"Mau mu apa sebenarnya?" ucap Xander dengan nada lelah pada istrinya–Sera.
"Aku ingin kau menikah lagi." Hanya itu cara agar mereka bisa mendapatkan seorang anak.
Keluarganya memiliki harapan besar jika Sera akan segera memberikan mereka cucu. Tapi apa yang mau diberikan jika dirinya saja sudah tidak bisa hamil?
"Berapa kali aku bilang padamu jika aku tidak mau?" Xander mulai kesal. Tidakkah Sera mengerti jika ia sangat mencintainya? Dan dia malah memintanya menikah lagi. Xander bahkan tidak pernah memikirkan keinginan keluarganya.
"Xander, aku mohon...," ujar Sera dengan raut putus asanya.
Menggeleng, Xander meraih tangan Sera untuk digenggamnya. "Kalau kau mau anak, kita bisa mengadopsi seorang anak."
Sera menatap Xander ragu. "Jika kita mengangkat seorang anak, dan mengatakan itu adalah keturunanmu, tidakkah kita mempermainkan perasaan mereka?" jelasnya. "Keluargamu ingin cucu kandung, Xander."
"Kenapa hanya keluargaku yang terus kau pikirkan?" kata Xander sambil melepaskan pegangan tangannya. "Aku tidak menginginkan seorang anak, Sera. Kita bisa hidup hanya berdua selamanya."
Sera menunduk. Merasa frustasi dengan keadaan ini. Ketika teringat sesuatu, ia berjalan ke arah meja rias dan mengambil sebuah koran yang ada di sana. Kemudian memberikannya pada Xander.
Xander membaca berita utama yang termuat di koran tersebut. "Ibu pengganti?"
Sera mengangguk semangat. "Perempuan yang ada di berita itu tadinya sama sepertiku.Tapi sekarang dia bisa memiliki anak, meskipun dengan rahim orang lain."
Dahi Xander berkerut. "Maksudmu, kau ingin aku...."
Sera mengangguk lagi. "Kita cari perempuan yang bisa melahirkan anak untuk kita."
Xander menghela napas. "Sera, dengar–"
"Di sini aku yang tidak sempurna. Aku tidak bisa menjadi seorang ibu. Tapi kau bisa menjadi seorang ayah, Xander."
"Sera." Xander memegang kedua bahu Sera. Meremasnya pelan untuk membuatnya mendengarkan ucapannya. "Jika aku menginginkan anak dari wanita lain, kenapa aku menolak menikah lagi? Kenapa aku membahas soal mengadopsi anak?" Lelaki itu menatap Sera dengan serius. "Karena aku mencintaimu."
"Demi mendapat seorang anak, aku tidak masalah harus membagi cintamu dengan wanita lain," balas Sera mantap.
Xander mendengus kasar. "Suatu saat kau akan menyesal sudah mengatakan ini," ucapnya, kemudian berlalu keluar kamar.
Tidakkah ia saja cukup untuk Sera? Kenapa istrinya terus saja membahas masalah anak? Jikapun Xander setuju memakai ibu pengganti, di mana ia bisa menemukan perempuan yang mau meminjamkan rahimnya untuk melahirkan anaknya?
Xander menyambar kunci mobil di atas meja dan berjalan keluar mansion. Ingin menenangkan pikirannya. Dengan mendengarkan musik keras di club.
Xander mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Jalanan yang dilewatinya terlihat sepi dan gelap. Mobilnya terus melaju kencang hingga seseorang tiba-tiba melintas tanpa diduga.
Decitan keras dari ban yang bergesekan dengan aspal kemudian terdengar. Xander berhasil menghentikan mobilnya yang tinggal sejengkal lagi akan menabrak orang itu. Dengan wajah kesal, lelaki itu keluar dari Lamborghini merah menyalanya.
"Kau mau mati hah?!" sentak Xander pada seorang wanita dengan pakaian minim yang hampir ditabraknya. Ia sudah cukup dibuat kesal oleh Sera. Sekarang perempuan ini.
"Tania!"
Xander melihat ke balik bahu perempuan itu. Seorang pria berbadan besar berteriak dari arah kejauhan. Ia kemudian melirik wanita di hadapannya yang menjadi panik.
"Tolong aku. Aku mohon tolong aku."
