Meski Aruan berbicara panjang lebar, itu masih belum membuat Lara tenang, setelah bertemu dengan Pramita dan melihat wajahnya yang seperti tidak memiliki dosa atas apa yang dia lakukan pada Alex, Lara dibuat semakin marah.Dan kemarahannya itu ternyata menyeretnya pada perasannya yang lain dan itu adalah sebuah kecemasan.Dia tidak bisa tidur dan memutuskan untuk bangun. Memeriksa ponselnya dan membaca beberapa cerita agar dia mengantuk kemudian terlelap.Pencariannya berhenti pada sebuah mitologi China.Tentang sebuah takdir yang dinamakan dengan ‘takdir benang merah.’Sejauh apapun, selama papun mereka berpisah, jika benang merah takdir mengatakan mereka adalah cinta bagi satu sama lain, pada akhirnya mereka akan bertemu kembali.Meski di kehidupan yang sekarang mereka terpisah, benang merah yang menghubungkan mereka akan kembali tersambung di kehidupan yang akan datang.Lara memandang cicin yang melingkar di jari manisnya.Apa itu seperti takdir cincin pernikahan ini? Sejauh apapun
Dengan hati yang terasa berat, Karel pergi meninggalkan sekitaran ruang rawat Alex.President suite yang baru saja mempertemukannya dengan Lara.Kalimatnya sudah jelas.Karel harus pergi, tidak boleh menunggu Lara. Tidak untuk menunggu cinta bertepuk sebelah tangannya itu bersambut.Tidak untuk menantinya membalas rasa.Semua itu adalah sebuah kemustahilan.Langkahnya berat, semuanya menjadi berat.Pagi yang semula akan dia sangka sebagai pagi yang cerah telah berubah dalam sekejap.Dia berhenti di dekat pohon tabebuya saat melangkah di atas jalan setapak yang membelah taman. Penghubung dari blok president suite ke ruangan yang lainnyaBunga warna putihnya melambai, seolah bicara agar Karel memag mengibarkan bendera putih, menyerah, atas apapun.“Sudahkah saatnya mengakhiri?”Tabebuya seperti memberinya jawaban dengan menjatuhkan setangkai bunganya. Jatuh mengenai kepala Karel sebelum mendarat di atas jalan setapak.Hatinya sakit, tapi entah kenapa dia akhirnya menemui jawaban yang je
Alex telah bangun. Lara melihatnya membuka mata dan menggerakkan tangannya untuk menyentuh Lara.Dengan mata yang memburam, jarak pandang yang masih terhalang air mata, Lara memanggil namanya dengan suara yang gemetar.“Alex?”Lara memandangnya, memastikan bahwa apa yang dia lihat bukanlah sebuah kesalahan.Bukan fatamorgana, ini kenyataannya.Doa yang dia langitkan telah dikabulkan Tuhan dengan cepat, kurang dari dua puluh empat jam. Sehebat inikah sebuah keajaiban?Seperti inikah kebahagiaan tak bisa dijelaskan dengan kata-kata itu?Karena rasanya Lara tidak bisa mengatakan apapun selain menyebut nama Alex.Dengan kaki yang terasa kebas dan tak menginjak lantai dia berdiri dari duduknya, memencet tombol panggil perawat untuk datang.Lara hanya terus saling tersenyum dengannya. Dia masih belum sanggup mengatakan apapun selain syukur yang besar di dalam hatinya.Selain terima kasih yang besar untuk Tuhan yang membawa Alex kembali dalam keadaan utuh.Perawat yang belum lama keluar kini
Lara berdiri dari duduknya, melepas genggaman tangannya bersama dengan Alex dan berlari menuju ke pintu ruang rawat, membukanya sehingga dia bisa memastikan bahwa tangisan yang datang sayup-sayup dari luar itu benarlah tangisan dari si kembarnya, Neo dan Shenina.Dan itu memang benar!Yang di depan ruangan Alex yang pintunya hampir saja diketuk oleh Nina itu adalah anak-anaknya, si kembar.“Sayang? Ada apa ini?” tanya Lara dengan mendekat pada mereka.Membiarkan mereka memeluk kakinya secara bersamaan dengan air mata yang beruraian.“Mama ....”“Mamaaa.”“Iya, Neo. Shen? Kok nangis kenapa ini sayang-sayangnya Mama, hmm?”“Mamaa ... papa mana?”“Kemarin ‘kan papa tidurnya di sana?”“Kok sekarang tidak ada?”“Apa papa sudah kayak yang di televisi?”“Apa papa sudah ada di ruang jenazah?”“Apa papa sudah pergi kepada bintang?”Kedua bahu Lara jatuh di buatnya.Tahu sudah dia alasan kenapa si kembar ini menangis hingga seperti ini.“Sayang ... jangan nangis dulu Mama akan jelaskan.”“”Bu N
