Share

Bab 4

Penulis: Rifatul Mahmuda
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-07 14:58:44

Sukma merenggangkan otot-otot yang terasa kaku sebab sejak subuh tak berhenti bekerja. Semua makanan yang tadi ia masak sudah terhidang manis diatas meja. Rumah juga sudah rapi, mereka tinggal menunggu kedatangan teman-teman Dara saja.

Tok ... tok ... tok ...

Wanita itu mengernyit heran mendengar suara ketukan di pintu depan, dia melihat jam yang tergantung di dinding meja makan, masih pukul 10 lewat sedikit. Apa mungkin itu teman-teman Dara? Pikirnya.

Sukma bergegas keluar. Saat pintu ia buka, mulutnya menganga melihat siapa yang datang. Ternyata bukan teman-teman Dara, melainkan Ghani dan Tania.

"Ngapain kalian kemari?" ketus wanita itu.

Bukannya mempersilahkan anak dan menantunya untuk masuk, dia malah berdiri didepan pintu dengan tangan bersedekap di dada, tak lupa tatapan sinis ia layangkan.

"Aku mau ngomong sama Mama dan juga Dara. Kita masuk dulu," kata Ghani. Lelaki itu meminta agar sang istri mendorong kursi rodanya masuk.

"Eh, eh ... kalian mau kemana? Kalau mau ngomong, ya, di sini aja! Ngapain malah masuk kedalam segala?" cegah Sukma saat Tania dan Ghani berhasil masuk.

Keduanya tak menghiraukan ucapan Sukma, mereka terus berlalu dan berhenti di ruang tamu. Tak lama wanita itu pun menyusul dengan wajah masamnya.

"Sebenarnya kalian mau ngomongin apa? Buruan! Mama nggak punya banyak waktu!" ketus Sukma sinis.

"Memangnya Mama mau kemana? Nungguin tamu-tamu yang diundang Dara?" sindir Ghani tak kalah sinis.

Sukma sempat tergemap, tapi kembali bisa menguasai diri. Wanita itu menatap menantu dan anaknya pongah.

"Jadi kalian sudah tau? Baguslah! Kalau begitu, silahkan kalian pulang. Kalian tak ada undangan, bukan?" usir Sukma.

"Kami akan pulang, tapi bayar dulu hutang yang Mama tinggalkan atas nama Tania di warung Bu Sukma! Totalnya ada 750 ribu," tekan Ghani menatap Mamanya tajam.

"Dasar pelit! Harusnya kalau kalian sudah bayar nggak perlu minta lagi sama Mama, dong! Mau jadi anak durhaka kalian?" timpal Dara.

Gadis itu baru saja keluar dari kamarnya sebab mendengar sedikit keributan. Sama seperti sang Mama, dia ikut bersikap pongah terhadap kakak dan iparnya.

"Yang punya acara siapa? Kamu, kan? Harusnya kamu yang bayar semuanya, bukan malah kami! Seperti yang Mama katakan tadi, kami tidak diundang, tapi kenapa malah kami yang harus bayar?" Kali ini Tania yang bersuara.

"Makanya jangan miskin! Jadi kerasa banget, kan, kalo ngeluarin duit? Padahal nominalnya juga nggak banyak, kok. Nggak nyampe jutaan, kan?" ejek Dara tak tau malu.

"Ngomongin kita miskin, tapi minta bayarin ke kita juga, kan? Jadi yang miskin itu siapa? Aku, atau kamu?" balas Tania sinis.

"Amalan buruk apa, sih, yang Mama kerjakan dulu sampai-sampai dapat menantu kurang ajar kayak gini?"

"Dara! Jangan ucapanmu! Dimana letak sopan santunmu itu, hah? Begini sikap anak berpendidikan tinggi menurutmu?" bentak Ghani.

Wajah lelaki itu sudah memerah menahan amarah, Tania segera mengusap-usap bahu suaminya agar lelaki itu bisa lebih tenang.

Tanpa rasa bersalah, Dara malah mencibir Ghani. Menurutnya sikap Ghani sangat berlebihan dalam membela istrinya.

"Sudah, Mas. Tahan emosimu," kata Tania menenangkan.

"Mending kalian pulang, deh! Bikin keributan aja!" Untuk kedua kalinya, Sukma mengusir Ghani dan Tania.

"Bayar dulu!" tekan Ghani menatap Mamanya tajam.

