Sebastian tidak mengerti, mengapa ibunya datang pagi-pagi begini tanpa memberi kabar? Sebastian mendunga bahwa ini ada kaitannya dengan masalah penerus. Sebastian juga tidak tahu jelasnya. Namun yang jelas dia harus menyembunyikan Clara."Clara, kamu masuklah ke kamar!" titah Sebastian.Clara mengangguk. Kemudian dia berdiri dari duduknya dan segera menuju ke arah tangga. Selang beberapa menit, seorang wanita yang masih terlihat cantik di usia yang memasuki kepala 6 memasuki muncul dari arah depan."Good morning, My Emperor," sapa Sania Abraham."Kenapa tidak memberi kabar?" Sebastian melirik ke arah kursi yang baru saja ditinggalkan Clara, kini diduduki oleh Sania."Tidak sempat, Mom kemari karena ada sesuatu." Tatapan Sania jatuh pada piring yang ada di depannya. "Oh, apa ada orang lain di sini?" Sania celingukan.Sebastian memejamkan mata. Dia melupakan hal yang satu itu."Tidak, Mom," jawab Sebastian.Kening Sania mengkerut. Dia merasa ada yang aneh. Dia meneliti gelas yang ada di
Sofia semakin melotot saja. Dia merasa Clara ini menjadi sangat arogan. Apa karena dia sudah menjadi asisten Sebastian?"Memangnya kamu siapa ha?" sergah Sofia.Senyum Clara mengembang sempurna. Memperlihatkan deretan giginya yang rapi dan putih."Kamu masih tanya siapa aku?" Clara maju satu langkah, mengikis jarak yang tersisa. Kemudian dia menatap wanita yang lebih pendek darinya itu. "Aku adalah Asisten pribadi kesayangan Tuan Bastian. Kamu ingin tahu bagaimana aku bisa membuatmu keluar dari sini, hmmm?"Kedua mata Sofia membola. Dia sungguh tidak terima."Kurang ajar kamu!"Plakkkk!Satu tamparan mendarat di pipi Clara. Dan membuat wanita cantik itu tertoleh ke kanan.Panas dan kebas menjalar di sekitar wajah. Meski begitu, Clara tetap tersenyum. Dia kembali menatap Sofia dan menampakkan senyumnya itu."Hanya segitu saja?" tanya Clara dengan nada meremehkan.Mendengar itu, Sofia naik pitam. Dia kembali mengangkat tangannya, hendak memberikan tamparan kedua namun, tiba-tiba tanganny
Clara terdiam untuk beberapa saat. Hanya karena itu, Sebastian sampai memecat Sofia? Clara merasa terharu, namun dia tidak boleh terlena begitu saja. Clara memang tidak menyukai Sofa. Akan tetapi, dia tidak akan membiarkan wanita itu dipecat. Sofia akan semakin membencinya jika ini benar-benar terjadi. Itu sebabnya Clara harus membujuk Sebastian."Tuan..." Clara hendak bicara, namun segera dipotong oleh gerakan tangan Sebastian. Pria itu mengarahkan pandangannya kepada Ramon."Ramon, bawakan aku kotak P3K!" titah Morgan."Baik, Tuan."Setelah Ramon meninggalkan ruangan, Sebastian kembali pada Clara."Duduk!" titahnya lagi.Clara menelan saliva. Nada bicara Sebastian yang sangat dingin membuat Clara tak mampu menolak. Dia sudah hapal tabiat Sebastian yang memang tidak suka dibantah. Lagi pula dirinya tidak ingin menambah masalah.Tak lama kemudian, Ramon kembali muncul dengan kotak P3K di tangan. Dia lantas memberikannya kepada Sebastian."Ini, Tuan.""Baiklah, kamu boleh pergi. Oh ya,