Xander mengernyit. Terkesiap ketika tangan dingin wanita itu meraih tangannya. Sambil terisak, dia meminta tolong pada Xander.
"Mau lari ke ke mana gadis kecil?" Pria berbadan besar tadi ternyata sudah berada di depan wanita itu. Mencekal tangannya. "Ayo kembali. Tugasnya bahkan belum selesai." Dia berusaha menyeret wanita itu yang mempertahankan dirinya dengan memegang lengan Xander.
"Tolong aku–hiks."
Sayangnya Xander tidak peduli. Dalam sekali hentak, ia menghempaskan tangan wanita itu dengan kasar. Kemudian kembali ke mobilnya.
"Tidak, tidak. Jangan pergi! Tolong aku!"
Xander melajukan mobilnya, setelah sempat melirik ke kaca spion untuk melihat wanita itu yang diseret oleh pria berbadan besar.
*****
Tania menundukkan kepala dengan wajah yang dibasahi air mata. Penampilannya terlihat berantakan. Di pipinya terdapat memar–hasil tamparan yang diberikan karena ia yang berusaha melarikan diri.
Mau berusaha melarikan diri sekeras apapun, pada akhirnya Tania kembali lagi ke tempat ini. Dan mungkin, harga dirinya akan hancur sebentar lagi. Oleh para lelaki hidung belang yang sedang menawar harganya.
"13 ribu dollar."
"Aku akan memberikan dua kali lipat. Jadi biarkan aku yang bersamanya malam ini."
"Aku yang lebih dulu memintanya. Kau tidak bisa seenaknya."
Tania hanya bisa duduk sambil menangis mendengar keributan itu. Ia sudah layaknya barang dagangan sekarang.
Tania merasa takdirnya benar-benar buruk. Sejak kecil, ia terkurung di tempat ini. Bekerja sebagai pelayan yang mengantarkan minuman ke pengunjung. Namun, tiba-tiba pemilik tempat ini memaksanya untuk melayani pelanggannya.
"Tania, malam ini kau bersamanya. Dia membayarmu sangat mahal." Wanita yang dipanggil Mami, yang merupakan pemilik tempat ini bersuara. Dia mendorong Tania pada lelaki yang berani membayarnya mahal.
Tania menggeleng panik. "Aku tidak mau!"
"Jangan membantah. Selama ini aku yang memberimu makan. Kau tidak memiliki apapun untuk bisa membalasnya. Jadi hanya tubuhmu itu yang bisa ku manfaatkan."
Tania menangis histeris saat lelaki itu menariknya ke salah satu kamar. Hampir mencapai pintu ketika tiba-tiba seseorang menahan satu tangan Tania.
Tania menatapnya. Cukup terkejut. Dia adalah orang yang mobilnya hampir menabraknya tadi. Lelaki itu ada di sini sekarang. Tania bingung, tapi tatapannya juga menyiratkan permohonan.
"Ikut aku."
"Apa-apaan kau–" Lelaki yang menyewa Tania menghentikan ucapannya saat mengetahui siapa lelaki yang ingin membawa wanita itu pergi.
"Dia milikku sekarang. Aku sudah membelinya."
*****
Xander menyeret Tania untuk mengikuti langkahnya masuk ke hotel yang terletak tidak jauh dari club. Ia membawanya ke salah satu kamar, mendorongnya masuk, kemudian mengunci pintunya.
Xander lalu menoleh pada Tania. Wanita itu menunduk takut. Kakinya refleks bergerak mundur ketika Xander melangkah maju.
"Sekarang aku pemilikmu. Bukankah seharusnya kau melayaniku sekarang?"
Tania mengangkat kepalanya. Tatapan takutnya berubah menjadi kemarahan. "Aku pikir kau orang baik. Ternyata sama saja seperti orang-orang yang ada di tempat itu," ucapnya kecewa.
Tania mengenal Xander. Dalam artian mengenal wajahnya hanya dari berita. Profilnya kerap muncul di halaman pertama majalah-majalah terkenal. Membahas tentang paras tampan wajahnya, pekerjaan, hingga cerita-cerita tentang perilaku baiknya. Karena itu, Tania berpikir Xander akan menolongnya. Karena dia baik. Ternyata tidak. Berita-berita itu bohong.