"Nggak! Mama nggak punya uang. Sesekali kalian yang bayarin nggak bakal jadi masalah. Yang ada malah rejeki kalian itu akan semakin meluber-luber." Tanpa tau malu, Sukma tetap menolak membayar uang Tania.

"Baiklah. Kalau begitu, bawa pulang semua makanan yang mereka masak, Yank! Atau kalau kamu nggak sanggup, acak-acak aja semuanya, biar mereka malu acaranya batal gitu aja," titah Ghani.

Lelaki itu memberi kode pada istrinya, agar Tania segera bertindak. Mendengar ancaman Ghani, tentu saja membuat Sukma dan Dara panik.

"Eh, jangan kurang ajar, ya, kamu!" pekik Sukma saat Tania mulai berjalan ke arah dapur.

Sukma dan Dara bergegas mengikuti langkah Tania, begitu juga dengan Ghani. Lelaki itu terkekeh melihat kepanikan Mama dan adiknya, padahal jelas itu hanya sebuah gertakan saja.

"Tania! Taruh kembali!" perintah Sukma tegas. Matanya sudah menatap Tania tajam, sebenarnya perempuan itu sedikit takut, sebab baru kali ini melihat kemarahan tampak jelas di wajah mertuanya.

"Bayar dulu, atau semua ini akan benar-benar aku acak-acak?" gertak Tania sembari menadahkan tangan.

"Kamu!" Sukma mengeram kesal.

Kepanikan Sukma dan Dara makin bertambah begitu mendengar suara klakson mobil dari arah luar. Wajah gadis itu memucat, apalagi ia yakin jika itu adalah teman-temannya.

Apa kata mereka jika sampai menyaksikan kekacauan yang ada? Gadis itu frustasi, kemudian dengan terpaksa meminta sang Mama agar membayar saja uang Tania.

"Bayar, Ma! Temen-temen aku udah pada datang itu!" desak Dara.

"Tap–" Belum sempat Sukma menyelesaikan ucapannya, suara ketukan pintu disertai ucapan salam terdengar. Dara makin panik, kemudian gegas keluar menuju pintu depan.

Dengan terpaksa, Sukma mengalah. Wanita itu meraih dompet yang ia simpan pada saku dasternya, kemudian mengeluarkan lembaran uang merah dan menghitungnya.

Belum sempat ia selesai menghitung uang di tangannya, Tania sudah lebih dulu menyambar. Ingin Sukma memaki, tapi keadaan tak memungkinkan. Terlebih ia mendengar suara teman-teman Dara yang sudah masuk kedalam rumah.

"Lebih 50 ribu. Itung-itung bonus, gara-gara Mama udah berani jual nama aku di warung Bu Sumi." Tania mengibas-ngibaskan lembaran uang itu, senyum perempuan itu merekah, begitu juga dengan Ghani.

"Dan ingat, ini terakhir kalinya kalian membuat tingkah memalukan seperti ini. Jangan sampai aku dan Tania bertindak lebih jauh. Kami menghargai Mama, jadi tolong hargai kami juga." Ghani menekankan setiap katanya.

Setelah dirasa cukup, Ghani mengajak Tania pergi dari sana. Saat di ruang tamu, mereka berpas-pasan dengan teman-teman Dara, mereka tersenyum menyapa dan dibalas hal serupa oleh Ghani dan Tania. Tanpa mereka sadari, sebelumnya peperangan hampir saja terjadi jika mereka tak datang tepat waktu.

*

Dua hari sudah berlalu sejak kejadian itu. Tania merasa hidupnya sudah lebih tenang, terlebih mertua dan juga iparnya sudah tak pernah datang lagi ke rumahnya.

Untuk pertama kalinya Tania merasa hidup yang benar-benar hidup. Ternyata benar kata orang-orang, menjauh dari orang-orang toxic adalah salah satu cara mewaraskan diri.

Namun, ketenangannya ternyata tak berlangsung lama. Pagi itu, Tania sedang bersiap-siap hendak menaiki motornya, tapi seseorang malah datang dan menagih uang yang sama sekali tak pernah ia pinjam.

"Maaf, Mbak Hani. Tapi uang apa? Saya nggak pernah minjem perasaan. Atau Mas Ghani yang ngutang?" tanya Tania. Dia pikir mungkin suaminya yang sudah meminjam uang dan lupa membayar, meski dirinya sendiri tak yakin suaminya seperti itu.