Kalung berlian dengan permata zamrud berwarna merah menyapa indera penglihatan Clara. Sesaat dia merasa terlena. Berlian ini sangat indah.Sebastian melirik ke samping. Sudut bibirnya terangkat ke atas. Kebahagiaan terpancar di wajahnya ketika melihat ekspresi Clara."Permata Zamrud berwarna merah itu sesuai dengan warna gaunmu," ucap Sebastian."Terima kasih, Tuan. Apa saya boleh memakainya?" tanya Clara."Tentu saja, biar aku yang pakaian."Mendengar itu, Clara tidak keberatan.Dia memposisikan dirinya memunggungi Sebastian. Dan membiarkan pria itu memasangkan kalung di lehernya. Clara menatap permata merah yang menggantung di lehernya."Ini benar-benar sangat indah," gumam Clara."Selesai.""Terima kasih, Tuan."Sepanjang perjalanan, keheningan menemai keduanya.Saat hampir sampai. Sebastian baru membuka suara."Clara, dengarkan aku baik-baik. Saat keluargaku bertanya tentang kehidupan pribadimu, kamu tahu 'kan apa yang harus kamu katakan?" tanya Sebastian."Ya, Tuan."Clara tahu, S
Sebastian menatap Clara. Dia tahu kekhawatiran yang dirasakan wanita itu. Keluarga Clara berasal dari kalangan menengah. Jelas akan menjadi masalah bagi Maxime yang selalu memegang prinsip kesetaraan kasta. Sebastian meraih jemari Clara di bawah meja kemudian menggenggamnya.Clara menoleh ke arah Sebastian. Genggaman tangan pria itu seolah memberikan kekuatan, sehingga Clara kembali menguasai dirinya yang sempat goyah. Setelah lama terdiam, Clara mengulas senyum. Senyuman yang begitu hangat."Kedua orang tua saya hanyalah orang biasa, Tuan. Mereka tinggal di pedesaan dan mengelola sebuah perkebunan," jawab Clara.Sebastian meneliti wajah kakeknya. Tanpa diduga pria itu justru terlihat antusias."Perkebunan?" tanya Maxime yang tampak tertarik dengan topik pembicaraan ini"Ya, Tuan. Mereka mengelola bisnis perkebunan buah apel yang nantinya hasil panen akan dikirim ke luar negeri," jelas Clara."Ini sangat menarik, lain kali aku akan mengunjungi mereka," ucap Maxime."Tentu saja, Tuan."
Clara terdiam untuk beberapa saat. Dia segera teringat permainan panasnya bersama Sebastian. Mana mungkin Sebastian menyukai sesama jenis sedangkan permainannya bergitu liar di atas ranjang.Clara rasa, tuduhan Dareen tidak berdasar. Soal Ramon, pria itu memang sangat dekat dengan Sebastian. Itu karena pria itu telah lama menjadi kaki tangan Sebastian. Bukan karena memiliki hubungan.“Tuan Dareen, sepertinya Anda salah menduga,” ujar Clara mencoba mematahkan dugaan Dareen tentang Sebastian.“Mana mungkin, aku sudah mengenal dia sangat lama.” Dareen bersikeras dengan tuduhannya.Clara menghela napas. Tidak ada gunanya meladeni orang seperti Dareen. Clara yakin, pria ini hanya ingin memecah dirinya dan Sebastian.Di ruang perjamuan, Sebastian menyadari sesuatu ketika tidak melihat Dareen berada dikursinya. Dia bukannya tidak tahu bila Dareen sejak tadi memperhatikan Clara.Untuk seorang yang gemar bermain wanita, jelas akan merasa tertarik ketika melihat Clara.Terlebih malam ini Clara
Clara menatap wanita itu. Dia sangat cantik. tubuhnya seksi, dia juga tinggi. Penampilannya sangat sempurna dengan aksesoris mewah yang melekat di tubuhnya. Lalu Clara menatap Sebastian. Ekspresinya terlihat dingin dan datar."Kamu sadar apa yang kamu katakan? Aku tahu kamu sejak tadi berada di ruang perjamuan. Dan kamu pasti mendengar semua percakapan antara kami 'kan? Jadi jangan berpura-pura tuli."Setelah mengatakan itu, Sebastian membalik diri. Namun, suara wanita itu kembali terdengar."Tunggu, Bastian. Apa kamu sungguh akan menikah? Apa kamu lupa dengan janji kita dulu?" tanya wanita itu.Langkah Sebastian terhenti. Dia terdiam untuk beberapa saat. Selanjutnya dia membalik diri, dia menatap wanita itu dengan intens."Janji?" Kemudian Sebastian tertawa. Ekspresi pria ini berubah dalam waktu yang sangat singkat. "Bianca, aku hanya perlu mengingatkanmu bahwa kamu yang telah melanggar janji itu dengan pergi tanpa pamit," ucap Sebastian."Tapi aku punya alasan," sahut wanita itu cep
