Satu hari telah berlalu. Jangan tanyakan perihal malam pertama yang hendak dilakukan, semuanya gagal total! Ya, malam pertama diantara Aarav maupun Kinara nyatanya belum mereka lakukan, hingga detik ini. Aarav mulai uring-uringan, pria itu sudah mau melakukan hubungan itu, namun tiba-tiba Kinara malah mendadak sakit perut, alhasil tidak jadi. Dan sekarang pun perempuan itu mendadak aneh, biasanya setiap pagi Kinara akan menyapanya, memberi ucapan selamat pagi atau mungkin memberinya ciuman walau sebatas pipi. Namun semuanya tiba-tiba berubah. Tidak ada lagi hal-hal romantis untuk pagi ini membuat Aarav merasa lesu saja. Kriekk… Suara knop pintu yang diputar membuat Aarav mengalihkan perhatiannya. Ia menoleh pada Kinara yang baru keluar dari kamar mandi. “Ssyang?” Aarav langsung menyapa. Namun hanya dibalas gumaman oleh Kinara. “Mas izin gak masuk kerja hari ini,” ucapnya sembari mendekat ke arah Kinara. Perempuan itu menggulung rambutnya yang basah dengan handuk. Pakaian yang ia
Semua persiapan sudah dipersiapkan dengan baik. Sangat malah. Sebuah dekorasi dengan di penuhi berbagai hiasan bunga menutupi sebagian tempat yang ada. Ditambah hiasan yang tampak mewah nan elegan, menjadi perpadun begitu mewahnya acara ini diadakan. Kinara menatap binar rumah ini, tak sabar rasanya akan kepulangan Aarav yang akan disambut dengan begitu meriah. “Cepatlah pulang, sayang … aku menunggumu,” gumam Kinara mulai senyum-senyum sendiri. **Hari sudah menjelang sore, tapi Aarav belum juga kembali ke kediaman William. Kinara yang sedari tadi mondar-mandir dibuat resah akan hal itu. Bertanya ke mana suaminya pergi? Kenapa sampai sekarang belum pulang juga? Mengingat bahwa Aarav izin kerja membuat Kinara percaya saja, namun saat hari menjelang siang Aarav tak kunjung pulang membuat Kinara berpikir bahwa suaminya pasti tidak jadi izin, lelaki itu pasti bekerja. Namun anehnya, biasanya sore begini Aarav sudah pulang, tidak mungkin melebihi batas dari jam kerja biasanya. “Bag
“Ck! Sebenarnya ada apa dengan Kinara? Kenapa perempuan itu mendadak aneh?” ujar Aarav bertanya pada dirinya sendiri. Pria itu melirik terlebih dahulu ke arah pintu yang sebelumnya ia tutup dengan keras. Menghela nafas kemudian menghembuskannya. Aarav berjalan menuruni anak tangga dengan lesu. Pagi ini adalah pagi tanpa semangat, Kinaranya berubah acuh. Tanpa sapaan, tanpa senyuman dan tanpa ciuman. Kinara … melupakan hal itu. Aarav menuruni anak tangga, namun tepat di tangga terakhir ia melihat Pamannya berdiri—di hadapannya. “Ada hal yang harus kau ketahui,” ucap Devan to the point. Lelaki itu menatap datar keponakan. Tak kalah datar dengan Aarav, pria itu hanya mengalihkan perhatiannya, malas menatap Devan. “Aku ingin berbicara denganmu, Rav.”Aarav menaikan alisnya sebelah. “Maaf, tidak ada waktu!” jawab Aarav, dia melangkah melewati Devan. “Ini tentang Kinara.” Satu nama yang disebut berhasil membuat Aarav berhenti dari langkahnya. Aarav berbalik. “Apa? Apa yang ingin kau b
“Titik balik daripada sebuah takdir adalah menerimanya. Mau tak mau, siap tak siap, jika takdir itu menghampiri, maka kita tidak bisa menolaknya.Rasa sedih yang atas nama penderitaan mungkin selalu ada. Setiap hari. Tapi, tidak memungkinkan pula bahagia itu tak datang. Ia akan selalu ada, datang pada orang-orang yang sebelumnya merasakan kesedihan. Porsi setiap manusia itu sama. Antara bahagia dan sedih, tertawa dan menangis, yang datang dan pergi, semuanya sama.”“Lalu, bagaimana jika kita tidak menerima takdir itu, Ayah? Apa kita … menjadi manusia yang tak tau diri?” tanya gadis kecil. Pria itu menjawab. “Maka hanya ada rasa sakit yang akan selalu kita rasakan. Karena pada dasarnya … segala sesuatu yang ada di dalam diri kita, akan menjadi timbali balik dari kehidupan itu sendiri. Kau menerima takdirnya maka hatimu akan merasa baik. Pun sebaliknya, kau tidak menerima takdirnya maka kau sendiri yang akan merasakan sakitnya.”“Kinar … adanya sedih dan bahagia itu tidak harus menjadi