"Bukan. Yang ngutang memang bukan kamu atau Mas Ghani. Tapi Dara, adik iparmu."

Mata Tania membulat mendengar pernyataan perempuan didepannya. Ternyata pikirannya salah, dia pikir mereka sudah benar-benar lepas dari dua manusia toxic itu, nyatanya mereka makin menjadi.

Dada Tania bergemuruh menahan amarah. Tangannya mengepal. Namun, sebisa mungkin ia mencoba bersikap tenang. Berulang kali perempuan itu menarik napas dalam dan menghembuskan secara perlahan.

'Ternyata kamu semakin berani, Dara. Lihat saja bagaimana aku mempermalukanmu didepan banyak orang!' batin Tania penuh amarah.

Bab terkait

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 5

    Dengan dipenuhi rasa dongkol, Tania berangkat kerja setelah membayar hutang yang ditinggalkan Dara sebanyak 500 ribu. Ya, perempuan itu memang memilih membayar demi menghindari keributan, terlebih melihat wajah tak bersahabat Hani yang terus mendesaknya agar segera membayar. Di tempat kerjanya, Tania berusaha keras agar tetap fokus, meski hatinya masih saja diliputi amarah, rasa ingin segera membalas kejahilan Dara pun makin menggebu. "Liat aja nanti. Kamu pasti akan ku permalukan didepan orang-orang." Tania bergumam sambil terus menyusun barang-barang pada raknya. Teman kerjanya yang melihat wajah Tania terus ditekuk pun menegur. "Lo kenapa? Masam aja tuh muka!" tegur teman kerjanya. "Pasti perkara mertua atau ipar Lo lagi, ya?" tebak perempuan itu lagi. Tania hanya mengangguk lemah. "Sesekali balas, Tan. Jangan diem mulu. Makin diinjek-injek ntar!" kata perempuan itu lagi tanpa menghentikan pekerjaannya. "Iya. Capek juga gue tiap hari diusilin mulu. Liat aja, gue bakal bal

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 6

    "Kenapa, Ra, kamu keliatan takut gitu? Padahal aku belum ngomong apa-apa, loh?" Tania sengaja mengeraskan volumenya agar teman-teman Dara ikut mendengar.Para gadis itu saling pandang, mereka berbisik-bisik sibuk menebak-nebak apa yang sedang terjadi antara Dara dan iparnya itu."Mbak! Bisa nggak, sih, ngomongnya pelan-pelan?" geram Dara."Bisa saja. Tapi ... bayar uangku 500 ribu!" tekan Tania. Dara melengos, dia tak memperdulikan permintaan Tania, bahkan dengan santai mengatakan jika ia tak punya sekarang."Nggak usah sok-sokan ngancam aku, Mbak! Sekarang mending lanjut ngebabu sana, biar nggak jadi miskin terus!" cemooh Dara. Gadis itu berlalu begitu saja meninggalkan Tania yang sudah mengepalkan tangannya penuh amarah."Oke! Mari kita mulai. Apa setelah ini kamu masih saja bisa berkutik didepan teman-temanmu?" batin Tania licik.Perempuan itu berjalan tergesa ke arah Dara dan teman-temannya yang bersiap pergi. Sebelum Dara benar-benar menghidupkan mesin motornya, dia sudah lebih

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-14
  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 07

    "Ma, tolong berhenti mengganggu rumah tangga kami. Apa mama nggak bosan begini terus?" ucap Ghani kesal. "Siapa yang mengganggu rumah tangga kalian? Tanya istrimu itu, kenapa dia tega sekali mempermalukan adikmu didepan banyak orang?" kata Sukma, jarinya sudah menuding Tania dan menatap menantunya tajam. Tatapan mertuanya tak sedikit pun membuat Tania ciut, perempuan itu malah membalas tatapan Sukma dengan tangan terlipat di dada. "Ma, kalo anak salah itu, ya, jangan dibela! Bakal kebiasaan sampai tua!" ejek Tania. "Apa masalahnya untukmu? Aku ini seorang ibu, siapa pun yang berani mengganggu anakku, akan berurusan denganku langsung! Naluri seorang ibu itu memang beda. Kamu mana tau? Hamil aja belum pernah. Dasar mandul!" tukas Sukma. Tania langsung terdiam mendengar ucapan mertuanya. Dia refleks memegang perut ratanya, pernikahan mereka sudah menginjak satu tahun lebih, tapi sampai sekarang Tania belum juga hamil. Setelah mengucapkan kalimat menyakitkan itu, Sukma segera