"Ke mana dia akan pergi?" Clara bertanya-tanya dalam hati. Dia terus memperhatikan langkah Sebastian yang begitu tenang, seolah tidak ada sesuatu yang mengganggunya."Ini sudah malam, seharusnya beliau tidur,” gumam Clara lagi. Dia ingin mengabaikannya. Namun, ini justru mengganggunya. Clara tidak bisa membiarkan rasa penasaran ini membunuhnya.Pada akhirnya Clara memutuskan untuk turun ke bawah. Kaki telanjangnya menapaki satu-persatu anak tangga. Tak dia pedulikan rasa dingin yang menusuk telapak kakinya. Nalurinya begitu tajam menginginkan dirinya keluar rumah.Clara melewati ruang tamu, beberapa lampu telah dimatikan. Ketika dia mencapai pintu utama, dia segera membukanya, namun, malah dikunci. Clara menghela samar. Mencoba untuk tidak bersuara.Saat malam begini rumah ini terlihat menakutkan, terlebih dalam kondisi sepi seperti ini. Clara segera menuju pintu samping yang terhubung dengan taman. Dan Clara begitu senang ketika mendapati pintu ini tidak dikunci.Entah ini kebetulan
Sebastian berjalan dengan lambat. Mendekati Clara yang kini menatapnya penuh keterkejutan. Wajahnya terlihat tenang. Namun manik indahnya menyiratkan sebuah kemarahan. Kedua tangannya memegang botol mineral dengan sangat erat, seolah melampiaskan kemarahannya pada benda di tangan, dan ketika dia tiba di dekat Clara, dia memposisikan dirinya di depan Clara, seolah ingin melindungi wanita itu dari siapa pun yang ingin mengambil wanita itu darinya. Terutama pria di hadapannya saat ini.“Jadi kau yang mengikuti kami sejak tadi?”Ucapan Sebastian sukses mengejutkan William kaget. Bukan hanya Willian, tetapi juga wanita yang ada di belakangnya.Salah satu bibir Sebastian ditarik ke samping. Seolah menikmati keterkejutan di wajah saingan cintanya itu. “Apa kamu baik-baik saja, kamu terlihat kaget. Kamu juga orang yang berkeliaran di dekat rumahku ‘kan?” Sebastian tertawa setelah mengatakannya. Lagi-lagi dia merasa sangat puas melihat William. Dia merasa menang karena telah mengetahui rahasia
Kehadirannya yang begitu tiba-tiba membuat Clara terkejut seketika.Jantungnya seakan berhenti sejenak, dan perasaan campur aduk memenuhi hatinya. Dia tidak menyangka akan bertemu dengan William di tempat ini, terlebih setelah sekian lama tidak bertemu. Clara menatapnya dengan mata terbelalak, mencoba menghilangkan kebingungannya.William, dengan senyuman yang tampak ramah, berdiri di depan Clara, seolah tidak ada jarak waktu yang telah memisahkan mereka. Kerinduan terlihat di matanya, bercampur dengan rasa bersalah."Clara?" suara William terdengar lembut, namun sangat jelas.Itu cukup untuk membuat Clara terperangah. Dia tidak bisa menahan keterkejutannya, bahkan ada sedikit rasa bingung yang muncul di wajahnya.Dalam sekejap, serangkaian pertanyaan melintas di benaknya. Apa yang membawanya ke sini? Mengapa dia muncul begitu saja? Semua itu. Berputar di kepala. Namun, dia segera menyadari sesuatu. William adalah suaminya, wajar bila lelaki itu mencari dirinya.William yang berdiri
