Merasa tersentil Vano mendengar apa yang dikatakan oleh Devan. Karena jelas sekali kalau sindiran tersebut memang ditujukan kepada dirinya langsung tanpa diperhalus sama sekali ucapannya.
“Kamu pikir dia tidak murah, hah?” Sekarang Vano mencoba untuk memojokkan Siella.
Devan melirik Siella yang masih dirangkulannya, lalu kembali melihat ke arah Vano yang memandanginya tersebut dengan tatapan yang sama meremehkannya.
“Dia murah dimatamu. Tapi mahal di mataku. Berkat dia, aku dapat aliran dana dari orang-orang yang sangat luar biasa. Dan kamu tahu, penghasilanmu saja kalah dari penghasilan Siella.”
Devan begitu angkuh mengucapkan hal barusan. Padahal Siella sendiri tidak pernah mengungkap berapa gajinya. Karena bagi Siella itu tidak penting sama sekali, dan sekarang malah Devan sendiri yang mengatakannya.
Vano seolah tidak percaya dengan apa yang dikatakan Devan. Tentu saja, selama ini Vano hanya membayarnya semaunya saja. Men
Siella yang tidur dengan perasaan yang marah tersebut, jelas tidak akan langsung reda begitu saja. Esok harinya, kemarahan kembali membesar dan memuncak sampai tidak bisa dipikir lagi bagaimana dirinya bisa menanggapi perasaan tersebut.Esok harinya, Siella berangkat bekerja masih dengan perasaan yang tidak senang. Devan membalas pesan Siella dengan sangat santai dan seolah tidak ada salah sama sekali. Itu membuat Siella merasa kesal.Baru saja keluar dari rumah, Siella mendapati Devan sudah berdiri di sana menunggunya sambil bersandar di mobilnya yang terparkir di pinggir jalan. Pria itu kelihatan senang melihat Siella.“Siella!” sapanya dengan senyuman yang sangat lebar sekali.Wajah Siella jelas saja masih muram sekali. Bahkan kekesalannya sama sekali tidak memudar meski sudah melihat Devan pada saat itu. Rasanya ingin ditonjok saja.Devan mendatanginya dan mengajaknya untuk masuk ke dalam mobilnya, dengan tangan yang mengulur. Siell
Siella yang mendengarnya sangat kaget dan terdiam selama beberapa saat. Mertuanya ini memang sangat cuek, tetapi perhatiannya sama sekali tidak tertandingi sama sekali. Gengsinya terlalu besar, sampai-sampai orang-orang tutup mata melihatnya.Pandangan itu, garis bibirnya, bahkan raut wajahnya benar-benar tidak seperti orang marah. Sepertinya Bu Ina sudah tahu bahwa anaknya sendiri akan berlaku seperti demikian.“Apa Vano melakukan sesuatu yang buruk kepada kalian?” tanya Bu Ina.Sedikit ambigu rasanya pertanyaan yang barusan dilontarkan kepada dirinya itu. Seperti menanyakan soal perusahaan, atau hubungan.“Ma- Maksudnya, bu?”“Iya. Kalian pasti diganggu, kan? Apalagi perusahaan yang makin besar, jelas bagi Vano itu adalah ancaman juga. Jadi, apa dia mengganggu?”Pertanyaan itu terasa lebih lega setelah didengar lebih dalam lagi. Siella merasa tenang, seperti orang yang sedang menyembunyikan sesuatu dari orang lain.“Tidak.”“Sebenarnya iya,” Devan langsung menyela setelah mendengar
Sebenarnya Siella merasakan debaran jantung yang begitu hebat dan juga terasa tidak begitu nyata sama sekali. Tetapi ia menahan dirinya sendiri. Dalam pikirannya muncul reaksi ingin melihat bagaimana Devan akan menanggapi Rifia.Devan yang sedang duduk tersebut merasa kesal saat didatangi oleh Rifia, padahal dia sedang makan siang bersama Siella saat ini.Rusak sudah mood-nya yang baru saja dia coba bangun untuk lebih baik dan juga pastinya lebih kokoh daripada sebelumnya. Tetapi ambyar karena orang ini.“Apa?” tanya dari Devan dengan nada dingin.“Hei….,” Rifia membalas dengan nada menjengkelkan dan kemudian duduk di kursi Siella.Devan sinis menatapnya.“Jangan menatapku buruk begitu. Aku datang untuk menemanimu. Lagipula, kamu sendiri, kan?” ujar Rifia.“Itu kursi Siella, dan pergi dari hadapanku!” tegas Devan.Rifia agak terkejut mendengar bentakan dari Devan yang terbilang cukup spontan tersebut. Dan ia merasa tersinggung karena Devan malah membicarakan Rifia di depannya.“Devan…
Wajah Rifia jadi seperti seekor kepiting rebus yang sedang berada di uap panas yang tidak terduga sama sekali. Dia benar-benar menjadi orang yang sangat agresif sekali sekarang.“Jadi, ada apa? Apa urusanmu sampai datang ke sini?” Siella bertanya dengan nada yang sangat lembut.Rifia kembali membulatkan tekadnya, dan mencoba untuk ikut menyulut Siella yang baru saja membakarnya tersebut.“Aku datang menemui Devan. Apa urusanmu di sini? Jangan bilang kamu datang hanya untuk mengganggu kami!” tegasnya.Siella tertawa kecil mendengarnya. Wanita tersebut benar-benar sangat percaya diri, tapi otaknya dangkal sekali. Akal sehat dan logikanya tidak kelihatan.“Benarkah?”Siella menoleh ke arah Devan.“Kita kan pergi berdua, jadi yang pengganggu itu aku atau dia?” tanya Siella sambil bergantian menunjuk ke arah dirinya sendiri dan juga Rifia.Tertegun Rifia mendengar ucapan dari Siella. Dia benar-benar lupa bahwa Devan sudah mengatakan kalau dia datang kemari dengan Siella, jadi jelas Siella