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 8

    "Assalamu'alaikum ...!" seru Sukma sambil mengetuk pintu rumah Tania. Dia dan Dara berdiri di sana, menunggu sang tuan rumah membukakan pintu."Ma, kayaknya si Tania lagi masak enak, nih. Aromanya sampai sini, loh!" bisik Dara. Sukma mengangguk setuju, perutnya bergejolak minta diisi saat aroma masakan tercium di indera penciumannya."Iya. Pokoknya nanti kita harus bener-bener pasang wajah yang penuh penyesalan. Biar mereka percaya sama kita. Kamu paham, kan?" kata Sukma ikut berbisik. Dara hanya menanggapi dengan mengangguk, jika sedang tak ada rencana sudah bisa dipastikan gadis itu akan menolak meminta maaf pada iparnya.Tak lama, terdengar suara seseorang menjawab salam. Sukma dan Dara menarik napas dalam dan mulai memasang tampang sedih.Tania terkejut melihat kedatangan mertua dan iparnya. Dia baru saja selesai memasak dan akan makan malam dengan suaminya saat mereka datang."Mama, Dara? Ada apa?" tanya Tania sedikit ketus. Kejadian tadi siang masih terngiang di kepala Tania, te

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   bab 9

    Beberapa hari setelah permintaan maaf mertua serta iparnya, kehidupan Tania mendadak berubah. Perempuan itu merasa hidup jauh lebih tenang. Mertua dan iparnya benar-benar menunjukkan perubahan yang signifikan. Sukma kerap mengantarkan makanan ke rumah Tania, apalagi saat perempuan itu harus masuk kerja di pagi hari. Sekarang Tania juga sudah bisa lebih tenang meninggalkan suaminya sendiri, sebab kadang Sukma dan Dara selalu datang untuk menemani Ghani di rumah."Ini baju kotor kalian?" tanya Sukma menunjuk keranjang kotor yang terletak disudut dekat dapur.Ghani menoleh, dia hanya mengangguk sekilas dan kembali menikmati teh hangat yang baru saja diseduh oleh ibunya."Mama cuciin, ya?" tambah wanita itu.Tanpa menunggu jawaban putranya, Sukma langsung meraih keranjang kotor itu dan membawanya ke tempat cucian."Loh, Ma, jangan! Nanti biar Tania aja yang kerjain, " cegah Ghani."Biar Mama aja, lagian ini nggak banyak, kok! Kasihan kalo Tania harus ngerjain cucian lagi. Dia udah capek

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-16
  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 1

    "Mas, aku berangkat sekarang, ya? Sarapannya aku taruh di sini," kata Tania pada suaminya yang hanya berbaring diatas tempat tidur. "Iya, Dek. Kamu hati-hati," sahut lelaki itu tersenyum. Tania membalas senyuman suaminya tulus, kemudian ia mendekat dan meraih tangan Ghani dan mengecupnya. Setelah itu, Tania meraih tas selempangnya dan keluar dari kamar. Langkah perempuan itu sedikit tergesa sebab melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul setengah 8. Tania menyalakan mesin motor matic miliknya dan mulai melaju perlahan menuju jalan raya. Tania bekerja sebagai kasir disebuah supermarket yang tak jauh dari rumahnya. Sedang Ghani sudah lama di rumahkan setelah mengalami kecelakaan yang membuat kakinya lumpuh total. * "Assalamu'alaikum!" teriak Sukma –ibu Ghani. Tanpa menunggu salam dari dalam, Sukma masuk begitu saja, terlebih pintu depan rumah anaknya tidak terkunci. "Ghan! Ghani!" Wanita itu berteriak memanggil sang p

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-06
  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 2