Sesuaikan dengan keinginan Clara, wanita itu sangat ingin pergi ke taman yang terletak di pusat kota. Melihat kebahagiaan di mata Clara, Sebastian dengan senang hati mengabulkan permintaannya. Tanpa menunda, dia segera memberi perintah kepada sopirnya untuk mengarahkan mobil menuju ke taman tersebut.“Ke taman pusat kota!” titah Sebastian.Mendapat perintah, sang sopir menoleh ke samping sejenak kemudian mengangguk. “Baik, Tuan.”Mereka berdua duduk di kursi belakang dengan suasana yang tenang, menikmati perjalanan yang terasa begitu ringan. Sebastian tersenyum, melihat Clara yang tampak penuh antusias. Di tengah perjalanan, pemandangan kota yang sibuk menjadi latar belakang yang kontras dengan suasana damai yang terasa di dalam mobil.Sesampainya di taman kota, suasana yang ramai langsung menyambut kedatangan Sebastian dan Clara. Keduanyan, segera turun dengan Sebastian yang membantu Clara dengan mengulurkan sebelah tangan.“Hati-hati, Sayang.” Di sepanjang jalan setapak yang membent
Clara merasakan mual yang begitu hebat. Perutnya mulai bergejolak tak terkendali. Dengan cepat, dia menutup mulutnya, berusaha menahan rasa tidak nyaman yang semakin kuat. Dia berlari terburu-buru menuju kamar mandi. Setibanya di sana, tubuhnya tak dapat lagi menahan dorongan yang datang, dan dengan segera dia memuntahkan isi perutnya.Melihat itu, kekhawatiran kembali menyergap Sebastian. Lekas dia menyusul Clara ke kamar mandi dan melihat Clara berjongkok di depan wetafel.“Sayang, kamu tidak apa-apa?” tanya Sebastian. Dia hendak mendekat, namun gerakan tangan Clara yang terulur ke depan membuat langkahnya terhenti.“Jangan mendekat!”Seketika itu, Sebastian menyadari sesuatu. Dia mencium aroma tubuhnya sendiri. Tidak ada yang aneh. Aroma parfum dan keringat menjadi satu. Tetapi, ini tidak terlalu buruk. Namun, mampu membuat isi perut Clara keluar.Tidak ingin memperparah keadaan, Sebastian keluar dari kamar, lalu memerintahkan pelayan untuk memeriksa kondisi Clara. Jadwal pemeriksa
Sebastian berlari kecil menaiki anak tangga. Tujuannya sudah pasti kamarnya, yang dia tempati bersama Clara. Ketika dia mendengar bahwa Clara tidak mau makan, Sebastian khawatir. Ini bisa berdampak buruk bagi bayinya. Sebastian harus mencari tahu. Apa ini efek dari kandungannya? Atau justru karena hal lain?Untuk memastikannya, Sebastian harus menemui Clara secara langsung. Tiba di depan pintu kamar, Sebastian memegang handle, kemudian menekannya dengan sedikit mendorong. Akan tetapi, pintu tidak dapat terbuka.Andrew yang diam-diam mengikuti jelas tahu apa yang harus dia lakukan.Kunci cadangan.Andrew bergegas mengambilnya, dan memberikannya pada Sebastian."Ini, Tuan.""Ya, sebaiknya kau siapkan makanan!" titah Sebastian."Baik, Tuan."Sementara Andrew kembali ke dapur, Sebastian berhasil membuka pintu.Ketika dia memasuki ruangan, dia melihat tubuh tertutup selimut di atas kasurnya yang besar. Sebastian segera menghampirinya. Pertama-tama, dia memeriksa kondisi Clara dengan cara m
Sebastian dan Ramon datang ke perusahaan saat malam hari, ketika kegiatan di kantor sudah selesai dan hanya beberapa orang yang masih berada di dalam gedung. Mereka berjalan dengan hati-hati, menghindari deteksi oleh kamera pengawas dan penjaga keamanan. Untuk membangun perusahaan sendiri, dia harus menyalin beberapa data penting yang dapat membantunya dalam mengembangkan bisnisnya.Setelah beberapa menit berjalan, mereka akhirnya tiba di ruang server perusahaan, tempat di mana semua data dan sistem operasional perusahaan disimpan. Sebastian mengeluarkan peralatan yang telah dia bawa, dan mulai bekerja untuk mengakses sistem server. Ramon berdiri di sampingnya, mengawasi sekitar untuk memastikan bahwa tidak ada orang lain yang mendekati.“Tak akan kubiarkan orang lain menikmati kerja kerasku,” gumam Sebastian.Sebastian bekerja dengan cepat dan efisien, menggunakan kemampuan hackingnya untuk mengakses sistem server. Dia mulai menyalin data penting, seperti rahasia perusahaan, strategi