"Aku memang bukan orang baik. Kau akan kecewa jika berharap padaku," balas Xander dengan lugas.
Xander pergi ke club hanya untuk menghibur diri. Tapi ia malah bertemu dengan wanita yang hampir tertabrak mobilnya. Xander melihat raut penderitaan dari wajahnya. Tapi apa pedulinya? Xander membelinya dengan harga yang tidak bisa disebut murah.
"Jangan lakukan ini. Aku mohon, biarkan aku pergi. Aku akan melakukan apapun yang kau minta. Asalkan kau membiarkanku pergi," kata Tania dengan frustasi. Wanita itu kembali menangis.
"Lahirkan anak untukku. Dan aku akan melepaskanmu setelahnya."
"A-apa?" Tania tidak salah dengar bukan? Ia tentu saja terkejut."Kau hanya perlu memberikan anak untukku. Setelah anak itu lahir, dia akan menjadi milikku. Dan kau bisa pergi ke manapun yang kau inginkan," jelas Xander. Memang inilah tujuannya membeli wanita itu. Saat melihat Tania di club, hal pertama yang terpikirkan olehnya adalah perkataan Sera tentang ibu pengganti. Xander mungkin bisa memanfaatkannya. Jadi ia tidak berpikir dua kali untuk langsung membelinya."Itu...tidak mungkin. Aku tidak bisa." Tania akan sama saja seperti menyerahkan kehormatannya jika melakukan itu, dan ia tidak mau."Kau sendiri yang berkata akan melakukan apapun permintaanku bukan?""Cobalah mengerti...." Tania tidak bisa melakukan ini. Dan bukankah Xander juga sudah memiliki seorang istri? Kenapa harus meminta anak padanya?"Aku sudah membelimu. Jadi kau tidak bisa menolak.""Aku akan mengembalikan uangmu–"Decihan langsung lolos dari bibir Xander. Lelaki itu tersenyum mengejek. "Satu juta dollar. Kemb
Tania menatap pantulan dirinya di cermin. Sebuah dress putih dengan pita di bagian pinggang melekat di tubuhnya. Wanita itu tersenyum. Kemudian melangkahkan kakinya keluar mansion. Tania berdiri di teras mansion. Merentangkan tangan sembari menarik napas dalam. Biasanya hanya bau alkohol yang dihirup olehnya. Sekarang ia bisa merasakan udara segar.Melihat seorang wanita berseragam hitam putih sedang menyiram tanaman di samping rumah, Tania menghampirinya. Kakinya menuruni undakan teras. "Biarkan aku membantumu," ucap Tania sambil mengulurkan tangannya. Meminta selang yang digunakan untuk menyiram tanaman.Pelayan itu cukup terkejut dengan kehadiran Tania. "Tidak perlu, Nona. Ini pekerjaan saya. Nona kembali masuk saja ke dalam.""Tidak apa-apa. Biarkan aku membantu." Tania mengambil selang dari tangan pelayan itu dan menggantikannya untuk menyirami tanaman.Tania terbiasa melakukan pekerjaan seperti ini. Bangun sangat pagi untuk membersihkan club. Memasak dan juga mencuci pakaian m
Sera menghela napas setelah masuk ke ruang kerja Xander. Ia melihat suaminya itu tidur di kursi dengan laptop di meja yang masih menyala.Sebelumnya Sera ke kamar Tania dan tidak mendapati Xander di sana. Ternyata suaminya ada di sini.Sera mendekat. Mengusap rambut Xander yang perlahan membuat lelaki itu membuka matanya. "Kenapa kau tidur di sini?" Sera menyisir rambut Xander dengan jemarinya. Merapikannya. "Cepatlah mandi. Kau ada meeting jam tujuh bukan?"Xander menatap wajah Sera. Mengusap pipinya sejenak, lalu bangkit dari kursi untuk kembali ke kamarnya. Bersiap-siap untuk ke kantor.Sera ikut pergi ke kamar saat pintu kamar yang ditempati Tania terbuka. Melihat Sera, wanita itu langsung menghampirinya."Aku sudah menunggu Tuan Xander tadi malam. Tapi dia tidak datang-datang. Jadi aku ketiduran. Maaf," ucap Tania dengan kepala menunduk. Wanita itu memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum Sera marah, karena ia yang tidak menjalankan tugasnya. Meski sebenarnya ada rasa lega,