    Ghani menarik napas dalam sebelum masuk ke kamar. Ia tak menyalahkan sikap istrinya tadi, malah ia merasa bersalah pada perempuan itu. "Yank," panggil Ghani lirih. Tania yang tengah duduk di pinggir ranjang menoleh sekilas, kemudian kembali membuang muka. Bukan ia kesal dengan suaminya, hanya saja sikap mertuanya tadi yang membuat Tania dirundung kesal. "Maafin, Mas." Suara Ghani kembali terdengar, lelaki itu mendekat kearah istrinya. "Mas nggak salah. Kenapa harus minta maaf?" sahut Tania tanpa menoleh. "Ini semua terjadi gara-gara Mas. Kalau saja Mas masih bekerja, kamu pasti nggak akan secapek ini, Yank," sesal Ghani. "Aku yang harusnya minta maaf. Nggak seharusnya aku ngomong gitu tadi ke Mama. Aku ... hanya sedang capek saja, Mas," kata Tania membuat Ghani menggeleng. "Apa yang kamu lakukan tadi nggak salah sama sekali, Yank. Memang sudah seharusnya kamu bisa tegas seperti itu, supaya tidak ditindas terus menerus oleh mereka." Tania menoleh, dia te

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 3

    Keesokan harinya, Sukma disibukkan dengan pekerjaannya di dapur. Wanita itu memasak banyak sekali menu makanan, tak lupa dengan cemilan juga. Ia mengerjakan sendiri, sedang pemilik rencana malah asik menyambung mimpi. "Dara! Bangun kamu! Bantuin Mama di dapur!" Wanita itu berteriak memanggil putrinya, sebab tak ada respon, dia memilih beranjak ke kamar Dara dan mulai menggedor-gedor pintunya. "Bangun cepat! Kamu mau Mama mati gara-gara ngerjain semua sendiri, hah?!" Dia kembali berteriak sambil terus menggedor pintu kamar Dara. Dara meraih bantal dan menutupi seluruh wajahnya, tapi bukannya berhenti gedoran itu malah semakin kencang. Gadis pemalas itu menyerah, kemudian memilih bangkit dengan muka bersungut-sungut. "Apa, sih, Ma? Masih pagi, loh, ini. Udah teriak-teriak aja kayak orang utan!" kesal Dara. Wajah perempuan itu tampak kusut dengan rambut acak-acakan. "Pagi matamu! Liat, noh, jam berapa? Ini udah jam 9! Makanya, belajar bangun pagi. Jangan jadi pemalas

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07

Bab terbaru

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   bab 9

    Beberapa hari setelah permintaan maaf mertua serta iparnya, kehidupan Tania mendadak berubah. Perempuan itu merasa hidup jauh lebih tenang. Mertua dan iparnya benar-benar menunjukkan perubahan yang signifikan. Sukma kerap mengantarkan makanan ke rumah Tania, apalagi saat perempuan itu harus masuk kerja di pagi hari. Sekarang Tania juga sudah bisa lebih tenang meninggalkan suaminya sendiri, sebab kadang Sukma dan Dara selalu datang untuk menemani Ghani di rumah."Ini baju kotor kalian?" tanya Sukma menunjuk keranjang kotor yang terletak disudut dekat dapur.Ghani menoleh, dia hanya mengangguk sekilas dan kembali menikmati teh hangat yang baru saja diseduh oleh ibunya."Mama cuciin, ya?" tambah wanita itu.Tanpa menunggu jawaban putranya, Sukma langsung meraih keranjang kotor itu dan membawanya ke tempat cucian."Loh, Ma, jangan! Nanti biar Tania aja yang kerjain, " cegah Ghani."Biar Mama aja, lagian ini nggak banyak, kok! Kasihan kalo Tania harus ngerjain cucian lagi. Dia udah capek

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 8

    "Assalamu'alaikum ...!" seru Sukma sambil mengetuk pintu rumah Tania. Dia dan Dara berdiri di sana, menunggu sang tuan rumah membukakan pintu."Ma, kayaknya si Tania lagi masak enak, nih. Aromanya sampai sini, loh!" bisik Dara. Sukma mengangguk setuju, perutnya bergejolak minta diisi saat aroma masakan tercium di indera penciumannya."Iya. Pokoknya nanti kita harus bener-bener pasang wajah yang penuh penyesalan. Biar mereka percaya sama kita. Kamu paham, kan?" kata Sukma ikut berbisik. Dara hanya menanggapi dengan mengangguk, jika sedang tak ada rencana sudah bisa dipastikan gadis itu akan menolak meminta maaf pada iparnya.Tak lama, terdengar suara seseorang menjawab salam. Sukma dan Dara menarik napas dalam dan mulai memasang tampang sedih.Tania terkejut melihat kedatangan mertua dan iparnya. Dia baru saja selesai memasak dan akan makan malam dengan suaminya saat mereka datang."Mama, Dara? Ada apa?" tanya Tania sedikit ketus. Kejadian tadi siang masih terngiang di kepala Tania, te