Dareen yang mendapati bahwa orang suruhannya gagal. Dia terlihat marah. Namun, itu hanya sesaat. Dareen yang telah kembali ke rumah hanya menyuruh mereka pergi setelah memberikan bayaran yang sesuai dengan yang dia janjikan kepada mereka.Akan tetapi, Lucia, sang ibu justru mencegahnya. Dia melangkah mendekati mereka. Meraih amplop yang diberikan oleh Dareen kepada kepala preman itu dengan kasar, kemudian menatap puteranya."Kamu ini bodoh atau bagaimana, Dareen? Mereka ini sudah gagal. Jadi mereka tidak pantas menerima bayaran ini!" cetus Lucia menatap tajam puteranya."Tapi, Mom. aku sudah menjanjikan uang pada mereka," bantah Dareen."Benar itu, Nyonya," sahut para preman itu."Diam kalian!" bentak Lucia. "Kalian ini sudah gagal, untuk apa kalian mengharapkan bayaran?” maki Lucia. “Sebaiknya kalian pergi!" usir Lucia dengan mata yang melotot tajam.Hal itu jelas membuat para preman pasar itu ciut. Mereka pikir, Lucia adalah menantu dari orang kaya yang berpengaruh. Wanita itu bisa
"Ramon?" ucap Sebastian dengan suara yang terengah-engah.Mendengar namanya disebut, Ramon menoleh ke samping. Namun, ekor matanya menangkap raut wajah Sebastian yang nampak terkejut dengan kedatangannya.“Maaf, saya terlambat datang,” ucapnya.Sebastian menghela. Ini adalah sebuah kebetulan yang menguntungkan. Ramon datang di waktu yang tepat.Ramon melompat ke dalam pertarungan, menghadapi lawan-lawan Sebastian dengan kemampuan bela diri yang sangat baik. Dia menyerang dengan cepat dan tepat, menangkis serta membalas dan membuat lawan-lawan Sebastian terkejut dan tidak siap.“Sialan!” umpat salah satu musuh yang serangannya berhasil ditepis oleh Ramon. Dia merasa aura Ramon lebih menakutkan dari lawan sebelumnya.Ramon berdiri tegap. Tatapannya terihat tajam dan waspada. Seperti serigala yang mengunci mangsanya. Setelan hitamnya, membuat Ramon seperti malaikat pencabut nyawa. Senyumnya mengembang sempurna ketika melihat lawannya ciut karenanya.“Rupanya mereka hanya preman pasar,”
"Nona, apa yang terjadi?" Seruan suara pelayan menembus gendang telinga Clara. Dia pun seketika tersadar dari lamunannya tentang foto itu. Dia juga menyadari apa yang dirinya perbuat. Dia segera meraih benda pipih yang tergeletak di tanah.Layarnya telah menghitam, namun foto itu terekam jelas di benak Clara. Bagaimana Sebastian begitu mesra memeluk wanita itu. Clara tahu siapa wanita itu. Bianca Weadow adalah seorang perancang perhiasan sekaligus mantan kekasih Sebastian."Nona, Anda tidak apa-apa?" tanya pelayan yang tampak khawatir dengan perubahan ekspresi wajah Clara.Clara pun terkesiap."Ya, aku tidak apa-apa. Aku ingin kembali ke mansion saja. Mendadak aku merasa pusing." Clara segera membalik diri. Kemudian melangkah menuju ke mansion. Clara segera menuju ke kamarnya tanpa menoleh. Dan ketika dia sampai, Clara seketika menitihkan air matanya.Sebastian memang telah pergi, namun Bianca masih berada di Abraham Group. Itu karena dia memiliki sebuah urusan yang sangat penting.