Esau tak mengerti apa isi otak Freya sampai mampu membuat dirinya sakit sendiri, semakin Freya berusaha menyakiti dirinya, semakin memerlihatkan kelemahannya di mata Esau. Jadi, Freya masih ingin berlama-lama untuk bermain-main dengan Esau, baiklah tantangan diterima.
‘Aku yang memegang kendali atas dirimu sepenuhnya mulai hari ini, Frey,’batin Esau sembari menyunggingkan senyum tipis penuh arti. Entah kenapa belakangan ini dia lebih sering memanggil Freya dengan sebutan ‘Frey’, tidak seperti di masa-masa awal mereka menikah berapa hari yang lalu.
Esau masih berada di tepi ranjang, mengawasi keadaan Freya yang masih belum stabil, entahlah sampai kapan Freya kuat dengan segala kepura-puraannya. Tapi tenang saja, Frey ... Esau masih bisa menutupinya, bahkan dia bisa membalikkan semua keadaan, dan meletakkan sebuah pion inti untuk meng-skak-mat dirimu!
Ketika dokter masuk ke ruangan itu, Esau menggerakkan ja
“Mom, apa yang kau lakukan di sini?”Alena terperanjat oleh suara Zoe yang datang dari arah belakang. Wanita yang sejak tadi mengintip dari cela pintu pun segera memutar tubuhnya.“Sssttt... pelankan suaramu,” peringatnya, sebelum Esau mendengar perbincangan itu.“Kenapa? Aku dengar Freya terja-“Tak sampai kalimat itu dia ucapkan dan mulutnya sudah dibungkam. Alena menarik tangan Zoe untuk meninggalkan tempat itu, sebelum Esau memergoki ibu beranak itu di sana.Ketika Alena melepaskan tangannya dari mulut Zoe, dia yang masih belum paham pun kembali bertanya, “Ada apa, sih, Mom? Aku ingin melihat keadaan Freya, kenapa mom menarikku?”“Esau ada di dalam, dia memintaku meninggalkan mereka untuk berbicara berdua saja. Zoe, sebelum Esau yang keluar dari sana, jangan menemui strinya, kau paham?” terang Alena, mem
Meja makan yang biasanya selalu riuh oleh canda tawa, malam ini menjadi sangat sunyi tanpa sedikit pun perbincangan. Harry sudah mendengar nasib yang menimpah menantu perempuannya, dan tak bisa dia pungkiri turut bersedih untuk itu. Apalagi ketika mendengar penjelasan Alena tentang sikap Esau yang sangat berubah, itu membuatnya tidak ingin banyak bicara. Dia biarkan putranya merenungkan kesedihan yang tengah dia alami, agar Esau bisa bersikap lebih berani bertanggung jawab ke depan nanti.“Bagaimana kondisi istrimu?” tanya Harry, untuk membuat makan malam itu tidak menjadi sunyi bagaikan di kuburan.Menghentikan sejenak suapannya, Esau membalas tatapan dad. “Dia masih sedih, tapi Freya sudah bisa menerimanya,” jawabnya menjelaskan.Seperti yang Alena ceritakan pada semua anggota keluarga, Esau memang selalu murung sejak tadi. Raut mukanya tak menunjukkan ekspresi selain kesuraman
Freya masih bertanya-tanya, sebenarnya apa yang sedang Esau rencanakan? Kenapa segalanya terasa lambat, lama-lama semua rencana yang telah disusunnya dengan rapi akan berantakan. Freya sangat tak sabar ingin segera menghancurkan Esau, lalu dia bisa kembali ke negaranya.Dia membolak-balikan sebuah buku mata kuliah ekonomi di dalam perpustakaan tanpa membacanya sama sekali. Freya terlihat sangat gusar, memikirkan banyak hal akan sifat Esau yang semakin menyebalkan. Tanpa disadarinya, Esau sudah berdiri di sampingnya. Esau menarik sebuah kursi, kemudian duduk, sambil menatap Freya yang masih asyik tenggelam dalam pikirannya sendiri."Ehem," Esau berdehem, Freya bergeming dengan posisi awal tadi. "Ehem!" dia berdehem lebih keras dari yang pertama."Heh?!""Kenapa, kau seperti melihat hantu?"Kedua mata Freya bergerak awas melihat ke sekeliling, kemudian
Esau mati-matian meminta Freya untuk berangkat dengannya ke kampus. Tapi tentu saja, Freya tak sebodoh yang dikira Esau. Tak semudah itu membuat Freya percaya dan bertekuk lutut begitu saja, sehingga dia akan masuk dalam tipuan.Sejujurnya sejak awal, Esau tak pernah percaya kalau dia meniduri Freya, karena tak semudah itu Esau mabuk. Dia bersedia menikahi Freya yang merengek dengan mengatakan, kalau Esau sudah merenggut keperawannya. Tapi kali ini, jangan harap kau bisa lepas dari Esau, Frey!Kepala Freya benar-benar pening memikirkan semua rencananya, Esau ternyata tak mudah ditebak tidak seperti yang dipikirkan olehnya sebelumnya, dia mampu mengikuti permainan Freya.Dari kejauhan, Parsa berlari kecil menghampiri Freya."Frey, hari ini kau mau kan nonton denganku?""Nonton?""Ya, temanku yang bekerja di sebuah bioskop memberikan dua buah karcis grati
