Share

Bab 5

Dengan dipenuhi rasa dongkol, Tania berangkat kerja setelah membayar hutang yang ditinggalkan Dara sebanyak 500 ribu.

Ya, perempuan itu memang memilih membayar demi menghindari keributan, terlebih melihat wajah tak bersahabat Hani yang terus mendesaknya agar segera membayar.

Di tempat kerjanya, Tania berusaha keras agar tetap fokus, meski hatinya masih saja diliputi amarah, rasa ingin segera membalas kejahilan Dara pun makin menggebu.

"Liat aja nanti. Kamu pasti akan ku permalukan didepan orang-orang." Tania bergumam sambil terus menyusun barang-barang pada raknya.

Teman kerjanya yang melihat wajah Tania terus ditekuk pun menegur.

"Lo kenapa? Masam aja tuh muka!" tegur teman kerjanya.

"Pasti perkara mertua atau ipar Lo lagi, ya?" tebak perempuan itu lagi. Tania hanya mengangguk lemah.

"Sesekali balas, Tan. Jangan diem mulu. Makin diinjek-injek ntar!" kata perempuan itu lagi tanpa menghentikan pekerjaannya.

"Iya. Capek juga gue tiap hari diusilin mulu. Liat aja, gue bakal balas. Tapi pelan-pelan aja, biar mereka tau kalo mereka udah ngebangunin singa yang lagi tidur!" geram Tania.

"Lama banget singanya ketiduran? Ampe 3 tahun gitu?" ledek perempuan itu setengah bercanda.

Tania mencubitnya gemas, kemudian mereka tergelak bersama. Perempuan itu sadar, apa yang dikatakan temannya tadi benar. Dia memang sudah diam selama itu, tapi tidak untuk kali ini.

*

Dara dan teman-temannya tengah nongkrong disebuah kafe. Gadis itu tampak bersenang-senang, tertawa lepas seolah tak memiliki beban hidup.

"Ra, kapan-kapan aja ke rumah Lo lagi, dong!" celetuk temannya disela obrolan mereka.

"Iya, betul. Masakan Mama Lo enak banget, gue sampe sekarang masih belum bisa move on," sambung yang lain.

"Halah! Gayanya aja kalian muji-muji, bilang aja kalo pengen makan gratis!" ejek Dara tertawa kecil.

Yang lain ikut tertawa mendengarnya. Tak ada kata tersinggung dalam pertemanan mereka, terlebih jika mereka merasa butuh satu sama lain.

Seperti kali ini, untuk anak kuliahan yang ngekost tentu senang ketika ada teman yang mengajak makan gratis. Selain bisa memuaskan perut, itu juga bisa menghemat pengeluaran.

Gadis-gadis itu menghabiskan waktu di kafe cukup lama. Padahal hanya memesan minuman dan cemilan, tapi demi terlihat 'keren' mereka sanggup berlama-lama duduk di sana.

"Balik, yok?" ajak Dara, gadis itu mengemas ponsel dan barang-barangnya.

Teman-temannya mengangguk, kemudian ikut berkemas. Setelah itu mereka membayar dan langsung keluar dari sana.

Kebetulan kafe tempat Dara dan teman-temannya nongkrong tadi berada tak jauh dari minimarket tempat Tania bekerja. Saat Tania keluar untung membuang sampah, tak sengaja ia menangkap sosok Dara di parkiran kafe.

Tania tersenyum licik. Terlebih melihat jika ternyata Dara tak sendiri, melainkan bersama teman-teman kampusnya.

'Ini saatnya!'

Di sana, Dara masih saja bersenda gurau dengan teman-temannya. Kemudian gadis itu memakai helm dan bersiap menaiki motor miliknya. Melihat itu, Tania bergegas mengayunkan langkah.

Tania semakin mempercepat langkahnya begitu menyadari jika Dara sudah menghidupkan mesin motornya.

"Dara! Tunggu!" teriaknya sambil terus melangkah mendekati posisi sang adik ipar.

Dara menoleh, celingukan mencari siapa yang memanggilnya. Saat matanya menangkap sosok Tania yang mendekat, keningnya berkerut heran.

Terpaksa Dara mematikan mesin motornya, dan menunggu kedatangan Tania.

"Duh, untung masih kekejar," kata Tania dengan napas terengah. Meski jarak kafe dan minimarket tempat ia bekerja tak terlalu jauh, tetap saja ia kelelahan karena harus setengah berlari agar segera sampai.

"Ada apa, Mbak?" sinis Dara. Dia masih kesal pada iparnya itu, karena kejadian tempo hari.

"Kebetulan ketemu kamu di sini, Ra. Ada yang mau Mbak omongin," kata Tania. Dara memutar bola mata, jengah karena Tania dianggap terlalu basa-basi, padahal ia dan teman-temannya ingin segera kembali ke kampus karena ada kelas tambahan.

"Ya, apa? Nggak usah bertele-tele gitu Mbak! Buruan!" ketus Dara tak sopan. Teman-temannya hanya bisa diam, menunggu urusan Dara dan iparnya selesai.

"Tadi pagi, sebelum Mbak berangkat kerja, Mbak Hani ke rumah, nyamperin Mbak."

Gluk! Mendengar nama Hani disebut, membuat Dara menelan ludah dengan susah payah. Wajahnya mulai gelisah, ia melirik teman-temannya yang masih setia menunggu.

Apa yang akan Tania sampaikan? Jangan-jangan ... dia akan membahas perihal uang yang ia pinjam di sini?

Tidak! Jangan sampai Tania membahas itu didepan teman-temannya, mau ditaruh dimana mukanya?

Dara terus gelisah. Ia bahkan sudah memilin-milin ujung bajunya, dan ... Tania sungguh menikmati itu.

Melihat wajah gelisah Dara membuat Tania tersenyum penuh kemenangan. Padahal dia belum menyampaikan masalahnya, tapi lihat! Gadis itu sudah mulai ketakutan.

"Kamu tau yang Mbak Hani katakan? Dia bilang ...."

Tania sengaja menggantung kalimatnya, ia ingin melihat bagaimana raut wajah Dara. Dan benar saja! Wajah gadis itu sudah memucat, berkali-kali ia terlihat menelan ludah.

Ah, kenapa Tania malah ingin meledakkan tawa? Ia merasa sangat lucu melihat bagaimana ketakutannya Dara.

Tania suka ini, dia suka membuat gadis didepannya itu tertekan. Sedikit lagi, dia akan dibuat malu oleh Tania.

"Dia bilang–"

"Mbak! Kita ngomong di sana," potong Dara cepat.

Dia melompat turun dari motornya, kemudian menarik tangan Tania agar menjauh dari teman-temannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status