Sera melepaskan mantel berbulunya yang langsung diambil alih oleh pelayan yang berjaga di depan pintu. Masuk ke dalam sembari menggosok telapak tangannya. Cuaca sedang sangat dingin sekarang.Sera berhenti ketika melihat Xander berjalan menuruni tangga. "Kau sudah pulang?" Xander berjalan menghampiri istrinya. Berdiri tepat di depannya. Tangannya terulur mengusap pipi Sera dengan tatapan penuh arti.Sera tersenyum. Tapi matanya tidak bisa berbohong ada kesedihan di sana. Ia tidak rela membagi suaminya dengan wanita lain. Tapi demi seorang anak, ia harus melakukannya. Sera langsung memeluk Xander. Sangat erat. Xander balas memeluknya tak kalah erat. Tangannya mengusap rambut belakang Sera."Bagaimana harimu tanpaku?" tanya Sera dengan alis terangkat setelah pelukan mereka terlepas."Aku rasanya sudah ingin menjemputmu tadi malam. Baru tanpamu sebentar saja aku sudah sangat merindukanmu."Sera terkekeh geli. Suaminya ini pintar sekali bermanis lidah. Tawanya perlahan terhenti saat mel
Tania langsung melepaskan diri ketika pria yang berusaha melecehkannya menjadi tidak fokus karena kedatangan seseorang. Xander. Tania berlari menghampiri lelaki itu dan bersembunyi di belakang tubuhnya."Tolong aku...," ucap Tania lirih. Wanita itu mencengkeram ujung jas Xander. Tampak sangat ketakutan. Tubuhnya bahkan bergetar dengan wajah yang dipenuhi air mata.Xander meliriknya sesaat. Tatapannya menjadi datar.. Memandang pria di depannya. "Apa seperti ini cara seseorang dari kalangan terhormat bersikap pada perempuan?" Pria itu menggeleng. Tampak takut, tapi disembunyikan. "Anda salah paham, Mr. Artadewa. Perempuan itu menggodaku lebih dulu padahal aku sudah berusaha menolaknya, karena tahu dia sudah menjadi milikmu," ucapnya berusaha membela diri.Xander tidak merespon. Ia masih menatap datar pria itu. "Dia adalah seorang pelacur. Dan Anda tahu bukan bagaimana sifat mereka?" Pria itu kembali bersuara. Berusaha meyakinkan Xander bahwa bukan dirinya yang bersalah. "Mereka senang
"Tania sudah ketemu?""Belum, Nyonya. Kami sudah mencari di seluruh mansion, tapi tidak menemukan Nona Tania."Sera menghela napas kasar. Bingung mencari Tania yang tidak ditemukan juga. Saat ia pergi ke kamarnya, wanita itu tidak ada di sana. Sera bahkan menyuruh para pelayan untuk ikut mencari. Tapi Tania tidak terlihat sama sekali."Xander...." Sera menatap Xander dengan tatapan khawatir. Sekaligus kecewa jika Tania benar-benar pergi, karena ia sudah berharap Tania akan memberikan seorang anak untuknya. Apakah karena kejadian di pesta itu Tania memutuskan pergi? Lebih parahnya, pergi yang selama-lamanya. Tania sebelumnya berkata tidak ingin kehidupan yang seperti sekarang. Bagaimana jika wanita itu berbuat hal nekat? Karena Sera melihat ada bekas berwarna merah seperti darah di kamar Tania."Bagaimana jika Tania benar-benar pergi?" "Dia tidak mungkin pergi. Pasti masih ada di sekitar sini," balas Xander. Wanita itu tidak mungkin bisa keluar dari rumahnya, karena ada penjaga yang
