Nada yang sangat dingin, bagaikan bongkahan salju membekukan hati semua orang yang mendengar. Alena sampai tertegun mendengar putranya berkata demikian.
Selama dua puluh tahun usia Esau, ini kali pertama dia mendengar anak itu berbicara sangat kejam, membuat Alena juga Harry tidak berkutik sama sekali. Bukan karena takut, tapi tepatnya hati kedua orang tua itu menjadi sedih mengingat status putranya yang sekarang sudah menikah. Esau pasti tertekan oleh pernikahan ini.
“Freya, duduk di sini. Ayo, makanannya akan menjadi dingin jika kita tidak segera menyantapnya,” kata Alena kemudian, mencairkan suasana yang tiba-tiba hening.
Tapi di hati Freya, dia merasa seakan kedua orang tua itu tidak mempedulikan perasaanya.
Apakah sudah biasa di rumah ini melontarkan kalimat kasar tanpa perasaan? Jelas –jelas mereka mendengar perkataan Esau adalah sesutau yang tak semestinya dibiarkan. Seharusnya, orang tua menegur putra mereka yang sudah sangat ket
Alena masih setia menunggu jawaban dari Freya yang terenyuh di depannya. Dia mengamati wajah sedih gadis itu, membuat Alena merasa semakin penasaran akan kehidupan Freya yang sebenarnya, tak tahan Alena untuk tidak bertanya sekali lagi.“Apakah sangat sulit untuk menjelaskannya? Maaf jika membuatmu tidak nyaman,” ucapnya, tetapi di dalam hati Alena hanya ingin melihat respon dari Freya.“Ah, ti- tidak... aku hanya sedikit sedih,” sahut Freya tergagu.“Sedih? Apa yang terjadi sampai kau bersedih? Sekarang kau adalah menantu keluarga ini, jangan pikirkan kehidupanmu yang menyedihkan.”Mungkin bagi gadis yang hanya memiliki tingkat sekolah rendahan, kalimat Alena terdengar lembut dan menenangkan. Tapi bagi seorang Freya, dia tahu jika mertuanya hanya ingin mencari tahu tentang dirinya. Salah orang jika Alena pikir Freya lantas menjadi diam, tidak memiliki jawaban untuk pertanyaan itu. Dia tersenyum manis, seakan menunjukka
Saat tengah malam Esau kembali ke kamar, dia terkejut mendapati pintu yang susah di dorong. Matanya mengintip apa yang mengganjal di balik sana, dan betapa terkejut lelaki itu melihat kepala seseorang yang tengah tidur di lantai, tepat di balik pintu.Itu pasti Freya. Gadis itu sudah tidur lebih dahulu saat Esau mengerjakan tugas kuliahnya di ruang kerja.“Dia benar-benar tidur di lantai?” gumamnya tidak percaya.Manusia macam apa yang patuh ketika disuruh tidur di atas lantai? Apakah gadis ini sangat tidak waras, atau mungkin dia memang sebodoh itu? Tadinya Esau berpikir Freya akan membangkang. Dia yakin, gadis ini adalah seseorang licik yang tidak akan mau ditindas begitu saja. Tetapi nyatanya, ini lah yang dia saksikan.“Minggir dari pintu!” katanya, masih terus mendorong daun pintu itu. “Hei, kau tak mendengarku?”Tapi gadis yang sudah terlelap itu sama sekali tidak bergerak.Bersusah payah Esau mendor
Jam kuliah pertama sudah selesai sepuluh menit yang lalu. Esau berjalan di koridor kampus hendak menuju kelas lain yang akan dimulai sekitar setengah jam lagi. Parsa, sahabatnya datang dari arah depan, melempar sekaleng soft drink yang langsung ditangkap lelaki itu.“Julian akan mengadakan pesta, kau ikut?”Sembari membuka kalengnya, Esau menggeleng. “Tidak.”Dia bukan laki-laki yang suka pesta, tapi ketika para sahabatnya yang mengadakan, biasanya Esau tidak akan menolak undangan mereka. Tetapi karena pengalaman buruk yang baru terjadi di dalam hidupnya, lelaki itu menjadi malas menghadiri undangan pesta dari teman-teman.Pesta adalah sesuatu yang tidak jauh dari alkohol dan gadis-gadis. Esau tidak ingin sekali lagi terjebak dalam permainan seorang gadis.“Aku sibuk, banyak urusan kantor yang harus kuselesaikan.”“Hei, Bung, usiamu baru dua puluh dan ayahmu masih sangat muda. Apakah kau berpik
