Karel harap itu hanya sebuah bercandaan. Tapi senyum putus asa Pramita menjawab lebih banyak dari apa yang dia pikirkan.“GILA KAMU! SUDAH GILA!”Karel menunjuk Pramita dengan emosi yang bergejolak di dalam dadanya.Dia berlari pergi dari sana tetapi Pramita menghalanginya dengan cepat.Pramita memeluknya dari belakang dan dengan isak tangis mengatakan,“Kamu tidak akan berhasil mencegahnya, Karel. Tinggallah di sini lebih lama denganku!”“LEPAS!”Karel memberontak lepas dari Pramita. Dia masuk ke dalam mobilnya. Memastikan apakah memang Pramita mengatakan kebenaran ataukah hanya sebatas ancaman.“Kamu tidak akan berhasil, Karel. Kado ulang tahun Lara adalah hari yang tidak akan pernah dia rayakan ke depannya. Dia dapat kado kematian suaminya, kematian Alex!”Karel tidak peduli. Dia memacu mobilnya untuk menuju jalan seruni nomor tiga kosong lima.Dia melihat melalui kaca spion di atasnya, Pramita mengikutinya di belakang. Menyetir seperti orang yang kesetanan demi mengejar Karel.Jal
Lara meradang hatinya melihat anak lelakinya seperti ini. Neo itu tidak lebih seperti Alex. Dia tidak pandai menunjukkan perasaannya tapi dia adalah seorang pemikir. Pikirannya berjalan jauh lebih cepat daripada kekuatan batinnya. Sehingga saat beban pikirannya bertambah semakin besar, tubuhnya yang kalah. Dia limbung dan jatuh sakit.Lara menunjukkan senyumnya saat dia ikut duduk di ranjang Neo. Mencegah anak lelakinya itu untuk bangun. Mengusap lembut rambut hitamnya agar dia sabar menunggu jawaban Lara.“Doakan saja, Neo. Papa sedang berjuang untuk kembali pada kita sekarang. Neo tidak perlu khawatir dengan yang Neo lihat tadi di televisi karena itu adalah gambaran hari kemarin. Yang terjadi sekarang setidaknya papa jauh lebih baik.”“Tapi Neo betulan tidak ingin kehilangan papa, Mama.”“Tentu tidak, Sayangku. Neo tahu kalau kekuatan doa itu besar, ‘kan? Dulu Neo selalu mendengar adik Shen berdoa agar papa cepat kembali selama papa tersesat. Lalu pada suatu hari, adik Shen akhirnya
‘Dia tidak mungkin mati begitu saja. Dia pasti berada di suatu tempat.’Setidaknya begitu yang dipikirkan oleh Karel semakin dia mencerna apa yang tadi dikatakan oleh Eza.Karel tidak tahu ke mana perginya. Caranya mencari informasi seseorang memiliki keterbatasan. Tidak sama dengan Alex yang bisa mengetahui apapun yang dia mau dengan hanya menjentikkan jarinya pada Ibrani.Karel menghela napasnya. Dia benar-benar tidak tahan dengan perempuan itu. Hal bodoh yang dia lakukan pertama adalah ....Dia pergi meninggalkan Alex. Bersikap menjadi pecundang. Dengan tidak melakukan apapun. Padahal Karel adalah seorang dokter. Bagaimana dia melakukan hal seperti itu?Setidaknya, jika dia meninggalkan Alex begitu saja, harusnya dia bisa menangkap Pramita—meski itu juga tidak akan mengubah apapun.‘Tapi aku juga malah melepasnya dan tidak tahu kemana perginya dia.’Karel membatin dengan kesal. Menjatuhkan keningnya di atas setir bundar.Memilih untuk berhenti di tepi jalan. Memaksa kepalanya untu
Lara kebetulan berada di sana?Tidak! Itu bukan sebuah kebetulan karena pada kenyataannya Sanha lah yang memberi tahu Lara di mana keberadaan Pramita. Lewat Ibrani, lelaki itu mengaku dia tahu di mana keberadaan Pramita.Beberapa saat sebelum Lara menampar Pramita.....Kembali sedikit jauh ke belakang. Ini adalah hari di mana Pramita berselisih paham dengan Sanha. Hari di mana Alex mengalami kecelakaan fatal dan merenggut nyawa Ron.Hari itu, Sanha baru saja mendengar apa yang dikatakan oleh Pramita di halaman rumahnya.“Kamu ikuti ke mana Alex pergi! Kabarkan pada lelaki bernama Joe itu! Jadi timingnya akan bisa pas. Alex selalu melewati Jalan Seruni untuk menuju ke rumahnya karena itu adalah jalan terakhir sebelum sampai ke komplek perumahan dia tinggal.”“Kenapa aku harus mengikuti Alex? Apa yang kamu rencanakan, Pramita?” tanya Sahna sungguh-sungguh.Menatap pada kedua mata Pramita yang sudah diselubungi oleh kebencian.“Membunuh Alex, apa lagi memangnya?”“Ini sudah terlalu jau