Tania mendorong dada Xander. Menarik kepalanya kuat hingga rambutnya yang tersangkut di kancing baju lelaki itu terputus. Terasa sakit. Tapi ia hiraukan.Tania tersenyum canggung pada Sera sebelum kemudian melangkah cepat keluar dari dapur. Baru beberapa langkah, wanita itu kembali. Mengambil buah mangganya di meja pantry. Kemudian berlari keluar. Wanuta itu terlihat seperti orang yang tengah ketahuan melakukan sesuatu yang tidak-tidak dengan suami orang. Tania merutuk dirinya sendiri. Berharap semoga saja Sera tidak salah paham.Sera memandang Tania yang menghilang di balik pintu dapur sebelum mengalihkan tatapannya pada Xander. Menatapnya dengan mata memicing."Apa?" tanya Xander santai."Apa yang kau lakukan dengan Tania tadi?" selidik Sera. Ia melihat posisi mereka yang patut dicurigai. "Tidak ada," jawab Xander. Tidak merasa terintimidasi dengan tatapan Sera yang penuh selidik. "Rambutnya menyangkut di kancing bajuku. Dan aku hanya berusaha melepaskannya," terangnya.Mendengar
"Molly, jangan lari!" Tania berlari mengejar anjingnya yang berlari ke arah pintu utama. Entah kenapa anjing itu suka sekali kabur. Tania baru meletakkannya untuk diberikan makan, tapi dia malah berlari pergi.Tania berlari cepat melewati pintu, dan di saat itu juga ia menabrak seseorang, karena tiba-tiba muncul di balik pintu."Apa kau tidak memiliki mata?!" Seorang wanita paruh baya yang tidak sengaja ditabrak Tania berseru. Terkejut. Dia hampir saja jatuh jika tidak berpegang pada pintu.Tania menunduk takut. Kedua tangannya tertaut. "Maaf, saya tidak sengaja," ucapnya pelan dengan nada rasa bersalah.Wanita yang masih tampak modis di usianya yang tidak lagi muda itu mendengus kasar. Bibirnya terbuka, ingin memarahi Tania sebelum suara Sera terdengar."Mami?" Sera menghampiri wanita yang ternyata adalah ibunya itu. "Mami di sini?"Alina–ibu Sera masih sempat menatap kesal pada Tania sebelum melihat sepenuhnya pada putrinya. Ia mengangguk."Papi tidak ikut?" "Tidak. Dia ada meeting
Butuh waktu kurang lebih satu bulan untuk Tania benar-benar pulih dari luka tembak yang dialaminya. Dan selama itu, hanya saat inilah yang paling ditunggu Tania. Bertemu dengan ayah kandungnya.Xander selalu beralasan akan membawanya menemuinya jika kondisinya sudah pulih. Dan baru sekarang dia melakukannya. Tania sempat marah karena Xander dan orang tuanya yang menyembunyikan ini darinya. Meski Tania sendiri yang berkata tidak ingin mengetahui siapa ayah kandungnya. Tapi jika dia memang sudah sangat dekatnya, tapi tetap ingin bertemu."Kau yakin ingin bertemu dengannya?" tanya Xander sembari menggenggam jemari Tania. Berjalan bersama ke tempat di mana Abraham ditahan.Tania mengangguk yakin. "Kau tahu apa yang dia lakukan padamu bukan? Kenapa masih saja ingin bertemu dengannya?" Tania hanya tersenyum menanggapinya."Maaf, tapi Tuan Abraham tidak ingin dikunjungi oleh siapapun." Penjaga tahanan menyampaikan ucapan dari Abraham ketika dia memberitahu ada yang ingin menemuinya.Raut w
"Mommy, di mana Xander?" Tania bertanya pada Angeline yang tengah menyuapinya. Xander tidak berkata akan pergi atau apa padanya. Tapi dia tidak terlihat sejak dua jam lalu. "Xander sedang bersama Lio," jawab Angeline, yang tentu saja berbohong. Lio sedang tidur di ruangan lain. Dijaga oleh babysitter. Sementara Xander pergi keluar. Menemui Abraham di kantor polisi.Angeline mengetuk Abraham yang berani-beraninya mencelakai anaknya sendiri. Lelaki itu memang tidak memiliki perasaan sama sekali. Tapi tidakkah dia sedikit saja merasa kasihan pada darah dagingnya? Dia memang lelaki jahat.Angeline berharap Tanai tidak pernah tahu siapa ayah kandungnya. Karena dia pasti akan menyesal nantinya. Menyesal memiliki darah yang sama dengan orang yang berniat membunuhnya. Angeline tidak ingin putrinya tahu."Mommy, sudah." Tania menolak ketika Angeline kembali ingin menyuapkan bubur ke mulutnya."Ya sudah. Ini minumnya." Angeline meletakkan mangkuk berisi bubur yang tinggal beberapa suapan. Lalu
