aku tidak bercanda! Aku memang mengajakmu berduel, sialan!" protes Martin cepat membuat Angelo semakin kalang kabut.Angelo menatap tajam Martin, memberi bahasa isyarat untuk diam. Lagi dan lagi Martin balas dengan mengeluarkan dengkusan kesal.Tak ada tanda-tanda pagar akan terbuka. Angelo pun mulai memarahi Martin. Tak lupa ia berulang kali melontarkan kata maaf dengan berbicara melalui alat di dekat pagar, yang di mana itulah adalah kamera pengintai berupa suara yang terhubung ke dalam m

  • Membawa Pergi Benih Sang Mafia Kejam    Bab 139 - Kembalilah Padaku

    Jane terbelalak. Dengan cepat meloncat dari atas ranjang kemudian bergegas menghidupkan lampu ruangan. Angelo meringis pelan tatkala mendapat pukulan di rahangnya barusan. Seumur-umurnya baru kali ini dia dipukul oleh seorang wanita. Sambil memegangi pipi, dia memandang ke sudut ruangan, di mana Jane berdiri dengan raut wajah kebingungan. "Angelo, kenapa kau bisa di sini?" Jane heran mengapa Angelo bisa masuk ke dalam kamarnya. Padahal setahunya keamanan di mansion sudah diperketat Georgio. Namun, detik selanjutnya dia sadar bila Angelo adalah tentara yang memiliki kemampuan khusus di dunia militer. "Pergilah Angelo, sebelum ketahuan Daddyku," ujar Jane kemudian sambil membuang muka ke samping. Jujur saja, ia ingin sekali berlari kencang ke arah Angelo dan memeluknya erat-erat sekarang. Namun, mengingat pesan yang dikirim Claudia tadi, Jane urungkan. Angelo mendengus lalu menghampiri Jane hendak meraih tangan pujaan hatinya. Akan tetapi, Jane segera menepis tangannya dengan cepat

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status