Lara menahan air matanya saat dia melayangkan tangannya ke rahang perempuan itu dengan sekuat tenaga yang dia punya.Hingga Pramita limbung ke paving halaman yang ada di depan King's Queen dengan keadaan sudut bibir yang berdarah.Dari sudut pandang Sanha, dia memang menceritakan sebuah kebenaran.Lara memang datang ke sini dimulai dari saat dia ada di rumahnya, baru saja mengantar tidur Shenina dan Neo yang sudah sembuh dari demamnya.Lara masih ingat Ibra menghubunginya dan kurang lebih dia mengucapkan,'Kamu mau ikut denganku, Lara? Aku menemukan perempuan itu. Si Pramita.'Tanpa banyak alasan, tentu saja Lara mengiyakannya.Dia menitipkan anak-anak pada Laras, ibunya yang memang dia minta untuk menginap di sana.Dia bertemu dengan Ibra yang menjemputnya di halaman.Tadinya, Lara juga memiliki kekhawatiran seperti yang disampaikan oleh Ibra.Apa di sana akan ada jebakan yang dilakukan oleh lelaki bernama Sanha si bodyguardnya Pramita itu?Tapi Ibra tidak sebodoh yang Lara kira kare
“Saudari Pramita Helena Malik, anda juga kami tahan karena terlibat dalam dugaan kasus pembunuhan berencana yang merenggut satu nyawa.”Pramita bisa mendengar hal itu.Tapi sungguh dia tidak peduli sekarang karena semuanya telah terlambat. Semuanya telah ada di garis akhir, yang tidak akan bisa dia perbaiki, sama sekali.Dia melihat Sanha yang ada di sampng pintu mobil polisi yang parkir di sekitar King’s Queen.Klub malam itu juga kena sidak karena Pramita ditangkap di sini.Kedua tangannya diborgol dan dia dibawa petugas tanpa perlawaban. Tubuhnya kebas sekujur badan saat dia tiba di samping Sanha yang memandangnya selama beberapa detik sebelum menunduk seraya berujar,“Seandainya kamu menurut untuk tidak melanjutkan dendam irasional-mu itu, kita tidak akan pernah berakhir seperti ini. Kita mungkin dalam kesulitan soal materi, tapi tidak dengan tidur di tahanan seperti ini, Pramita.”“Sanha ....”Sanha tidak menjawabnya, dia memilih untuk masuk ke dalam mobil tahanan.Dia ikut dihuk
Meski Aruan berbicara panjang lebar, itu masih belum membuat Lara tenang, setelah bertemu dengan Pramita dan melihat wajahnya yang seperti tidak memiliki dosa atas apa yang dia lakukan pada Alex, Lara dibuat semakin marah.Dan kemarahannya itu ternyata menyeretnya pada perasannya yang lain dan itu adalah sebuah kecemasan.Dia tidak bisa tidur dan memutuskan untuk bangun. Memeriksa ponselnya dan membaca beberapa cerita agar dia mengantuk kemudian terlelap.Pencariannya berhenti pada sebuah mitologi China.Tentang sebuah takdir yang dinamakan dengan ‘takdir benang merah.’Sejauh apapun, selama papun mereka berpisah, jika benang merah takdir mengatakan mereka adalah cinta bagi satu sama lain, pada akhirnya mereka akan bertemu kembali.Meski di kehidupan yang sekarang mereka terpisah, benang merah yang menghubungkan mereka akan kembali tersambung di kehidupan yang akan datang.Lara memandang cicin yang melingkar di jari manisnya.Apa itu seperti takdir cincin pernikahan ini? Sejauh apapun
Dengan hati yang terasa berat, Karel pergi meninggalkan sekitaran ruang rawat Alex.President suite yang baru saja mempertemukannya dengan Lara.Kalimatnya sudah jelas.Karel harus pergi, tidak boleh menunggu Lara. Tidak untuk menunggu cinta bertepuk sebelah tangannya itu bersambut.Tidak untuk menantinya membalas rasa.Semua itu adalah sebuah kemustahilan.Langkahnya berat, semuanya menjadi berat.Pagi yang semula akan dia sangka sebagai pagi yang cerah telah berubah dalam sekejap.Dia berhenti di dekat pohon tabebuya saat melangkah di atas jalan setapak yang membelah taman. Penghubung dari blok president suite ke ruangan yang lainnyaBunga warna putihnya melambai, seolah bicara agar Karel memag mengibarkan bendera putih, menyerah, atas apapun.“Sudahkah saatnya mengakhiri?”Tabebuya seperti memberinya jawaban dengan menjatuhkan setangkai bunganya. Jatuh mengenai kepala Karel sebelum mendarat di atas jalan setapak.Hatinya sakit, tapi entah kenapa dia akhirnya menemui jawaban yang je