Dua pasang mata itu masih terus saling menatap. Freya dengan ketakutan di dalam kepalanya, sementara Esau menunjukkan tatapan jijik pada gadis yang menjadi rebutan dua orang di depan sana. Keduanya hanya diam tanpa melakukan apa pun.“Leona, lepaskan Freya sekarang.”“Jika aku tidak mau, kau akan apa? Aku tidak peduli dia gadismu, karena dia sudah berani menggangguku, maka dia harus membayar perbuatannya!” Leona bersikeras.Mereka sama-sama dari keluarga terpandang. Sudah tentu keduanya merasa diri berkuasa melakukan apa yang mereka mau. Leona tidak akan gampang menyerah meski Parsa menyebut Freya sebagai gadisnya.“Kau—““Apa?” Leona mengangkat dagunya. “Kau ingin memukulku?”“Aku tidak peduli apa masalah kalian. Tapi karena kau sudah sangat keterlaluan, ya, aku tidak akan segan memukulmu!”Selama yang Esau kenal, Parsa tidak pernah mau berdebat seper
Esau menatap tajam ke arah Alena, giginya mengetat, kedua tangannya mengepal, pemuda berwatak keras itu benar-benar marah, dadanya terasa sakit saat mengeluarkan kalimat-kalimat beruntun yang menyerang Alena tanpa diberi kesempatan untuk menjelaskan.“Jawab aku, Mom. Kenapa tak langsung menjawab, justru hanya terdiam seraya menatapku seperti itu. Apakah aku adalah tumbal dari bisnis kalian, ketamakan kalian?”Alene berjalan mendekat ke arah Esau, seribu kali menjelaskan pun tampaknya akan percuma di mata Esau, kupingnya pun sudah menjadi kebal untuk mendengar, harus memulai darimana semuanya?“Sayang, bukankah sudah kukatakan ... jika pernikahanmu ini tak ada hubungannya dengan bisnis kami, atau hal apa pun yang sekarang berada di otakmu,” ujar Alena lembut, satu tangannya terangkat mengusap kepala Esau, diperlakukannya Esau serupa anak kecil, tatapan Esau melembut, tak lagi setajam sebelumnya.
“Aku menyebutnya permainan dewasa, bukan kah kita sudah pernah melakukannya, Frey?” masih bisik Esau di telinga Freya. Satu tangan Esau menarik lengan baju Freya bagian kiri hingga terkoyak dan memerlihatkan bahu mulus milik Freya. Freya masih tak diperkenankan untuk berbicara, Esau tertawa melihat wajah Freya yang ketakutan setengah mati menatapnya.‘Esau ... kau mau apa?’ batin Freya.Kejadian-kejadian di kampus, membuat Esau dibuat dongkol sedongkolnya, dia masih ingat bagaimana Parsa membela Freya setengah mati dan menentang semua kata-kata Leona, seolah Freya adalah sesuatu yang sangat berharga baginya, dan hal itu sangat menjijikkan. Freya ingin membuatnya hancur, mendekati orang-orang terdekatnya, menggoda mereka, lalu membuat mereka meninggalkan dirinya—ini yang ada di dalam pikiran Esau saat itu.Perlahan bibir Esau mulai menelisik wajah Freya, dikecupnya pelan pipi Freya, waj
Esau tak mengerti apa isi otak Freya sampai mampu membuat dirinya sakit sendiri, semakin Freya berusaha menyakiti dirinya, semakin memerlihatkan kelemahannya di mata Esau. Jadi, Freya masih ingin berlama-lama untuk bermain-main dengan Esau, baiklah tantangan diterima.‘Aku yang memegang kendali atas dirimu sepenuhnya mulai hari ini, Frey,’batin Esau sembari menyunggingkan senyum tipis penuh arti. Entah kenapa belakangan ini dia lebih sering memanggil Freya dengan sebutan ‘Frey’, tidak seperti di masa-masa awal mereka menikah berapa hari yang lalu.Esau masih berada di tepi ranjang, mengawasi keadaan Freya yang masih belum stabil, entahlah sampai kapan Freya kuat dengan segala kepura-puraannya. Tapi tenang saja, Frey ... Esau masih bisa menutupinya, bahkan dia bisa membalikkan semua keadaan, dan meletakkan sebuah pion inti untuk meng-skak-mat dirimu!Ketika dokter masuk ke ruangan itu, Esau menggerakkan ja
“Mom, apa yang kau lakukan di sini?”Alena terperanjat oleh suara Zoe yang datang dari arah belakang. Wanita yang sejak tadi mengintip dari cela pintu pun segera memutar tubuhnya.“Sssttt... pelankan suaramu,” peringatnya, sebelum Esau mendengar perbincangan itu.“Kenapa? Aku dengar Freya terja-“Tak sampai kalimat itu dia ucapkan dan mulutnya sudah dibungkam. Alena menarik tangan Zoe untuk meninggalkan tempat itu, sebelum Esau memergoki ibu beranak itu di sana.Ketika Alena melepaskan tangannya dari mulut Zoe, dia yang masih belum paham pun kembali bertanya, “Ada apa, sih, Mom? Aku ingin melihat keadaan Freya, kenapa mom menarikku?”“Esau ada di dalam, dia memintaku meninggalkan mereka untuk berbicara berdua saja. Zoe, sebelum Esau yang keluar dari sana, jangan menemui strinya, kau paham?” terang Alena, mem