Satu hal yang terus Kinara pikirkan, menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan yang menimpa suaminya. Kecelakaan itu tidak bohong, tidak diada-adakan. Kecelakaan itu benar adanya. Bahwa sang suami kini terkapar lemah di atas brankar rumah sakit. Kinara menangis sejadi-jadinya saat ia masuk ke rumah sakit dan langsung menyerobot masuk ke dalam. Tubuhnya bergetar hebat, membekap mulutnya sendiri tatkala melihat sang suami begitu lemah tak berdaya. Kepalanya di perban sampai ke dagu, hidung serta mulutnya tertutup selang oksigen, wajahnya tampak sangat pucat, memejam tanpa mau membukanya. Kinara melangkah pelan, semakin bergetar bahunya melihat Aarav menderita seperti ini.Tangis itu, tangis yang sedari tadi Kinara tahan lepas juga. Ia menangis tepat berada di samping Aarav. “Mas ….” Menunduk lemah, kepalanya menunduk dengan deraian air mata yang semakin berjatuhan. “Maafin Kinar….” Hancur pula hatinya saat Kinara menggenggam tangan Aarav yang amat dingin. Sangat. Seakan di depa
“Mas bakal sembuh, Mas bakal sadar kembali …,” ucap Kinara sembari tangan yang menggenggam telapak tangan Aarav. “Kinar di sini, akan selalu di sini,” lanjutnya lagi dengan suara parau. Suara Kinara tercekat, tiap kali melihat wajah pucat Aarav selalu saja berhasil membuatnya menangis. Ketakutan di dalam hati itu semakin hadir, membuat Kinara benar-benar takut apabila dirinya ditinggal pergi. “Kinar harap Mas cepat bangun … Kinar rindu suara Mas Aarav,” ujarnya sembari menghapus air mata. Kinara berusaha kuat, ia akan berusaha sabar dan ia akan berusaha yakin bahwa Aaravnya tidak akan meninggalkan dirinya. “Aarav?!”Kinara yang tengah melamun dikejutkan oleh seruan seseorang, refleks ia menoleh ke asal suara. “Bagaimana kabar Aarav?”Kinara terkejut saat mendapati Aavar dan Papa mertua ada di sini, dengan segera Kinara beranjak dari duduknya. “Kenapa bisa sampai seperti ini?” tanya Darren, tatapan matanya mengarah pada Kinara. “Pasti kau kan penyebabnya! Dasar tidak becus!”Kin
“Duarrrr!”“Aaaaa!” Melengking sudah suara itu menggema di udara. Jeritan keras dari sang korban membuat ia menoleh kepada sang pelaku. “Kak Aarav?” tanya gadis berumur 15 tahun. Dia Lusi, seseorang yang tadi menjerit terkejut kala seseorang mengejutkannya. Sebelumnya Lusi tengah mengumpulkan semua balon-balon yang katanya acara digagalkan. Tidak tahu permasalahannya karena apa Lusi hanya menurut. Rumah dari kediaman Vanzo dibersihkan kembali, semua yang sempat indah oleh hiasan dari berbagai bunga dan balon-balon harus segera dibersihkan. Dengan dibantu para pelayan Lusi hanya mengumpulkan balon-balonnya saja. Namun tak ia sangka, seseorang justru mengagetkannya dengan suara tersebut, tidak lupaa letusan dari balon pula menjadi pemicu keterkejutan Lusi. “Kak Aarav?” ulangnya lagi. Lusi mendengar bahwa Aarav kecelakaan, tapi kenapa pria itu sekarang ada di hadapannya? “Kak Aarav udah bisa pulang?” tanyanya berbinar. Sedang seseorang yang sedari tadi dipanggil Aarav tertawa renyah
Suara decitan mobil terdengar begitu nyaring. Mobil itu menepi di pinggir jalan, pria yang ada di dalamnya menatap lurus jalanan sana. Jalanan di mana kecelakaan itu terjadi. Dia Aavar, turun dari mobil dengan kaki jenjangnya. Sepatu yang tampak bermerek mewah itu mengenai aspal, ditambah dengan celana dan jas yang menambah perpaduan kemewahan dari keturunan William. Melangkah pada jalan tersebut, Aavar melangkah menuju garis kuning yang sudah dibatasi oleh polisi. Kecelakaan kemarin menjadi topik hangat untuk dibicarakan, apalagi mengetahui kalau cucu dari pemilik perusahaan tertinggi mengalami kecelakaan. Kecelakaan ini tak hanya menjadi sorotan publik, tapi juga akan membuat musuh yang ingin mendapatkan posisi tertinggi tertawa senang. Tidak aneh, karena setiap pembisnis akan merasa senang kala musuhnya mengalami titik terendah. Tapi, dari semua itu tidak akan Aavar biarkan terjadi. Tujuan ia ke sini selain menjenguk Aarav ia juga akan mengambil alih perusahaan Cavern Grup, se