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 07

    "Ma, tolong berhenti mengganggu rumah tangga kami. Apa mama nggak bosan begini terus?" ucap Ghani kesal. "Siapa yang mengganggu rumah tangga kalian? Tanya istrimu itu, kenapa dia tega sekali mempermalukan adikmu didepan banyak orang?" kata Sukma, jarinya sudah menuding Tania dan menatap menantunya tajam. Tatapan mertuanya tak sedikit pun membuat Tania ciut, perempuan itu malah membalas tatapan Sukma dengan tangan terlipat di dada. "Ma, kalo anak salah itu, ya, jangan dibela! Bakal kebiasaan sampai tua!" ejek Tania. "Apa masalahnya untukmu? Aku ini seorang ibu, siapa pun yang berani mengganggu anakku, akan berurusan denganku langsung! Naluri seorang ibu itu memang beda. Kamu mana tau? Hamil aja belum pernah. Dasar mandul!" tukas Sukma. Tania langsung terdiam mendengar ucapan mertuanya. Dia refleks memegang perut ratanya, pernikahan mereka sudah menginjak satu tahun lebih, tapi sampai sekarang Tania belum juga hamil. Setelah mengucapkan kalimat menyakitkan itu, Sukma segera

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 6

    "Kenapa, Ra, kamu keliatan takut gitu? Padahal aku belum ngomong apa-apa, loh?" Tania sengaja mengeraskan volumenya agar teman-teman Dara ikut mendengar.Para gadis itu saling pandang, mereka berbisik-bisik sibuk menebak-nebak apa yang sedang terjadi antara Dara dan iparnya itu."Mbak! Bisa nggak, sih, ngomongnya pelan-pelan?" geram Dara."Bisa saja. Tapi ... bayar uangku 500 ribu!" tekan Tania. Dara melengos, dia tak memperdulikan permintaan Tania, bahkan dengan santai mengatakan jika ia tak punya sekarang."Nggak usah sok-sokan ngancam aku, Mbak! Sekarang mending lanjut ngebabu sana, biar nggak jadi miskin terus!" cemooh Dara. Gadis itu berlalu begitu saja meninggalkan Tania yang sudah mengepalkan tangannya penuh amarah."Oke! Mari kita mulai. Apa setelah ini kamu masih saja bisa berkutik didepan teman-temanmu?" batin Tania licik.Perempuan itu berjalan tergesa ke arah Dara dan teman-temannya yang bersiap pergi. Sebelum Dara benar-benar menghidupkan mesin motornya, dia sudah lebih

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 5

    Dengan dipenuhi rasa dongkol, Tania berangkat kerja setelah membayar hutang yang ditinggalkan Dara sebanyak 500 ribu. Ya, perempuan itu memang memilih membayar demi menghindari keributan, terlebih melihat wajah tak bersahabat Hani yang terus mendesaknya agar segera membayar. Di tempat kerjanya, Tania berusaha keras agar tetap fokus, meski hatinya masih saja diliputi amarah, rasa ingin segera membalas kejahilan Dara pun makin menggebu. "Liat aja nanti. Kamu pasti akan ku permalukan didepan orang-orang." Tania bergumam sambil terus menyusun barang-barang pada raknya. Teman kerjanya yang melihat wajah Tania terus ditekuk pun menegur. "Lo kenapa? Masam aja tuh muka!" tegur teman kerjanya. "Pasti perkara mertua atau ipar Lo lagi, ya?" tebak perempuan itu lagi. Tania hanya mengangguk lemah. "Sesekali balas, Tan. Jangan diem mulu. Makin diinjek-injek ntar!" kata perempuan itu lagi tanpa menghentikan pekerjaannya. "Iya. Capek juga gue tiap hari diusilin mulu. Liat aja, gue bakal bal