"Apa, Alex?" tanya Lara bingung karena Alex diam setelah menoleh dan mengawasinya."Makanannya baik-baik saja, Lara. Tidak ada yang salah dengan itu. Sepertinya yang salah kamu."Mendengar itu, Nina bereaksi dengan menutup mulutnya. Sedangkan Lara berhenti mengunyah.Dia terkejut saat tahu apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh Alex.Bukankah itu tanda-tandanya?Dia tidak enak perut sejak kemarin, makan pun tak berselera dan lebih memilih buah-buahan yang cenderung memiliki rasa asam.Yang barusan, saat semua orang mengatakan daging sapi yang lezat itu baik-baik saja, Lara malah mengatakan jika baunya amis.Indera penciumannya menjadi lebih sensitif.Dia sudah terlambat datang bulan. Jika dihitung dari kepergian mereka ke Geiranger saat itu, dia sudah terlambat selama ...Satu, dua minggu? Lebih tiga hari?"Aku hamil?" tanyanya dengan bangun dari duduknya.Dia menunjuk pada dirinya sendiri dengan kedua matanya yang membola berbinar sangat cantik."KITA MAU PUNYA ADIK?""ADIK YANG L
***Malam harinya setelah anak-anak dijemput pulang oleh Ibra, Setelah mereka berceloteh panjang lebar tentang mereka akan datang mengujungi Alex lagi besok, Neo dan Shenina pulang bersama dengan Ibra dan juga Kalisha yang baru selesai bekerja.Nina lebih dulu pulang ke rumah sejak siang karena dia harus menyiapkan beberapa pakaian Lara untuk nanti diantar oleh pak Andik, salah satu sopir milik Alex yang lain karena Lara lah yang akan menjaga Alex.Tadinya Nina menyarankan agar Ibra saja, tetapi Ibra mengatakan, ‘Biarkan saja, Bu Nina. Mereka butuh waktu berdua. Kalau pak Alex ada di dekatnya Lara tuh dia pasti akan cepat sembuh.’Maka, Nina setuju-setuju saja.Ibra mengemudikan mobilnya dengan santai di jalan raya. Bersama dengan Kalisha yang ada di sampingnya sedangkan si kembar duduk di belakang dengan anteng. Baru saja setengah perjalanan, mereka malah tertidur.“Mereka tidur,” ucap Kalisha dengan lirih. Menoleh ke belakang memastikan Neo dan Shenina tidak terbentur.Lucu sekali m
"Setelah aku pikir-pikir, mampir minum kopi di rumahmu juga tidak buruk, Kal."Ibra mengubah keputusannya dari yang semula, 'Tidak usah, terima kasih' menjadi yang baru saja dia katakan itu.Dan Kalisha mengangguk dengan tanpa bebannya."Okay. Masuklah! Mau makan juga nggak? Aku bisa bikin sesuatu yang enak dan cepat. Soalnya tadi pagi aku sudah siapkan bahan-bahan yang mau aku eksekusi.""Oh ya? Mau bikin apa memangnya?""Hm ... Nanti kamu juga akan tahu.""Okay."Ibra tersenyum saja saat akhirnya mereka keluar dari mobil dan masuk ke dalam rumah.Memang benar sepi, tidak ada orang. Ibra berpikir, mungkin asisten rumah tangga yang ada di rumah ini sudah mengambil istirahat?Atau belum? Atau sedang mengerjakan sesuatu di ruangan mereka masing-masing?Entahlah ... Ibra tidak tahu.yang dia tahu hanya satu hal saja. Kalisha sangat cantik.Dia cantik saat mengenakan seragam perawatnya atau saat mengenakan pakaian biasa.Sekarang, Ibra melihat Kalisha sedang mengenakan pakaian biasa. Blo
"Itulah niat sesat! Ketiban sial 'kan akhirnya!"Kalisha memukul lirih lengan Ibra yang sedang berdiri dari duduknya. Sedangkan Kalisha baru saja berpindah dari tempatnya semula ke samping Ibra yang kesakitan karena daging panas yang tadinya ada di atas piring telah berpindah mengenai 'daging' Ibra yang ....Ah itulah pokoknya!Setelah Ibra pikir-pikir lagi ... rasanya dia itu tidak seberbakat Alex dalam hal merayu perempuan.Atau memang pada dasarnya dia itu apes dan sial sehingga dia tidak diperbolehkan mencicipi A, B, C?Siaaal!Tobat jika begini caranya!Dia tidak bisa mengikuti jejak Alex si buaya, sama sekali tidak bisa!Besok, jalannya akan mengangkang dan akan menjadi bahan pertanyaan.Ibrani ooh Ibrani ....***Meninggalkan Ibra dan segala keapesannya di dalam rumah Kalisha, di dalam sini, lebih tepatnya di kamar rawat presidet suite milik Alex, Lara baru saja mengantar kepergian perawat dan dokter yang memeriksa Alex.Kondisi Alex? Baik.Dokter hanya menyarankan dia untuk ba