Nyaman? Itu sangat tak pantas Freya akui. Apakah benar dia merasa nyaman, atau semua ini hanya efek dari rasa sedih dan lelahnya? Lagian, tidak mungkin Esau bisa menjadi seorang yang nyaman bagi dirinya, sebab mereka adalah musuh bebuyutan.Saat ini ribuan tanya berada di benak Freya, kenapa Esau bisa mendadak begitu lembut padanya, apakah dia benar-benar tulus, atau dia sedang memulai permainan baru? Tidak... dia tak ingin masuk ke dalam perangkap lelaki ini.“Kau... kau tak pernah baik padaku, kenapa semenjak beberapa hari lalu sampai hari ini kau berubah?” tanya Freya tak yakin dengan kebaikan Esau. Dia tepis tangan yang menyeka wajahnya, tak ingin merasa nyaman oleh belaian itu.“Apakah perlu membahas semuanya di toilet?”“Aku hanya ingin tahu,” tegas Freya.“Mereka sudah tak ada, sebaiknya kita pergi dari sini,” ajak Esau seraya menarik pergelangan tangan Freya, mengajaknya keluar dari dalam toil
Freya berusaha memejamkan kedua matanya, tapi terlalu sulit.Meski lelah dia menyingkirkan semua perlakuan baik Esau, tetap saja di dalam hatinya semua hal mengganjal. Haruskah dia menebak-nebak apa maksud Esau dalam beberapa hari ini padanya? Sejak menikah hingga sebelum dia menjatuhkan diri dari tangga, tak pernah Esau bersikap lembut. Ada yang aneh, dan Freya harus memastikannya.Esau mengintip dari balik bantal, dilihatnya tubuh Freya berbalik menghadap tembok, kalau dipikir-pikir dia merasa kasihan pada gadis itu. Di sisi lain dia tak tega membuat Freya seperti ini, tetapi dia sungguh penasaran apa sebenarnya yang ada di dalam kepala gadis itu.Handphone Esau berbunyi, dilihatnya Zoe mengirim sesuatu di kotak masuk.'Temui aku di perpustakaan, sekarang!' Itu isi dari chat Zoe kepada Esau.Agak enggan Esau menanggapi Zoe, belum lagi seluruh tubuhnya luluh lantak dibuat pemuda-pemuda keparat
Esau sangat geram, jangan ditanya seperti apa ekspresi wajahnya sekarang. Bahkan anak kecil saja bisa menyimpulkan jika lelaki itu tengah cemburu sekarang, tetapi dia sangat berusaha menutup mulutnya untuk tidak berbicara. Freya pun semakin semangat membuat lelaki itu naik darah.“Esau, kau cemburu, kan?” katanya lagi, membuat lelaki itu berhenti dan memutar tubuh menghadapnya.“Tidak. Jangan terlalu percaya diri.”"Benarkah? Aku tak pernah melihat wajahmu seperti itu. Tapi... kalau memang kau tidak cemburu, ijinkan aku jalan dengan Parsa," ujar Freya sekali lagi.Sekali lagi Esau berhenti. Dia tatap wajah gadis itu beberapa detik dan rahangnya mengetat. Lihat lah betapa tak tahu dirinya Freya yang justru tersenyum dan memainkan kedua mata berkedip beberapa kali. Apakah gadis ini memang bodoh?"Terserah," jawab Esau sambil berlalu. 
Alunan piano sudah berhenti sejak tadi. Freya masih termangu menatap jemarinya yang masih menempel di tuts piano. Hatinya terlalu larut sehingga merasakan jari-jari itu gemetar tak terkendali.Parsa dan pengunjung lainnya memberikan tepuk tangan yang sangat meriah ketika Freya selesai memainkan piano. Gadis yang terlihat biasa-biasa saja itu, yang selalu berusaha menutupi semua luka yang belum tertutup sempurna dengan berpura-pura kuat di hadapan orang lain, kini seolah menelanjangi dirinya sendiri di hadapan puluhan mata yang memandangnya saat memainkan piano tadi. Dia menangis saat menekan satu per satu tuts piano tanpa mampu mencegah.Begitu tersadar, Freya menyeka air matanya sebelum berdiri menuju meja di mana Parsa tengah menatapnya.“Kau benar-benar hebat, aku tak menyangka kau bisa memainkan piano dengan begitu indah, bahkan buatku kau lebih hebat dari pianis wanita itu,” ujar Parsa memuji pertunjukka