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 4

    Sukma merenggangkan otot-otot yang terasa kaku sebab sejak subuh tak berhenti bekerja. Semua makanan yang tadi ia masak sudah terhidang manis diatas meja. Rumah juga sudah rapi, mereka tinggal menunggu kedatangan teman-teman Dara saja. Tok ... tok ... tok ... Wanita itu mengernyit heran mendengar suara ketukan di pintu depan, dia melihat jam yang tergantung di dinding meja makan, masih pukul 10 lewat sedikit. Apa mungkin itu teman-teman Dara? Pikirnya. Sukma bergegas keluar. Saat pintu ia buka, mulutnya menganga melihat siapa yang datang. Ternyata bukan teman-teman Dara, melainkan Ghani dan Tania. "Ngapain kalian kemari?" ketus wanita itu. Bukannya mempersilahkan anak dan menantunya untuk masuk, dia malah berdiri didepan pintu dengan tangan bersedekap di dada, tak lupa tatapan sinis ia layangkan. "Aku mau ngomong sama Mama dan juga Dara. Kita masuk dulu," kata Ghani. Lelaki itu meminta agar sang istri mendorong kursi rodanya masuk. "Eh, eh ... kalian mau kemana? Kalau mau ngomo

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 3

    Keesokan harinya, Sukma disibukkan dengan pekerjaannya di dapur. Wanita itu memasak banyak sekali menu makanan, tak lupa dengan cemilan juga. Ia mengerjakan sendiri, sedang pemilik rencana malah asik menyambung mimpi. "Dara! Bangun kamu! Bantuin Mama di dapur!" Wanita itu berteriak memanggil putrinya, sebab tak ada respon, dia memilih beranjak ke kamar Dara dan mulai menggedor-gedor pintunya. "Bangun cepat! Kamu mau Mama mati gara-gara ngerjain semua sendiri, hah?!" Dia kembali berteriak sambil terus menggedor pintu kamar Dara. Dara meraih bantal dan menutupi seluruh wajahnya, tapi bukannya berhenti gedoran itu malah semakin kencang. Gadis pemalas itu menyerah, kemudian memilih bangkit dengan muka bersungut-sungut. "Apa, sih, Ma? Masih pagi, loh, ini. Udah teriak-teriak aja kayak orang utan!" kesal Dara. Wajah perempuan itu tampak kusut dengan rambut acak-acakan. "Pagi matamu! Liat, noh, jam berapa? Ini udah jam 9! Makanya, belajar bangun pagi. Jangan jadi pemalas

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 2

    Ghani menarik napas dalam sebelum masuk ke kamar. Ia tak menyalahkan sikap istrinya tadi, malah ia merasa bersalah pada perempuan itu. "Yank," panggil Ghani lirih. Tania yang tengah duduk di pinggir ranjang menoleh sekilas, kemudian kembali membuang muka. Bukan ia kesal dengan suaminya, hanya saja sikap mertuanya tadi yang membuat Tania dirundung kesal. "Maafin, Mas." Suara Ghani kembali terdengar, lelaki itu mendekat kearah istrinya. "Mas nggak salah. Kenapa harus minta maaf?" sahut Tania tanpa menoleh. "Ini semua terjadi gara-gara Mas. Kalau saja Mas masih bekerja, kamu pasti nggak akan secapek ini, Yank," sesal Ghani. "Aku yang harusnya minta maaf. Nggak seharusnya aku ngomong gitu tadi ke Mama. Aku ... hanya sedang capek saja, Mas," kata Tania membuat Ghani menggeleng. "Apa yang kamu lakukan tadi nggak salah sama sekali, Yank. Memang sudah seharusnya kamu bisa tegas seperti itu, supaya tidak ditindas terus menerus oleh mereka." Tania menoleh, dia te

  • Membalas Mertua dan Ipar Toxic   Bab 1

    "Mas, aku berangkat sekarang, ya? Sarapannya aku taruh di sini," kata Tania pada suaminya yang hanya berbaring diatas tempat tidur. "Iya, Dek. Kamu hati-hati," sahut lelaki itu tersenyum. Tania membalas senyuman suaminya tulus, kemudian ia mendekat dan meraih tangan Ghani dan mengecupnya. Setelah itu, Tania meraih tas selempangnya dan keluar dari kamar. Langkah perempuan itu sedikit tergesa sebab melihat jam yang melingkar di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul setengah 8. Tania menyalakan mesin motor matic miliknya dan mulai melaju perlahan menuju jalan raya. Tania bekerja sebagai kasir disebuah supermarket yang tak jauh dari rumahnya. Sedang Ghani sudah lama di rumahkan setelah mengalami kecelakaan yang membuat kakinya lumpuh total. * "Assalamu'alaikum!" teriak Sukma –ibu Ghani. Tanpa menunggu salam dari dalam, Sukma masuk begitu saja, terlebih pintu depan rumah anaknya tidak terkunci. "Ghan! Ghani!" Wanita itu berteriak memanggil sang p

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status