"Kondisimu sudah semakin membaik. Sebentar lagi kau mungkin bisa pulang."Tania menyengir. Menampilkan deretan giginya yang putih bersih. "Aku kasihan melihatnya. Dia menangis saat aku sakit. Jadi aku harus cepat sembuh supaya dia tidak menangis lagi," ucapnya sembari melirik Xander yang berdiri didekat ranjang dengan tangan bersidekap.Xander mendengus. Sementara Tania dan dokter yang tengah memeriksanya tertawa. Tania langsung menghentikan tawanya, karena jahitan di punggungnya. Sementara sang dokter, karena Xander memberikan tatapan tajam padanya."Aku keluar dulu ya. Kau bisa memanggilku jika membutuhkan sesuatu."Tania mengangguk. Lalu mengucapkan terima kasih sebelum dokter itu keluar dari ruangannya."Kau menghancurkan reputasiku, kau tahu?" Xander berkata kesal. Ia memberikan pelototan kecil sebelum mengambil perban di atas nakas.Tania mengernyit, sebelum kemudian terkekeh kecil. "Kau malu ya, Daddy?" godanya. Xander yang terkenal tegas dan garang, menangis. Xander menggeram
Xander melangkah masuk ke dalam ruangan yang ditempati Tania. Istrinya akhirnya dipindahkan ke ruangan lain. Tubuhnya sudah tidak lagi ditempeli dengan berbagai alat penunjang hidup. Dia bahkan sudah membuka matanya sekarang. Tania tengah menatap Xander dengan mata sayunya. Bibir pink alaminya tampak pucat. Sementara bahunya dililit dengan kain kasa. Dengan lemah, wanita itu mencoba tersenyum pada Xander."Xander...."Xander menatapnya dengan mata berkaca-kaca. Dadanya terasa sesak. "Sakit sekali ya?" ucapnya menyerupai bisikan. Meski sudah sadar, Xander tahu Tania tidak baik-baik saja. Dia masih kesakitan. Tania tampak seperti ingin berbicara. Tapi terlalu lemah untuk melakukannya. Satu kata saja sudah cukup sulit.Xander membelai rambut Tania. Menggeleng. "Tidak perlu bicara apa-apa dulu. Tidurlah. Kau butuh banyak istirahat.""Dimana baby Lio? Apa dia tidak mencariku?" tanya Tania dengan nada sangat pelan. Napasnya terengah. Xander harus benar-benar mendengarkan dengan baik. "Hm
Xander membopong tubuh lemah Tania keluar. Berjalan cepat memasuki pelataran rumah sakit. Para dokter dan perawat sudah bersiap. Membawa Tania ke ruang operasi untuk segera ditangani."Maaf, Tuan. Tapi Anda diizinkan untuk ikut masuk."Xander mengepalkan tangan. Menghembuskan napas berat, dia tidak membantah. "Selamatkan istriku apapun yang terjadi," ucapnya sebelum pintu ruangan tertutup.Xander duduk di kursi depan ruangan itu. Tangannya terkepal kuat. Raut emosi menumpuk di wajahnya. Penampilan Xander sudah berantakan. Kemeja putihnya sudah bercampur dengan warna merah. Xander sudah sangat siap membunuh orang.Lelaki itu. Jangan harap Xander akan melepaskannya. Jika sampai Tania kenapa-kenapa, ia pastikan Abraham Denovan akan mendapatkan perlakuan yang setimpal.Xander menoleh ketika mendengar suara derap langkah kaki mendekat. Alex dan Angeline berjalan cepat menghampirinya. Lio berada di gendongan Angeline. Tangisnya terdengar kencang.Xander berdiri dan ingin mengambil putranya