Siella yang mendengarnya merasa sangat tersipu. Secara mendadak sekali Devan memuji dan membuat sekujur tubuh Siella terasa terbang sampai ke langit yang begitu tinggi sekali.“Be- Benarkah? Ka- kamu tidak bohong?” Siella merasa malu sambil sesekali menyelipkan rambutnya ke belakang telinga.“Ya…, kamu sangat berbeda dari biasanya,” puji dari Devan, lagi.Pria tersebut melihat dari atas sampai bawah bagaimana Siella pada saat itu. Benar-benar mengagumi dan merasa sangat amat terpukau sekali.Padahal hanya pujian seperti biasanya. Tetapi Siella menerimanya dengan cara yang berbeda. Ia sangat menghargai bagaimana cara Devan memuji barusan.Dua orang yang sama-sama terpukau pada satu sama lain terasa seperti berada di dunia yang berbeda, dan jelas di tempat masing-masing.“A- Ah, mau jalan dulu?” ajak dari Devan, sambil mengulurkan tangan untuk dipegang.Siella tersenyum lebar. Ia menerima ajakan tersebut dan memegang erat tangan Devan. Untuk pertama kalinya, mereka berdua saling berpega
Bahkan ada banyak bunga indah terpajang di sana. Belum lagi bagaimana eloknya laut membuat dekorasi tersebut terlihat sangat amat bagus sekali. Perasaan Siella terasa banyak memiliki banyak pertanyaan di dalam sana.“Ini apa, Devan?” tanya Siella sambil menoleh setelah mereka berjalan mendekati dekorasi tersebut.Entah hembusan angin macam apa yang barusan melewatinya, yang pasti Siella nyaris kehilangan kata-kata setelah melihat Devan berlutut sebelah kaki sambil menyodorkan sebuah cincin pada kotak merah.Rasa terkejutnya membuat Siella berpindah tempat sedikit ke belakang. Ia benar-benar tidak bisa bicara selama beberapa saat.“Siella. Aku tahu ini sangat mendadak, But, will you marry me?”Rasanya seperti mimpi mendengar Devan berkata begitu kepadanya. Tidak terduga sedikit pun bahwa Devan akan melamar selang beberapa jam setelah menembaknya menjadi pacarnya.Masih dalam posisi tidak percaya, ternganga merasa kehilangan seluruh isi pikiran setelah melihat bagaimana keseriusan Devan
Meski sebenarnya sangat memalukan dan juga tidak tahu diri, Vano nekat bertemu dengan ibunya untuk bisa mendapatkan bantuan, setikdanya supaya dia tidak jatuh dalam kebangkrutan.Dan yang paling mengerikan dari pertemuan ini ialah, Ibunya mengajaknya berbicara pada ruang meditasi. Yang dimana Vano merasakan kalau tempat itu sangat lah dingin dan begitu membangun tekanan pada dadanya.Dengan posisi bersimpuh, dan kedua tangan berada di atas lutut dengan badan yang tegak, Vano duduk di depan ibunya dengan perasaan setengah-setengah.“Apa yang membawamu datang kemari, Vano?” tanya dari sang ibu dengan suara yang sangat mengintimidasi.“A- Anu, itu bu…, aku-““Jangan ibu. Kamu sudah melanggar janjimu, sebaiknya kamu panggil aku seperti sebelumnya.”DEGH. Vano bisa langsung menyadari bahwa ibunya sudah memutus hubungan dengannya, lagi. Dan kali ini tidak perlu bilang lagi, karena mereka sudah pernah membuat janji, dan janjinya sekarang telah dilanggar.Sambil menelan ludah dan berusaha memb
Mendengar ucapan dari Vano membuat Rifia menyeringai. Jelas ini adalah kesempatan dalam kesempitan yang tidak diduga sama sekali. Perasaannya senang sekali karena bisa mendapatkan kesempatan mendekati Devan.“Apa aku harus tidur dengannya?” tanya dari Rifia.“Kamu gila?! Kamu mau jadi wanita murahan?!” pekik dari Vano yang dengan sengaja mengatai.Agak kaget Rifia mendengar ucapan dari Vano. Padahal dia pikir ini bisa menjadi ide yang bagus untuk merusak hubungan dari Siella dan Devan, tapi Vano tidak berpikir sampai di sana.“Kalau begitu kamu saja yang coba ajak tidur Siella. Dengan begitu Devan pasti tidak akan senang dengan Siella lagi,” saran dari Rifia.Vano agak mempertimbangkan saran dari Rifia tersebut. Idenya terdengar sangat bagus, hanya saja rasanya bodoh sekali kalau dirinya mau tidur lagi dengan Siella.Rasa dendam dan juga benci sudah mendarah daging dalam dirinya. Rasanya turun harga dirinya kalau tidur dengan wanita itu lagi.“Kamu rela aku tidur dengan Siella lagi?”