Xander mengeratkan mantel hijau tebal di tubuh Tania, sebelum merangkul pinggangnya dan berjalan bersama keluar mansion."Mommy dan Daddy?" Tania menoleh sekilas ke belakang untuk melihat apakah mereka sudah siap atau belum. Lio juga bersama mereka."Mommy dan Daddy akan menyusul. Kita ke bendara lebih dulu."Tania mengangguk. Xander membukakan pintu mobil, dan Tania masuk ke dalam. Ketika lelaki itu juga akan masuk, Christian datang. Xander menatap Tania. Memberitahukan dengan gerakan bibir sebelum berjalan sedikit menjauh dari mobil. Ada sesuatu yang tidak beres. Terlihat dari ekspresi Christian."Tuan, Abraham menghilang.""Maksudmu?" Xander mengernyit."Posisinya masih bisa dilacak sekitar tiga puluh menit yang lalu. Tapi setelah itu dia menghilang. Dia meninggalkan mansionnya dan pergi entah ke mana," jelas Christian. Xander memang meminta Christian untuk mengawasi Abraham. Setelah dia membuat kejutan besar yang sudah pasti menghancurkan karirnya, Abraham tidak akan tinggal dia
Xander sudah sampai di mansion. Ia menghentikan langkah saat berpapasan dengan Alex di lorong lantai empat. Xander melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya."Daddy belum tidur?" tanyanya."Kau berbicara apa dengannya?" Xander mengernyit. Tapi kemudian ia paham maksud pertanyaan Alex. Daddynya pasti sudah tahu semuanya. Xander tidak perlu menjelaskan lagi."Hanya memberi peringatan pada Abraham Denovan," jawab Xander santai.Alex menghela napas berat. "Daddy tahu kau pasti sangat marah dengan apa yang dilakukan laki-laki itu pada Tania. Daddy juga sangat marah saat mengetahuinya," ucapnya. "Tapi kau jangan menjadi gegabah seperti ini."Alex sangat ingin menemui Abraham dan menghajarnya secara langsung ketika ia mengetahui ketika lelaki itu hampir mencelakai putrinya. Tapi Alex tahu ia tidak bisa gegabah."Pamanmu Robert, mengenal Abraham dengan baik. Dia pernah mencalonkan diri menjadi anggota dewan. Lawannya adalah Abraham." Alex memulai ceritanya. "Abraham orang yang tida
"Apa saja yang kau lakukan di sana?"Tania merengut. "Aku tidak yakin kau tidak tahu. Para bodyguard mu pasti sudah memberitahumu kan?""Benar. Tapi aku ingin mendengarnya sendiri darimu." Dan mengetahui apa yang kau rasakan saat bertemu dengan ayah kandungmu. Lanjutnya dalam hati.Tania dan Angeline baru saja pulang dari acara amal. Meski bodyguard sudah memberitahukan semuanya. Tapi ia ingin Tania sendiri yang memberitahu."Di sana ramai sekali. Banyak orang yang memberikan amal," cerita Tania. Lalu wajahnya yang tampak biasa sebelumnya berubah cemberut. "Tapi karena ada wartawan juga, aku jadi tidak suka.""Kenapa?" Xander memberikan tanggapan. Ia mendongak menatap istrinya."Banyak orang yang jadi pamer tahu. Mereka berlomba memberikan uang paling banyak untuk amal. Lalu menceritakannya di depan kamera. Seharusnya kan tidak boleh seperti itu. Jika memang ikhlas ingin beramal ya beramal saja. Kenapa harus dipamer-pamerkan?"Xander tersenyum melihat bibir Tania yang maju ke depan ke
"Setelah sukses dengan menjadi anggota dewan di Spanyol, Bulgaria, dan Inggris, Abraham Denovan akhirnya kembali negaranya untuk mencalonkan dirinya sebagai presiden pada pemilihan presiden yang akan datang. Nama lelaki kelahiran 1965 itu begitu cemerlang dalam dunia perpolitikan. Sikap tanggung jawab dalam menjalankan setiap tugasnya tidak bisa diragukan.""Namun, baru-baru ini berhembus kabar miring tentangnya. Belum dipastikan kebenarannya, tapi Abraham Denovan diduga suka bermain dengan perempuan malam, meski telah memiliki seorang istri. Dia juga memiliki seorang anak dari salah satu teman tidurnya itu. Anak itu–""Mommy."Angeline langsung mematikan layar televisi yang menampilkan berita itu ketika Tania memanggil. Wajahnya yang semula datar berganti menjadi senyuman saat Tania berjalan mendekat."Mommy." Tania duduk di sebelah Angeline. "Mommy sedang apa?"Angeline menggeleng. "Mommy melihat berita. Tapi karena tidak menarik, Mommy jadi malas melihatnya," jawabnya. "Di mana Lio